Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK 11

“ALIRAN POLITEISME DAN PENYIMPANGANNYA”

Disusun oleh :
1. Asti Safina (2001085043)
2. Sofiana Fitri (2001085061)

Jl. Tanah Merdeka No.20, RT.11/RW.2, Rambutan, Kec. Ciracas, Kota Jakarta Timur,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13830
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Aliran Politeisme dan
Penyimpangannya” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
bidang studi progam pendidikan ekonomi mata kuliah Aqidah Islam. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Aqidah Islam bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rizki Amrillah, M. Ed, selaku dosen bidang
studi pendidikan ekonomi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 8 Mei 2021

Penulis
Daftar Isi

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................6

2.1 ................................................................................................................................................6

2.2.................................................................................................................................................7

2.3.................................................................................................................................................8

2.4.................................................................................................................................................9

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................10

3.1 KESIMPULAN................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Politeisme pada hakekatnya adaah istilah yang berasal dari bahasa Yunani polus yang
memiliki arti banyak dan theos yang artinya Tuhan atau Dewa. Sehingga istilah ini
mengacu pada kepercayaan atau bentuk penyembahan kepada banyak dewa. Cara
kepercayaan ini adalah bentuk ekspresi keagamaan yang sangat umum.
Kebanyakan agama kuno melibatkan kepercayaan pada dewa-dewa yang menguasai
berbagai aspek kehidupan. Lebih jauh, kepercayaan politeistik ini tetap menjadi bagian
penting dari Hinduisme, Shintoisme dan banyak tradisi agama lainnya hingga saat ini.
Saat ini dunia masih menjadi rumah bagi banyak agama politeistik dan jutaan pengikut
mereka. Ini tidak terbatas pada satu benua saja tetapi tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Di yunani kuno istilah ini diciptakan untuk pertama kalinya. Secara etimologis, kata
"politeisme" dapat dipecah menjadi tiga kata asal yunani. Frase pertama adalah
awalan poli, itu merujuk pada "banyak"; lalu ada kata benda theos, yang identik dengan
"dewa atau dewa"; dan akhirnya menyoroti sufiks isme, yang menunjukkan "doktrin".
Sejak awal, sejarah umat manusia telah dikaitkan dengan pemujaan berbagai fenomena
alam atau entitas imajiner kepada siapa upeti dari semua jenis (termasuk pengorbanan
manusia) diberikan kepada mereka. Upacara-upacara ini dimaksudkan untuk mencari
simpati dari tokoh-tokoh ini atau dalam kasus terburuk, "menenangkan kemarahan
mereka" untuk meningkatkan kondisi kehidupan penduduk yang terkena dampak.
Itulah sebabnya ada catatan yang tersimpan dalam lukisan gua yang mengisyaratkan
kultus spesies manusia terhadap matahari, bulan, bintang, api, dan semua kekuatan alam
yang lolos dari kendali dan pemahaman mereka. Namun, ini masih belum dianggap
politeisme.
Contoh paling jelas dari politeisme datang dari budaya dengan tingkat kemajuan tertentu,
dengan diferensiasi politik dan sosial yang terorganisir dan terorganisir.
Kebiasaannya adalah bahwa struktur dewa-dewa ini hidup atau diwakili dalam konsep
piramidal atau panteon, di mana puncaknya ditempati oleh dewa utama dan dari titik
itulah para dewa lainnya muncul.
Sebagian besar orang setuju bahwa agama politeistis muncul antara benua India dan Asia;
sebagai hasil dari penemuan, penaklukan dan perang kemudian, ia berkembang ke
wilayah lain, baik karena diadopsi sebagai miliknya sendiri atau karena dikenakan.
Tidak seperti yang kita pikirkan, jenis agama ini tetap hidup dan dengan jumlah pengikut
yang terhormat di planet kita. Ini menjadikan mereka tipe agama terkini atau yang ada
saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Politeisme?
2. Bagaimana Pengertian Politeisme Menurut Para Ahli ?
3. Bagaimana Sistem Kepercayaan Politeisme ?
4. Apa saja Contoh dari Politeisme ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan Memahami tentang Aliran Politeisme dan Penyimpangannya.
2. Mempelajari tentang Tuhan Yang Maha Esa.
3. Mempelajari Sistem-Sistem Kepercayaan Politeisme.
4. Mengetahui contoh Politeisme yang dapat ditemukan dalam budaya manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aliran Politeisme


Politeisme adalah penyembahan kepada pada banyak dewa yang biasanya berkumpul
menjadi jajaran dewa dan dewi, bersama dengan agama dan ritual mereka sendiri.
Politeisme merupakan jenis teisme. Dalam teisme, ini kontras dengan tauhid,
kepercayaan pada Tuhan yang tunggal, dalam banyak kasus transenden.
Dalam kebanyakan agama yang menerima politeisme, berbagai dewa dan dewi
merupakan representasi kekuatan alam atau prinsip leluhur, dan dapat dipandang
sebagai otonom atau sebagai aspek atau emanasi dari dewa pencipta atau prinsip
absolut transendental (teologi monistik), yang terwujud secara imanen di alam
(teologi panenteistik dan panteistik).

2.2 Pengertian Aliran Politeisme Menurut Para Ahli


Adapun definisi politeisme menurut para ahli, antara lain :
a. Encyclopedia Britannica, Politeisme adalah kepercayaan pada banyak dewa.
Politeisme mencirikan hampir semua agama selain Yudaisme, Kristen, dan Islam,
yang berbagi tradisi monoteisme yang sama, kepercayaan pada satu Tuhan.
b. The Basic Of Philosophy, Politeisme adalah kepercayaan, atau penyembahan,
banyak dewa (biasanya berkumpul dalam panteon). Dewa yang umum ditemukan
dalam kepercayaan politeistik termasuk Dewa Langit, Dewa Kematian, Dewi Ibu,
Dewi Cinta, Dewa Pencipta, Dewa Penipu, Dewa Kelahiran Kembali, dan
Pahlawan Budaya.

2.3 Sistem Kepercayaan Aliran Politeisme


Dalam arti sejarah studi agama sebagai disiplin akademis, politeisme pada awalnya
dipahami sebagai “tahap tengah” dalam perkembangan pemikiran keagamaan secara
evolusioner. Sarjana agama awal, memandang pemikiran religius sebagai sebuah
kontinum yang dimulai dengan :
Animisme (keyakinan bahwa segala sesuatu, baik yang hidup maupun yang mati,
memiliki jiwa) atau sihir primitif (keyakinan bahwa alam dapat dikendalikan melalui
cara-cara mistik; paranormal, atau supernatural) dan berpuncak pada tauhid
(kepercayaan hanya pada satu ketuhanan).
Mereka berteori bahwa pada tahap sementara muncul sistem kepercayaan yang
disebut polidemonisme, yang menegaskan bahwa dunia penuh dengan roh yang dapat
disalurkan melalui praktik perdukunan.
Dua sistem kepercayaan pertama (animisme atau sihir dan predaemonisme) dianggap
“primitif” oleh para sarjana tersebut, kemungkinan besar akibat preferensi budaya
mereka yang bias terhadap agama-agama monoteistik.
Terlepas dari itu, mereka berteori bahwa politeisme mewakili fase evolusi antara
“primitif”, kepercayaan animisme dan monoteisme, di mana dewa menjadi pribadi
dan karenanya lebih kompleks daripada tahap sebelumnya.
Namun, dewa-dewa ini masih ada dalam keberagaman, yang dianggap
mencerminkan kekurangan yang masih ada dalam pemikiran budaya tertentu. Selama
berabad-abad sejak perumusan teori-teori ini, teori-teori tersebut telah ditolak oleh
banyak sarjana, yang menganggap bahwa tidak ada banyak bukti untuk proses
evolusi kepercayaan agama seperti itu.
Meskipun ekspresi politeisme sangat bervariasi dari satu budaya ke budaya lain,
beberapa karakteristik umum dapat diidentifikasi. Dewa politeisme memiliki
kepribadian mandiri dan individu dengan keterampilan, kebutuhan, dan keinginan
tertentu. Mereka sering dianggap tidak memiliki bentuk materi mereka sendiri,
meskipun mereka dapat (kadang-kadang) mengambil tubuh fisik.
Mereka dianggap memiliki relevansi tingkat tinggi dengan kehidupan manusia,
karena mereka dapat campur tangan dalam urusan manusia. Mereka seringkali
termotivasi untuk melakukannya melalui ritual dan pengorbanan, atau hanya dengan
kemauan mereka sendiri. Namun, tidak seperti manusia, mereka umumnya dianggap
abadi.
Biasanya, dewa seperti itu tidak mahakuasa atau mahatahu; sebaliknya, mereka
sering digambarkan mirip dengan manusia dalam ciri-ciri kepribadian, kegagalan dan
kejahatan mereka, tetapi dengan tambahan kekuatan dan kemampuan supernatural.
Beberapa mungkin dianggap memiliki yurisdiksi atau pemerintahan atas wilayah
yang luas, dan dilihat sebagai “dewa pelindung” dari wilayah geografis, kota, sungai
atau keluarga.
Secara konsisten, kepercayaan politeistik dikaitkan dengan mitologi ekstensif yang
menelusuri kehidupan sehari-hari para dewa. Tidak seperti Dewa Abraham, yang
sejarahnya terkait erat dengan umat manusia, dewa politeistik sering kali memiliki
catatan ekstensif tentang sejarah mereka sendiri, termasuk urusan keluarga, hubungan
seksual, keturunan, dan pertempuran yang mereka ikuti.
Lebih jauh, kisah-kisah ini menceritakan tentang pengaturan sosial yang kompleks
para dewa. Misalnya, dewa memiliki teman, sekutu, pasangan, kekasih, dan musuh.
Mereka mengalami emosi manusia seperti kecemburuan, tingkah atau amarah yang
tidak terkendali, atau bahkan mungkin mempraktikkan perselingkuhan dan kemudian
dihukum karenanya.
Dengan cara ini, banyak dewa yang ditampilkan dalam mitologi menyediakan media
yang dengannya manusia dapat menjawab pertanyaan tidak hanya tentang
kosmogoni, tetapi juga tentang praktik sosial, politik dan agama tertentu yang mereka
amati.
Gagasan politeistik tentang ketuhanan sangat berbeda dan terstruktur, yang
mencerminkan persepsi manusia tentang kosmos yang terbagi secara serupa. Banyak
dewa, masing-masing memberikan kekuatan terpisah untuk pemeliharaan berbagai
aspek realitas, memungkinkan manusia untuk menegaskan perbedaan penting antara
berbagai aspek ini dan untuk memberikan penjelasan etiologis untuk hubungan antara
(dan fungsi) banyak elemen di dunia alami.
Jadi, dewa-dewa sistem politeistik (dan mitos-mitos yang menggambarkannya)
menjadi landasan epistemologis untuk memahami alam semesta. Maka tidak
mengherankan bahwa dalam banyak kasus (seperti yang terjadi dalam mitologi
Yunani atau Norse), kisah para dewa menjadi batu penjuru bagi hampir semua upaya
keagamaan.
Mitologi-mitologi ini dikatakan membuat dewa-dewa politeistik sangat menarik bagi
pikiran manusia, karena mereka mewakili yang ilahi dalam istilah-istilah
antropomorfik yang dipersonalisasi (daripada menggunakan formulasi teologis yang
sering tidak dapat dicapai).

2.4 Contoh-Contoh Aliran Politeisme


Beberapa contoh atau variasi politeisme yang dapat ditemukan dalam budaya
manusia, antara lain :
a. Mitologi Mesopotamia dan Sumeria
Mitos Mesopotamia dan Sumeria menceritakan tentang banyak dewa, seperti An
(dewa langit), Enlil (dewa udara dan badai), Enki (dewa air dan bumi), Ninhursag
(dewi bumi), dan Inanna (dewi cinta dan perang).
Selanjutnya, dewa-dewa tertentu mewakili berbagai yurisdiksi Kekaisaran
Mesopotamia, seperti Asyur, dewa pelindung Asyur, dan Marduk, dewa pelindung
Babilonia. Dalam praktik keagamaan, setiap kuil di Sumeria dinamai menurut nama
satu dewa; misalnya, kuil E’anna di Uruk dinamai menurut Inanna.
Dengan perluasan peradaban Sumeria ke daerah sekitarnya, dewa-dewa ini menjadi
bagian dari satu keluarga dewa yang dikenal sebagai Anunaki. Tingkat di mana dewa
Sumeria dan Mesopotamia dipahami sebagai antropomorfik juga berkembang selama
berabad-abad dan seiring dengan perluasan kekaisaran.

b. Mitologi Yunani
Dewa-dewa Yunani memberikan contoh politeisme yang paling akrab bagi ilmu
pengetahuan Barat. Kisah mitologis mereka yang luas (dilestarikan dalam drama, seni
visual, dan puisi epik) menunjukkan bahwa orang Yunani kuno percaya pada dewa-
dewa yang mandiri dan sangat dipersonifikasikan yang bukan merupakan aspek dari
keilahian yang lebih besar.
Sebaliknya, mereka dipandang berdiri sendiri, mewakili aspek-aspek tertentu dari
kosmos atau pengalaman manusia. Dewa-dewa pertama sebagian besar terikat pada
proses alam atau primordial, seperti Uranus, dewa ayah langit, Gaia, dewi ibu bumi,
dan Chronos. Dewa-dewa kemudian, seperti Olympian, diidentifikasi dengan aspek
pengalaman yang lebih spesifik.
Misalnya, Apollo adalah dewa cahaya, tarian, akal, musik, panahan, dan obat-obatan,
sementara juga mencontohkan kesulitan hubungan antarmanusia melalui cerita
tentang banyaknya cintanya yang gagal.  Athena, sementara itu, digembar-gemborkan
sebagai dewi kebijaksanaan, kesenian, pendidikan dan kecantikan batin, serta perang.
Akhirnya, Zeus mewakili dewa cuaca.

c. Mitologi Mesir
Kepercayaan mitologi Mesir awal dapat dibagi menjadi lima kelompok berbeda, yang
terkait erat dengan lokalitas. Di dalam masing-masing daerah ini terdapat banyak
dewa, di atasnya satu dewa utama dielu-elukan sebagai yang tertinggi.
Untuk Ennead dari Heliopolis, dewa utamanya adalah Atum; untuk Ogdoad of
Hermopolis, itu adalah Ra; di antara tiga serangkai Chnum-Satet-Anuket dari
Elephantine, dewa utamanya adalah Chnum; di antara tiga serangkai Amun-Mut-
Chons dari Thebes, itu adalah Amun; dan di antara tiga serangkai Ptah-Sekhmet-
Nefertem dari Memphis, dewa utamanya adalah Ptah.
Sepanjang sejarah Mesir yang kompleks, kepercayaan dominan orang Mesir kuno
berubah drastis ketika para pemimpin dari kelompok yang berbeda mengambil alih
kekuasaan atas daerah lain. Misalnya, ketika Kerajaan Baru dibentuk oleh
penggabungan Ogdoad dan Amun-Mut-Chons, dewa utama Ra dan Amun menjadi
Amun-Ra.
Penggabungan dua dewa menjadi satu dewa ini khas di Mesir dan, seiring waktu,
panteon Mesir mengalami banyak rekombinasi sinkretik. Namun, bahkan ketika
mengambil bagian dalam hubungan ini, dewa asli tidak sepenuhnya “terserap” ke
dalam gabungan dewa.
BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
Dari penjelasan yang dikemukakan dapatlah dikatakan bahwa istilah politeisme
kerapkali diterapkan pada berbagai tradisi agama dengan berbagai posisi teologis
yang berbeda. Penyelidikan lebih dalam tentang sifat kepercayaan diperlukan jika
kita ingin menghindari kesalahpahaman.
Secara khusus, beberapa keyakinan yang mengakui keberadaan banyak dewa
cenderung ke arah monoteisme ketika mempertimbangkan sifat Realitas
Tertinggi. Hal ini tentusaja termasuk henoteisme (pengakuan satu dewa tertinggi
di antara dewa), monaltry (penyembahan satu dewa tertentu sambil mengakui
keberadaan yang lain) dan bahkan monoteisme mistik emanasional (interpretasi
banyak dewa sebagai nama yang berbeda untuk satu Tuhan).
DAFTAR PUSTAKA

https://dosensejarah.com/pengertian-politeisme/
https://id.thpanorama.com/articles/cultura-general/politesmo-origen-e-historia-
caractersticas-y-ejemplos.html
https://www.google.com/search?
q=tujuan+mempelajari+aliran+politeisme&oq=tujuan+mempelajari+aliran+polite
isme&aqs=chrome..69i57.21843j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

Anda mungkin juga menyukai