PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Landasan teori
Secara etimologi (bahasa) kata toleransi berasal dari tolerance dalam bahasa
inggris yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan
terhadap orang lain tanpa memerlukan persetujuan terlebih dahulu. 1 Sedangkan secara
termonologi, menurut Umar Hasyim bahwa sanya toleransi yaitu suatu pemberian
pembebasan terhadap sesama manusia atau sesama warga, masyarakat untuk
menjalankan suatu keyakinan dan mengatur kehidupannya serta menentukan nasibnya
masing- masing. Selama masih tidak bertentangan dengan syaat-syarat yang telah
ditentukan dalam menjalankan serta menentukan sikapnya dalam ketertiban
perdamaian dalam masyarakat.
Menurut W.J.S. poer wardaminto dalam kamus umum bahasa indonesia
bahwasanya toleransi merupakan sikap atau sifat menghargai serta memperbolehkan
suatu pendirian, pendapat, pandangan, serta kepercayaan ataupun lainnya, yang
berbeda dengan pendiriannya sendiri.2 Oleh karena itu seseorang akan dikatakan
bertoleransi apabila seorang tersebut dapat menghargai orang lain serta dapat
menerima perbedaan juga merasa tidak benar sendiri atau melaksanakan
pandangannya beserta keyakinannya terhadap pihak lain. Dengan itu, sikap toleransi
bukan berarti membenarkan pandangan ataupun keyakinan yang tridak sama
(berbeda), melainkan mengakui hal serta kebebasan terhadap orang lain untuk
memiliki dan memperlihatkannya.3
Toleransi tidak mesti diartikan membenarkan pendapat yang berbeda tetapi
mengakui hak asasi orang lain untuk berbeda pendapat, sikap toleransi
mengimplisitkan adanya pengakuan terhadap pluralitas kebhinekaan antara sesama
warga masyarakat tanpa membedakan jenis kelamin, agama, dan kepercayaan.
Toleransi tidak identik dengan pembenaran nilai-nilai yang dianut orang lain.
1
Said agil husain al;munawwar, fiqih hubuangan antar agama, (jakarta:iputat prees,2005), hal 13
2
W.J.S. poewardarminto, kamus umum bahasa insonesia, (jakarta: Balai pustaka,1986),hal.184
3
Dr.H, Hasan baharun, pendidikan karakter di pondok pesantren(mengungkap kearifan lokal), (jakarta. Pustaka
nurja(Anggota IKAPI), 2019) hal.82-83
Perbedaan pandangan tetep ada tetapi perbedaan itu tidak perlu melahirkan
pertentangan apalagi permusuhan satu sama lain.4
Pesantren merupakan salah satu tempat kelompok sosil, atau lembaga
kemasayarakatan. Menurut Roland L. Warren berpendapat bahwa satu kelompok
sosial adalah meliputi sejumlah manusia yang berinteraksi dan memiliki pola interaksi
yang dapat dipahami oleh anggotanya secara keseluruhan atau menurut payor polak
berpendapat bahwa kelompok sosial adalah sejumlah orang yang saling berhubungan
dalam sebuah struktur. Fungsi lembaga kemasyarkatan yaitu memberikan pedoman
kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap
didalam menghadapi masalah-maslah dalam masyarakat, yang terutama menyangkut
kebutuhan pokok.5
Pesantren sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Peran dan kontribusi
kaum kyai dan santri dari era sebelum Indonesia merdeka sampai era seperti sekarang
ini terbukti terus berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa. Kendati demikian, tidak
sedikit orang yang beranggapan miring karena tidak memahami dengan baik soal
pesantren.
Para tokoh pesantren juga merupakan orang-orang yang konsisten dalam
berjuang untuk kemaslahatan umat dan selalu mejaga keutuhan bangsa. Dari dahulu
hingga sekarang para kyai pesantren selalu terdepan dalam berjuang menegakkan
agama dan negara. Agama dan negara tak bisa dipisahkan, keduanya harus terus tegak
bersama. Pesantren menjadi tempat ideal untuk membentuk generasi muslim yang
pintar, berkarakter, mandiri, dan berakhlakul karimah.
Secara etimologis, “pesantren” berasal dari pe-santri-an yang berarti tempat
santri; asrama tempat santri belajar agama; atau . Dikatakan pula, pesantren berasal
dari kata santri, yaitu seorang yang belajar agama Islam, dengan demikian pesantren
mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Sementara itu,
secara terminologis pesantren merupakan ilustrasi sosial keagamaan. pesantren dalam
terminologi keagamaan merupakan institusi pendidikan Islam, namun demikian
pesantren mempunyai icon sosial yang memiliki pranata sosial di masyarakat. Hal ini
karena pesantren memiliki modalitas sosial yang khas, yaitu : 1) ketokohan kyai, 2)
santri, 3) interpendent dan mandiri, dan 4) jaringan sosial yang kuat antar alumni
pesantren.
4
Prof Dr, h.Nasaruddin Umar. MA,(jakarta, PT elex media komputindo,2019) hal. 197
5
Dany haryanto,S,S,dkk. Pengantar sosiologi, (jakarta,PT prestasi pustakarya, 2011) hal.205-213
M. Arifin memberikan definisi pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan
agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama
dimana santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian yang sepenuhnya
berada dibawah kedaulatan seorang atau beberapa kyai yang kharismatik dan
independen dalam segala hal.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pesantren
adalah suatu lembaga pendidikan dan keagamaan yang berusaha melestarikan,
mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam serta melatih para santri untuk siap dan
mampu mandiri. Pesantren merupakan suatu tempat dimana para santri belajar pada
seorang kyai untuk memperdalam atau memperoleh ilmu-ilmu agama yang
diharapkan nantinya menjadi bekal bagi santri dalam menghadapi kehidupan di dunia
maupun di akhirat.6
6
Ahmad Saifuddi, Eksistensi Kurikulum Pesantren Dan Kebijakan Pendidikan, Jurnal Pendidikan Agama Islam
Volume 03, Nomor 01, Mei 2015.
kampus. Maka Pondok Pesantren Universal hadir sebagai respon dalam menangkal itu
semua.
Model pendidikan di Pondok pesantren Universal tidak saja mengkaji kitab-kitab
turats dan klasik, namun di sisi lain mengadopsi beberapa hal baru terkait dengan
toleransi, pesantren for peace, maka materi-materi tidak tercermin semata-mata pada
kitab yang dibaca tetapi juga pada kemasan kegiatan, di pesantren Pondok pesantren
Universal sempat memasukkan materi kitab rohmatul ummah fikhtilafil aimmah dan juga
memasukkan muatan-muatan tasawuf. Hal itu dilakukan karena didalamnya terdapat
pembelajaran tentang menata hati, akhlak, bukan fiqih semata-mata. Hal ini merupakan
suatu proses yang membangun sikap toleran dan kelembutan hati, bahkan termasuk
kitab-kitab yang kita baca. Ta’lim bukan kitab syafi’iyyah saja, akan tetapi juga
mengadopsi kitab-kitab yang yang lain. Semakin sebuah pesantren mengkaji kitab
kuning, maka pesantren tersebut semakin toleran.
Pemikiran mengenai toleransi beragama pun diimplementasikan dengan baik
dalam kebijakan Pesantren dalam kegiatan pembelajaran dengan dimasukkan dalam
kurikulum pembelajaran. Bahkan Pondok Pesantren Universal memiliki semboyan utama
Pondok Pesantren yaitu prinsip inklusif, empatik, toleran dengan tetap menyayangi
meskipun dalam perbedaan. Selain itu, Pondok Pesantren Universal juga terlibat aktif
dalam sejumlah kegiatan yang melibatkan umat lintas agama, seperti dalam kegiatan
pesantren for peace, mengikuti sejumlah kegiatan youth camp interfaith, diskusi lintas
iman, dan menerima umat agama lain yang live in di Pondok Pesantren. Pondok
Pesantren Mahasiswa Universal sudah memiliki upaya dalam membangun pendidikan
yang berwawasan toleransi beragama yang bercorak multikulturalisme-pluralisme, akan
tetapi memang masih terdapat kekurangan yang harus dikembangkan secara menyeluruh
dimana terkait lingkup kehidupan internalnya. Konsep toleransi beragama yang dibangun
di Pondok Pesantren Universal ini merupakan toleransi yang berlandaskan nilai-nilai
ukhuwwah. Toleransi ini didasari sikap tasamuh, ta’awun. Hal ini senada dengan konsep
toleransi dalam Islam yang mengedepankan nilai-nilai ukhuwwah (persaudaraan). Dalam
aplikasinya, ukhuwwah tersebut menuntut adanya sikap-sikap dasar yang akan
mempengaruhi realitas kehidupan sosial. Sikap-sikap tersebut diantaranya: saling
mengenal (ta’aruf), saling menolong (ta’awun), saling mendukung (tadlamum), dan
saling menyayangi (tarahum).
Toleransi merupakan sikap saling menghargai dengan penuh kesadaran dan
ketulusan terhadap realitas kemajemukkan, namun tetap mengedepankan sikap ta’awwun
yaitu dengan saling tolong menolong terhadap sesama. Toleransi berasal dari tiga aspek
yang sering disampaikan dalam kajian-kajian di Pondok Pesantren Universal yaitu
inklusif, empatik, dan toleran yang dikaitkan dengan konsep tasamuh, dan taawun.
Toleran tetap menjunjung kebersamaan dan harus didasari pada sikap empatik. Toleran
saja tanpa didasari oleh empatik yang tulus itu tidak tasamuh. Tasamuh itu dari lubuk
hati yang paling dalam untuk menghormati perbedaan dengan sebuah kesadaran yang
disebut dengan kesadaran etis fungsional universal (kesadaran dalam memposisikan diri).
Konsep tasamuh lebih tinggi dari sikap toleran. Ketika kita bertoleransi, itu berarti
didasari oleh kedalaman hati, maka tidak akan mudah terprovokasi.
Pondok pesantren Universal menggunakan pendekatan kontributif (contribution
approach), pendekatan mata pembelajaran tambahan, pendekatan transformatif
(transformatif approach) dan pendekatan aksi sosial dimana dilakukan dengan
memusatkan perhatian pada pengenalan unsur-unsur keragaman melalui berbagai
muatan-muatan pendidikan ke-Islaman yang mengenalkan corak pemikiran kegamaan
atau madzhab yang berbeda. Selain itu, Model pendidikan yang digunakan adalah
pendidikan orang dewasa (andragogy), melalui kegiatan pendidikan dan pengajaran
dengan menggunakan model pendekatan ‘peran’, model praxis (aksi-refleksi) yang
penerapannya dilakukan in-class yaitu berupa bandungan, sorogan, tausiah, diskusi,
bahtsul masa’il dan out-class (riset aksi, out bond, field).
Hasyim Muzadi mengungkapkan bahwa dalam mengembangkan model
pendidikan yang berwawasan toleransi, pondok pesantren harus menjaga keseimbangan
antara hukum Islam dengan legal-formal, pendidikan responsif dengan kondisi dan
keadaan psikologis masyarakat, pembinaan akhlak atau tasawuf yang dialektis dengan
norma-norma masyarakat serta penanaman nilai-nilai HAM. Semakin sebuah pesantren
mengkaji kitab kuning, maka pesantren tersebut semakin toleran. karena di kitab klasik
itu selalu disampaikan qoul-qoul (pendapat) yang berbeda. Maka pesantren Universal
mempertahankan mengkaji kitab klasik, seperti safinah, dan taqrib, meskipun itu berasal
dari ulama syafi’iyyah tetapi disyarah dari berbagai pendapat, dan itu disampaikan.7
7
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 1 Tahun 2019
BAB IV
HASIL ANALISA
Sedangkan di latee II sendiri tak jauh beda yaitu jika toleransi yang dimaksud dlam
lingkup kecil seperti pesantren, maka menyangkut pemikiran dan kebiasaan. Sedangakn
bentuk implementasi toleransi kita di pesantren adalah dengan cara dengan kita bersaha
mengerti dan menghargai pemikiran atau pendapat orang-orang disekitar kita dan berusaha
untuk tidak egois dalam kehidupan bersama di pesantren, dalam mengemplementasikan
toleransi ini tidak terbatas waktu, kapanpun, dimanapun dan dengan siapapun. Sikap toleransi
penting untuk selalu kita lakukan. Seluruh santri sangat berperan dalam
mengimplementasikan sikap toleransi di pesantren karena jika selurh santri sudah mampu
saling menghargai satu sama lain dan tidak saling memperjuangkan hak dan pendapat sendiri
maka insyaallah kehidupan bermasyarakat kita di pesantren akan aman dan nyaman. Dalam
mempraktekan sikap toleransi dalam lingkup pesantren kita bisa melakukannya dimana saja,
baik itu kamar, mushalla, perpustakaan, kelas, kantin dan lain sebagainya. Pada intinya
dimana ada manusia maka di sana tempat dan waktu untuk bertoleransi.
KESIMPULAN
PENUTUP
Saifuddi, Ahmad, 2015, Eksistensi Kurikulum Pesantren Dan Kebijakan Pendidikan, Jurnal
Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomor 01
Haryanto, Dany S,S,dkk. 2015, Pengantar sosiologi, jakarta, PT prestasi pustakarya
Agil husain al;munawwar, Said, 2005 fiqih hubuangan antar agama, jakarta:iputat prees
Poewardarminto, W.J.S, 1986, kamus umum bahasa insonesia, jakarta: Balai pustaka
Prof Dr, h. Umar, Nasaruddin MA, 2019, jakarta, PT elex media komputindo
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama, 2019 ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 1 Tahun