Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH EC FIMOSIS

Disusun oleh:
WAHYU
HASANAH
030.13.255

Pembimbing:
dr. Magdalena, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT TNI AL Dr MINTOHARDJO
PERIODE 30 MEI – 7 JULI 2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

Judul:
INFEKSI SALURAN KEMIH EC PHIMOSIS

Penyusun:
Wahyu
Hasanah
030.13.255

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing :


dr. Magdalena, Sp. A

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepanitraan klinik
Dapartemen Ilmu Kesehatan Anak di RS TNI AL dr Mintohardjo
Peiode 30 Mei – 7 Juli 2018.

Jakarta, Mei 2018

Pembimbing :
Dr. Magdalena, Sp. A
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan long case ini dengan judul “Infeksi Saluran Kemih ec Phimosis”.
Long case ini dibuat untuk memenuhi sebagian tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
kesehatan anak di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta. Dalam penulisan long case ini,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis berkat doa, kasih sayang dan yang telah diberikan kepada
penulis.
2. Dr. Magdalena, Sp. A selaku dokter pembimbing yang telah senantiasa bersabar
dalam membimbing penulis serta bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikiran
sehingga long case ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Teman – teman sejawat kepaniteraan klinik ilmu kesehatan anak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan selama kepaniteraan klinik ilmu kesehatan
anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta.
Penulis menyadari penyusunan referat ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari saudara-saudari
yang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan long case ini.

Jakarta, Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................................... 2
BAB III ANALISIS KASUS............................................................................................... 3
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 16
3.1 Definisi Apendisitis Infiltrat ......................................................................... 20
3.2 Epidemiologi................................................................................................. 21
3.3 Etiologi ........................................................................................................ 21
3.4 Patofisiologi .................................................................................................. 23
3.5 Penegakan Diagnosis Dan Menifestasi Klinis .............................................. 24
3.6 Diagnosis Banding........................................................................................ 35
3.7 Penatalaksanaan ............................................................................................ 38
3.8 Komplikasi.................................................................................................... 46
3.9 Prognosis....................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 48
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan
tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam saluran kemih dengan jumlah yang
bermakna. Pada dekade terakhir ini, morbiditas ISK pada bayi dan anak meningkat
secara signifikan. Kejadian ISK diperkirakan terjadi pada 1% anak laki laki dan 3%-8%
anak perempuan. Montini dkk menambahkan bahwa sekitar 7% sampai 8% anak
perempuan dan 2% anak laki-laki mengalami ISK selama 8 tahun pertama
kehidupannya. Pada bayi dan anak-anak ISK perlu mendapat perhatian khusus karena
selalu disertai dengan gejala klinis yang amat samar dan sering tidak spesifik dan cara
memperoleh sampel urin yang invasif serta fasilitas diagnostik yang kurang pada negara
berkembang.1
Selain itu ISK pada anak berisiko terhadap kerusakan ginjal yang berlanjut
menjadi pielonefritis (radang ginjal) dan berdampak pada gagal ginjal di usia dewasa.
Di Eropa, 20% kasus gagal ginjal yang harus menjalani dialisis maupun transplantasi
ginjal disebabkan oleh ISK pada masa anak-anak. Sampai saat ini pemeriksaan
urinalisis dilakukan jika dicurigai ISK. Untuk kasus di luar sering diabaikan.
Kenyataannya pada kasus lain kejadian ISK sering dijumpai.1 Diagnosis ISK ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Hasil urinalisis
normal tidak menyingkirkan diagnosis ISK, sehingga pasien demam pada usia antara 2
bulan – 2 tahun dengan sebab tidak jelas perlu dipikirkan ISK.2
Sebelum usia 1 tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki sedangkan
setelahnya, sebagian besar ISK pada anak perempuan mencapai 0,8%, sementara pada
laki-laki hanya 0,2%. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK menurun hingga
1/5 – 1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat. Anak laki-laki yang tidak disunat
merupakan salah faktor pemicu terjadinya infeksi saluran kemih karena, kulit preputium
sangat peka terhadap mikrolesi dan lingkungan yang lembab di bawah preputium
sehingga memudahkan terjadinya infeksi.3
BAB II
LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO

STATUS PASIEN

Pembimbing : dr. Magdalena, Sp. A Tanda tangan :


Nama Mahasiswa : Wahyu Hasanah

NIM : 030.13.255

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. FA Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 2 tahun 4 bulan Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya pulo Pendidikan :-
Gebang, Gg. Haji Wali
Cakung, Jaktim
Orang tua/wali
Ayah Ibu
Nama Tn. MF Ny. S
Umur 36 tahun 34 tahun
Alamat Jl. Raya pulo Gebang, Gg. Haji Jl. Raya pulo Gebang, Gg. Haji
Wali Cakung, Jaktim Wali Cakung, Jaktim
Pendidikan S1 SMA
Pekerjaan TNI AL IRT
Penghasilan Rp 7.000.000,- -
Suku bangsa Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada Rabu, 9 Mei 2018, pukul 11.50
WIB di Bangsal anak Pulau Laut lantai 4 RUMKITAL Dr. Mintohardjo.

KELUHAN UTAMA
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
KELUHAN TAMBAHAN
Nyeri saat miksi, kemaluan merah dan bengkak.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo pada tanggal 8 Mei 2018 dengan
keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus
menerus. Ibu pasien telah memberikan obat penurun demam namun tidak juga
membaik. Adanya demam malam hari, keringat malam, BAB cair, menggigil saat
demam, demam yang mendadak tinggi, riwayat berpergian, batuk pilek dan nyeri pada
perut disangkal.
Saat buang air kecil pasien menangis dan mengatakan sakit pada kemaluan sudah
dirasakan sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada penis pasien bengkak,
kemerahan dan nyeri saat dipegang oleh ibu pasien. Saat kencing ujung penis pasien
menggelembung. Keluhan kencing yang sedikit dan sering juga diakui oleh ibu pasien.
Dua hari yang lalu os sempat mual dan muntah 2 kali isi air dan makanan, dan os susah
saat diberi minum obat. Pasien tidak pernah mengeluhkan nyeri pada pinggang maupun
perut bagian bawah pada ibunya. Air kencing jernih, adanya darah dan nanah disangkal.
Adanya riwayat trauma dengan kemaluan terbentur disangkal. BAB dalam batas
normal. Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan. Ibu pasien mengakui pasien
belum disunat. Riwayat penyakit alergi, penyakit paru, diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung, penyakit bawaan dan keganasan disangkal.

RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN
Perawatan Antenatal Rutin >4x di RS TNI AL dr Mintohardjo
Penyakit Kehamilan Tidak ada

KELAHIRAN
Tempat Kelahiran RS TNI AL dr Mintohardjo
Penolong Persalinan Dokter kandungan

Cara Persalinan Spontan

Masa Gestasi Cukup bulan (39 minggu)


Riwayat kelahiran Berat Badan : 3200 gram
Panjang Badan Lahir : 51 cm
Lingkar kepala : ibu pasien tidak ingat
Langsung menangis/tidak langsung menangis
APGAR score : ibu pasien tidak
tahu
Kelainan bawaan : tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
Psikomotor
Tengkurap : 5 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 12 bulan
Bicara : 11 bulan
Baca dan tulis : Belum bisa baca dan tulis
Perkembangan pubertas : belum ada tanda pubertas
Gangguan Perkembangan : tidak ada
Kesan : tumbuh kembang sesuai usia

RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 bulan
DPT/DT 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
Polio 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
Campak 9 bulan - -
Hepatitis B 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
Tifoid - - - - - -

MMR 15 bulan - - -

Kesan : imunisasi dasar lengkap dan ulangan tidak dilakukan karena ibu pasien tidak
mengetahui.

RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI+PASI √ √ √
8 – 10 ASI+PASI √ √ √
10-12 ASI+PASI √ √ √

Kesan : pemberian makanan secara kuantitas baik

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah


Nasi / Pengganti 3x/hari
Sayur 1x/hari (1 mangkuk)
Daging 2x/minggu (1 potong)
Telur 3x/minggu (1 butir)
Ikan 1-2x/minggu (1 ekor)
Tahu 2x/minggu (1 potong)
Tempe 2x/minggu (1 potong)
Susu (merk / takaran) 1-2x/hari/gelas susu ultra

Kesan : Makanan cukup bervariasi


RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
PENYAKIT UMUR PENYAKIT KETERANGAN
Diare 13 bulan Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang Paru - Demam Berdarah -
Tuberculosis - Demam Tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi -
Difteri - Herpes di ketiak -

RIWAYAT KELUARGA
Corak Produksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 12 tahun Perempuan Ya
2. 2 tahun Laki-laki Ya

DATA KELUARGA
Ayah Ibu
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 22 tahun 22 tahun
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Pada keluarga pasien tidak terdapat riwayat Hipertensi, Diabetes mellitus, penyakit
jantung maupun kelainan ginjal.

Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga lain/ orang serumah


Tidak ada keluhan serupa pada anggota keluarga/orang serumah
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah: Kontrakan
Keadaan rumah :
Rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tengah dan dapur, atap terbuat dari seng,
dinding semen dan lantai semen. Terdapat ventilasi selalu dibuka saat pagi-siang hari.
Terdiri dari 4 anggota keluarga dalam 1 rumah. Sumber air minum dari galon, mencuci
dan mandi dari sumur. Rumah selalu dibersihkan setiap hari.

Keadaan lingkungan :
Padat, jarak antar rumah kurang dari 1 meter. Kondisi lingkungan padat penduduk,
aliran got terbuka dan berbau dan tersumbat. Jarang terkena banjir dan tempat
pembuangan sampah jauh dari rumah dan dibuang setiap hari. Jarak antara subtitank
dengan sumur kurang dari 10 meter.

Kesan : Keadaan rumah baik dan keadaan lingkungan kurang baik.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal : 9 Mei 2018
Pukul : 11.10 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
Nadi : 118x/menit
Suhu : 37,6°C
Respirasi : 24x/menit
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Data antropometri : BB 12 kg TB 79 cm
Kesan : gizi normal BB/TB – 2 SD s/d + 2 SD
Lingkar kepala : 45 cm
Kesan : Normocephali – 2 SD s/d + 2SD
Lingkar dada : 50 cm
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA
 Bentuk dan ukuran : Normocephali, wajah simetris
 Rambut dan kulit kepala : rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut,
jejas (-) fontanel sudah menutup.
 Mata : mata tidak tampak cekung, palpebra tidak ada kelainan, pupil isokor (+/+) ø
3mm, refleks cahaya langsung (+/+) refleks cahaya tidak langsung (+/+)
konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-)
 Telinga : normotia, nyeri tarik (-), nyeri tekan (-), sekret (-)
 Hidung : sekret (-), deformitas (-), deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-)
 Bibir : warna kemerahan mukosa tampak basah (+), sianosis (-), anemis (-), edema
(-) ulkus (-)
 Mulut : trismus (-), hiperemis mukosa (-) simetris
 Gigi-geligi : caries (-), radix (-) 0 0 III II I I II 0 0 0
0 0 III II I I II 0 0 0
 Lidah : normoglotia, lidah tampak berselaput putih susu, artrofi papil lidah (-)
 Tonsil : T1-T1 tenang
 Faring : hiperemis (-), arcus faring simetris, uvula di tengah

LEHER :
Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-), Brudzinki I (-)

THORAKS
Dinding thoraks
I : simetris
PARU
I : gerakan dinding dada simetris statis dan dinamis
P : gerakan dinding dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi, Vocal fremitus sama
kuat di kedua lapang paru
P : sonor di kedua lapang paru
Batas paru kanan – hepar : linea midclavicularis dextra ICS IV
Batas paru kiri – gaster : linea axillaris anterior ICS VIII
A : Suara napas vesikular (+/+) ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)
JANTUNG
I : pulsasi ictus cordis terlihat setinggi ICS V linea midklavikularis sinistra
P : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, thrill (-)
P : Redup
Batas kanan jantung : setinggi ICS III, IV, dan V pada linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas atas jantung : ICS II linea sternalis dextra
A : BJ I & II reguler, murmur (-) gallop (-)
ABDOMEN
I : Simetris, Bentuk datar,
A : Bising usus (+) 6x/menit
P : Supel, nyeri tekan abdomen (-) massa (-) nyeri lepas (-), hepar dan lien dalam
batas normal. Ballotement (-).
P : Timpani seluruh regio abdomen

ANUS
Tidak ada kelainan

GENITAL
Inspeksi : Jenis kelamin laki-laki, tampak kulit penis menutupi kepala penis, oedem (+),
hiperemis (+).
Palpasi : teraba hangat pada gland penis, terasa nyeri tekan, kulit penis tidak dapat di
retraksi ke pangkal penis, terdapat perlengketan propusium dengan glan penis, smegma
(+).

ANGGOTA GERAK
Deformitas (-) simetris ROM tidak terbatas dan nyeri gerak (-), nyeri tekan (-) jejas (-)
oedem (-) akral hangat (+) CRT <2 detik, sianosis (-) clubbing finger (-)

KELENJAR GETAH BENING:


Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba
membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tepi (8 Mei 2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah Lengkap
 Leukosit 11.200 /µL 5,000-10,000
 Eritrosit 4.79 juta/ µL 4.6– 6.2
 Hemoglobin 12.1 g/dL 10.7-14.7
 Hematokrit 36 % 35-43
 Trombosit 221.000 ribu/ µL 150.000-450.000
 LED 75 mm/jam < 10

Hitung jenis
 Basofil 0 % 0-1
 Eosinofil 0 % 0-5
 Neutrofil batang 0 % 2-6
 Neutrofil segmen 58 % 50-70
 Limfosit 35 % 20-40
 Monosit 7 % 2-8

Air seni
Urine lengkap (8 Mei 2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Urine Lengkap
Warna Yellow Kuning
Blood/eritrosit Negatif Negatif
Glukosa Negatif mg/dL Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton +/10 Negatif
Berat jenis 1.015 1.003-1.031
pH 5.5 4.5-8.5
Protein Negatif mg/dL Negatif
Urobilinogen +-/norm mg/dL 3.5-17
Nitrit Negatif Negatif

Mikroskopis urine
Eritrosit 0-1 /LPB 0-1
Leukosit 1-2 /LPB 0-5
Epitel +1 /LPK Positif
Bakteri Negatif Motil/lpk Negatif
Silinder Hyalin 0-1 /LPB Negatif
Kristal Negatif /LPB Negatif
Lain-lain Negatif

Tinja
Tidak dilakukan
Lain-lain
Tidak dilakukan

V. RINGKASAN
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo pada tanggal 8 Mei 2018 dengan
demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan terus menerus dan telah memberikan obat
penurun demam namun tidak juga membaik. Adanya demam malam hari, keringat
malam, BAB cair, menggigil saat demam, demam yang mendadak tinggi, riwayat
berpergian, batuk pilek dan nyeri pada perut disangkal.
Saat buang air penis pasien bengkak, kemerahan dan nyeri saat dipegang oleh ibu
pasien. Saat kencing ujung penis pasien menggelembung. Keluhan kencing yang sedikit
dan sering juga diakui oleh ibu pasien. Dua hari yang lalu os sempat mual dan muntah 2
kali isi air dan makanan, dan os susah saat diberi minum obat. Pasien tidak pernah
mengeluhkan nyeri pada pinggang maupun perut bagian bawah pada ibunya. Air
kencing jernih, adanya darah dan nanah disangkal. Adanya riwayat trauma dengan
kemaluan terbentur disangkal. BAB dalam batas normal. Keluhan seperti ini baru
pertama kali dirasakan. Ibu pasien mengakui pasien belum disunat
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan suhu subfebris 37,6°C, status gizi normal, pada
pemeriksaan genital tampak kulit penis menutupi kepala penis, oedem (+), hiperemis
(+), teraba hangat pada gland penis, terasa nyeri tekan, kulit penis tidak dapat di retraksi
ke pangkal penis, terdapat perlengketan propusium dengan glan penis, smegma (+)..
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan leukositosis yaitu 11.200
/µL, peningkatan LED 75 mm/jam dan pada urinalisis dalam batas normal.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Infeksi Saluran Kemih Ec Fimosis

VII. DIAGNOSIS BANDING


Demam tifoid
Demam berdarah
Parafimosis
Malaria
Pneumonia

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Kultur Urin
2. Tubex
3. Radiologi : ro” thorakx, USG abdomen
4. IgG dan IgM anti dengue
5. Pemeriksaan hapusan darah tepi.

IX. PROGNOSIS
Qou ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
1. IVFD KAEN 1B + KCl 10 tpm
2. Antibiotik
IV Ceftriaxon 2x500 mg
3. Antipiretik
Paracetamol 3x1 Cth

Non Medikamentosa
1. Rawat inap dan tirah baring
2. Diet makanan yang cukup dan seimbang
3. Minum air putih yang banyak
4. Setelah perbaikan keadaan umum segera di rencanakan sirkumsisi

XI. RESUME TINDAK LANJUT


Pasien anak laki-laki usia 28 bulan BB 12 kg dan PB 79 cm dengan infeksi
saluran kemih ec fimosis. Masuk rawat inap bangsal anak Pulau Laut RSAL dr.
Mintohardjo pada tanggal 8 Mei 2018. Perawatan dilakukan dengan IVFD KAEN 1B +
KCl 10 tetes permenit, Ceftriaxone 2x500 mg dan paracetamol sirup 3x1 Cth.
Pada hari kedua rawat pasien mengeluh mual, muntah dan badan terasa lemas.
Demam sudah tidak ada. Nyeri pada saat berkemih sudah mulai menghilang. Namun
penis masih sedikit merah dan bengkak. Pasien dikonsulkan ke dokter urologi untuk
mendapatkan tindakan bedah. Perawatan dilanjutkan dengan IVFD KAEN 1B + KCl 10
tetes permenit, Ceftriaxone 2x500 mg dan paracetamol sirup 3x1 Cth.
Pada hari ketiga rawat ibu pasien mengatakan demam sudah tidak ada, kencing
sudah tidak menangis, bengkak dan kemerahan pada penis sudah menghilang.
Perawatan dilanjutkan dengan IVFD KAEN 1B + KCl 10 tetes permenit, Ceftriaxone
2x500 mg dan paracetamol sirup 3x1 Cth. Pasien di bolehkan pulang karena keluhan
sudah membaik dan membawa obat pulang yaitu paracetamol sirup 3x1 Cth dan
antibiotik oral. Ibu pasien diedukasi untuk segera kontrol ke poli urologi untuk
mendapatkan tindakan pembedahan yaitu sirkumsisi untuk mencegah kekambuhan
penyakit infeksi saluran kemih akibat fimosis. Selain itu juga diedukasikan kepada
ibunya untuk memberikan anaknya minum yang cukup dan menjaga kebersihan organ
genital.
LEMBAR FOLLOW-UP

Perawatan Rabu, 9 Mei 2018 Kamis, 10 Mei 2018 Jum’at, 11 Mei 2018

S Demam (+), nyeri saat berkemih (+), Demam (-), mual dan muntah (+), 1 kali Demam (-), mual dan muntah (-), nyeri
kencing sering dan sedikit-sedikit (+), isi air dan makanan, nyeri saat berkemih saat berkemih (-), nyeri perut (-), batuk
nyeri perut (-), batuk (-), mual dan sudah berkurang, nyeri perut (-), batuk (- (-), makan mau, BAB dbn
muntah (-), makan mau , BAB dbn ), makan mau, BAB dbn

O KU : Tampak sakit sedang, CM KU : Tampak sakit sedang, CM KU : Tampak sakit ringan, CM

Kepala : Normocepali, fontanel sudah Kepala : Normocepali, fontanel sudah Kepala : Normocepali, fontanel sudah
menutup menutup menutup

Mata : cekung (-/-) CA (-/-) SI (-/-) Mata : cekung (-/-) CA (-/-) SI (-/-) Mata : cekung (-/-) CA (-/-) SI (-/-)

Thoraks : SNV (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-) Thoraks : SNV (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-) BJ Thoraks : SNV (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-)
BJ I,II reg murmur (-) gallop (-) I,II reg murmur (-) gallop (-) BJ I,II reg murmur (-) gallop (-)

Abd : supel, BU (+) NT (-) Abd : supel, BU (+) NT (-) Abd : supel, BU (+) NT (-)

Genital : oedem (+), hiperemis (+), NT Genital : oedem (-), hiperemis (+), NT (- Genital : oedem (-), hiperemis (-), NT
(+), smegma (+) ), (-),

Ektremitas : Akral hangat (+) oedem (- Ektremitas : Akral hangat (+) oedem (-) Ektremitas : Akral hangat (+) oedem (-
) CRT <2 detik CRT <2 detik ) CRT <2 detik
Suhu : 37,6°C HR :135x/menit Suhu : 36,5°C HR :115x/menit Suhu : 36,8°C HR :120x/menit

RR : 25x/menit RR : 26x/menit RR : 24x/menit

Laboratorium :

Leukosit 11.200 /µL

Hemoglobin : 12.1 g/dL

Hematokrit : 36 %

Hitung jenis : 0/0/0/58/35/7

Urinalisis : dbn

A Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih Fimosis

Fimosis Fimosis

P IVFD KAEN IB + KCL 10 tpm IVFD KAEN IB + KCL 10 tpm IVFD KAEN IB + KCL 10 tpm

Ceftriaxon 2x500 mg Ceftriaxon 2x500 mg Ceftriaxon 2x500 mg

Paracetamol syr 3x1 Cth Paracetamol syr 3x1 Cth Paracetamol syr 3x1 Cth

Edukasi :
Ibu pasien diedukasi untuk segera
kontrol ke poli urologi untuk
mendapatkan tindakan pembedahan
yaitu sirkumsisi untuk mencegah
kekambuhan penyakit infeksi saluran
kemih karena fimosis.

Selain itu juga diedukasikan kepada


ibunya untuk memberikan anaknya
minum yang cukup dan menjaga
kebersihan organ genital.
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo pada tanggal 8 Mei 2018 dengan
demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan terus menerus dan telah memberikan obat
penurun demam namun tidak juga membaik. Adanya demam malam hari, keringat
malam, BAB cair, menggigil saat demam, demam yang mendadak tinggi, riwayat
berpergian, batuk pilek dan nyeri pada perut disangkal.
Saat buang air penis pasien bengkak, kemerahan dan nyeri saat dipegang oleh ibu
pasien. Saat kencing ujung penis pasien menggelembung. Keluhan kencing yang sedikit
dan sering juga diakui oleh ibu pasien. Dua hari yang lalu os sempat mual dan muntah 2
kali isi air dan makanan, dan os susah saat diberi minum obat. Pasien tidak pernah
mengeluhkan nyeri pada pinggang maupun perut bagian bawah pada ibunya. Air
kencing jernih, adanya darah dan nanah disangkal. Adanya riwayat trauma dengan
kemaluan terbentur disangkal. BAB dalam batas normal. Keluhan seperti ini baru
pertama kali dirasakan. Ibu pasien mengakui pasien belum disunat.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan suhu subfebris 37,6°C, status gizi normal, pada
pemeriksaan genital tampak kulit penis menutupi kepala penis, oedem (+), hiperemis
(+), teraba hangat pada gland penis, terasa nyeri tekan, kulit penis tidak dapat di retraksi
ke pangkal penis, terdapat perlengketan propusium dengan glan penis, smegma (+).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan leukositosis yaitu 11.200 /µL,
peningkatan LED 75 mm/jam dan pada urinalisis dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik pasien di diagnosis dengan infeksi
saluran kemih dikarenakan terdapat keluhan demam dengan suhu 37.6°C yang
merupakan gejala awal dari adanya infeksi pada tubuh sehingga terjadi peningkatan
temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan letupan aktivitas neurona,
disertai dengan adanya nyeri saat buang air kecil, BAK sedikit dan sering dari
pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis yang merupakan tanda dari adanya
infeksi namun tidak ditemukan kelainan pada urinalisis hal ini tidak menyingkirkan
kemungkinan tidak adanya ISK kesalahan pengambilan sampel urin dan pemberian
antimikroba sebelum pemeriksaan juga dapat menghasilkan lab yang normal.
Diagnosis fimosis ditegakkan dari anamnesis penis pasien bengkak, kemerahan
dan nyeri saat dipegang dan pemeriksaan fisik genital didapatkan kulit penis menutupi
kepala penis, oedem (+), hiperemis (+), teraba hangat pada gland penis, terasa nyeri
tekan, kulit penis tidak dapat di retraksi ke pangkal penis, terdapat perlengketan
propusium dengan glan penis, smegma (+). Pada pasien diperlukan perawatan rawat
inap dikarenakan pasien mual dan muntah disertai pasien sulit meminum obat.
Diberikan tatalaksana yaitu pemberian antibiotik parentral untuk eradikasi infeksi akut
agar mengatasi keadaan akut, mencegah terjadinya urosepsis dan mencegah kerusakan
parenkhim ginjal, diberikan Ceftriaxon dengan dosis 75 mg/KgBB/hari dibagi dalam 2
dosis, pada pasien 2x500 mg
IV. Selain itu diberikan terapi suportif yaitu paracetamol sirup 3x1 Cth sebagai
antipiretik dan analgetik. Selain itu ibu pasien juga di edukasi sirkumsisi dan setelah
keadaan umum membaik untuk segera kontrol ke poli urologi untuk mendapatkan
tindakan pembedahan yaitu sirkumsisi untuk mencegah kekambuhan penyakit infeksi
saluran kemih akibat fimosis. Selain itu juga diedukasikan kepada ibunya untuk
memberikan anaknya minum yang cukup dan menjaga kebersihan organ genital.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN KEMIH


Saluran kemih terdiri dari sepasang ginjal, sepasang ureter, satu kandung kemih
dan satu uretra. Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang. Ukuran ginjal
orang dewasa : panjang 10-12 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 3 cm. Berat ginjal 135-150
gram dan berwarna kemerahan. Ginjal terletak di belakang peritoneum pada bagian
belakang rongga abdomen, mulai dari vertebra torakalis kedua belas (T12) sampai
vertebra lumbalis ketiga (L3). Ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri karena
adanya hepar. Ginjal menerima 20-25% cardiac output melalui arteri renalis kiri dan
kanan yang berasal dari aorta. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke
dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan-bahan tertentu dan mengeliminasi
bahan-bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setelah terbentuk, urin mengalir ke
sebuah rongga pengumpul sentral, pelvis ginjal, yang terletak pada bagian dalam sisi
medial di pusat
kedua ginjal. Dari situ urin disalurkan ke dalam ureter.
Ureter keluar dari ginjal di belakang peritoneum pada muskulus psoas dan
kemudian memasuki pelvis di depan sendi sakroiliaka. Panjang ureter 25-30 cm dan
diameter 1-10 mm. Ureter berfungsi untuk menyalurkan urin dari ginjal ke kandung
kemih. Ureter menembus dinding kandung secara oblik, sekitar 2 cm sebelum bermuara
di kandung kemih. Susunan seperti ini mencegah aliran balik urin dari kandung kemih
ke ginjal apabila terjadi peningkatan tekanan di kandung kemih.
Kandung kemih yang menyimpan urin secara temporer, adalah sebuah kantung
berongga yang dapat merenggang sesuai volumenya, dengan mengubah status kontraktil
otot polos di dindingnya. Pada pria, kandung kemih berada di anterior dari rektum. alur
keluarnya urin dari kandung kemih dijaga oleh sfingter uretra interna yang terdiri dari
otot-otot polos dan berada di bawah kontrol involunter. Sewaktu kandung kemih
melemas, susunan anatomis sfingter interna menutupi pintu keluar kandung kemih.
Secara berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih ke luar tubuh melalui sebuah
saluran, yaitu uretra.
Pada pria, uretra berukuran 18- 20 cm dan melengkung dari kandung kemih ke
luar tubuh, melewati kelenjar prostat dan penis. Uretra pada pria dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu uretra prostatika, yang melewati bagian tengah prostat, uretra
membranosus, yang melewati bagian diafragma urogenital, dan uretra spongiosus yang
melewati bagian distal diafragma urogenital sampai ke ujung penis.
Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans dan preputium. Korpus
dibungkus oleh kulit, lapisan otot polos yang dikenal sebagai dartos, serta lapisan elastik
yang disebut Buck fascia yang memisahkan penis menjadi dorsal (korpora kavernosa)
dan ventral (korpus spongiosum). Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah
berlapis tanpa keratin sebanyak lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian ini
akan membentuk keratin. Glans dipisahkan dengan korpus penis oleh balanopreputial
sulcus pada aspek dorsal dan lateral dan oleh frenulum pada regio ventral. Kelenjar
sebaseus pada penis dikenal sebagai kelenjar Tyson dan bertanggungjawab atas produksi
smegma.

4.2 DEFINISI
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan
tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam saluran kemih dengan jumlah yang
bermakna. Bakteriuria ialah terdapatnya bakteri dalam urin. Disebut bakteriuria
bermakna bila ditemukannya kuman dalam jumlah bermakna. Pengertian jumlah
bermakna tergantung pada cara pengambilan sampel urin. Bila urin diambil dengan cara
mid stream, kateterisasi urin, dan urine collector, maka disebut bermakan bila
ditemukan kuman 105 CFU (colony forming unit) atau lebih dalam setiap mililiter urin
segar, sedangkan bila
diambil dengan cara aspirasi supra pubik, disebutkan bermakna jika ditemukan kuman
dalam jumlah berapa pun.4

4.3 ETIOLOGI
Menurut WHO bakteri utama terkait ISK pada anak anak di negara berkembang
adalah organisme Gram negatif, seperti Escherichia coli merupakan kuman penyebab
tersering (60-80%) pada ISK serangan pertama. Pada rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM), ditemukan 3 jenis kuman pada pasien ISK anak yaitu
Eschericia coli, Enterobacter aerogenes dan Acinetobacter calcoaceticus, sedangkan di
RSUP H. Adam Malik, Medan kejadian ISK banyak dijumpai pada kelompok anak anak
(0-15) tahun dengan kuman penyebab Enterobacter sp (23,7%), Pseudomonas sp
(18,3%) dan Eschericia coli (17,7%).
Kuman lain penyebab ISK yang sering ialah Proteus mirabilis, Klebsiella
pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa,
Enterobakter aerogenes, Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus.4

4.4 EPIDEMIOLOGI
Pada dekade terakhir ini, morbiditas ISK pada bayi dan anak meningkat secara
signifikan. Kejadian ISK diperkirakan terjadi pada 1% anak laki laki dan 3%-8% anak
perempuan.1 Risiko ISK pada anak sebelum pubertas 3-5% pada anak perempuan dan 1-
2% pada anak laki. Pada anak dengan demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi
ISK 3-5%.4 Selain itu ISK pada anak berisiko terhadap kerusakan ginjal yang berlanjut
menjadi pielonefritis (radang ginjal) dan berdampak pada gagal ginjal di usia
dewasa.5,6 Di Eropa, 20% kasus gagal ginjal yang harus menjalani dialisis maupun
transplantasi ginjal disebabkan oleh ISK pada masa anak-anak.1

4.5 FAKTOR RISIKO


Faktor resiko dari infeksi saluran kemih diantaranya adalah keadaan belum
sirkumsisi pada anak laki-laki, gizi buruk, disfungsi pengosongan urin, konstipasi,
refluks vesikouretral, dan abnormalitas saluran genitourinaria, kebersihan diri. Evaluasi
terhadap praktik kebersihan sehari-hari antara penderita yang disirkumsisi menunjukkan
bahwa mereka kurang memiliki peradangan pada penis dan fimosis bila pada saat mandi
kulup
dibuka sehingga mencegah kolonisasi bakteri di prepusium untuk mencegah infeksi.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 di Makassar, terhadap 220 anak dengan
metode potong lintang yang melaporkan frekuensi kejadiaan ISK pada anak gizi kurang
lebih tinggi dibanding dengan gizi baik. Hal tersebut dikarenakan gizi buruk dapat
memengaruhi sistem imunitas tubuh dalam melawan infeksi.5
Insiden ISK lebih tinggi pada anak laki-laki yang tidak disirkumsisi dan akhir-
akhir ini dilaporkan bahwa sirkumsisi akan menurunkan risiko ISK pada anak laki-laki.
faktor kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan berpengaruh terhadap ISK.
Terhadap 120 anak yang kami dapatkan status higiene berhubungan dengan kecurigaan
ISK.5

4.6 MENIFESTASI KLINIS


 Infeksi Saluran Kemih Bawah : sistitis dan uretritis.
 Infeksi Saluran Kemih Atas : pielonefritis akut dan kronik.
Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan pada
anak umur sekolah, terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan pada uji tapis
(screening programs). Pada umur lebih tinggi yaitu 1 sampai 4 tahun, dapat terjadi
demam yang tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul
dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih ringan,
mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria, urgency,
frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit pinggang, atau pireksia lebih
jarang ditemukan.
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala saluran
cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat
ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang. Nefritis
bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis, yang merupakan nefritis
bakterial interstitial yang dulu dikenal sebagai nefropenia lobar.
Pada sistitis, demam jarang melebihi 380 C, biasanya ditandai dengan nyeri pada
perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu berkemih,
rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin, dan enuresis.4
4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein,
dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria,
tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria biasanya
ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK simtomatik,
tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat juga
terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin steril perlu
dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan
Ureaplasma urealitikum. Anti coated bacteri (ACB) dalam urin yang diperiksa
dengan menggunakan fluorescein- labeled anti-immunoglobulin merupakan tanda
pielonefritis pada remaja dan dewasa muda, namun tidak mampu laksana pada
anak.4
b. Pemeriksaan darah
Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah
(LED), C-reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk
ISK atas. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang
valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract
infection) dan skar ginjal. Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam
proses inflamasi. Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β)
4
meningkat pada fase akut infeksi, termasuk pada pielonefritis akut. Berbagai
parameter pemeriksaan serum dapat digunakan untuk membedakan pielonefritis
akut dengan ISK bawah, antara lain neutrofil, LED, CRP, prokalsitonin, IL-1β, IL-
6, dan TNF-α. Parameter laboratorium ini meningkat lebih tinggi pada pielonefritis
akut daripada ISK bawah.
Pemeriksaan skintigrafi ginjal DMSA (dimercaptosuccinic acid renal scan)
merupakan baku emas untuk menentukan pielonefritis akut, namun pemeriksaan ini
tidak rutin dilakukan. Skintigrafi DMSA mempunyai sensitivitas > 90% dan
spesifitas 100% dalam mendiagnosis pielonefritis akut.4
c. Biakan urin
Pengambilan urin idealnya harus bebas dari kontaminasi, pengambilan sampel
urin untuk biakan urin dapat dilakukan dengan cara aspirasi suprapubik, kateter
urin, pancar tengah (midstream), dan menggunakan urine collector. Urin umumnya
dibiak
dalam media agar darah dan media McConkey. Berdasarkan kriteria Kass, dengan
kateter urin dan urin pancar tengah dipakai jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin
sebagai bakteriuria bermakna.4

4.8 TATALAKSANA
Eradikasi infeksi akut
Eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah terjadinya
urosepsis dan kerusakan parenkhim ginjal. Jika seorang anak dicurigai ISK, berikan
antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil menunggu hasil biakan urin,
dan terapi selanjutnya disesuaikan dengan hasil biakan urin.
NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:
1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter spesialis
anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
2. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
‐ Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak.
‐ Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang resistensinya
masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti sefalosporin atau ko-
amoksiklav.
‐ Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik parenteral,
seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan dengan antibiotik
per oral hingga total lama pemberian 10 hari.
3. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
‐ Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman setempat.
Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan trimetroprim,
sefalosporin, atau amoksisilin.
‐ Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali, dilakukan
pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan kepekaan
terhadap obat.
Pengobatan suportif
Selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif dan simtomatik juga
perlu diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah. Terapi cairan
harus adekuat untuk menjamin diuresis yang lancar. Anak yang sudah besar dapat
disuruh untuk mengosongkan kandung kemih setiap miksi. Higiene perineum perlu
ditekankan terutama pada anak perempuan. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan
fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7 – 10 mg/ kgbb/hari. Perawatan di rumah
sakit diperlukan bagi pasien sakit berat seperti demam tinggi, muntah, sakit perut
maupun sakit pinggang.4

Pencegahan
ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien
termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan menghilangkan
atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi yang teratur
bermanfaat mencegah ISK berulang.4 Indikasi tindakan bedah harus dilihat kasus per
kasus. Risiko terjadinya ISK pada bayi laki-laki yang tidak disirkumsisi meningkat 3-15
kali dibandingkan dengan bayi laki-laki yang sudah disirkumsisi. Tindakan sirkumsisi
pada anak laki telah terbukti efektif menurunkan insidens ISK. emberian antibiotik
profilaksis
merupakan upaya pencegahan ISK berulang yang sudah sejak lama dilaksanakan,
namun belakangan ini pemberian antibiotik profilaksis menjadi kontroversial dan sering
diperdebatkan.6

4.9 INDIKASI RAWAT


ISK yang memerlukan tindakan rawat inap antara lain, ISK pada neonatus,
pielonefritis akut, ISK dengan komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi, ISK disertai
sepsis atau syok, ISK dengan gejala klinik yang berat seperti rasa sakit yang hebat,
toksik, kesulitan asupan oral, muntah dan dehidrasi. ISK dengan kelainan urologi yang
kompleks, ISK dengan organisme resisten terhadap antibiotik oral, atau terdapat
masalah psikologis seperti orangtua yang tidak mampu merawat anak.4

4.10 KOMPLIKASI
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan meningitis.
Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal, komplikasi
pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi pada 8-40% pasien
setelah mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara
lain umur muda, keterlambatan pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi
berulang, RVU, dan obstruksi saluran kemih. 4
DAFTAR PUSTAKA

1. Haris S, Sarindah A, Raihan. Kejadian Infeksi Saluran Kemih Di Ruang Rawat Inap
Anak RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Sari Pediatri, Vol. 14(4). 2012. page 235-
240.
2. Miesien, Tambunan T, Munasir Z. Profil klinis Infeksi Saluran Kemih pada Anak di RS
Dr. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri, Vol 7(4). 2006: 200-206.
3. Perry KT, anthony JS. Urinary Tract infection. dalam Robert. M., Nicholas JR George,
Patrick O’Reilly. (eds): Comprehensive Urologi. London: Mosby Internasional Ltd.
2001. Hal: 295- 311.
4. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trimono PP, dkk. Konsensus Infeksi Saluran
Kemih pada Anak. Unit Kerja Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011.
5. Triasta, Setiabudi D, Rachmadi D. Faktor Risiko Kecurigaan Infeksi Saluran Kemih
pada Anak Laki-Laki Usia Sekolah Dasar. Sari Pediatri. 2016;18(2):137-41.
6. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED, Harmon
WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology, edisi ke-6,
SpringerVerlag, Berlin Heidelberg, 2009,h.1229-310.

Anda mungkin juga menyukai