Anda di halaman 1dari 5

Functional sperm assessments of African Lion Panthera leo (Mammalia: Carnivora:

Felidae) in field conditions

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan tingkat standar evaluasi semen
dengan penilaian konvensional dan fungsional (yaitu, aktivitas mitokondria, integritas akrosom,
dan membran plasma sperma) pada Singa Afrika di lapangan.
A. Materi dan Metode
1. Hewan
Menggunakan 7 singa pejantan di penangkaran yang berusia 4-7 tahun, yang
ditempatkan secara individual di Fundação Parque Zoológico de São Paulo (São Paulo,
Brasil).
2. Koleksi Semen
Koleksi semen dilakukan dengan cara elektroejakulasi di bawah anestesi. Hewan
dibius dengan kombinasi Tiletamine dan Zolazepam (Zoletil 50, VirbacTM do Brasil,
10mg/kg, IM). Elektroejakulasi dilakukan dengan menggunakan protokol Howard
(1993). Semen kemudian ditampung dalam tabung plastik steril (15mL) dan segera
dievaluasi.
3. Analisis Sperma Secara Konvensional
Segera setelah pengumpulan semen, motilitas (0-100%) dan motilitas progresif (0-5)
diukur, morfologi sperma diperiksa, dan indeks motilitas sperma (Sperm Motility Index)
(SMI) dihitung. Motilitas dan motilitas progresif dinilai dengan menggunakan 10μL
sampel semen yang ditempatkan pada object glass yang bersih dan dipanaskan
sebelumnya pada suhu 37 ° C, ditutup dengan kaca penutup, dan diamati di bawah
mikroskop (Pembesaran 100x dan 400x,). Indeks motilitas sperma dihitung menggunakan
rumus oleh Howard (1993) (motilitas + 20 × motilitas progresif). Perubahan morfologi
dievaluasi dengan memfiksasi sampel sperma dalam larutan buffer formalin 10% (V/V)
yang diamati di bawah mikroskop fase kontras (pembesaran 1000x).
4. Hypoosmotic Swelling Test (HOST)
Untuk mengevaluasi integritas membran sperma, menggunakan uji pembengkakan
hipoosmotik. Untuk melakukan teknik ini, dua media osmolaritas yang berbeda
disiapkan, pertama isoosmotik (300mOsm) dan yang kedua hipoosmotik (50mOsm).
Media isoosmotik dibuat dengan mencampur natrium sitrat (50%) dan fruktosa (50%)
dalam 500ml akuades. Satu alikuot yang berisi 200μl semen ditambahkan ke media
isoosmotik dan hipoosmotik dengan volume yang sama. Campuran dihomogenkan dan
diinkubasi dalam penangas air pada suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan
dengan menambahkan 10μL larutan formalin 10% (V/V). Pada campuran hipososmotik,
sel mengalami pembengkakan yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara
lingkungan intra dan ekstraseluler. Sampel diamati di bawah mikroskop fase interferensi
(perbesaran 400x, Leitz Dialux 20) dengan menghitung sel sperma yang membengkak
menunjukkan ekor melingkar (200 sperma di setiap media), yang menunjukkan sel yang
aktif secara biokimia. Sebagai kelompok kontrol, media isoosmotik digunakan bertujuan
untuk mengevaluasi ekor yang melingkar secara tidak normal dalam ejakulasi. Persentase
sel sperma dengan membran utuh dihitung dengan mengurangi persentase sel dengan
ekor melingkar di media hipoosmotik dari persentase yang ditemukan di media
isoosmotik. Hasilnya dinyatakan dalam persentase (%).
5. Analisis integritas akrosom
Integritas akrosom dianalisis menggunakan single-stain solution 1% (w/v) Rose
Bengal 1% (w/v) fast green FCF, dan 40% etanol dalam buffer fosfat sitrat
McIlvaine. Campuran 5μL larutan staining dan 5μL semen dipindahkan pada slide
yang telah dipanaskan (37°C) dan, apusan dibuat menggunakan slide yang berbeda
setelah 60s. Apusan difiksasi dan setidaknya 200 sel dihitung di bawah mikroskop
cahaya pada perbesaran 1000x. Hasilnya dinyatakan dalam persentase (%). Akrosom
dianggap rusak jika daerah akrosom tetap tidak berwarna atau lebih terang dari daerah
pasca-akrosom. Akrosom dianggap utuh jika daerah akrosom sperma diwarnai
dengan warna ungu atau lebih gelap dari daerah pasca-akrosom.
6. Evaluasi aktivitas mitokondria
Sampel semen dianalisis untuk aktivitas mitokondria menggunakan uji 3'3
diaminobenzidine (DAB). Oleh karena itu, semen diencerkan (1:1) dalam larutan
DAB 1mg/ml dalam PBS (Phosphate-buffered saline) dan diinkubasi dalam
waterbath pada suhu 37°C selama satu jam dalam gelap. Kemudian dibuat apusan
pada object glass dan difiksasi dalam formalin 10% selama 15 menit. diamati di
bawah mikroskop cahaya dengan minyak imersi)pada perbesaran 1000x; 200 sel
sperma ditemukan. . Hasilnya dinyatakan dalam persentase (%).

B. Hasil
Tingkat motilitas sperma adalah 75,25±2,03%. Motilitas progresif adalah 3,25±0,10 dan
indeks motilitas sperma rata-rata 70,12±1,71% (Gbr. 1). Nilai rata-rata persentase kelainan
morfologi yang diamati pada akrosom, kepala, bagian tengah, dan ekor yang ditemukan pada
sampel tetap yang tidak diwarnai masing-masing adalah 2,42±0,95%, 3,89±0,70%,
9,5±2,58%, dan 43,07±6,39%. (Tabel 1).
Persentase sel sperma dengan membran utuh yang dievaluasi oleh HOST adalah
34,61±7,22% dan tingkat integritas akrosom adalah 92,27±2,73% pada sel sperma (Gbr. 2).
Aktivitas mitokondria yang tinggi (DAB – Kelas I) ditunjukkan oleh 54,26±4,88% sel
sperma. Aktivitas mitokondria sedang (DAB – Kelas II) ditunjukkan oleh 36,7±3,92% dan
aktivitas mitokondria rendah oleh 6,25±0,88% sel sperma. Tidak ada aktivitas mitokondria
yang ditunjukkan oleh 2,72 ± 0,68% sel sperma (Gbr. 3).
Korelasi positif ditemukan antara persentase aktivitas mitokondria tinggi (DAB – Kelas
I), membran plasma utuh (r=0,60, p=0,049), dan integritas akrosom (r=0,69, p=0,0041).
Tidak ada korelasi lain yang ditemukan dalam variabel yang dievaluasi.

C. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai abnormalitas sperma sesuai dengan penelitian
sebelumnya pada singa (Lueders et al. 2012). Hal ini menunjukkan bahwa parameter sperma
berada dalam kisaran yang diharapkan untuk spesies dalam evaluasi konvensional. Penting
untuk memverifikasi bahwa sperma berkualitas tinggi untuk tes fungsional selanjutnya.
Selain itu, motilitas dan tingkat morfologi yang normal pada semen yang dikumpulkan dapat
digunakan dalam protokol kriopreservasi (Luther et al. 2017).
Nilai untuk sel dengan membran utuh (34,61±7,22%), namun, rendah jika dibandingkan
dengan kucing lain seperti Tigrina Leopardus tigrinus (Angrimani et al. 2017a), Kucing
Domestik Felis catus (Zambelli et al. 2010), dan Clouded Leopard Neofelis nebulosa
(Tipkantha dkk. 2017). Hal tersebut adalah sebagai studi perintis integritas membran sel
sperma pada singa menggunakan metode Hypoosmotic Swelling Test (HOST).
Namun sel sperma dalam penelitian ini menunjukkan motilitas yang tinggi; jika
persentase membran rusak yang tinggi ini akan benar, transduksi ATP yang efisien melalui
sel akan terganggu, menyebabkan imobilitas atau tingkat motilitas yang rendah (Amaral et
al. 2013). Hubungan antara fungsi mitokondria normal dan integritas membran ditunjukkan
dalam penelitian ini, saat mengamati korelasi positif antara aktivitas mitokondria, membran
plasma dan integritas akrosom yang tinggi. Dengan hipotesis bahwa kemungkinan
Hypoosmotic Swelling Test dalam konsentrasi fruktosa dan natrium sitrat yang digunakan
merusak sel sperma. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut pada singa direkomendasikan
menggunakan konsentrasi zat terlarut yang berbeda untuk uji hipoosmotik, atau metode lain
untuk evaluasi integritas membran plasma, seperti pewarnaan eosin/nigrosin yang tentunya
dapat digunakan dalam kondisi lapangan (Daub et al. 2016).
Berbeda dengan hasil pada integritas membran plasma, pada analisis akrosom
menunjukkan bahwa jumlah sel yang lebih tinggi dengan akrosom utuh. Daya tahan
membran ini sangat penting bagi sperma untuk mentolerir cedera pasca ejakulasi dan untuk
dapat mengikat oosit (Bucci et al. 2017). Dengan demikian, hasil ini menunjukkan bahwa
pewarnaan fast green/rose bengal dapat menjadi pilihan untuk evaluasi lapangan semen singa
Afrika atau bahkan kucing liar lainnya.
Hasil dari aktivitas mitokondria menunjukan bahwa sejumlah besar sel sperma memiliki
fungsionalitas mitokondria maksimum (aktivitas tinggi dan sedang – DAB Kelas I dan II),
yang penting untuk produksi ATP dan akibatnya untuk kinetika motilitas (Vicente-Carrillo et
al., 2015). Hal ini menunjukkan bahwa sampel segar dari hewan pada usia produktif dan
dengan tingkat motilitas yang tinggi (yaitu tes konvensional). Selain itu, persentase rendah
DAB Kelas III dan IV (rendah dan tidak adanya aktivitas mitokondria), juga merupakan hasil
yang dapat diprediksi, karena tingginya tingkat parameter ini dikaitkan dengan disfungsi
mitokondria karena lesi pada protein aksonemal atau penurunan produksi energi (de
Lamirande dan Gagnon 1992a; de Lamirande dan Gagnon 1992b; Rui et al., 2017).
Simpulan terhadap penilaian fungsional, Hypoosmotic Swelling Test tidak menunjukkan
pilihan yang baik untuk menganalisis integritas membran plasma pada singa. Di sisi lain,
pewarnaan rose Bengal dan atau fast green dan uji 3'3 diaminobenzidine (DAB) tampaknya
menjadi pilihan yang baik untuk menganalisis sperma dari African Lions P. leo dalam
kondisi lapangan.

Anda mungkin juga menyukai