Anda di halaman 1dari 28

BAHAN SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI

Program Studi : Agroekoteknologi


Peminatan : Sumber Daya Lahan
Hari/Tanggal : Rabu/17 November 2021
Pukul : 15.30 WIB
Tempat : Via Zoom

Analisis Tutupan Lahan Terhadap Debit Aliran Di Das Sungai Batang


Bungkal Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh Dengan
Menggunakan Model Swat

Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Mohd. Zuhdi, M.Sc


2. Dr. Ir. Asmadi Saad, M.Si

Pemrasaran : Putri Elvida


NIM : D1A017087

Pembahas Utama : 1. Desi Kurnia Sari (D1A017111)


2. Titik Windu (D1A017130)
3. Mutya Anggraini (D1A017076)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI 2021
Analisis Tutupan Lahan Terhadap Debit Aliran Di Das Sungai Batang
Bungkal Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh Dengan
Menggunakan Model Swat

PROPOSAL SKRIPSI

PUTRI ELVIDA
D1A017087

PROGRAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI 2021
Analisis Tutupan Lahan Terhadap Debit Aliran Di Das Sungai Batang
Bungkal Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh Dengan
Menggunakan Model Swat

PUTRI ELVIDA

Proposal Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
JAMBI 2021
PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan proposal skripsi yang
kegiatannya akan dilaksanakan pada bulan Agustus, dengan judul “Analisis Perubahan
Tutupan Lahan Terhadap Debit Aliran di DAS Desa Sandaran Galeh Kecamatan Kumun
Debai Kota Sungai Penuh dengan Menggunakan Model SWAT”. Proposal ini dibuat
sebagai penuntun dalam melakukan penelitian sehingga dihasilkan Skripsi yang
merupakan salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi S1 Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

Dalam menyelesaikan Proposal ini penulis banyak menerima bantuan dan


motivasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Mohd. Zuhdi, M.Sc dan
Bapak Dr. Ir. Asmadi Saad, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
membantu selama proses pembuatan Skripsi ini, sehingga dapat terealisasikan, kedua
orang tua baik Ayah ataupun Ibu yang senantiasa membimbing dan tiada hentinya
memberi kasih sayang kepada penulis dan teman-teman atas dukungan dan kerjasamanya.
Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat
balasan kebaikan dari Allah SWT.

Jambi , November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
PENGANTAR ......................................................................................................................... I
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................II
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... 1
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 2
1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 6
1.3 Manfaat Penelitian ............................................................................................................ 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 7
2.1 Daerah Aliran Sungai dan Penutupan Lahan ............................................................... 7
2.1.1 Daerah Aliran Sungai .................................................................................................... 7
2.1.2 Penutupan Lahan ........................................................................................................... 8
2.2 Hidrologi dan Debit Air ................................................................................................. 8
2.2.1 Hidrologi ....................................................................................................................... 8
2.2.2 Debit Air ....................................................................................................................... 9
2.4 Metode Pemetaan .............................................................................................................. 9
2.4.1 Sistem Informasi Geografis (GIS) ................................................................................ 10
2.4.2 Soil and Water Assessment Tool (SWAT).................................................................... 10
BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................................... 12
3.1 Lokasi Penelitian .......................................................................................................... 12
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................................... 12
3.3 Jenis Penelitian .............................................................................................................. 12
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................................................. 12
3.4.1 Persiapan ..................................................................................................................... 14
3.4.2. Pengolahan Data ......................................................................................................... 14
3.4.3 Kalibrasi ...................................................................................................................... 16
3.4.4 Analisis Data ............................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..…………………………………… …..18
LAMPIRAN……………...………………………………….…………………………………20

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Diagram Alir Penelitian…………………… ……………………….. 11

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Kelerengan Kumun Debai


Lampiran 2. Peta Jenis Tanah Kumun Debai
Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan Kumun Debai
Lampiran 4. Peta Administrasi Kumun Debai

1
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Sungai Penuh berada pada ketinggian antara 500 sampai dengan 2.250 meter
di atas permukaan laut. Pada ketinggian 500-1.000 m dpl yakni sebesar 7,19% yang
berada di kecamatan Hamparan Rawang, kecamatan Tanah Kampung, kecamatan
Koto Baru dan kecamatan Sungai Penuh. Selanjutnya pada ketinggian yang mencapai
lebih dari 1.000 m dpl yakni sebesar 92,81% diantaranya pada kecamatan Pesisir
Bukit, kecamatan Sungai Bungkal, kecamatan Kumun Debai dan kecamatan Pondok
Tinggi. Keempat kecamatan dengan ketinggian lebih dari 1.000 m dpl tersebut
memiliki daerah perbukitan yang juga merupakan daerah pertanian dan perkebunan
yang dimiliki kota Sungai Penuh. Dengan lokasi yang berada pada dataran tinggi,
kemiringan lereng wilayah kota Sungai Penuh sangat bervariasi, dapat dibagi menjadi
topografi yang relatif datar, berbukit-bukit, dan terjal. Wilayah yang terjal berada di
bagian tengah kecamatan Sungai Penuh dan Kumun Debai (24,3 %), sementara
daerah perbukitan (28,2 %) berada di bagian barat kecamatan Sungai Penuh dan
Kumun Debai dan dikawasan perbatasan kota Sungai Penuh dengan kabupaten Pesisir
Selatan. Lahan yang memiliki kemiringan relatif datar (12,3 %) terdapat sebagian
besar di kecamatan Hamparan Rawang dan Tanah Kampung, serta di kecamatan
Pesisir Bukit, Sungai Penuh dan Kumun bagian timur.
Kecamatan Kumun Debai berada pada ketinggian 100 sampai dengan lebih dari
1000 m dpl. Kecamatan Kumun Debai memiliki luas + 14,20 Km² dari luas
keseluruhan wilayah kota Sungai Penuh, dengan persentase 30,27%. Adapun
desa/kelurahan yang ada di kecamatan Kumun Debai diantaranya adalah desa Renah
Kayu Embun, desa Ulu Air , desa Air Teluh, desa Sandaran Galeh, desa Kumun
Mudik, desa Pinggir Air, desa Muara Jaya,dan desa Debai. Kumun Debai sebelah
utara berbatasan dengan Kecamatan Pondok Tinggi sebelah timur berbatasan dengan
kecamatan Tanah Kampung sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Keliling
Danau, kabupaten Kerinci sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Pesisir Selatan,
provinsi Sumatera Barat.

2
Kumun Debai beriklim tropis dengan suhu 22,40 ºC selama tahun 2017 dari data
stasiun iklim Depati Parbo. Suhu maksimum sebesar 28,9 ºC serta suhu minimum
18,0 ºC. Curah hujan rata-rata per bulan sepanjang tahun 2017 sebesar 150,60 mmᶾ
dengan curah hujan terendah sebesar 91,50 mmᶾ pada bulan Juni serta curah hujan
tertinggi sebesar 283,20 mmᶾ pada bulan Mei. Kelembaban relatif udara rata-rata per
bulan 80,75% dengan kelembaban udara terendah sebesar 76% pada bulan Januari
serta kelembaban udara tertinggi sebesar 85% pada bulan November. Tekanan udara
rata-rata per bulan sebesar 1014,60 mb dengan tekanan udara terendah sebesar 1
013,00 mb pada bulan November serta tekanan udara tertinggi sebesar 1 015,40 mb
pada bulan Juli. Kecepatan angin rata-rata per bulan sebesar 6,00 m/det dengan
kecepatan angin terendah sebesar 5,00 m/det pada bulan Juni serta kecepatan angin
tertinggi sebesar 9,00 m/det pada bulan Januari. Penyinaran matahari rata-rata per
bulan sebesar 46% dengan penyinaran matahari terendah sebesar 37% pada bulan
November serta penyinaran matahari tertinggi sebesar 58% pada bulan Juli. Jumlah
hari hujan rata-rata per bulan sebesar 17,70 dengan jumlah hari hujan terendah sebesar
12,00 pada bulan Juni serta jumlah hari hujan tertinggi sebesar 24,00 pada bulan
November.
Kecamatan Kumun Debai khususnya desa Sandaran Galeh memiliki jenis tanah
podsolik merah kuning. Tanah podsolik merah kuning adalah tanah yang mempunyai
perkembangan profil, konsistensi teguh, bereaksi masam, dengan tingkat kejenuhan
basa rendah. Podsolik merupakan segolongan tanah yang mengalami perkembangan
profil dengan batas horizon yang jelas, berwarna merah hingga kuning dengan
kedalaman satu hingga dua meter. Tanah ini memiliki konsistensi yang teguh sampai
gembur makin ke bawah makin teguh, permeabilitas lambat sampai sedang, struktur
gumpal pada horizon B makin kebawah makin pejal, tekstur beragam dan agregat
berselaput liat. Di samping itu sering dijumpai konkresi besi dan kerikil kuarsa. Tanah
ini umumnya berkembang dari bahan induk tua dan banyak ditemukan di daerah
dengan bahan induk batuan liat. Tanah Podsolik merah kuning mempunyai sifat peka
terhadap erosi, perkolasi dan infiltrasi yang rendah, pH tanah dan bahan organik yang
rendah, kandungan Al yang tinggi, serta ketersediaan unsur hara bagi tanaman rendah
(Govindaraju et al., 2007).

3
Awal tahun 2020 terjadi banjir bandang di kecamatan Kumun Debai. Banjir
bandang yang terjadi merupakan lanjutan longsor di hulu yang di akibatkan tingginya
tingkat curah hujan yang berlangsung secara terus menerus serta keadaan topografi
seperti tingkat kemiringan lereng. Longsor yang terjadi mengakibatkan volume debit
air sungai meningkat sehingga terjadi banjir bandang yang merusak irigasi lahan
pertanian di daerah tersebut.
Banjir menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana yang dimaksud dengan banjir adalah peristiwa atau keadaaan dimana
terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat. Banjir
Bandang berpotensi terjadi di Wilayah Kota Sungai Penuh, banjir ini diakibatkan oleh
curah hujan yang tinggi dan berlangsung lama di bagian hulu Daerah Aliran Sungai
Batang Bungkal dan Sungai Ampuh yang bersatu masuk kedalam badan air Sungai
Batang Bungkal. Peresapan air hujan di bagian hulu tersebut kurang baik sehingga air
langsung mengalir ke bagian daerah aliran sungai di sekitarnya yang langsung
mengalir masuk ke Sungai batang Bungkal yang melintasi Kota Sungai Penuh. Hal
ini berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap daerah Kecamatan Kumun
Debai seluas 1.049 Hektar , akibat dari banjir bandang ini Desa Sandaran Galeh
merupakan desa paling terdampak karena kurang lebih 111 Ha lahan sawah irigasi
menjadi rusak sehingga di alih fungsikan menjadi lahan kering untuk tanaman
hortikultura dan tanaman palawija serta sebagian lagi menjadi lahan sawah tadah
hujan.
Jenis tanaman yang ditanam pada lahan kering alih fungsi lahan basah tersebut
adalah palawija, hortikultura dan sawah tadah hujan. Jenis palawija yang ditanam
yaitu jagung manis, ubi jalar, kacang tanah, kacang merah dengan luas kurang lebih
10 Ha, sedangkan untuk jenis tanaman hortikultura yaitu cabe merah, bawang merah,
kacang buncis, terung, kangkung, sawi, bayam dan cabai rawit. Luas lahan dan jenis
tanaman palawija dan hortikultura yang ditanam selalu berubah setiap empat
bulannya kemudian sawah tadah hujan memiliki luas 50 Ha dan hanya ditanami pada
musim hujan.
Daerah aliran sungai (DAS) sebagai suatu wilayah tangkapan air memberikan
pengaruh yang besar terhadap ketersediaan air suatu daerah, sehingga dalam

4
pengelolaannya dibutuhkan perencanaan yang sebaik mungkin. Ketersediaan air
merupakan air yang dibutuhkan dalam proses produksi maupun air untuk kebutuhan
sehari-hari yang pada umumnya berasal dari air hujan, air danau, air tanah, dan air
sungai.
Manajemen DAS merupakan pendekatan yang bertujuan untuk mengoptimalkan
manfaat dari tanah, air, dan vegetasi dalam meringankan kekeringan, banjir,
pencegahan erosi tanah, meningkatkan produksi pertanian, serta meningkatkan
ketersediaan air secara berkelanjutan (Mrxuqdo et al.,2006). Geographic Information
system (GIS) terdapat berbagai macam perangkat lunak GIS yang dapat digunakan
untuk memperhitungkan dan mengkaji kondisi hidrologi serta perubahan tata guna
lahan suatu wilayah. Salah satu software tersebut adalah Soil and Water Assessment
Tools (SWAT).
SWAT merupakan perangkat lunak dari sistem SWAT yang terintegrasi di dalam
MapWindows GIS, dan merupakan perangkat lunak yang bersifat terbuka (open
source) sehingga telah dikembangkan dan digunakan secara luas di berbagai negara.
Dengan menggunakan data yang relevan dan representatif, SWAT dapat digunakan
untuk melakukan analisis debit sungai suatu wilayah DAS. Untuk penggunaan model
SWAT di Indonesia, terlebih dahulu perlu dilakukan kalibrasi dan validasi sesuai
dengan ketersediaan data, agar hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan kondisi
sebenarnya di lapangan. Proses ini dibutuhkan karena setiap DAS memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Relevansi model dengan keadaan yang sebenarnya
dievaluasi dengan memperhitungkan standar deviasi dan efisiensi model.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, penulis akan melakukan penelitian
yang berjudul “Analisis Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Debit Aliran Di Das
Sungai Batang Bungkal Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh Dengan
Menggunakan Model Swat”

5
1.2 Tujuan Penelitian
Menganalisis debit air dengan menggunakan model SWAT pada tutupan lahan di
Kecamatan Kumun Debai.

1.3 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis.
Manfaat yang diharapkan antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat Secara Teoretis
a. Meningkatkan kemampuan berfikir peneliti melalui karya ilmiah,
b. Menganalisis debit air
2. Manfaat Praktis dari Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan
rujukan untuk penelitian selanjutnya, dan dapat menjadi sumbangan bagi khasanah
kepustakaan, serta sebagai syarat menyelesaikan S1 jurusan Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai dan Penutupan Lahan


2.1.1 Daerah Aliran Sungai
DAS merupakan sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses
biofisik, hidrologis, maupun kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang
kompleks. Interaksi antara proses biofisik dan kegiatan sosial-ekonomi dan budaya
menunjukkan kompleksitas pengelolaan DAS, yang membutuhkan suatu inovasi
pendekatan hidrologi untuk memperbaikinya (Junaidi, 2015). Dalam berbagai jurnal
hidrologi banyak dikemukakan bahwa semua model hidrologi berbasis fisik pada
dasarnya menyederhanakan sistem hidrologi DAS yang kompleks. Banyak penelitian
yang mengintegrasikan model hidrologi dalam pengelolaan DAS, meskipun kajiannya
dalam lingkup pengembangan ilmu.
Secara ekologis DAS sebagai suatu sistem kompleks sangat besar peranannya
dalam hal pengaturan tata air dimulai dari terjadinya presipitasi sebagai input, selanjutnya
berlangsung proses-proses dalam sistem DAS sampai kepada terbentuknya debit sungai
(stream flow) sebagai outputnya. Fenomena tersebut ditentukan baik oleh karakteristik
alam DAS (naturalfactor), maupun kegiatan manusia (anthropogenic factor).
Keseluruhan karakteristik dan proses dalam sistem tersebut akan sangat mempengaruhi
kondisi keberlanjutan (sustainability) DAS secara keseluruhan. Karakteristik yang
berhubungan dengan alam dan manusia yang paling berpengaruh adalah tata guna lahan.
Terbentuknya dan semakin meluasnya lahan-Iahan kritis, banjir pada musim hujan dan
kekeringan pada musim kemarau, erosi dan sedimentasi, pencemaran air, dan
pendangkalan danau, pada dasarnya disebabkan antara lain karena tata guna lahan yang
tidak sesuai dengan potensi peruntukan dan daya dukungnya, minimnya upaya
pengelolaan yang sesuai, dan usaha-usaha konservasi tanah dan air yang memadai
(Suharyo, 2019).

7
2.1.2 Penutupan Lahan
Penutupan Lahan merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan
manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan
produksi, perubahan, ataupun perawatan pada penutup lahan tersebut (SNI, 2010).
Penutupan lahan merupakan perwujudan secara fisik objek-objek yang menutupi lahan
tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut, sedangkan
penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan.
Penutupan lahan (land cover) mengacu pada penutupan lahan yang mencirikan suatu areal
tertentu, yang merupakan pencerminan dari bentuk lahan dan iklim lokal. Penutupan
lahan berkaitan dengan vegetasi berupa pohon, rumput, air dan bangunan. Informasi
penutupan dapat diperoleh dari citra penginderaan jauh, foto udara, foto satelit dan
teknologi lainnya yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penutupan lahan (Agung,
2018).

2.2 Hidrologi dan Debit Air


2.2.1 Hidrologi
Hidrologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan air di bumi,
proses terjadinya, peredaran, sifat-sifat kimia dan fisikanya, dan reaksi dengan
lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup. Daur hidrologi
atau siklus air adalah siklus yang menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama
berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer
kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti
tersebut, air akan tertahan sementara di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga
dapat dimanfaatkan oleh manusia atau mahluk hidup lainnya untuk berbagai keperluan
(Agung, 2018)
Air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang disebut suplai air permukaan
tanah, akan mengalir di permukaan tanah atau masuk kedalam tanah. Air yang mengalir
dipermukaan tanah disebut aliran permukaan (runoff), dan air yang masuk ke dalam tanah
disebut air infiltrasi. Peristiwa masuknya air ke dalam tanah disebut infittrasi
(infiltration). Air aliran permukaan akan terkumpul di dalam danau, waduk, dan sungai
kemudian mengalir ke laut. Air infiltrasi sebagian akan menguap dari permukaan tanah
dan kembali ke udara, sebagian lagi diserap tumbuhan kemudian kembali ke udara

8
melalui transpirasi, dan sebagian lagi terperkolasi masuk lebih dalam ke dalam tanah
menjadi air bawah tanah (ground water) yang kemudian akan masuk ke dalam sungai
atau danau melalui aliran bawah tanah (ground water flow).
2.2.2 Debit Air
Debit air adalah jumlah air yang mengalir dari suatu penampang tertentu
(sungai/saluran/mata air) persatuan waktu (ltr/dtk, m3/dtk, dm3/dtk) (Harnalin, 2010).
Aliran sungai atau debit adalah jumlah atau laju aliran air yang mengalir melalui suatu
penampang sungai (sungai/saluran/mata air) tertentu per satuan waktu (Sosrodarsono &
Takeda, 2003; Arismunandar & Kuwahara, 2004; Harnalin, 2010). Dalam sistem satuan
SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).
Debit dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya oleh curah hujan, keadaan
geologi, flora, temperatur, dan lain-lain, di sebelah hulu sungai. Debit selalu berubah dari
musim ke musim dan dari hari ke hari. Kecenderungan karakteristik dan besarnya debit
secara kasar dapat diketahui dengan pengamatan dalam jangka waktu yang lama (Agung,
2018). Besarnya debit dihitung dengan mengalikan antara kecepatan aliran dan luas
penampang atau secara matematis.
Q=A.V
Dimana: Q = debit aliran (m3/s)
A = luas penampang vertikal (m)
V = kecepatan aliran sungai (m/s).
Debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelolaan
sumberdaya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali
banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi
(pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama padamusim kemarau
panjang. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya
air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai(Agung, 2018).

2.4 Metode Pemetaan


Pemetaan pada suatu DAS dilakukan dengan menghitung terlebih dahulu potensi
pada masing-masing sub DAS.Metode yang digunakan untuk pemetaan terdiri dari
Sistem Informasi Geografis (GIS) dan Soil and Water Assesmen t Tool (SWAT).

9
2.4.1 Sistem Informasi Geografis (GIS)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang digunakan untuk mengelola
data geografis menjadi informasi yang berguna dan dapat di simpan yang berbasis
komputer. Menganalisis objek-objek lokasi geografis sebagai karakteristik untuk
dianalisis, mengumpulkan dan menyimpan adalah fungsi sistem informasi
geografis.(Aulia, 2016)
Sistem Informasi Geografis adalah kumpulan yang terdiri dari perangkat keras
komputer, perangkat lunak dan data geografis yang dibuat secara lengkap untuk
memperoleh, menyimpan, memperbarui, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan
semua informasi terkait geografi. SIG mampu mengolah data dari berbagai macam
sumber walaupun skala dan strukturnya berbeda. Selain itu SIG juga mampu melakukan
operasi data keruangan yang bersifat kompleks. Dalam hal penerapan, teknologi SIG juga
dapat digunakan untuk pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, dan
perencanaan tata guna lahan (Aulia, 2016)
Sistem informasi geografis membantu mengurangi kesalahan oleh manusia dan
menghilangkan beberapa pekerjaan dalam tugas-tugas pemetaan dan penggambaran.
Sistem ini cepat dan efisiensi dalam memberikan informasi spasial, termasuk beberapa
jenis peta, perhitungan proximitas titik dan garis dan pemindahan data interaktif ke dan
dari sistem informasi manajemen dan sistem analisis digital. Penggunaan setiap GIS akan
tergantung terutama pada jenis, ketelitian, dan detil masukan data yang dimiliki (Agung,
2018)
2.4.2 Soil and Water Assessment Tool (SWAT)
SWAT (Soil and Water Assessment Tool) adalah salah satu model yang banyak
digunakan saat ini. Model SWAT dibangun dan dikembangkan oleh USDA-ARS
(Agricultural Research Services) dari banyak model hidrologi lebih dari 30 tahun. Model
ini telah diaplikasikan secara luas pada berbagai wilayah, kondisi, aktivitas, waktu, dan
skala (Arnold et al. 2010). Model SWAT dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi
hidrologi dan polutan pada berbagai DAS. SWAT merupakan model hidrologi berbasis
fisik dalam skala spasial-temporal dan terintegrasi dengan Geographic Information
Systems (GIS) dan Digital Elevation Model (DEM). Model SWAT dioperasikan pada
interval waktu harian dan dirancang untuk memprediksi dampak jangka panjang dari

10
praktek pengelolaan lahan terhadap sumberdaya air, sedimen, dan hasil agro-chemical
pada DAS besar dan kompleks dengan berbagai skenario tanah, penggunaan lahan, dan
pengelolaan berbeda.
SWAT merupakan model matematik berbasis fisik, yang dirancang sebagai model
hidrologi spasial terdistribusi, berdasarkan hydrologic respon units (HRUs) yang
dibentuk dari kombinasi tata guna lahan, jenis tanah, dan kelerengan. Proses siklus
hidrologi dalam model SWAT yang terjadi di dalam DAS didasarkan pada neraca air.
Proses hidrologi yang disimulasi oleh model SWAT meliputi: infiltrasi, aliran
permukaan, aliran lateral, evaporasi, transpirasi, pergerakan air tanah, dan routing
perjalanan aliran .
Model SWAT dapat mengidentifikasi, menilai, dan mengevaluasi tingkat
permasalahan suatu DAS dan dapat digunakan sebagai alat untuk memilih tindakan
pengelolaan dalam mengendalikan permasalahan DAS. Hal ini dikarenakan pada model
SWAT memungkinkan simulasi sejumlah proses fisik yang berbeda pada suatu DAS.
Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan pembentukannya, model ini memenuhi persyaratan-
persyaratan model hidrologi yang dapat digunakan sebagai bagian dari sistem
pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya air DAS ( Junaidi,2015)

11
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan di DAS Sungai Batang Bungkal, Desa Sandaran Galeh,
Kecamatan Kumun Debai, Kota Sungai Penuh. Secara geografis terletak di antara 1010
14' 32'' BT - 1010 27' 31'' BT dan 020 01' 40'' LS - 020 14' 54'' LS. Penelitian dilakukan
kurang lebih selama 2 bulan dari bulan Desember.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian


Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah peta jenis tanah dengan skala
1:250,000, data DEMNAS dengan resolusi 8 meter, dan citra satelit resolusi tinggi dari
Bing. Data penunjang lainnya adalah data iklim seperti data suhu, penyinaran matahari,
kelembaban relatif, dan kecepatan angin (Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci dan
Badan Pusat Statistik Kota Sungai Penuh), data curah hujan dari stasiun curah hujan
Depati Parbo dan data debit observasi. ,
Alat yang diperlukan diantaranya adalah perangkat komputer dengan software
terinstal, diantaranya adalah alat yang diperlukan diantaranya adalah Microsoft Office
2010, ArcGIS, SWAT Plot and Graph, dan SWAT-CUP.

3.3 Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimen dengan menggunakan
pengamatan langsung dilapangan. Data diolah menggunakan pemodelan SWAT.
Pemodelan SWAT yang digunakan hanya transformasi hujan menjadi debit. Analisis
debit aliran sungai DAS dilakukan dengan menggunakan model SWAT. Data input
berupa karakteristik tanah, iklim (data curah hujan (mm), temperatur maksimum dan
minimum (C˚), radiasi matahari (MJ/m² hari), dan kecepatan angin (m/det) dan tata guna
lahan yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam data input file.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Mekanisme penelitian yang dilaksanakan di DAS dilakukan dengan melakukan


simulasi model SWAT yang mampu menggambarkan fenomena dan karakteristik
hidrologi DAS dengan memperhatikan aspek iklim, jenis tanah, kemiringan lereng, dan
tutupan lahan.

12
Gambar 1 Diagram Alir Penelitian

13
3.4.1 Persiapan
Tahap ini semua alat dan bahan penelitian telah tersedia dan cukup untuk
menjalankan pemodelan DAS. Data klimatologi dan data hujan disiapkan dalam database,
mengikuti format yang telah diatur sebagai masukan model.

3.4.2. Pengolahan Data


a. Analisis Koefisien Aliran Permukaan
Dalam suatu sistem DAS, para hidrolog menghitung koefisien aliran permukaan
menggunakan rumus berikut :
𝑉𝑟.1000
Kr =
𝑆.ℎ
dimana :
Kr = koefisien aliran permukaan (bilangan nondimensi)
Vr = volume aliran permukaan (m3 )
S = luas DAS (m2 )
h = jeluk hujan (m)
b. Deliniasi DAS
Deliniasi DAS dilakukan berdasarkan data DEM wilayah DAS yang akan diteliti.
Data DEM yang digunakan pada penelitian ini berupa data DEMNAS dengan resolusi
8 meter. Daerah dideliniasi berdasarkan batas topografi alami DAS. Metode yang
digunakan dalam proses deliniasi adalah metode threshold.
Metode threshold by percentage yang digunakan dalam penggunaan lahan yaitu
threshold 10%, jenis tanah menggunakan threshold 5%, dan kemiringan lereng
menggunakan threshold 5%. Ketentuan ini didasarkan agar unit lahan yang terbentuk
sesuai dengan unit lahan hasil Rencana RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah). Besaran threshold menentukan pembentukan dan jumlah jaringan sungai
utama dan anak sungai. Jaringan sungai yang terbentuk akan menentukan jumlah sub
DAS yang terbentuk dalam DAS. Semakin kecil besaran treshold yang digunakan,
maka semakin banyak sub DAS yang terbentuk.

14
c. Analisis HRU (Hydrologic Response Unit)
HRU dibentuk berdasarkan karakteristik tanah, penggunaan lahan, dan kelas lereng
yang spesifik. Cara membuat peta HRU adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan dataset tutupan lahan dan mengklasifikasikan berdasarkkan
atribut tutupan lahan yang digunakan dalam SWAT
2. Mendefinisikan dataset jenis tanah dan mengklasifikasikan berdasarkkan atribut
tanah yang digunakan dalam SWAT
3. Mengklasifikasikan kelas lereng
4. Overlay dataset tutupan lahan, jenis tanah dan kelas lereng
d. Perhitungan Debit
Penggabungan HRU dengan Data Iklim dilakukan setelah satuan analisis
terbentuk. Pemasukan data iklim dilakukan setelah ditentukan periode simulasi.
Setelah semua data yang dibutuhkan telah di input, maka langkah selanjutnya dengan
memasukkan data yang telah di input ke dalam basis data SWAT berupa tabel. Data
input yang dibangun yaitu data deliniasi DAS, penggunaan lahan (landuse), jenis
tanah, kemiringan lereng (slope) dan data iklim.
Perhitungan debit observasi di dapatkan dengan melihat data sekunder jika
tersedia dan dapat juga dengan cara menghitung tinggi muka air jika data sekunder tidak
tersedia. Tinggi muka air (stage height, gauge height) sungai adalah elevasi permukaan
air (water level) pada suatu penampang melintang sungai terhadap suatu titik tetap yang
elevasinya telah diketahui. Tinggi muka air biasanya dinyatakan dalam satuan meter (m)
atau centimeter (cm). Data muka air dapat diperoleh dengan cara membaca posisi muka
air pada papan duga berskala pada saat pengukuran atau dengan membaca grafik
fluktuasi muka air hasil perekaman oleh alat AWLR (Automatic Water Level Recorder).
Pengukuran Debit dapat dilakukan secara langsung. Debit akan tergantung pada
luas tampang aliran dan kecepatan aliran rerata. Pendekatan nilai debit dapat dilakukan
dengan cara mengukur tampang aliran dan mengukur kecepatan aliran tersebut. Cara ini
merupakan prosedur umum dalam pengukuran debit sungai secara langsung.
Pengukuran luas tampang aliran dilakukan dengan mengukur tinggi muka air dan lebar
dasar alur sungai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, pengukuran tinggi muka
air dapat dilakukan pada beberapa titik pada sepanjang tampang aliran. Selanjutnya

15
debit aliran dihitung sebagai penjumlahan dari perkalian antara luasan pias tampang
aliran dan kecepatan rerata yang terukur. Pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan
alat ukur kecepatan arus.
e.Simulasi SWAT
Simulasi dilakukan setelah seluruh data masukan terisi lengkap. Pada mode Run
SWAT dapat disesuaikan rentang waktu yang akan disimulasikan. Kemudian
dilanjutkan dengan setup SWAT dan run SWAT. Penyimpan data output hasil simulasi
dilakukan dengan memilih read SWAT output.

3.4.3 Kalibrasi
Kalibrasi adalah pengujian model agar dapat menggambarkan keadaan sebenarnya,
perbandingan secara visual antara kurva debit (hidrograf) hasil simulasi dengan kurva debit
hasil pengukuran stasiun pengamatan. Kalibrasi model SWAT dilakukan dengan
membandingkan debit simulasi dengan hasil pengukuran debit di stasiun pengamatan.
Kalibrasi dilakukan sampai hasil simulasi mendekati hasil pengukuran. Prosedur kerja
kalibrasi mengikuti. Metode statistik yang digunakan dalam melakukan kalibrasi adalah
koefisien determinasi (R2 ) dan efesiensi model (NS) Nash Sutcliffe (Abbaspour, 2015).
Koefisien determinasi dihitung menggunakan persamaan:
a. R2 (coefficient of determination), merupakan proporsi dari total varian dalam data
yang diamati yang dapat dijelaskan oleh model. Nilainya berkisar antara 0,0 - 1,0.
Nilai yang lebih tinggi bermakna model berkinerja lebih.

∑𝑛 ̅ ̅̅̅̅
𝑡=1(𝑄𝑀,𝑖 −𝑄𝑀).(𝑄𝑠,𝑖−𝑄𝑠 )
𝑅2 = ( )²
√∑𝑛 ̅ ̅̅̅̅
𝑡=1(𝑄𝑀,𝑖 −𝑄𝑀)².(𝑄𝑠,𝑖 −𝑄𝑠 )²

Keterangan:
Qm = Debit aktual rata-rata yang terukur (mm)
Qs = Debit hasil simulasi rata-rata (mm)
Qm,i = Debit aktual yang terukur (mm)
Qs,i = Debit hasil simulasi (mm)
b. NSE (Nash-Sutcliffe Efficiency), menunjukan seberapa baik plot dari nilai
observasi (terukur) dibandingkan dengan nilai prediksi-simulasi sesuai dengan garis

16
1:1, nilainya berkisar dari ∞ - ke 1. Semakin besar nilai NSE, bermakna kinerja model
lebih baik. Kategori simulasi berdasarkan nilai NS adalah sebagai berikut :
a. Layak jika > 0.75
b. Memuaskan jika 0.75 > NS > 0.36
c. Kurang memuaskan jika < 0.36 .

∑𝑛𝑡−1(𝑄𝑀𝑖 − 𝑄𝑠𝑖 )²
𝑁𝑆𝐸 = 1 −
∑𝑛𝑡−1(𝑄𝑀𝑖 − 𝑄𝑀𝑖 )²
Keterangan:
R2 = Koefisien Determinansi
ENS = Koefisien Nash-Sutcliffe
QSi = Nilai simulasi model
QMi = Nilai observasi
(Q_m ) = Rata-rata nilai observasi
n = Jumlah data

3.4.4 Analisis Data


Analisis Data dilakukan terhadap hasil kalibrasi data debit. Jika hasil kalibrasi
didapatkan memuaskan atau layak maka model SWAT dapat diaplikasikan untuk
berbagai kondisi dalam manajemen sumber daya air. Model dianggap layak bila model
tersebut dapat menggambarkan atau mendekati keadaan yang sebenarnya. Nilai
kelayakan model dapat diukur dengan koefisien determinasi serta efisiensi model yang
tinggi (Rahma Yanti, Rusnam dan Ekaputra, 2017).

17
DAFTAR PUSTAKA

Agung, M. (2018) “Potensi energi mikrohidro di daerah aliran sungai bonehau


berdasarkan penutupan lahan tahun 2016 dan rencana pola ruang tahun 2034.”
Aulia, M. (2016) “Pemetaan indeks potensi lahan pertanian menggunakan sistem
informasi geografis di kabupaten pidie jaya tugas akhir.”
Arifianto, H. (2011) “Kalibrasi Dan Validasi Model Mw-Swat Pada Analisis Debit Aliran
Sungai Sub Das Ciliwung Hulu Hafid Arifianto Fakultas Teknologi Pertanian.”
Govindaraju, R. et al. (2007) “Tanah Podsolik Merah Kuning,” Procedia Manufacturing,
30(22 Jan), hal. 588–595.
Hakim, A. F. (2016) “Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Winongo
Terhadap Kerentanan Banjir di Wilayah Yogyakarta.”
Harifa, A. C., Sholicin, M. dan Prayogo, T. B. (2017) “Terhadap Debit Sungai Sub Das
Metro Dengan,” Teknik Pengairan, 8, hal. 1–14.
Hutan, D. M. dan Kehutanan, F. (2013) “Analisis debit aliran sungai menggunakan model
swat di sub das ciasem kabupaten subang jawa barat endrawati.”
Junaidi, E. (2015) “Pemanfaatan Soil and Water Assessment Tool ( Swat ) Sebagai Alat
Pengambil Keputusan Dalam Pengelolaan Das ( Studi Kasus Di Das Cisadane )
Utilization of Swat As a Decision Support Tool in Watershed Management ( a Case
Study in Cisadane Watershed ),” hal. 147–162.
Junaidi, E. dan Handayani, W. (2016) “Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Dan Iklim
Melalui Aplikasi Model Swat Untuk Memprediksi Tata Air Das Cimuntur,
Kabupaten Ciamis,” Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 UPAYA
PENGURANGAN RISIKO BENCANA TERKAIT PERUBAHAN IKLIM, (Aaae
2009), hal. 556–567
Mrxuqdo, K. et al. (tanpa tanggal) “Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model
SWAT pada DAS Cipasauran , Banten,” hal. 113–120.
Noor,A.S.(2015) “Aplikasi Model Soil And Water Assesment Tool (Swat) Untuk
Mengkaji Debit Harian Dan Limpasan Permukaan (Kasus: Sub Das Wakung,
Pemalang, Jawa Tengah),” Angewandte Chemie International Edition,6(11), 951–
952., (10), hal. 1–9.

18
Rahma Yanti, N., Rusnam, R. dan Ekaputra, E. G. (2017) “Analisis Debit Pada Das Air
Dingin Menggunakan Model Swat,” Jurnal Teknologi Pertanian Andalas, 21(2),
hal. 127. doi: 10.25077/jtpa.21.2.127-137.2017.
Rahma Yanti, N., Rusnam, R. dan Ekaputra, E. G. (2017) “Analisis Debit Pada Das Air
Dingin Menggunakan Model Swat,” Jurnal Teknologi Pertanian Andalas, 21(2),
hal. 127. doi:10.25077/jtpa.21.2.127-137.2017.
Rau, M., Pandjaitan, N. dan Sapei, A. (2015) “Discharge Analysis Using SWAT Model
At Cipasauran Watershed, Banten,” Jurnal Keteknikan Pertanian, 03(2), hal. 1–
8. doi: 10.19028/jtep.03.2.113-120.
Suharyo, Y. (2019) “Analisis Hubungan Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas Air
Parameter Kimia (BOD, COD, Amonia) Di Daerah Aliran Sungai Opak,
Yogyakarta,” Hilos Tensados, hal. 4–22.

19
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Kemiringan Lereng Kumun Debai

1
Lampiran 2. Peta Jenis Tanah Kumun Debai

2
Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan Kumun Debai

3
Lampiran 4. Peta Administrasi Kumun Debai

Anda mungkin juga menyukai