Analisis Sifat Fisika Tanah Analisis Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Debit
Aliran Di Das Desa Sandaran Galeh Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh
Dengan Menggunakan Model SWAT
PROPOSAL SKRIPSI
PUTRI ELVIDA
D1A017087
PUTRI ELVIDA
Proposal Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Jambi
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat, karunia, serta taufik
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan proposal skripsi yang kegiatannya
akan dilaksanakan pada bulan Agustus, dengan judul “Analisis Perubahan Tutupan Lahan
Terhadap Debit Aliran di DAS Desa Sandaran Galeh Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai
Penuh dengan Menggunakan Model SWAT”. Proposal ini dibuat sebagai penuntun dalam
melakukan penelitian sehingga dihasilkan Skripsi yang merupakan salah satu syarat wajib untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi S1 Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Jambi.
Dalam menyelesaikan Proposal ini penulis banyak menerima bantuan dan motivasi dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Mohd. Zuhdi, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Asmadi
Saad, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membantu selama proses pembuatan
Skripsi ini, sehingga dapat terealisasikan, kedua orang tua baik Ayah ataupun Ibu yang
senantiasa membimbing dan tiada hentinya memberi kasih sayang kepada penulis dan teman-
teman atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis
menjadi amal ibadah dan mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... I
DAFTAR ISI................................................................................................................................. II
ii
BAB I. PENDAHULUAN
1
Kumun Debai beriklim tropis dengan suhu 22,40 C selama tahun 2017.suhu maksimum
sebesar 28,9 C serta suhu minimum 18,0 C . Curah hujan rata-rata per bulan sepanjang tahun
2017 sebesar 150,60 mmᶾ dengan curah hujan terendah sebesar 91,50 mmᶾ pada bulan Juni
serta curah hujan tertinggi sebesar 283,20 mmᶾ pada bulan Mei. kelembaban relative udara
rata-rata per bulan 80,75% dengan kelembaban udara terendah sebesar 76% pada bulan
Januari serta kelembaban udara tertinggi sebesar 85% pada bulan November. Tekanan udara
rata-rata per bulan sebesar 1014,60 mb dengan tekanan udara terendah sebesar 1 013,00 mb
pada bulan November serta tekanan udara tertinggi sebesar 1 015,40 mb pada bulan Juli.
Kecepatan angin rata-rata per bulan sebesar 6,00 m/det dengan kecepatan angin terendah
sebesar 5,00 m/det pada bulan Juni serta kecepatan angina tertinggi sebesar 9,00 m/det pada
bulan Januari. Penyinaran matahari rata-rata per bulan sebesar 46% dengan penyinaran
matahari terendah sebesar 37% pada bulan November serta penyinaran matahari tertinggi
sebesar 58% pada bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata per bulan sebesar 17,70 dengan
jumlah hari hujan terendah sebesar 12,00 pada bulan Juni serta jumlah hari hujan tertinggi
sebesar 24,00 pada bulan November.
Kecamatan Kumun Debai khususnya Desa Sandaran Galeh memiliki jenis tanah podsolik
merah kuning. Tanah podsolik merah kuning adalah tanah yang mempunyai perkembangan
profil, konsistensi teguh, bereaksi masam, dengan tingkat kejenuhan basa rendah. Podsolik
merupakan segolongan tanah yang mengalami perkembangan profil dengan batas horizon
yang jelas, berwarna merah hingga kuning dengan kedalaman satu hingga dua meter. Tanah
ini memiliki konsistensi yang teguh sampai gembur makin ke bawah makin teguh,
permeabilitas lambat sampai sedang, struktur gumpal pada horizon B makin kebawah makin
pejal, tekstur beragam dan agregat berselaput liat. Di samping itu sering dijumpai konkresi
besi dan kerikil kuarsa (Govindaraju et al., 2007). Tanah ini umumnya berkembang dari
bahan induk tua dan banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan lia.Tanah
Podsolik merah kuning mempunyai sifat peka terhadap erosi, perkolasi dan infiltrasi yang
rendah, pH tanah dan bahan organic yang rendah, kandungan Al yang tinggi, serta
ketersediaan unsur hara bagi tanaman rendah (Govindaraju et al., 2007).
2
Awal tahun 2020 terjadi banjir bandang di Kecamatan Kumun Debai. Banjir bandang
yang terjadi merupakan lanjutan longsor di hulu yang diakibatkan tingginya tingkat curah
hujan yang berlangsung secara terus menerus serta keadaan topografi seperti tingkat
kemiringan lereng. Longsor yang terjadi mengakibatkan volume debit air sungai meningkat
sehingga terjadi banjir bandang yang merusak irigasi lahan pertanian di daerah tersebut.
Banjir menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana yang dimaksud dengan banjir adalah peristiwa atau keadaaan dimana terendamnya
suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat. Banjir Bandang berpotensi
terjadi di Wilayah Kota Sungai Penuh, banjir ini diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi
dan berlangsung lama di bagian hulu Daerah Aliran Sungai Batang Bungkal dan Sungai
Ampuh yang bersatu masuk kedalam badan air Sungai Batang Bungkal. Peresapan air hujan
di bagian hulu tersebut kurang baik sehingga air langsung mengalir ke bagian daerah aliran
sungai di sekitarnya yang langsung mengalir masuk ke Sungai batang Bungkal yang
melintasi Kota Sungai Penuh. Hal ini berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap
daerah Kecamatan Kumun Debai seluas 1.049 Ha , akibat dari banjir bandang ini Desa
Sandaran Galeh merupakan desa paling terdampak karena kurang lebih 111 hektar lahan
sawah irigasi menjadi rusak sehingga di alih fungsikan menjadi lahan kering untuk tanaman
hortikultura dan tanaman palawija serta sebagian lagi menjadi lahan sawah tadah hujan.
Jenis tanaman yang ditanam pada lahan kering alih fungsi lahan basah tersebut adalah
Palawija, hortikultura dan sawah tadah hujan. Jenis Palawija yang ditanam yaitu jagung
manis, ubi jalar, kacang tanah, kacang merah dengan luas kurang lebih 10 ha, sedangkan
untuk jenis tanaman Hortikultura yaitu Cabe merah, bawang merah, kacang buncis, Terung,
kangkung, sawi, bayam dan cabai rawit. Luas lahan dan jenis tanaman palawija dan
hortikultura yang ditanam selalu berubah setiap 4 bulannya kemudian sawah tadah hujan
memiliki luas 50 ha dan hanya ditanami pada musim hujan.
Daerah aliran sungai (DAS) sebagai suatu wilayah tangkapan air memberikan pengaruh
yang besar terhadap ketersediaan air suatu daerah, sehingga dalam pengelolaannya
dibutuhkan perencanaan yang sebaik mungkin. Ketersediaan air merupakan air yang
dibutuhkan dalam proses produksi maupun air untuk kebutuhan sehari-hari yang pada
umumnya berasal dari air hujan, air danau, air tanah, dan air sungai.
3
Manajemen DAS merupakan pendekatan yang bertujuan untuk mengoptimalkan manfaat
dari tanah, air, dan vegetasi dalam meringankan kekeringan, banjir, pencegahan erosi tanah,
meningkatkan produksi pertanian, serta meningkatkan ketersediaan air secara berkelanjutan
(Mrxuqdo et al.,2006). Information system (GIS) terdapat berbagai macam perangkat lunak
GIS yang dapat digunakan untuk memperhitungkan dan mengkaji kondisi hidrologi serta
perubahan tata guna lahan suatu wilayah. Salah satu software tersebut adalah Soil and Water
Assessment Tools (SWAT).
SWAT merupakan perangkat lunak dari sistem SWAT yang terintegrasi di dalam
MapWindows GIS, dan merupakan perangkat lunak yang bersifat terbuka (open source)
sehingga telah dikembangkan dan digunakan secara luas di berbagai negara. Dengan
menggunakan data yang relevan dan representatif, SWAT dapat digunakan untuk melakukan
analisis debit sungai suatu wilayah DAS. Untuk penggunaan model SWAT di Indonesia,
terlebih dahulu perlu dilakukan kalibrasi dan validasi sesuai dengan ketersediaan data, agar
hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Proses ini
dibutuhkan karena setiap DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Relevansi model
dengan keadaan yang sebenarnya dievaluasi dengan memperhitungkan standar deviasi dan
efisiensi model.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, penulis akan melakukan penelitian
yang berjudul “Analisis Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Debit Aliran Di Sub DAS
Desa Sandaran Galeh Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh Dengan
Menggunakan Model SWAT”.
4
1.2 Tujuan Penelitian
Menganalisis debit air dengan menggunakan model SWAT pada tutupan lahan di Desa
Sandaran Galeh Kecamatan Kumun Debai.
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
6
penutupan lahan yang mencirikan suatu areal tertentu, yang merupakan pencerminan dari bentuk
lahan dan iklim lokal. Penutupan lahan berkaitan dengan vegetasi berupa pohon, rumput, air dan
bangunan. Informasi penutupan dapat diperoleh dari citra penginderaan jauh, foto udara, foto
satelit dan teknologi lainnya yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penutupan lahan
(Agung, 2018).
7
Debit dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya oleh curah hujan, keadaan geologi,
flora, temperatur, dan lain-lain, di sebelah hulu sungai. Debit selalu berubah dari musim ke
musim dan dari hari ke hari. Kecenderungan karakteristik dan besarnya debit secara kasar dapat
diketahui dengan pengamatan dalam jangka waktu yang lama (Agung, 2018). Besarnya debit
dihitung dengan mengalikan antara kecepatan aliran dan luas penampang atau secara matematis.
Q=A.V
Dimana: Q = debit aliran (m3/s)
A = luas penampang vertikal (m)
V = kecepatan aliran sungai (m/s).
Debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelolaan
sumberdaya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir.
Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk
berbagai macam keperluan, terutama padamusim kemarau panjang. Debit aliran rata-rata tahunan
dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah
aliran sungai(Agung, 2018).
8
Sistem informasi geografis membantu mengurangi kesalahan oleh manusia dan
menghilangkan beberapa pekerjaan dalam tugas-tugas pemetaan dan penggambaran. Sistem ini
cepat dan efisiensi dalam memberikan informasi spasial, termasuk beberapa jenis peta,
perhitungan proximitas titik dan garis dan pemindahan data interaktif ke dan dari sistem
informasi manajemen dan sistem analisis digital. Penggunaan setiap GIS akan tergantung
terutama pada jenis, ketelitian, dan detil masukan data yang dimiliki (Agung, 2018)
2.4.2 Soil and Water Assessment Tool (SWAT)
SWAT (Soil and Water Assessment Tool) adalah salah satu model yang banyak
digunakan saat ini. Model SWAT dibangun dan dikembangkan oleh USDA-ARS (Agricultural
Research Services) dari banyak model hidrologi lebih dari 30 tahun. Model ini telah
diaplikasikan secara luas pada berbagai wilayah, kondisi, aktivitas, waktu, dan skala (Arnold et
al. 2010). Model SWAT dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi hidrologi dan polutan
pada berbagai DAS. SWAT merupakan model hidrologi berbasis fisik dalam skala spasial-
temporal dan terintegrasi dengan Geographic Information Systems (GIS) dan Digital Elevation
Model (DEM). Model SWAT dioperasikan pada interval waktu harian dan dirancang untuk
memprediksi dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap sumberdaya air,
sedimen, dan hasil agro-chemical pada DAS besar dan kompleks dengan berbagai skenario
tanah, penggunaan lahan, dan pengelolaan berbeda.
SWAT merupakan model matematik berbasis fisik, yang dirancang sebagai model
hidrologi spasial terdistribusi, berdasarkan hydrologic respon units (HRUs) yang dibentuk dari
kombinasi tata guna lahan, jenis tanah, dan kelerengan . Proses siklus hidrologi dalam model
SWAT yang terjadi di dalam DAS didasarkan pada neraca air. Proses hidrologi yang disimulasi
oleh model SWAT meliputi: infiltrasi, aliran permukaan, aliran lateral, evaporasi, transpirasi,
pergerakan air tanah, dan routing perjalanan aliran .
Model SWAT dapat mengidentifikasi, menilai, dan mengevaluasi tingkat permasalahan
suatu DAS dan dapat digunakan sebagai alat untuk memilih tindakan pengelolaan dalam
mengendalikan permasalahan DAS. Hal ini dikarenakan pada model SWAT memungkinkan
simulasi sejumlah proses fisik yang berbeda pada suatu DAS. Oleh karena itu, sesuai dengan
tujuan pembentukannya, model ini memenuhi persyaratan-persyaratan model hidrologi yang
dapat digunakan sebagai bagian dari sistem pengambilan keputusan dalam pengelolaan
sumberdaya air DAS ( Junaidi,2015)
9
BAB III. METODE PENELITIAN
10
Gambar 1 Diagram alir penelitian
11
1. Persiapan,
Tahap ini semua alat dan bahan penelitian telah tersedia dan cukup untuk menjalankan
pemodelan DAS. Data klimatologi dan data hujan disiapkan dalam database, mengikuti
format yang telah diatur sebagai masukan model.
2. Pengolahan Data
a. Analisis Koefisien Aliran Permukaan
Dalam suatu sistem DAS, para hidrolog menghitung koefisien aliran permukaan
menggunakan rumus berikut :
𝑉𝑟.1000
Kr = 𝑆.ℎ
dimana :
Kr = koefisien aliran permukaan (bilangan nondimensi)
Vr = volume aliran permukaan (m3 )
S = luas DAS (m2 )
h = jeluk hujan (m)
b. Deliniasi DAS
Deliniasi DAS dilakukan berdasarkan data DEM wilayah DAS yang akan diteliti. Data
DEM yang digunakan pada penelitian ini berupa data DEMNAS dengan resolusi 8 meter.
Daerah dideliniasi berdasarkan batas topografi alami DAS. Metode yang digunakan dalam
proses deliniasi adalah metode threshold.
Metode threshold by percentage yang digunakan dalam penggunaan lahan yaitu
threshold 10%, jenis tanah menggunakan threshold 5%, dan kemiringan lereng menggunakan
threshold 5%. Ketentuan ini didasarkan agar unit lahan yang terbentuk sesuai dengan unit
lahan hasil Rencana RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah). Besaran threshold
menentukan pembentukan dan jumlah jaringan sungai utama dan anak sungai. Jaringan sungai
yang terbentuk akan menentukan jumlah sub DAS yang terbentuk dalam DAS. Semakin kecil
besaran treshold yang digunakan, maka semakin banyak sub DAS yang terbentuk.
c. Analisis HRU (Hydrologic Response Unit)
HRU dibentuk berdasarkan karakteristik tanah, penggunaan lahan, dan kelas lereng yang
spesifik. Cara membuat peta HRU adalah sebagai berikut:
12
1. Mendefinisikan dataset tutupan lahan dan mengklasifikasikan berdasarkkan atribut
tutupan lahan yang digunakan dalam SWAT
2. Mendefinisikan dataset jenis tanah dan mengklasifikasikan berdasarkkan atribut tanah
yang digunakan dalam SWAT
3. Mengklasifikasikan kelas lereng
4. Overlay dataset tutupan lahan, jenis tanah dan kelas lereng
d. Perhitungan Debit
Penggabungan HRU dengan Data Iklim dilakukan setelah satuan analisis terbentuk.
Pemasukan data iklim dilakukan setelah ditentukan periode simulasi. Setelah semua data yang
dibutuhkan telah di input, maka langkah selanjutnya dengan memasukkan data yang telah di
input ke dalam basis data SWAT berupa table. Data input yang dibangun yaitu data deliniasi
DAS, penggunaan lahan (landuse), jenis tanah, kemiringan lereng (slope) dan data iklim.
e.Simulasi SWAT
Simulasi dilakukan setelah seluruh data masukan terisi lengkap. Pada mode Run SWAT
dapat disesuaikan rentang waktu yang akan disimulasikan. Kemudian dilanjutkan dengan
setup SWAT dan run SWAT. Penyimpan data output hasil simulasi dilakukan dengan
memilih read SWAT output.
3. Kalibrasi
Kalibrasi adalah pengujian model agar dapat menggambarkan keadaan sebenarnya,
perbandingan secara visual antara kurva debit (hidrograf) hasil simulasi dengan kurva debit
hasil pengukuran stasiun pengamatan. Kalibrasi model SWAT dilakukan dengan
membandingkan debit simulasi dengan hasil pengukuran debit di stasiun pengamatan.
Kalibrasi dilakukan sampai hasil simulasi mendekati hasil pengukuran. Prosedur kerja
kalibrasi mengikuti. Metode statistik yang digunakan dalam melakukan kalibrasi adalah
koefisien determinasi (R2 ) dan efesiensi model (NS) Nash Sutcliffe (Abbaspour, 2015).
Koefisien determinasi dihitung menggunakan persamaan:
a. R2 (coefficient of determination), merupakan proporsi dari total varian dalam data
yang diamati yang dapat dijelaskan oleh model. Nilainya berkisar antara 0,0 - 1,0. Nilai yang
lebih tinggi bermakna model berkinerja lebih.
13
∑𝑛 ̅ ̅̅̅̅
𝑡=1(𝑄𝑀,𝑖 −𝑄𝑀 ).(𝑄𝑠,𝑖 −𝑄𝑠 )
𝑅2 = ( )²
√∑𝑛 ̅ ̅̅̅̅
𝑡=1(𝑄𝑀,𝑖 −𝑄𝑀 )².(𝑄𝑠,𝑖 −𝑄𝑠 )²
Keterangan:
Qm = Debit aktual rata-rata yang terukur (mm)
Qs = Debit hasil simulasi rata-rata (mm)
Qm,i = Debit aktual yang terukur (mm)
Qs,i = Debit hasil simulasi (mm)
b. NSE (Nash-Sutcliffe Efficiency), menunjukan seberapa baik plot dari nilai observasi
(terukur) dibandingkan dengan nilai prediksi-simulasi sesuai dengan garis 1:1, nilainya
berkisar dari ∞ - ke 1. Semakin besar nilai NSE, bermakna kinerja model lebih baik. Kategori
simulasi berdasarkan nilai NS adalah sebagai berikut :
a. Layak jika > 0.75
b. Memuaskan jika 0.75 > NS > 0.36
c. Kurang memuaskan jika < 0.36 .
∑𝑛𝑡−1(𝑄𝑀𝑖 − 𝑄𝑠𝑖 )²
𝑁𝑆𝐸 = 1 −
∑𝑛𝑡−1(𝑄𝑀𝑖 − 𝑄𝑀𝑖 )²
Keterangan:
R2 = Koefisien Determinansi
ENS = Koefisien Nash-Sutcliffe
QSi = Nilai simulasi model
QMi = Nilai observasi
(Q_m ) = Rata-rata nilai observasi
n = Jumlah data
4. Analisis Data
Analisis Data dilakukan terhadap hasil kalibrasi data debit. Jika hasil kalibrasi didapatkan
memuaskan atau layak maka model SWAT dapat diaplikasikan untuk berbagai kondisi dalam
manajemen sumberdaya air . Model dianggap layak bila model tersebut dapat menggambarkan
atau mendekati keadaan yang sebenarnya. Nilai kelayakan model dapat diukur dengan
14
koefisien determinasi serta efisiensi model yang tinggi (Rahma Yanti, Rusnam dan Ekaputra,
2017).
15
DAFTAR PUSTAKA
Agung, M. (2018) “Potensi energi mikrohidro di daerah aliran sungai bonehau berdasarkan
penutupan lahan tahun 2016 dan rencana pola ruang tahun 2034.”
Aulia, M. (2016) “Pemetaan indeks potensi lahan pertanian menggunakan sistem informasi
geografis di kabupaten pidie jaya tugas akhir.”
Govindaraju, R. et al. (2007) “Tanah Podsolik Merah Kuning,” Procedia Manufacturing, 30(22
Jan), hal. 588–595.
Junaidi, E. (2015) “Pemanfaatan Soil and Water Assessment Tool ( Swat ) Sebagai Alat
Pengambil Keputusan Dalam Pengelolaan Das ( Studi Kasus Di Das Cisadane )
Utilization of Swat As a Decision Support Tool in Watershed Management ( a Case
Study in Cisadane Watershed ),” hal. 147–162.
Mrxuqdo, K. et al. (tanpa tanggal) “Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT
pada DAS Cipasauran , Banten,” hal. 113–120.
Rahma Yanti, N., Rusnam, R. dan Ekaputra, E. G. (2017) “Analisis Debit Pada Das Air Dingin
Menggunakan Model Swat,” Jurnal Teknologi Pertanian Andalas, 21(2), hal. 127. doi:
10.25077/jtpa.21.2.127-137.2017.
Suharyo, Y. (2019) “Analisis Hubungan Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas Air Parameter
Kimia (BOD, COD, Amonia) Di Daerah Aliran Sungai Opak, Yogyakarta,” Hilos
Tensados, hal. 4–22.
Arifianto, H. (2011) “Kalibrasi Dan Validasi Model Mw-Swat Pada Analisis Debit Aliran Sungai
Sub Das Ciliwung Hulu Hafid Arifianto Fakultas Teknologi Pertanian.”
Noor,A.S.(2015) “Aplikasi Model Soil And Water Assesment Tool (Swat) Untuk Mengkaji
Debit Harian Dan Limpasan Permukaan (Kasus: Sub Das Wakung, Pemalang, Jawa
Tengah),” Angewandte Chemie International Edition,6(11), 951–952., (10), hal. 1–9.
Hakim, A. F. (2016) “Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Winongo Terhadap
Kerentanan Banjir di Wilayah Yogyakarta.”
Harifa, A. C., Sholicin, M. dan Prayogo, T. B. (2017) “Terhadap Debit Sungai Sub Das Metro
Dengan,” Teknik Pengairan, 8, hal. 1–14.
Hutan, D. M. dan Kehutanan, F. (2013) “Analisis debit aliran sungai menggunakan model swat
di sub das ciasem kabupaten subang jawa barat endrawati.”
16
Junaidi, E. dan Handayani, W. (2016) “Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Dan Iklim
Melalui Aplikasi Model Swat Untuk Memprediksi Tata Air Das Cimuntur, Kabupaten
Ciamis,” Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016 UPAYA PENGURANGAN
RISIKO BENCANA TERKAIT PERUBAHAN IKLIM, (Aaae 2009), hal. 556–567.
Rahma Yanti, N., Rusnam, R. dan Ekaputra, E. G. (2017) “Analisis Debit Pada Das Air Dingin
Menggunakan Model Swat,” Jurnal Teknologi Pertanian Andalas, 21(2), hal. 127. doi:
10.25077/jtpa.21.2.127-137.2017.
Rau, M., Pandjaitan, N. dan Sapei, A. (2015) “Discharge Analysis Using SWAT Model At
Cipasauran Watershed, Banten,” Jurnal Keteknikan Pertanian, 03(2), hal. 1–8. doi:
10.19028/jtep.03.2.113-120.
Suharyo, Y. (2019) “Analisis Hubungan Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas Air Parameter
Kimia (BOD, COD, Amonia) Di Daerah Aliran Sungai Opak, Yogyakarta,” Hilos
Tensados, hal. 4–22.
17
Lampiran 1. Peta Administrasi
18
19
20
21