Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN KOMUNITAS

TERAPI TRADISIONAL/KOMPLEMENTER DI
KOMUNITAS

OLEH

KELAS B14-A KELOMPOK 1

1. NI LUH PUTU RATIH KOMALASARI (213221238)

2. NI PUTU YETI ANGGRIYANI (213221228)

3. NI MADE WIDYASTUTI (213221205)

4. NI PUTU AYU WEDHA ASTUTI (213221203)

5. I PUTU YOGA JAYA PERDANA (213221191)

STIKES WIRA MEDIKA BALI

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Maha Esa ,karena berkat


rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas atau
makalah ini dengan baik sehingga makalah yang berjudul ”Terapi
Tradisional/Komplementer di Komunitas” dapat selesai tepat pada waktunya.
Kami menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna,
kami merasa berbahagia bila ada pembaca yang ingin memberikan saran dan
masukan bagi perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini memberikan manfaat yang
baik guna kemajuan ilmu pengetahuan terutama dalam study Terapi
Komplementer, baik bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menjadikan makalah ini berguna bagi
kita semua.

Denpasar , 4 Nopember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2
1.4Manfaat Penulisan........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Terapi Komplementer ................................................................... 4
2.2 Tujuan Terapi Komplementer ....................................................................... 5
2.3 Jenis-jenis Terapi Komplementer .................................................................. 6
2.4 Tekhnik Terapi Komplementer...................................................................... 8
2.5 Persyaratan Terapi Komplementer ................................................................ 9
2.6 Fokus Terapi Komplemnter dalm Keperawatan Komunitas............................10
2.7. Peran Perawat dalam Terapi Komplementer pada keperawatan komunitas...11
2.8. Penerapan Terapi Komplementer di Komunitas (Lansia) ............................. 13
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ..................................................................................................... 21
3.2 Saran ........................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang
digabungkan dengan pengobatan modern. Komplementer adalah
penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern. Penyakit
dan kesehatan sebagai bagian dari kehidupan manusia yang dikaji dalam
Antropologi kesehatan bermula darisejak berakhirnya PDII, ahli-ahli
antropologi biologi dan Antropologi sosial budaya mualai meningkatkan
perhatian mereka pada studi lintas budaya mengenai masalah kesehatan
juga pda faktor bioekologi dan sosiokultural yang berpengaruh terhadap
kesehatan dan timbulnya penyakit. Selain itu terdapat nayak faktor-faktor
budaya yang yang sangat berpengaruh pada dunia kesehatan seperti
perbedaan persepsi sakit dan sehat, perlakuan kepada pasien, cara
pengobatan, persepsi mengenai penyebab sakit, bahakan mengenai cara
seseorang memandang penyakit sangat dtentukan oleh kebudayaanya.
Terapi di keperawatan adalah konsep diri sebagai penyembuh
harus dipahami dan dialami oleh setiap perawat untuk akan pengetahuan
dan terampil dalam pengiriman,arahan,atau konseling, pasien dalam
penggunaan berbagai terapi. Hal ini mencakup pemahaman kesehatan.
Perkembangan terapi komplementer akhir - akhir ini menjadi sorotan
banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian
penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya
(Snyder & Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang
adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi
praktik konvensional (Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi
peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika dari 33%
pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg, 1998 dalam
Snyder & Lindquis, 2002). Terapi komplementer yang ada menjadi salah
satu pilihan pengobatan masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan
kesehatan tidak sedikit klien bertanya tentang terapi komplementer atau

1
alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter ataupun perawat.
Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi alternatif
(Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan
terpenuhi akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi
peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan
masalah
1. Apakah pengertian terapi komplementer ?
2. Bagaimanakah tujuan terapi komplementer ?
3. Apa sajakah jenis – jenis terapi komplementer ?
4. Bagaimanakah tekhnik terapi komplementer ?
5. Apa sajakah persyaratan terapi komplemeter ?
6. Apa fokus terapi komplementer dalam keperawatan komunitas?
7. Apa peran Perawat Dalam Terapi Komplementer Pada Keperawatan
Komunitas?
8. Bagaimanakah penerapan terapi komplementer pada keperawatan
komunitas (lansia) ?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
dapat mengetahui terapi komplementer/tradisional dalam
keperawatan komunitas

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu,
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian terapi komplementer
2. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan terapi komplementer

2
3. Mahasiswa dapat mengetahui jenis – jenis terapi
komplementer
4. Mahasiswa dapat mengetahui tekhnik terapi komplementer
5. Mahasiswa dapat mengetahui persyaratan terapi komplemeter
6. Mahasiswa dapat mengetahui fokus terapi komplementer
dalam keperawatan komunitas
7. Mahasiswa dapat mengetahui peran perawat dalam terapi
komplementer pada keperawatan komunitas
8. Mahasiswa dapat mengetahui penerapan terapi komplementer
pada keperawatan komunitas (lansia)

1.4. Manfaat Penulisan


1. Mahasiswa dapat memahami pengertian terapi komplementer
2. Mahasiswa dapat memahami tujuan terapi komplementer
3. Mahasiswa dapat memahami jenis – jenis terapi komplementer
4. Mahasiswa dapat memahami tekhnik terapi komplementer
5. Mahasiswa dapat memahami persyaratan terapi komplemeter
6. Mahasiswa dapat mengetahui fokus terapi komplementer dalam
keperawatan komunitas
7. Mahasiswa dapat mengetahui peran perawat dalam terapi
komplementer pada keperawatan komunitas
8. Mahasiswa dapat memahami penerapan terapi komplementer pada
keperawatan komunitas (lansia)

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Terapi Komplementer


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi
merupakan usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit,
pengobatan penyakit, perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat
melengkapi, bersifat menyempurnakan.
Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan
komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal
dari negara yang bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya,
bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan
tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan
yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun –
temurun pada suatu negara.
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang
dilakukan sebagai pendukung atau pendamping kepada pengobatan medis
konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan
medis yang konvensional. (Andriana, dana, 2013)
Terapi komplementer atau terapi modalitas diakui sebagai upaya
kesehatan nasional oleh National Center for Complementary/Alternative
Medicine (NCCAM) di Amerika. Penggunaan istilah komplementer
disebabkan karena pemakaian bersama terapi lain, bukan sebagai
pengganti dan pengobatan biomedis. Terapi komplementer juga
digunakan dalam praktek keperawatan professional sebagai terapi
alternative di beberapa klinik perawatan, misalnya latihan relaksas otot
progresif pada penanganan klien dengan epilepsy yang menyertai
penggunaan obat antiepilepsi. Studi menunjukkan bahwa penggunaan
relaksasi otot progresif dapat meningkatkan control kejang (Whitman
dkk., 1990). Namun demikian, terapi komplementer dapat digunakan
mandiri atau tidak berhubungan dengan terapi biomedis karena

4
diposisikan sebagai upaya promosi kesehatan, misalnya klien dipijat
secara rutin untuk mencegah munculnya stress.
Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi
nonbiomedis. Hasil penelitian tentang psikoneuroimunologi
mengungkapkan bahwa proses interaktif pada manusia dengan tubuh,
pikiran, dan interaksi social memengaruhi kesejahteraan seseorang.
NCCAM menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar
didasarkan sebagai kategori terapi pikiran-tubuh (mind-body terapies).
Sementara terapi biomedis lebih banyak memengaruhi seluruh tubuh dan
berfokus pada dampak terapi terhadap pengobatan atau penanganan
masalah fisik. Sebagai contoh, pada terapi biomedis, evaluasi efek obat
antihipertensi hanya ditentukan melalui tekanan darah dan tidak
memperhatikan bagaimana obat memengaruhi alam rohani dan
psikologis.
NCCAM mendefinisikan terapi komplementer adalah suatu
penyembuhan yang mencakup system kesehatan, modalitas, praktik dan
teori, serta keyakinan dari masyarakat atau budaya dalam periode sejarah
tertentu. CAM mencakup semua praktik serta ide-ide yang dimaknai
sebagai upaya mencegah atau mengobati penyakit atau mempromosikan
kesehatan dan kesejahteraan.

2.2. Tujuan Terapi Komplementer


Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari
sistem - sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh
agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit,
karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan
memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik lengkap serta
perawatan yang tepat.
Menurut NCCAM terapi komplementer menjadi pengobatan untuk
kondisi tertentu dan merupakan bagian integral dari system pelayanan
kesehatan termasuk profesi perawat. Basis filosofis yang mendasari

5
penggunaan terapi komplementer berbeda dengan model biomedis
konvensional. Biomedis berusaha untuk menghilangkan dan memperbaiki
etiologi atas masalah yang mendasari serta menekankan pada pengobatan
trauma maupun situasi darurat lainnya (Well, 1995). Sementara tujuan
terapi komplementer dalam sintesis keperawatan adalah untuk mencakup
keselarasan dan keseimbangan dalam diri seseorang. Zollman dan Vickers
(1999) menyatakan tujuan dari intervensi terapeutik adalah untuk
mengembalikan keseimbangan dan memfasilitasi respon tubuh daripada
penyembuhan proses penyakit atau penghentian gejala. Oleh karena itu,
perawat memberikan perawatan yang mencakup modifikasi gaya hidup,
perubahan diet, olahraga, pengobatan khusus, konseling, latihan,
bimbingan pada pernapasan, relaksasi serta resep herbal. Konsep ini
menekankan pentingnya system perawatan yang menerapkan pendekatan
kepedulian secara holistis terhadap perawatan yang akan meningkatkan
pelayanan kesehatan.

2.3. Jenis-Jenis Terapi Komplementer


Terdapat lebih dari 1800 terapi komplementer yang diidentifikasi
berdasarkan sistem perawatan, terapi yang cukup dikenal luas dan
digunakan, variasi dan terapi, praktik budaya asli yang tidak dikenal, dan
mekanisme yang mendasar tindakan terapi yang tidak diketahui.
Kategori terapi komplementer menurut NCCAM adalah sebagai
berikut :
1. Terapi pkiran-tubuh (mind-body therapies)
2. Terapi berbasis biologi (biologically based therapies)
3. Terapi manipulative dan berbasis tubuh (manipulative and body
therapies)
4. Terapi energy yang termasuk dalam kategori energy hayati dan
bioelektromagnetik (energy and biofield therapies).

6
Tabel klasifiskasi berdasarkan National Center for Complementary/Alternative
Medicine
Jenis Contoh
Terapi pikiran - Yoga, tah chi, internal qi – gong, meditasi ,
tubuh imagery,hipnosis, biofedback, dukungan
( mind – body) . kelompok, terapi seni , terapi musik, terapi dansa ,
Pendekatan prilaku journaling , humor, psikoterapi tubuh, dan
psikologi, sosial,
pengakuan nonlocality, soul retrieval,
dan spiritual untuk penyembuhan spiritual, holistik nursing, plasebo
kesehatan . sweat lodges.
Terapi sistemPengobatan tradisional cina (akupuntur, formula
pengobatan herbal, diet, exterlan dan internal qi-gong, tai chi,
alternatif ( alternatif
pijatan dan manipulasi, acupotomy), sistem adat
medical sistem ). tradisional seperti pengobatan asli penduduk
pengobatan amerika, pengobatan ayuverda, unani-tibbi,
nonmedis yangpengobatan kampo, pengobatan tradisional afrika,
melibatkan teori dan pengobatan tradisional aborigin, curanderismo,
praktik dari sistem sistem pengobatan barat yang tidak konvensional
yang komplet. (hemeopati, radiestasia,, cayce-based systems,
radionics). Naturopati.
Terapi berbasis Herbal, diet khusus (pritkin, omishatki, tinggi
biologi (biological serat, makrobiotik), pengobatan orthomolecular
based therapies). (gizi), intervensi farmakologi/biologis/
Terapi yang bersifat instrumental (kartilago ozon, cone therapy,
alami. sengatan lebahelektrodiasnostik, iridologi
Praktik, intervensi,
dan produknya
berbasis biologis
Terapi manipulatif Pengobatan kiropraktik pijatan dan gerakan tubuh
dan berbasis tubuh atau body work (kranial-sakrum astheopatic
(manipulative and manipulative treatment. Pijatan swedia,
body sistems) refleksologi metode pilates, polaritas, gerak tubuh
Sistem yang trager, teknik alexander, teknik feldenkrais. Pijatan
berdasarkan pada chinese tui Na, akupresur, ralfing), serta terapi
kegiatan manipulasi fisika nonkonvensional seperti hidroterapi,
dan atau gerakan distermi, terapi, cahaya dan warna, colonic,
anggota tubuh. pernafasan ;lubang hidung secara bergantian
(alternatenostrilbreathing).
Terapi energi Sentuhan terpeutik, sentuhan penyembuhan,
(energy therapies) penyembuhan natural, shen, reiki, huna, qi-gong
Sistem pengobatan external dan magnet
yang menggunakan
medan energi halus
di dalam dan sekitar
tubuh
7
Jenis – jenis terapi Komplementer sesuai PERMENKES No:
1109/Menkes/Per/IX/2007, antara lain:
1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) meliputi :
Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif meliputi: akupuntur,
akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, Ayurveda
3. Cara penyembuhan manual meliputi: chiropractice, healing touch,
tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut/terapi massage pada anak autis
meningkatkan perhatian dan belajar, dan dapat meningkatkan pola
makan, meningkatkan citra tubuh, dan menurunkan kecemasan pada
anak susah makan (Stanhope, 2004).
4. Pengobatan farmakologi dan biologi meliputi: jamu, herbal, gurah
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan meliputi: diet
makro nutrient, mikro nutrient
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan meliputi: terapi ozon,
hiperbarik, EECP

2.4. Tekhnik Terapi Komplementer


Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang
telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan untuk dapat diintegrasikan
ke dalam pelayanan konvensional, yaitu sebagai berikut :
1. Akupunktur medic yaitu metode yang berasal dari Cina ini
diperkirakan sangat bermanfaat dalam mengatasi berbagai kondisi
kesehatan tertentu dan juga sebagai analgesi (pereda nyeri). Cara
kerjanya adalah dengan mengaktivasi berbagai molekul signal yang
berperan sebagai komunikasi antar sel. Salah satu pelepasan molekul
tersebut adalah pelepasan endorphin yang banyak berperan pada
sistem tubuh.
2. Terapi hiperbarik, yaitu suatu metode terapi dimana pasien
dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yang memiliki tekanan udara
2–3 kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (1

8
atmosfer), lalu diberi pernapasan oksigen murni (100%). Selama
terapi, pasien boleh membaca, minum, atau makan untuk
menghindari trauma pada telinga akibat tingginya tekanan udara.
3. Terapi herbal medik, yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan
alam, baik berupa herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan
penelitian maupun berupa fitofarmaka. Herbal terstandar yaitu herbal
yang telah melalui uji preklinik pada cell line atau hewan coba, baik
terhadap keamanan maupun efektivitasnya.
Dari 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang ada, daya
efektivitasnya untuk mengatasi berbagai jenis gangguan penyakit tidak
bisa dibandingkan satu dengan lainnya karena masing – masing
mempunyai teknik serta fungsinya sendiri – sendiri. Terapi hiperbarik
misalnya, umumnya digunakan untuk pasien – pasien dengan gangren
supaya tidak perlu dilakukan pengamputasian bagian tubuh. Terapi
herbal, berfungsi dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Sementara,
terapi akupunktur berfungsi memperbaiki keadaan umum, meningkatkan
sistem imun tubuh, mengatasi konstipasi atau diare, meningkatkan nafsu
makan serta menghilangkan atau mengurangi efek samping yang timbul
akibat dari pengobatan kanker itu sendiri, seperti mual dan muntah,
fatigue (kelelahan) dan neuropati.

2.5. Persyaratan Terapi Komplementer


Terapi dengan menggunakan herbal ini akan diatur lebih lanjut
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Sumber daya manusia harus tenaga dokter dan atau dokter gigi
yang sudah memiliki kompetensi.
2. Bahan yang digunakan harus yang sudah terstandar dan dalam
bentuk sediaan farmasi.
3. Rumah sakit yang dapat melakukan pelayanan penelitian harus
telah mendapat izin dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia dan akan dilakukan pemantauan terus – menerus.

9
2.6. Fokus Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas

Perawat penting mengenal terapi komplementer, karena masyarakat


termasuk di Indonesia masih banyak yang menggunakan terapi tradisional.
Menurut pengalaman penulis selama praktek keperawatan di masyarakat
lebih banyak melakukan tindakan awal dengan cara tradisional sebelum
pergi ke pelayanan kesehatan, sehingga perlu pengetahuan yang cukup
untuk membantu masyarakat dalam member informasi berbagai jenis
tindakan. Klien dapat memilih tindakan yang tepat sesuai dengan masalah
yang dialaminya. Perawat yang menguasai terapi komplementer juga dapat
memberikan tindakan sesuai kebutuhan klien. Hal ini sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan terapi komplementer dan alternative yaitu memberi
pelindungan kepada klien, mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan serta member kepastian hukum kepeda masyarakat dan
tenaga pengobatnya (Permenkes RI No 1109, 2007). Kondisi saat ini sudah
banyak perawat yang mengenal dan kompeten melakukan terapi
komplementer di Indonesia.

Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan


terapi komplementer dan alternative adalah holistik, komprehensif, dan
kontinu. Prinsip holistik pada terapi komplementer sesuai dengan
pendekatan perawat yang mengacu pada kebutuhan biologis, psikologis,
social, cultural dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter, Perry, Stockert &
Hall, 2013).
Level pencegahan terdiri dari primer, sekunder, dan tersier (Edelman &
Mandle, 2010). Terapi komplementer dapat dilakasanakan disemua level
pencegahan tersebut misalnya seseorang yang ingin lebih sehat dengan
konsumsi suplemen nutrisi, pencegahan sekunder misalnya menggunakan
herbal untuk menyembuhkan penyakit dan contoh tersier menggunakan
massage untuk membantu anggota gerak yang lumpuh untuk meningkatkan
fungsi dan mempertahankan tubuhnya. Berdasarkan teori, pendidikan
kesehatan merupakan usaha yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain
dan upaya dalam memberikan pembelajaran kepada masyarakat agar
terlaksananya perilaku hidup sehat dalam upaya meningkatkan kesehatannya
(Notoatmodjo, 2010: 26). Pendidikan kesehatan mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia
atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
(Notoatmodjo, 2010: 50). Terapi komplementer mengajarkan individu
10
mengubah perilaku seseorang untuk memperbaiki respon fisik terhadap
setres dan peningkatan tanda masalah fisik seperti kekakuan otot,
ketidaknyamanan pada perut, nyeri atau gangguan tidur (Potter, Perry,
Stockert & Hall, 2013). Penerapan terapi komplementer dalam semua level
ini sesuai dengan prinsip komprehensif dalam keperawatan. Terapi
komplementer untuk semua level pencegahan tersebut juga memperhatikan
system klien.

2.7. Peran Perawat Dan Teknik Dalam Terapi Komplemeter Pada


Keperawatan Komunitas

Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi


komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti,
pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat. Sebagai
konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi
apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil keputusan.
Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan
lebih dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips & Taylor, 2001).
Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai
penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice.
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam
praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer
(Snyder & Lindquis, 2002). Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien
sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat penting.
Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang
merawat dan unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat
berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan komplementer
yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternatif (Smith et al.,2004).
Beberapa terapi komplementer telah diintegrasikan kedalam praktik
keperawatan dari masa ke masa, perluasan ruang lingkup dari terapi ini
merupakan sebuah kebutuhan bahwa perawat melakukan pengembangan
panduan untuk digunakan dalam pelayanan. Kunci untuk mendapatkan

11
keterampilan terapi komplementer seorang perawat membutuhkan pendidikan
lanjutan atau khusus (Snyder & Lindquist, 2010). Pendidikan tersebut dapat
dilakukan secara mandiri di institusi yang terakreditasi, adapun pelatihan
terapi komplementer yang telah diakui oleh Badan PPSDM (Pusat
Pengembangan Sumber Daya Manusia) Kesehatan RI yang telah
dikembangkan adalah akupuntur dan akupresur untuk tenaga kesehatan.
Perawat yang telah mendapatkan pengakuan dari organisasi profesi atau
lembaga tersertifikasi dapat melakukan intervensi terapi komplementer untuk
praktik ataupun penelitian. Penelitian yang dilakukan perawat tetap harus
menggunakan pertimbangan etik dan standar yang sesuai dengan batasan yang
berlaku. Perawat yang terlibat aktif dalam penelitian terapi komplementer,
salah satu diantara ketua atau anggota tim interdisiplin harus memiliki
kemampuan atau sertifikat tersebut (Snyder & Lindquist, 2010). Perawat
dalam memberikan terapi komplementer dalam asuhan keperawatan dilakukan
sesuai langkah proses keperawatan. Hal ini sesuai undang-undang yang
berlaku di Indonesia tentang tugas dan wewenang perawat dalam
penatalaksanaan tindakan komplementer dan alternatif. Proses keperawatn
penting digunakan bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, mengatasi
masalah aktual atau potensial dalam status kesehatan (Bertnan et al, 2015).
Perawat menggnakan proses keperawatan dengan mempertimbangkan klien
menjadi mampu mengenali kesehatannya sendiri dan menghormati
pengalaman subjektifnya yang relevan dalam memelihara kesehatan atau
pendampingan dalam pemulihan. Dala model kesehatan holistik klien
dilibatkan dalam proses pemulihan dan juga pemeliharaan kesehatan
(Edelman dan Mandle, 2010). Artinya seseorang perawat yang melakukan
intervensi komplementer harus menggunakan pendekatan proses keperawatan,
jika tidak demikian makan praktik yang dilakukan identik dengan pengobat
tradisional (batra). Kebutuhan praktik keperawatan lanjut dalam memberikan
terapi komplementer yang terintegrasi antara intervensi konvensional dengan
tradisional dapat memunculkan dileme terhadap penghargaan imbalan jasa
(Gaydos, 2001).

12
2.8. Penerapan Terapi Komplementer di Komunitas (Lansia )
1. Gangguan Persarafan pada Lansia dengan Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi
lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer,2001). Menurut WHO (1978), tekanan
darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Pada usia lanjut patogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda
dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada usia lanjut
terutama adalah :
1). Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses
menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus : hipertensi
glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
2). Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya usia
semakin sensitive terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
3). Peningkatan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan
mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
4). Perubahan ateromatus akibat proses menua menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi
kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus
ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan keadaan
lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.

Terapi Komplementer yang dapat diterapkan diantaranya,


1) Senam
Senam dan aktifitas olahraga ringan tersebut sangat bermanfaat untuk
menghambat proses degeneratif/penuaan. Senam ini sangat dianjurkan
untuk mereka yang memasuki usia pralansia (45 thn) dan usia lansia (65
thn ke atas). Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap
peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan
imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran

13
dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyup jantung waktu istirahat
yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi supaya lebih bugar,
kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus menurun (Poweell,
2000).
Tujuan senam lansia dengan hipertensi :
a. Melebarkan pembuluh darah
b. Tahanan pembuluh darah menurun
c. Berkurangnya hormon yg memacu peningkatan tekanan darah
d. Menurunkan lemak / kolesterol yang tinggi.
2) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh
subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai
untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga
untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
3) Khiropraktik
Terapi cara ini dlakukan melalui perbaikan pada ruas tulang belakang,
terutama pada posisi tulang atlas leher. Perbaikan langsung terlihat pada
terapi minggu pertama sampai dengan minggu kedelapan (The Journal of
Human Hypertension). Terjadi penurunan rata-rata 17 mmHg untuk
tekanan sisitolik dan 10 mmHg untuk tekanan diastolik, yang identik
dengan hasil terapi yang dicapai dengan menggunakan dua macam obat
anthipertensi. Cara pengobatan ini dilakukan dengan penekanan dan
tarikan jari jemari tangan pada ruas tulang belakang tersebut atau dengan
bantuan alat yang digetarkan oleh arus listrik. Tujuannya adalah
memperbaki dan mengembalikan posisi tulang belakang atau ligament ke
posisi normalnya. Tulang belakang sebagai pusat saraf motorik dan
otonom berperan dalam timbulnya berbagai keluhan penyakit, termasuk
hipertensi. Sebelum terapi diberikan, pasien perlu ditanyakan mengenai
gejala dan keluhan yang dialaminya, ada tidaknya tanda-tanda
osteoporosis atau patah tulang dan riwayat trauma yang mencederai tulang
punggung. Khiropraktik menjadi pilihan pengobatan alternative antara lain

14
karena efek samping obat anthipertensi yang mengganggu atau semata-
mata karena kebosanan pasien dengan penggunaan obat basa dan ingin
mencoba cara lain.
2. Gangguan Pernapasan pada Lansia Dengan Asma
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronis saluran napas yang
menyebabkan hiperresponsvitas jalan napas. Penyakit asma ditandai
dengan 3 hal, antara lain penyempitan saluran napas, pembengkakan, dan
sekresi lendir yang berlebih di saluran napas. Berdasarkan data Organisas
Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pengidap asma di dunia diperkirakan
mencapai 300 juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada
tahun 2025. Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel,
terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan
hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48).
Terapi Komplementer yang dapat diterapkan diantaranya,
1. Latihan Pernapasan
Terapi pernapasan pada penderita asma dilakukan dengan latihan
pernapasan duduk dan pernapasan bergerak.
a. Latihan pernapasan duduk
Latihan napas pada posisi duduk bagi penderita asma merupakan
pengambilan posisi dengan tenang agar mencapai ketenangan yang
mendalam, untuk memacu otak menjalankan fungsi secara
maksimal karena otak merupakan komando tertinggi bagi tubuh.
pelaksanaan, sebagai berikut :
1) Letakan kedua telapak tangan didepan dada, tarik napas perlahan-
lahan dan diikuti tarikan kedua telapak tangan perlahan-lahan
kesamping sampai otot dada terulur kebelakang lakukan sampai 7
kali.
2) Sama seperti diatas meletakan kedua telapak tangan didepan dada,
tetapi dalam menarik napas dan menarik tangan repetisinya lebih
cepat sekali tarik sekali frekuensi pernapasan.
b. Latihan pernapasan bergerak

15
Pengolahan pernapasan yang dilakukan bersamaan dengan
melakukan gerak. Pada awal gerakan, napas ditarik sebanyak
mungkin melalui hidung, kemudian ditekan dan ditahan dibawa
perut sambil menggesek telapak kaki setengah lingkaran dengan
gerakan memutar pada posisi tiap penjuru, seiring seirama dengan
gerakan tangan. Kekhususan di dalam latihan pernapasan adalah:
waktu mengeluarkan napas (ekspirasi) dikerjakan secara aktif,
sedangkan sewaktu menarik napas, lebih banyak secara pasif.
Mengeluarkan napas melalui mulut seperti sewaktu meniup lilin
atau bersiul, pelan-pelan, dengan mengkempiskan dinding perut.
Sewaktu inspirasi, dinding perut relaks (pasif) dan udara masuk ke
paru-paru melalui hidung.
1. Teknik Pernapasan Buteyko
Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu teknik olah
napas yang bertujuan untuk menurunkan ventilasi alveolar
terhadap hiperventilasi paru penderita asma (GINA, 2005).
Teknik pernapasan Buteyko juga membantu menyeimbangkan
kadar karbondioksida dalam darah sehingga pergeseran kurva
disosiasi oksihemoglobin yang menghambat kelancaran
oksigenasi dan efek Bohr pada penderita asma dapat dikurangi.
Oksigenasi yang lancar akan menurunkan kejadian hipoksia,
hiperventilasi dan apnea saat tidur pada penderita asma
(Murphy, 2005).
Teknik pernapasan Buteyko juga diyakini dapat membantu
mengurangi kesulitan bernapas pada penderita asma. Caranya
adalah dengan menahan karbondioksida agar tidak hilang
secara progresif akibat hiperventilasi. Sesuai dengan sifat
karbondioksida yang mendilatasi pembuluh darah dan otot,
maka dengan menjaga keseimbangan kadar karbondioksida
dalam darah akan mengurangi terjadinya bronkospasme pada
penderita asma (Kolb, 2009).

16
Tahapan persiapan dalam melakukan teknik pernapasan
Buteyko terdiri dari pengukuran waktu lamanya menahan
napas (control pause), konsentrasi dalam mengatur napas,
relaksasi bahu, memantau aliran udara, bernapas dangkal dan
latihan blok. Latihan teknik pernapasan Buteyko dilakukan satu
kali sehari minimal selama seminggu (Casano, 2008)

c. Gangguan Perkemihan pada Lansia dengan inkontinensia


Inkontinensia urine bukan merupakan tanda – tanda normal
penuaan. Inkontinensia urine selalu merupakan suatu gejala
dari masalah yang mendasari. Jutaan lansia mengalami
beberapa kehilangan kendali volunteer. Masalah kontinensia
urinarius dibagi menjadi akut atau persisten dan dapat berkisar
dari kehilangan control kandung kemih ringan sampai
inkontinensia total. Inkotinensia akut terjadi secara tiba – tiba
biasanya akibat dari penyakit akut. Sering terjadi pada individu
yang dirawat di rumah sakit, inkontinensia akut biasanya hilang
setelah penyakit sembuh. Inkontinensia akut juga dapat akibat
dari obat, terapi, dan factor lingkungan. Inkontinensia persisten
diklasifikasikan menjadi inkontinensia urgensi, inkontinensia
stress, inkontinensia overflow, dan inkontinensia fungsional.
Inkontinensia urine dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan
endokrin, seperti hiperklasemia dan hiperglikemia.
Keterbatasan mobilitas atau penyakit yang menyebabkan
retensi urine dapat mencetuskan inkontinensia urine atau dapat
akibat depresi pada lansia.
Manifestasi klinis adalah :
1. Melaporkan merasa desakan berkemih, disertai
ketidakmampuan mencapai kamar mandi karena telah mulai
berkemih.
2. Desakan, frekuensi, dan nokturia.

17
3. Inkontinensia stress dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil
urine ketika tertawa, bersin, melompat, batuk atau
membungkuk.
4. Inkontinensia overflow, dicirikan dengan volume dan aliran
urine buruk atau lambat dan merasa menunda atau mengejan.
5. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran
urine yang adekuat.
6. Hiegiene buruk atau tanda – tanda infeksi.
7. Kandung kemih terletak di atas sifisis pubis.

Terapi komplementer yang dapat diterapkan diantaranya,


1. Latihan Otot Dasar Panggul
Latihan ini bertujuan memperkuat sfingter kandung kemih dan
otot dasar panggul, yaitu otot-otot yang berperan mengatur
miksi. Latihan ini akan efektif jika dilakukan berulang-ulang
untuk inkontinensia stress dan urgensi. Latihan otot dasar
panggul yang terkenal adalah latihan Kegel berupa gerakan
mengencangkan dan melemaskan kelompok otot panggul dan
daerah genital. Latihan ini dilakukan dengan membayangkan
seolah-olah Anda sedang miksi atau berdefekasi, tetapi
kemudian otot panggul dikencangkan untuk menutup sfingter
kandung kemih dan sfingter ani. Hal tersebut ditahan selama 3
detik dan langkah-langkah tersebut diulangi beberapa kali.
Senam tersebut efektif untuk pasien inkontinensia stres,
urgensi, atau campuran. Petunjuk dan arahan yang jelas
diperlukan karena bila pelatihan dilakukan secara tidak tepat,
inkontinensia dapat bertambah parah.
2. Stimulasi Listrik
Elektroda dimasukkan ke dalam rektum atau vagina untuk
memacu dan memperkuat otot dasar panggul. Stimulasi ringan
sudah cukup efektif pada inkontinensia dan inkontinensia
urgensi, tetapi pendekatan ini memerlukan beberapa bulan dan

18
kombinasi dengan modalitas pengobatan lain untuk
mendapatkan hasil yang lebih optimal.

d. Gangguan Rasa Nyaman pada Lansia dengan Insomnia


Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi
kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada
3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur,
insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur atau
sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan
tidak dapat tidur kembali (Potter, 2005).
Untuk menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus
dikenali penyebabnya. Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu,
maka untuk mengobatinya maka penyakitnya yang harus
disembuhkan terlebih dahulu (Aman, 2005).
Terapi komplementer yang dapat diterapkan diantaranya,
1. Akupunktur
Akupunktur untuk sirkulasi darah yang buruk adalah metode
membantu. Biasanya, sirkulasi darah yang buruk menyebabkan
kronis, sakit kepala migrain dan mual. Dengan sirkulasi darah
meningkat ditingkatkan dengan akupunktur, satu ini juga
diuntungkan dengan kognisi tajam, konsentrasi lebih baik, tidur
diperkaya, perasaan positif dan bersemangat tentang hidup dan
juga mengembangkan nafsu makan yang sehat. Akupunktur sangat
penting untuk mengobati insomnia, depresi, dan kecemasan.
Akupunktur mengurangi energi diblokir di kapiler dan vena. Hal
ini meningkatkan sinyal kompleks untuk otak, yang menghasilkan
tidur santai dan tepat seperti kelancaran arus energi penyembuhan
semua jenis depresi dan kecemasan yang sangat cepat.
2. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru
dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi

19
tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap
pertama untuk penderita insomnia. Terapi tingkah laku meliputi :
a. Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
b. Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat
biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat
membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini
dapat membantu mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot,
dan mood.
3. Terapi kognitif
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan
pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada
konseling tatap muka atau dalam grup.
4. Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan
untuk beraktivitas.
5. Restriksi Tidur
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan
ditempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya

20
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Dari materi diatas dapat disimpulkan bahwa terapi komplementer
adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung
atau pendamping kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai
pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang konvensional.
Terapi komplementer adalah tindakan yang diberikan sebagai bagian dari
keperawatan kesehatan, terdiri dari berbagai macam bentuk praktik
kesehatan selain tindakan konpensional, ditunjukkan untuk
meningkatkan derajat Kesehatan. Di Indonesia ada 3 jenis teknik
pengobatan komplementer yang telah ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan untuk dapat diintegrasikan ke dalam pelayanan konvensional
adalah akupuntur, terapi hiperbalik, herbal medik. Terapi komplementer
untuk hipertensi yaitu : senam, teknik biofeedback, khiropraktik. Terapi
komplementer untuk asma yaitu : latihan pernapasan dan teknik
pernapasan buteyko. Terapi komplementer untuk inkontinensia urine
adalah latihan otot dasar panggul dan stimulasi listrik. Terapi
komplementer untuk insomnia adalah akupunktur dan terapi tingkah laku.

3.2. Saran
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi
pembaca maupun penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami
butuhkan, karena penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari
kata sempurna dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
lebih baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, dana. 2013. Terapi Komplementer dalam Keperawatan Komunitas.


[Online]. Tersedia di : http://materi-
keperawatankomunitas.blogspot.com/2013/05/terapi-komplementer-
dalam-keperawatan.html. Diakses pada tanggal 24 oktober 2018
Hidayat Aziz Halimul. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar.
Salemba Medika : Jakarta.
Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu Keperawatan
Komunitas 1. Cv Sagung Seto : Jakarta.
S13B, Arek-arek. 2013. Terapi Komplemeter. [Online]. Tersedia di
:http://arekareks14b.blogspot.com/2013/06/terapi-
komplementer_3047.html. Diakses pada tanggal 24 oktober 2018
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta

Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community& public health nursing. 6th ed.
St. Louis:Mosby Inc.

22

Anda mungkin juga menyukai