Anda di halaman 1dari 23

Case Based Discussion

Oleh :

Mutiara Rajany

11.2019.207

Pembimbing :

dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD, KGEH, FINASIM

KEPANITRERAAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
1
PERIODE 19 OKTOBER SD 21 NOVEMBER 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT: RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

Nama : Mutiara Rajany Tanda Tangan


NIM : 112019207
.......................
Dr. Pembimbing/Penguji : dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD-KGEH, FINASIM

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 5 Umur : 21 Tahun
Mei 1999
Status Perkawinan : Kawin Suku Bangsa : Bali
Pekerjaan : Petani Agama : Hindu
Alamat : Denpasar Pendidikan : SMA

A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal 29 Oktober 2020, Jam 08.00.

Keluhan utama :
Demam sejak 5 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien laki-laki, 21 tahun datang ke RSUD Koja dengan keluhan demam sejak 5 hari
sebelum MRS. Demam dikatakan muncul secara mendadak, tinggi dan menetap. Pasien
mengatakan demam seperti perasaan terbakar di seluruh tubuh dan tidak menurun dengan
pemberian obat penurun panas. Pasien juga mengatakan demam terkadang disertai perasaan
menggigil dan keluhan ini sangat mengganggu pasien.
Pasien juga mengeluh kulit dan matanya menguning sejak 3 hari SMRS. Awalnya
dikatakan keluhan kuning tersebut tidak terlalu tampak, tetapi kemudian semakin memberat

2
sehingga disadari oleh pasien dan keluarganya. Keluhan tersebut juga disertai perubahan warna
pada urin pasien. Pasien mengatakan bahwa warna urinnya berubah menjadi kuning kecoklatan
seperti teh. Keluhan ini tidak disertai dengan rasa sakit saat kencing.
Pasien juga mengeluh badan lemas dan nyeri disekujur tubuhnya semenjak 2 hari SMRS.
Nyeri dikatakan terutama pada kedua kakinya sehingga menggangu aktivitas pasien dan tidak
membaik dengan istirahat. Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk dan memberat apabila ditekan.
Menyertai keluhan diatas adalah keluhan muntah darah sejak 6 jam SMRS. Pasien
muntah dengan frekuensi 2 kali sebanyak kurang lebih satu gelas setiap kali muntah, berwarna
kecoklatan berisi makanan yang dikonsumsi pasien dan gumpalan darah. Muntah disertai dengan
rasa mual. Rasa nyeri di uluhati disangkal pasien. Pasien juga mengatakan tidak dapat kencing
sejak pagi ini, defekasi 4 dikatakan normal.
Keluhan lain seperti sesak disangkal. Keluhan napas pendek karena sesak disangkal.
Riwayat penurunan berat badan disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan tidak pernah
mengalami gejala serupa sebelumnya. Riwayat sakit ginjal dan liver sebelumnya disangkal oleh
pasien. Riwayat anggota keluarga dengan keluhan demam disangkal. Riwayat penggunaan obat
terlarang melalui suntikan disangkal. Riwayat berhubungan seksual dengan lebih dari satu
pasangan disangkal. Pasien mengaku sempat meminum obat penurun panas saat di rumah dan
demam dikatakan tidak turun.
Pasien adalah seorang kepala keluarga yang tinggal bersama istri, anaknya dan kedua
orang tuanya. Pasien merupakan seorang petani yang bekerja di ladang setiap hari. Pasien
mengatakan dirumahnya banyak tikus. Riwayat bepergian ketempat luar Jakarta disangkal
pasien. Pasien tidak merokok dan minum alkohol..

Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Rematik
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis

3
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu lain-lain : (-) Operasi
(-) Penyakit Gagal Jantung (-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga

Umur Keadaan Penyebab


Hubungan Jenis Kelamin
(Tahun) Kesehatan Meninggal
Kakek (ayah) - Laki-laki Sudah Meninggal -
Nenek (ayah) - Perempuan Sudah Meninggal -
Kakek (ibu) - Laki-laki Sudah Meninggal -
Nenek (ibu) - Perempuan Sudah Meninggal -
Ayah 48 Laki-laki Sehat -
Ibu 46 Perempuan Sehat -
Istri 19 Perempuan Sehat -
Anak 1 Perempuan Sehat -
Anak 3 bulan Laki-laki Sehat -

Adakah Kerabat yang Menderita ?

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi - √ -
Asma - √ -
Tuberkulosis - √ -
Artritis - √ -
Rematisme - √ -
Hipertensi - √ -
Jantung - √ -
Ginjal - √ -
Lambung - √ -

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (-) Lain-lain
(-) Kuku (+) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang (-) Anemis
4
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(+) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan Pendengaran (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(-) Nyeri dada (-) Sesak Napas
(-) Berdebar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(-) Rasa Kembung (-) Perut Membesar
(+) Mual (-) Wasir

(-) Muntah (-) Mencret

(+) Muntah Darah (-) Tinja Darah


(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Nyeri Perut (-) Tinja Berwarna Ter
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguri (-) Kolik

5
(-) Poliuria (+) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol (-) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(+) Nyeri (-) Sianosis
Berat Badan :
Berat badan rata – rata (kg) : 65.0 kg
Berat tertinggi kapan (kg) : 68.0 kg
Berat badan sekarang : 65.0 kg
(+) Tetap () Turun () Naik

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (+) di rumah (+) Rumah Bersalin (-) R.S Bersalin
Ditolong oleh : (-) Dokter (+) Bidan () Dukun ( ) lain - lain

Riwayat Imunisasi (Pasien tidak tahu)


() Hepatitis () BCG () Campak () DPT () Polio () Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3 kali/sehari
Jumlah / kali : Cukup
Variasi / hari : Bervariasi
6
Nafsu makan : Berkurang

Pendidikan
(+) SD (+) SLTP (+) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan :-
Pekerjaan :-
Keluarga :-
Lain-lain :-

B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum di Ruang Rawat Inap, tanggal 29 Mei 2015, pukul 8.30
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 170.0 cm
Berat Badan : 65.0 kg
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 115 kali/menit
Suhu : 38.2 0C
Pernafasaan : 30
Keadaan gizi : 22.4 kg/m2 (Normal)
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Habitus : Atletis
Cara berjalan : Tegak
Mobilitas ( aktif / pasif ) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai dengan umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa

7
Proses Pikir : wajar

Kulit
Warna : Sawo matang
Effloresensi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata, berwarna hitam
Lembab/Kering : Lembab
Suhu Raba : Hangat
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran Pembuluh Darah
Keringat : Umum (+)
Turgor : Baik
Ikterus : Ada
Lapisan Lemak : Merata
Oedem : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : Tidak teraba adanya pembesaran
Leher : Tidak teraba adanya pembesaran
Supraklavikula : Tidak teraba adanya pembesaran
Ketiak : Tidak teraba adanya pembesaran
Lipat paha : Tidak teraba adanya pembesaran

Kepala
Ekspresi wajah : Tenang
Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam, merata
Pembuluh darah temporal : Pulsasi (+)

Mata
Exophthalamus : Tidak ada

8
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Edema (-)
Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (-)
Visus : Normal
Sklera : Ikterik (+)
Gerakan Mata : Normal, Aktif
Lapangan penglihatan : Normal
Tekanan bola mata : Normal
Nistagmus : Tidak ada

Telinga
Tuli : Tidak tuli
Selaput pendengaran : Intak (+), warna seperti mutiara.
Lubang : Lapang
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada

Mulut
Bibir : Normal
Tonsil : T1-T1, tampak tenang
Langit-langit : Terbentuk sempurna
Bau pernapasan : Normal
Gigi geligi : Lengkap, caries dentis (-)
Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis
Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak kotor.

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak membesar.

9
Kelenjar Limfe : Tidak membesar.
Trakea : Tidak ada deviasi.

Dada
Bentuk : Simetris, retraksi sela iga (-), lesi (-), benjolan (-).
Pembuluh darah : Spider Nevi (-)
Buah dada : Simetris, Ginekomastia (-)

Paru – Paru
Depan Belakang
Kanan Pernapasan simetris saat statis Pernapasan simetris saat statis dan
dan dinamis, tidak ada retraksi dinamis, tidak ada retraksi sela iga,
sela iga, lesi (-), massa (-). lesi (-), massa (-).
Inspeksi
Kiri Pernapasan simetris saat statis Pernapasan simetris saat statis dan
dan dinamis, tidak ada retraksi dinamis, tidak ada retraksi sela iga,
sela iga, lesi (-), massa (-). lesi (-), massa (-).
Kanan Fremitus taktil simetris, nyeri Fremitus taktil simetris, nyeri tekan
tekan (-), massa (-), pernapasan (-), massa (-), pernapasan simetris
simetris saat statis dan dinamis, saat statis dan dinamis, tidak ada
tidak ada retraksi sela iga. retraksi sela iga.
Palpasi
Kiri Fremitus taktil simetris, nyeri Fremitus taktil simetris, nyeri tekan
tekan (-), massa (-), pernapasan (-), massa (-), pernapasan simetris
simetris saat statis dan dinamis, saat statis dan dinamis, tidak ada
tidak ada retraksi sela iga. retraksi sela iga.
Kanan Sonor diseluruh lapang paru. Sonor diseluruh lapang paru.
Perkusi Kiri Sonor diseluruh lapang paru. Sonor diseluruh lapang paru.
Kanan Suara nafas vesikular, Suara nafas vesikular, wheezing
wheezing (-), ronki (-). (-),ronki (-).
Auskultasi
Kiri Suara nafas vesikular, Suara nafas vesikular, wheezing
wheezing (-), ronki (-). (-),ronki (-).

Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Ictus cordis teraba pada sela iga ke-4, 2 jari lateral line midklavikularis
Palpasi
sinistra, ukuran 1 cm x 1 cm, kuat angkat. Nyeri tekan (-).
Batas kanan : sela iga ke-4 linea parasternalis kanan
Perkusi Batas atas : sela iga ke-2 linea sternalis kiri
Batas kiri : sela iga ke-5, linea axilaris anterior kiri
Auskultasi BJ I-II normal, murni, reguler, murmur (-), gallop (-).

Pembuluh Darah
10
Arteri Temporalis : Pulsasi (+)
Arteri Karotis : Pulsasi (+)
Arteri Brakhialis : Pulsasi (+)
Arteri Radialis : Pulsasi (+)
Arteri Femoralis : Pulsasi (+)
Arteri Poplitea : Pulsasi (+)
Arteri Tibialis Posterior : Pulsasi (+)
Arteri Dorsalis Pedis : Pulsasi (+)

Perut
Inspeksi : Simetris, tampak membuncit, lesi (-), benjolan (-), pembuluh darah (-).
Palpasi :
Dinding perut : Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-), defence muscular
(-), massa (-).
Hati : tidak teraba.
Limpa : tidak teraba.
Ginjal : Ballotement (-), Nyeri ketok CVA (-).
Lain-lain : Tidak ada.
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus positif
Refleks dinding perut : Baik.

Alat Kelamin (atas indikasi): Tidak ada indikasi

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak tampak kelainan Tidak tampak kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Edema : Tidak ada Tidak ada
Lain-lain : - -

11
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : Tidak ada Tidak ada
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot : Normotonus, eutrofi Normotonus, eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Oedem : - -
Lain-lain : Nyeri Nyeri
Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Kulit + +
Refleks Patologis - -

Colok Dubur : Tidak dilakukan.

C. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


Pemeriksaan Laboratorium. Tanggal 29 Oktober 2020, Jam 9.30
a. Hemoglobin : 12.7 g/dL (13.5-18.0)
b. Hematokrit : 38.7 % (42.0-52.0)
c. Leukosit : 18.800 sel/uL (4.00-10.50)
d. Trombosit : 263.000 sel/uL (163.000-337.000)
e. Ureum : 317.61 mg/dL (16.6-48.5)
f. Kreatinin : 8.93 mg/dL (0.67-1.17)
g. SGOT : 69.85 U/L (16.6-48.5)
h. SGPT : 47.21 U/L (<33)
i. Bilirubin Total : 23.9 mg/dL (0,3-1,9 mg/dl)
j. Bilirubin Direk : 16.5 mg/dL (0-0,3mg/dl)
k. Bilirubin Indirek : 7.8 mg/dL (< 0,6 mg/dl)

12
l. Alkali Phospatase : 86.39 mg/dL (20-70 U/L)
m. Glukosa Sewaktu : 118 mg/dL (<200 mg/dL)
n. AGD
i. pH : 7,23 (7,35-7,45)
ii. pCO2 : 19 mmHg (35-45 mmHg)
iii. HCO3 : 8 mmol/L (22-26 mmol/L)
o. Natrium : 130 mmol/L (135-145 mmol/L)
p. Serologi : IgM Positif

2. Pemeriksaan Rekam Jantung (EKG) tanggal 29 Oktober 2020, Jam 08.00.


Sinus rhytm. Heart Rate 110x/menit. Gelombang P tidak memanjang. Kompleks
QRS tidak melebar. Tidak ada ST-Depresi T-inverted, ST-Elevasi, dan Q patologis. LVH
(-). RVH (-). Kesan: sinus rhytm

3. Pemeriksaan Rontgen Thorax tanggal 29 Oktober 2020, Jam 08.00.


Cor : dalam batas normal.
Pulmo : corakan bronkovaskular baik, tak tampak infiltrat.
Hilus kanan kiri tidak menebal.
Parenkim paru baik
Kedua sinus dan diafragma tajam.
Tulang dan jaringan lunak baik.
Kesan :cor dan pulmo dalam batas normal.

D. Ringkasan (RESUME)
Pasien laki-laki, 21 tahun, datang ke RSUD Koja dengan keluhan febris sejak 5 hari
SMRS, mendadak, kontinyu, disertai menggigil. Pasien juga mengeluh ikterus pada kulit dan
mata sejak 3 hari SMRS, urin menjadi seperti teh. Pasien mengeluh malaise dan nyeri terutama
kedua kakinya sejak 2 hari SMRS. Pasien mengeluh hematemesis sejak 6 jam SMRS, 2 kali
kurang lebih satu gelas setiap kali muntah. Pasien adalah petani, tinggal bersama istri, anaknya
dan kedua orang tuanya. Pasien mengatakan dirumahnya banyak tikus. Pada pemeriksaan fisik
umum didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, VAS 4/10, temperatur axilla
38,2o C. Pemeriksaan fisik didapatkan ikterus pada sklera dan kulit, pada sistem respirasi laju
pernafasan 30 kali per menit, dari sistem kardiovaskular tekanan darah 100/80 mmHg, denyut
nadi 115 kali per menit, dan pada sistem muskuloskletal nyeri tekan pada otot gastrocnemius.
13
E. DAFTAR MASALAH
1. Leptospirosis
F. PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA
1. Leptospirosis DD/ Viral Hepatitis
Dipikirkan adanya leptospirosis karena dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan
keluhan febris sejak 5 hari sebelum MRS, secara mendadak, tinggi dan kontinyu, disertai
perasaan menggigil dan keluhan ini sangat mengganggu pasien. Pemeriksaan fisik menunjukkan
temperatur axilla 38,2oC. Demam dapat disebabkan oleh adanya infeksi, keganasan dan kelainan
metabolisme. Namun perlu diperhatikan keluhan lainnya dan pemeriksaan fisik
Pasien juga mengeluh ikterus pada kulit dan mata sejak 3 hari SMRS disertai perubahan
warna urin menjadi kuning kecoklatan seperti teh. Pemeriksaan fisik khusus didapatkan ikterus
dan conjunctival injection yang positif dikedua mata. Pemeriksaan sistem gastrohepatobiliari,
hepar dan lien tidak teraba, Perubahan warna menjadi kuning dapat disebabkan oleh kelainan
sistem biliaris. Leptospirosis menyebabkan kolestasis sehingga terdapat hiperbilirubinemia yang
menyebabkan ikterus.
Pasien juga mengeluh malaise dan nyeri disekujur tubuhnya semenjak 2 hari SMRS
terutama pada kedua kakinya. Dari pemeriksaan muskuloskletal didapatkan nyeri tekan pada otot
gastrocnemius. Pada leptospirosis nyeri tekan gastrocnemius merupakan ciri khas yang
digunakan untuk menegakkan diagnosis.
Pasien adalah seorang kepala keluarga yang tinggal bersama istri, anaknya dan kedua
orang tuanya. Pasien merupakan seorang petani yang bekerja di ladang setiap hari. Pasien
mengatakan dirumahnya banyak tikus. Pekerjaan pasien yang merupakan petani merupakan
factor risiko yang berhubungan dengan leptospirosis. Hewan tikus merupakan hewan perantara
untuk penyakit leptospirosis.
Dipikirkan adanya Viral Hepatitis karena dari anamnesis didapatkan pasien datang
dengan keluhan febris dengan suhu 38.2oC sejak 5 hari sebelum MRS, disertai keluhan kuning
pada kulit dan sklera. Pasien juga mengluhkan mual dan muntah. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan SGOT (69.85 U/L) dan SGPT (47.21 U/L) meningkat, terdapat juga peningkatan
pada bilirubin 23.9 mg/dL.
Rencana Diagnosis:
1. Darah Lengkap diulang tiap 24-48 jam untuk mengetahui perkembangan penyakit
dan respons terapi, seperti leukosit dan trombosit, karena leptospirosis juga

14
mengenai organ hati dan ginjal yang berfungsi memproduksi trombopoietin yang
bisa mengganggu pembentukan trombosit.
2. USG abdomen untuk melihat kemungkinan kerusakan organ hepar dan ginjal.
3. Kultur Darah untuk mengetahui secara pasti organnisme penyebab supaya
pemberian antibiotik yang sesuai.
4. Serologi Viral Hepatitis seperti HBsAg, IgM Anti HBC, Anti HCV untuk
menyingkirkan diagnosis banding.

Rencana Pengobatan
1. pasien dipuasakan
2. NGT
3. IVFD NS : D5 : Aminovel 1:1:1 30 tetes/menit,
4. Tranexamat 3 x 500 mg IV
5. Ceftriaxone 1x2 gr IV
6. Vit K 3 x 1 amp IV.
7. Pantoprazole 80 mg iv, lanjut 2x40 mg iv
Rencana Pengobatan apabila hepatitis tidak dapat disingkirkan:
1. Peg-INF-α
2. Entecavir 0,5mg
3. Lamivudine 100mg

Rencana Edukasi:
1. Tirah Baring
2. Pantau BB
3. Diet: puasa dahulu
4. Perbaiki gaya hidup beserta memerhatikan kebersihan
5. Teratur minum obat
6. Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh pasien
7. Menggunakan sarung tangan ketika bekerja dengan cairan tubuh pasien
8. Penanganan limbah jarum suntik dengan benar
9. Mencuci tangan sebelum menangani pasien

G. KESIMPULAN DAN PROGNOSIS

15
Seorang laki-laki berusia 21 tahun dengan keluhan febris sejak 5 hari sebelum MRS,
secara mendadak, tinggi dan kontinyu, disertai perasaan menggigil. Pasien juga mengeluh ikterus
pada kulit dan mata sejak 3 hari SMRS disertai perubahan warna urin menjadi kuning kecoklatan
seperti teh. Pasien juga mengeluh malaise dan nyeri disekujur tubuhnya semenjak 2 hari SMRS
terutama pada kedua kakinya. Pasien juga mengeluh hematemesis sejak 6 jam SMRS, frekuensi
2 kali sebanyak kurang lebih satu gelas setiap kali muntah, berwarna kecoklatan berisi makanan.
Pada pemeriksaan fisik yang bermakna temperatur axilla 38,2 oC, ikterus dan conjunctival
injection yang positif dikedua mata, pada sistem respirasi dan kardiovaskular didapatkan laju
pernafasan 30 kali per menit, dengan denyut nadi 115 kali per menit. Pada sistem muskuloskletal
didapatkan nyeri tekan pada otot gastrocnemius. Pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis,
peningkatan fungsi ginjal dan hati serta kesan asidosis metabolik. Rontgent thorax dalam batas
normal.

PROGNOSIS
 Ad Vitam : dubia ad bonam
 Ad Fungsional: dubia ad malam
 Ad Sanationam: dubia

CATATAN PERKEMBANGAN

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Ikterus

16
Penyakit kuning, atau ikterus, adalah perubahan warna kekuningan pada jaringan akibat
pengendapan bilirubin. Peningkatan kadar serum bilirubin paling baik dideteksi dengan
memeriksa sklera, yang memiliki afinitas khusus untuk bilirubin karena kandungan elastinnya
yang tinggi. Saat kadar bilirubin serum meningkat, kulit pada akhirnya akan menjadi kuning
pada pasien berkulit terang dan bahkan menjadi hijau jika prosesnya berlangsung lama; warna
hijau dihasilkan oleh oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. 6 Ikterus akut sering menjadi indikator
penyakit dasar yang signifikan dan terjadi akibat etiologi intra dan ekstrahepatik. Ikterus
biasanya terlihat apabila serum bilirubin melebihi 3 mg/dL.7

2. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin, pigmen tetrapirol, adalah produk pemecahan heme (ferroprotoporphyrin IX).
Sekitar 70–80% dari 250–300 mg bilirubin yang diproduksi setiap hari berasal dari pemecahan
hemoglobin dalam sel darah merah tua. Pembentukan bilirubin terjadi pada sel retikuloendotelial,
terutama di limpa dan hati. Secara oksidatif memotong jembatan α dari gugus porfirin dan
membuka cincin heme yang dikatalisis oleh enzim mikrosomal heme oksigenase menghasilkan
biliverdin, karbon monoksida, dan besi. Selanjutnya mengurangi jembatan metilen sentral
biliverdin dan mengubahnya menjadi bilirubin tak terkonjugasi yang dikatalisis oleh enzim
sitosol biliverdin reductase.6
Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak dan secara bebas melewati membrane plasma
untuk mengikat albumin dalam serum, sedangkan bilirubin bebas (tidak terikat) diambil oleh
hepatosit hati dan diubah menjadi bilirubin terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air
dan diangkut dari hepatosit hati ke sistem saluran empedu di mana ia lolos ke usus dan
diekskresikan ke dalam tinja. Beberapa bilirubin terkonjugasi diserap kembali di usus dan
diekskresikan oleh ginjal sebagai urobilinogen.6,7

3. Etiologi Ikterus
Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat (1) produksi bilirubin yang berlebihan; (2) gangguan
penyerapan, konjugasi, atau ekskresi bilirubin; atau (3) regurgitasi bilirubin tak terkonjugasi atau
terkonjugasi dari hepatosit atau saluran empedu yang rusak. Peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi dalam serum disebabkan oleh produksi berlebih, gangguan pengambilan, atau
konjugasi bilirubin (misalnya, dari peningkatan kerusakan sel darah merah atau gangguan
konjugasi bilirubin). Peningkatan bilirubin terkonjugasi disebabkan oleh penurunan ekskresi ke
dalam saluran empedu atau kebocoran pigmen ke belakang (misalnya, dari kerusakan
hepatoseluler atau obstruksi saluran empedu).6,7

17
Langkah awal dalam mengevaluasi pasien dengan ikterus adalah untuk menentukan (1)
apakah hiperbilirubinemia sebagian besar bersifat terkonjugasi atau tidak terkonjugasi dan (2)
apakah tes hati biokimia lainnya abnormal. Interpretasi yang bijaksana dari data terbatas
memungkinkan evaluasi rasional pasien.6

4. Definisi Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp.
yang masih termasuk dalam famili Leptospiraceae dan ordo Spirochatales. Leptospirosis
ditularkan dari binatang ke manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Berbagai
faktor yang meningkatkan risiko seseorang terinfeksi bakteri Leptospira antara lain: kepadatan
penduduk yang tinggi, pengelolaan sampah yang kurang baik, kondisi iklim (cuaca hangat,
hujan, dan banjir), sanitasi buruk, pekerjaan tertentu (penambang, petani, dan peternak), serta
aktivitas rekreasi (memancing dan berenang).8

5. Etiologi Leptospirosis
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, genus leptospira terdiri atas dua spesies: L.
interrogans yang pathogen dan L. biflexa yang non pathogen / saprofit. family treponemataceae,
suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel,
panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus dan lebarnya 0,1 - 0,2 um. Terdapat gerak
rotasi aktif tapi tidak memiliki flagella. Spirohaeta ini demikian halus sehingga dalam
mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil.9

6. Patofisiologi Leptospirosis
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urin binatang yang telah terinfeksi leptospira. Leptospira masuk kedalam
tubuh melalui kulit atau selaput lendir masuk ke aliran darah dan berkembang lalu menyebar
secara luas kejaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun
humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Namun ada beberapa
organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam
ginjal dimana sebagian mikro organisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan
dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat di temukan pada urin sekitar 8 hari sampai beberapa
minggu setelah infeksi bahkan bias sampai berbulan-bulan bahkan tahunan. Terdapat tiga
mekanisme yang terdapat pada patogene leptospirosis yaitu: Invasi bakteri langsung, factor

18
inflamasi non spesifik dan reaksi imunologi. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah
ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ:9
a. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat
tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia
ginjal,hemolysis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan
kerusakan ginjal.
b. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel kupfner dengan kolestatis. Pada kasus-kasus yang diotopsi sebagian
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
parenkim.
c. Jantung
Epikardium, Endokardium dan Miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat
fokal atau difus berupa interstisial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma.
Nekrosis berhubungan denganinfiltrasi neutrophil. Dapat terjadi perdarahan dengan
infiltrasi neutrophil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endocarditis.
d. Otot rangka
Pada otot rangka terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrosis, vakuolisasi dan
kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung
leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
e. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan
beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini yang
menyebabkan uveitis.
f. Pembuluh Darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan
menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petichiae pada mukosa,
permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
g. Susunan Saraf Pusat
Leptospira mudah masuk kedalam cairan serebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan
terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody, tidak
pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh

19
mekanisme imunologis. Terjadi menebalan meninges dengan peningkatan sel
mononuclear arachnoid. Meningitis yang terjadi aseptic. Biasanya paling sering
disebabkan oleh L. canicola.

7. Faktor Risiko Leptospirosis


Leptospirosis endemik pada banyak negara tropis dan subtropis yang memiliki curah hujan
tinggi. Penyakit ini seringkali menyebabkan epidemi setelah hujan deras dan banjir.
Leptospirosis juga diperburuk dengan kepadatan penduduk yang tinggi, pengelolaan sampah
yang kurang baik, kondisi iklim (cuaca hangat, hujan, dan banjir), sanitasi buruk, pekerjaan
tertentu (penambang, petani, dan peternak), serta aktivitas rekreasi (memancing dan
berenang).8,10 Kelompok pekerjaan yang memiliki risiko tinggi terhadap leptospirosis adalah:9
a. Petani dan peternak
b. Tukang potong hewan
c. Pekerja tambang
d. Dokter hewan
e. Pekerja perkebunan
f. Pekerja selokan.

Aktivitas yang memiliki risiko tinggi adalah:9


a. Berenang di sungai
b. Bersampan
c. Kemah
d. Berburu
e. Kegiatan di hutan

Kelompok lingkungan yang memiliki risiko:9


a. anjing peliharaan
b. ternak
c. genangan air hujan
d. lingkungan
e. tikus
f. banjir

8. Ikterus pada Leptospirosis


Ikterik biasanya muncul pada hari kelima hingga kesembilan dan dapat bertahan beberapa
20
minggu. Terjadi peningkatan kadar uji fungsi hepar, namun kerusakan hepatoselular berat sangat
jarang terjadi. Hepatomegali dan splenomegali dapat ditemukan. Ikterus merupakan manifestasi
penting dari disfungsi hati, tetapi mekanismenya pada leptospirosis masih belum sepenuhnya
dijelaskan.10,11
Ikterus terutama disebabkan oleh peningkatan bilirubin terkonjugasi dan gangguan ekskresi
empedu dengan kolestasis intrahepatik, yang pada saat itu menjadi penyebab utamanya.
Leptospirosis menyebabkan kerusakan hepatoseluler non-spesifik yang mempengaruhi kutub
sinusoidal, retikulum endoplasma, mitokondria dan alat sekretori empedu. Kolestasis pada
leptospirosis diinterpretasikan, pada saat itu, sebagai akibat dari gangguan pada aparatus
sekretori empedu, yang terdiri dari retikulum endoplasma halus, aparatus Golgi dan kapiler
bilier. Kompleks golgi menunjukan pelebaran vesikel. Hepatosit menunjukkan penipisan
glikogen, mikrobodi dan, dalam kasus yang lebih parah, dominasi retikulum endoplasma halus.11
Leptospirosis juga diperkirakan dapat menyebabkan penghancuran hepatocytic intercellular
junction secara langsung oleh leptospira interseluler yang bermigrasi, sebagai penyebab ikterik
pada penyakit ini. Leptospira ditemukan bermigrasi dari sinusoid ke kapiler bilier setelah
gangguan sambungan seluler.11

9. Terapi Leptospirosis
Pemberian terapi doksisiklin efektif untuk mengurangi beratnya gejala dan durasi infeksi, dan
sebaiknya diberikan sejak awal dugaan leptosiprosis tanpa menunggu hasil tes konfirmasi.
Sedangkan, untuk kasus berat dapat diberikan penisilin G intravena sebagai obat pilihan serta
rawat inap, terapi suportif lain dan monitoring ketat. Antibiotik sebaiknya diberikan selama 7-10
hari. Leptospira sp. sensitif terhadap berbagai antibiotik. Penisilin, ampisilin, amoksisilin atau
doksisiklin merupakan obat yang direkomendasikan. Eritromisin, sefalosporin generasi ketiga
seperti seftriakson dan sefotaksim dan beberapa jenis flourokuinolon juga sangat efektif. Namun,
bakteri ini resisten terhadap kloramfenikol, vankomisin, aminoglikosida, dan sefalosporin
generasi pertama. Pengelolaan pasien dalam kasus telah tepat dengan pemberian penisilin G
intravena, tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium karena keterbatasan sarana
pemeriksaan.10

PENUTUP

Kesimpulan

21
Penyakit kuning, atau ikterus, adalah perubahan warna kekuningan pada jaringan akibat
pengendapan bilirubin. Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat (1) produksi bilirubin yang
berlebihan; (2) gangguan penyerapan, konjugasi, atau ekskresi bilirubin; atau (3) regurgitasi
bilirubin tak terkonjugasi atau terkonjugasi dari hepatosit atau saluran empedu yang rusak.
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp.
yang masih termasuk dalam famili Leptospiraceae dan ordo Spirochatales. Leptospirosis
ditularkan dari binatang ke manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ikterik pada leptospirosis biasanya muncul pada hari kelima hingga kesembilan dan dapat
bertahan beberapa minggu. Ikterus terutama disebabkan oleh peningkatan bilirubin terkonjugasi
dan gangguan ekskresi empedu dengan kolestasis intrahepatik, yang pada saat itu menjadi
penyebab utamanya. Leptospirosis juga diperkirakan dapat menyebabkan penghancuran
hepatocytic intercellular junction secara langsung oleh leptospira interseluler yang bermigrasi,
sebagai penyebab ikterik.
Pemberian terapi doksisiklin efektif untuk mengurangi beratnya gejala dan durasi infeksi,
dan sebaiknya diberikan sejak awal dugaan leptosiprosis tanpa menunggu hasil tes konfirmasi.
Sedangkan, untuk kasus berat dapat diberikan penisilin G intravena sebagai obat pilihan serta
rawat inap, terapi suportif lain dan monitoring ketat.

Saran
Leptospirosis merupakan penyakit yang memiliki manifestasi berbeda-beda. Referat saya
hanya berfokus utama pada gejala ikterik yang merupakan akibat dari kerusakan organ hati. Saya
menyarankan untuk membahas juga di organ lainnya karena spectrum gejala dan kerusakan
organ yang dihasilkan oleh leptospirosis sangat bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

22
1. Garba, B., Bahaman, A. R., Khairani-Bejo, S., Zakaria, Z., & Mutalib, A. R.
Retrospective study of leptospirosis in Malaysia. EcoHealth. 2017 Apr 12;14(2), 389-
398.
2. Smith, S., Kennedy, B. J., Dermedgoglou, A., Poulgrain, S. S., Paavola, M. P., Minto, T.
L.,& Hanson, J. A simple score to predict severe leptospirosis. PLoS neglected tropical
diseases. 2019 Feb 1313(2), 205.
3. Cagliero, J., Villanueva, S. Y., & Matsui, M. (2018). Leptospirosis pathophysiology: into
the storm of cytokines. Frontiers in cellular and infection microbiology. 2018 June 20;8,
204.
4. Jinendra, S., Gupta, N. M., & Parikh, M. P. Weil's Disease: A Rare Cause of
Jaundice. Cureus, 2020 June 3;12(6).
5. Sucipto, M. P. G., Nababan, R. M., & Falamy, R. Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek
Leptospirosis. Jurnal Medula. 2017 Nov;7(4), 20-25.
6. Kasper, D. L., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L. 1., Jameson, J. L., & Loscalzo,
J. Harrison's principles of internal medicine (20th edition.). New York: McGraw Hill
Education; 2018.
7. Fargo MV, Grogan SP, Saguil A. Evaluation of jaundice in adults. American Family
Physician. 2017 Feb 1;95(3):164-8.
8. Sanyasu, Renita RD. Laporan Kasus Kejadian Luar Biasa Leptospirosis dI Magetan,
Jawa Timur. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, 2018 Mei 1;3.1: 1.
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
10. Sucipto MP, Nababan RM, Falamy R. Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek
Leptospirosis. Jurnal Medula. 2017 Nov 1;7(4):20-5.
11. De Brito T, Silva AM, Abreu PA. Pathology and pathogenesis of human leptospirosis: a
commented review. Revista do Instituto de Medicina Tropical de São Paulo. 2018 Apr
23;60(23):1

23

Anda mungkin juga menyukai