Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun yang ditandai


olehinflamasi sistemik kronik dan progresif, dengan target utama adalah
sendi (Suarjana, 2014).Sendi yang dikenai terutama sendi kecil dan
menengah secara simetris (Gabay et al, 2015).Manifestasi klinik klasik
adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada
tangan dan kaki. Artritis reumatoid tidak hanya mengenai lapisan sinovial
sendi tetapi juga dapat mengenai organ-organ diluar persendian seperti kulit,
jantung, paru-paru, dan mata(Suarjana, 2014).

Angka kejadian artritis reumatoid di dunia berkisar 40/100.000, rasio


perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 3:1 (Silman et al,
2009).Faktor risiko penyakit artritis reumatoid pada dewasa adalah 3,6%
untuk perempuan dan 1,7% untuk laki-laki (Kourilovitch et al, 2013).
Angka kejadian artritis reumatoid di Amerika Serikat berkisar 42-
45/100.000 (Silman et al, 2009).Prevalensi artritis reumatoid di dunia
berkisar 0,5-1 %. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian (5,3 %)
dan Chippewa Indian (6,8 %). Sedangkan prevalensi di China, Indonesia,
dan Philipina kurang dari 0,4 % (Suarjana, 2014).Penelitian yang dilakukan
oleh Hasan tahun 2010 di RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan pasien
artritis reumatoid berjenis kelamin perempuan adalah 83,3%, sedangkan
laki-laki adalah 16,7%. Pada penelitian ini didapatkan pula umur pasien
artritis reumatoid dibawah 30 tahun adalah 10%, umur 30-50 tahunadalah
50%, umur 51-65 tahun adalah 33,3% dan usia diatas 65 tahun adalah 6,7%.

Prevalensi penyakit ini cukup rendah, namun artritis reumatoid


menimbulkan dampak sosioekonomi yang besar karena penyakit ini
menyebabkan kerusakan sendi yang progresif dan nyeri, terutama sendi
kecil yang berada di tangan sehingga mengganggu aktivitas fisik penderita
(Serdaroglu, 2008). Setelah 20 tahun, 80% penderita artritis reumatoid
akanmengalami kecacatan permanen (Marsland et al, 2008). Menegakkan
diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin dapat menurunkan
progresifitas penyakit, sehingga mencegah penderita jatuh ke keadaan yang
lebih parah (Suarjana, 2014).

Faktor genetik dan faktor lingkungan berperan dalam terjadinya artritis


reumatoid. Faktor genetik berhubungan dengan beberapa gen yang
membawa informasi mengenai artritis reumatoid, seperti Human Leukocyte
Antigen –antigen D related (HLA-DR), sitokin, sel Timus (sel T), sel B dan
lainnya. Faktor lingkungan yang berperan pada artritis reumatoid seperti
merokok, dapat mengaktifkan enzim peptidylarginine deiminase (PAD)
(Kourilovitch et al, 2013).

Kerusakan sendi pada penderita artritis reumatoid bermula dari aktivasi


dan proliferasi makrofag oleh autoantigen yang berasal dari salah satu
protein pada sendi.Faktor pencetus yang berperan adalah infeksi yang dapat
terjadi dimana saja, paling sering terjadi di saluran pernapasan (McInnes,
2011). Limfosit akan menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi
proliferasi sel-sel endotel, serta neovaskularisasi. Pembuluh darah akan
mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi,
kemudian terjadi pertumbuhan yang ireguler pada jaringan sinovial
sehingga membentuk jaringan pannus. Jaringan pannusakan merangsang
pelepasan berbagai macam sitokin, proteinase dan faktor pertumbuhan,
sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan manfestasi sistemik (Suarjana,
2014).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Artriris Rheumatoid(AR)?
1.2.2 Apa penyebab terjadinya Artriris Rheumatoid(AR)?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi pada Artriris Rheumatoid(AR)?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis pada Artriris Rheumatoid(AR)?
1.2.5 Apa saja faktor resiko pada Artriris Rheumatoid(AR)?
1.2.6 Pemeriksaan penunjang apa saja yang dilakukan pada Artriris
Rheumatoid(AR)?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan pada Artriris Rheumatoid(AR)?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengimplementasikan asuhan keperawatan keluarga pada Artriris
Rheumatoid(AR).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian Artriris Rheumatoid(AR).
2. Memahami dan mengerti penyebab terjadinya Artriris
Rheumatoid(AR).
3. Megetahui dan memahami patofisiologi pada Artriris
Rheumatoid(AR).
4. Mengerti manifestasi klinis pada Artriris Rheumatoid(AR).
5. Memahami faktor resiko pada Artriris Rheumatoid(AR).
6. Mengetahui dan mengerti pemeriksaan penunjang pada Artriris
Rheumatoid(AR).
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada Artriris
Rheumatoid(AR).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Artritis rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit autoimun, ditandai
dengan adanya proses peradangan kronis, bersifat sistemik. Penyakit ini
memiliki manifestasi klinis yang luas, terutama mengenai beberapa sendi
yang simetris, disertai manifestasi ekstraartikular.Penyakit ini juga sering
menyebabkan kerusakan pada sendi, menyebabkan nyeri dan deformitas sendi
yang menetap. Belum ditemukan penyebab khusus penyakit ini,
patofisiologinya bersifa tmultifaktorial melibatkan factor genetik, proses
autoantibodi dan imunitas seluler.

2.2 Etiologi
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti.Namun, kejadiannya dikorelasikan
dengan interaksi yang kompleks antara factor genetik dan lingkungan
(Suarjana, 2009).
1. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB 1 dan faktor
inimemiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%
(Suarjana,2009).
2. Hormon sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari
PlacentalCorticotraonin Releasing Hormone yang
mensekresidehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat
penting dalamsintesis estrogen plasenta. Daan stimulasi esterogen dan
progesteronepada respon imun humoral (TH2) dan menghambat respon
imun selular(TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga
estrogen danprogesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembanganpenyakit ini ( Suarjana, 2009).
3. Faktor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi selinduk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehinggamuncul
timbulnya penyakit RA (Suarjana, 2009).
4. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi
sebagairespon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence)
asamamino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul
dimanaantibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan
selHost. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang
limfositdengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis
(Suarjana,2009).
5. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012).

2.3 Patofisiologi
RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi.Reaksi
autoimun terjadi dalam jaringan sinovial.Kerusakan sendi mulai terjadi dari
proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial.Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi
neovaskularisasi.Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi
oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi.Terbentuknya pannus akibat
terjadinya pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami
inflamasi.Pannus kemudian menginvasi dan merusakrawan sendi dan tulang
Respon imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor
pertumbuhan.Respon ini mengakibatkandestruksi sendi dan komplikasi
sistemik (Surjana, 2009).
Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik.Sel T merupakan
bagian dari sistem immunologi spesifik selular berupa Th1, Th2, Th17, Treg,
Tdth, CTL/Tc, NKT.Sitokin dan sel B merupakan respon imunologi spesifik
humoral, sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD (Baratwidjaja, 2012).
Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share
epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida
pada antigen-presenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan peran
sel B dalam imunopatologis RA belum diketahi secara pasti (Suarjana, 2009).
2.4 Manifestasi Klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau
bulan.Sering pada keadaan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas.
Keluhan tersebut dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan
keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).

1. Keluhanumum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan
menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat
badan.
2. Kelainansendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi
pergelangan tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis).Sendi lainnya
juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu sterno-klavikula,
panggul, pergelangan kaki.Kelainan tulang belakang terbatas pada
leher.Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari,
pembengkakan dan nyeri sendi.
3. Kelainan diluar sendi
a. Kulit
Nodul subkutan (nodul rematoid)
b. Jantung
Kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun
40% pada autopsi RA didapatkan kelainan perikard
c. Paru
Kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan
kelainan pleura (efusi pleura, nodulsubpleura)
d. Saraf
Berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang
sering terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di
ekstremitas dengan gejala foot or wristdrop
e. Mata
Terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa
kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan
skleromalaseperforans
f. Kelenjar limfe
Sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali,
limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan neutropeni.
Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu (Nasution,
2011) :
1. Stadium sinovitis
Artritis terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis,yaitu inflamasi pada
membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat
umumnya simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris.Sinovitis ini
menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan
kehilangan fungsi (Nasution, 2011).Sendi pergelangan tangan hampir
selalu terlibat, termasuk sendi interfalang proksimal dan
metakarpofalangeal (Suarjana, 2009).
2. Stadium destruksi
Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan
synovial (Nasution, 2011).
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap (Nasution,
2011).

2.5 Faktor Risiko


Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA dibedakan
menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor
risiko yang dapat dimodifikasi:
a. Tidak DapatDimodifikasi

1. Faktor genetik

Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan RA.


Gen yang berkaitan kuat adalah HLA-DRB1. Selain itu juga ada gen
tirosin fosfatase PTPN 22 di kromosom 1. Perbedaan substansial
pada faktor genetik RA terdapat diantara populasi Eropa dan
Asia.HLA- DRB1 terdapat di seluruh populasi penelitian, sedangkan
polimorfisme PTPN22 teridentifikasi di populasi Eropa dan jarang
pada populasi Asia.Selain itu ada kaitannya juga antara riwayat
dalam keluarga dengan kejadian RA pada keturunan selanjutnya.

2. Usia

RA biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun. Namun


penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak
(Rheumatoid Arthritis Juvenil).Dari semua faktor risiko untuk
timbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan
beratnya RA semakin meningkat dengan bertambahnya usia. RA
hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada usia dibawah 40
tahun dan sering pada usia diatas 60 tahun.
3. Jenis kelamin
RA jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki dengan
rasio 3:1.Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih
belum jelas.Perbedaan pada hormon seks kemungkinan memiliki
pengaruh.
b. DapatDimodifikasi

1. Gayahidup

a) Status sosialekonomi
Penelitian di Inggris dan Norwegia menyatakan tidak terdapat
kaitan antara faktor sosial ekonomi dengan RA, berbeda dengan
penelitian di Swedia yang menyatakan terdapat kaitan antara
tingkat pendidikan dan perbedaan paparan saat bekerja dengan
risiko RA.
b) Merokok
Sejumlah studi cohort dan case-control menunjukkan bahwa
rokok tembakau berhubungan dengan peningkatan risiko RA.
Merokok berhubungan dengan produksi dari rheumatoid
factor(RF) yang akan berkembang setelah 10 hingga 20 tahun.
Merokok juga berhubungan dengan gen ACPA-positif RA
dimana perokok menjadi 10 hingga 40 kali lebih tinggi
dibandingkan bukan perokok. Penelitian pada perokok pasif
masih belum terjawab namun kemungkinan peningkatan risiko
tetap ada.
c) Diet
Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah satunya adalah
makanan yang mempengaruhi perjalanan RA.Dalam penelitian
Pattison dkk, isu mengenai faktor diet ini masih banyak
ketidakpastian dan jangkauan yang terlalu lebar mengenai jenis
makanannya.Penelitian tersebut menyebutkan daging merah
dapat meningkatkan risiko RA sedangkan buah-buahan dan
minyak ikan memproteksi kejadian RA. Selain itu penelitian lain
menyebutkan konsumsi kopi juga sebagai faktor risiko namun
masih belum jelas bagaimana hubungannya.
d) Infeksi
Banyaknya penelitian mengaitkan adanya infeksi Epstein Barr
virus (EBV) karena virus tersebut sering ditemukandalam
jaringan synovial pada pasien RA.Selain itu jugaadanya
parvovirus B19, Mycoplasma pneumoniae, Proteus, Bartonella,
dan Chlamydia juga memingkatkan risikoRA.
e) Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah petani,
pertambangan, dan yang terpapar dengan banyak zat kimia
namun risiko pekerjaan tertinggi terdapat pada orang yang
bekerja dengan paparan silica.
2. Faktor hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA yaitu
pada perempuan dengan sindrom polikistik ovari, siklus
menstruasi ireguler, dan menarche usia sangat muda.
3. Bentuk tubuh
Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki
Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 30.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein
(CRP)meningkat Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF
positif namun RF negatif tidak menyingkirkandiagnosis.
b. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan
dalam diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98%
dan sensitivitas 70% namun hubungan antara anti CCP terhadap
beratnya penyakit tidakkonsisten.
c. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan
ruang sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi
tulang, atau subluksasi sendi.

2.7 Penatalaksaan
Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan
pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga.
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan inflamasi, mencegah deformitas,
mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan lebih lanjut
(Kapita Selekta,2014).

1. NSAID (Nonsteroidal Anti-InflammatoryDrug)


Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat
inflamasi. NSAID yang dapat diberikan atara lain: aspirin,
ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak, dan sebagainya.
Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi
dan tulang dari proses destruksi.
2. DMARD (Disease-Modifying AntirheumaticDrug)
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari
proses destruksi oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD
yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat, sulfasalazine, garam emas,
penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat diberikan tunggal
maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
3. Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-
7,5mg/hari sebagai “bridge” terapi untuk mengurangi keluhan
pasien sambil menunggu efek DMARDs yang baru muncul
setelah 4-16 minggu.
4. Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien.Caranya dapat dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat
melalui pemakaian tongkat, pemasangan bidai, latihan, dan
sebagainya.Setelah nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan
fisioterapi.
5. Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang
diharapkan, maka dapat dipertimbangkan pembedahan yang
bersifat ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis, total hip
replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta, 2014).
BAB III

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


DENGAN ARTRITIS REUMATOID

3.1. Pengkajian Keluarga


Pengkajian yang dilakukan pada Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan
artritisantara lain :
a. Identitas Data
Daftar nama-nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah,alamat
tempat tinggal keluarga, Komposisi keluarga, tipe keluarga, latar
belakangbudaya, pola spiritual, status ekonomi budaya, pendidikan, aktifitas
kreasikeluarga riwayat dan tahap perkembangan keluarga, dan riwayat
keluargasebelumnya.
b. Riwayat dan Tahap perkembangan keluarga
1. Riwayat keluarga : Adanya anggota keluarga yang terkena
artritismempunyai resiko lebih besar untuk terganggunya aktifitas
dankelangsungan keluarga.
2. Tahap perkembangan keluarga saat ini : Artriris sering ditemukan
padakeluarga dengan anggota keluarganya yang dewasa.
c. Data Lingkungan
1. Karakteristik rumah : Rumah yang kurang nyaman, Status rumah
yangdihuni keluarga apakah rumah sendiri atau menyewa dapat
mempengaruhikeperdulian keluarga dalam beristirahat.
2. Karakteristik tetangga dan masyarakat yang lebih luas : Tempat tinggal
yangsempit, padat, medan lingkungan yang membahayakan dan dari
keluargaekonomi menengah ke bawah meningkatkan resiko cedera klien.
3. Fasilitas dan pelayanan kesehatan : Tingkat ekonomi yang rendah
dapatmengakibatkan sulitnya pengobatan artritis. Ketidak efektifannya
dankeluarga dalam mengunjungi pelayanan kesehatan yang ada.
4. Fasilitas transportasi : Transportasi merupakan sarana yang penting
dansangat diperlukan agar penderita mendapatkan pelayanan kesehatan
dengan segera. Ketiadaan sarana transportasi menjadikan masyarakat
engganberkunjung ke pelayanan kesehatan sehingga kondisi akan
semakinmemburuk.
d. Struktur Keluarga
1. Struktur komunikasi : Berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama
anggotakeluarga merupakan tugas keluarga, dan dapat menurunkan beban
masalah(Efendi,1998).
2. Struktur kekuasaan : Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh
pemegangkeputusan yang mempunyai hak dalam menentukan masalah dan
kebutuhandalam mengatasi masalah kesehatan diare dalam keluarga
(Efendi,1998).
3. Struktur peran : Peran antar kelurga menggambarkan perilaku
interpersonalyang berhubungan dengan masalah kesehatan dalam posisi
dan situasi tertentu(Efendi,1998).
4. Nilai kepercayaan : Beban kasus keluarga sangat bergantung pada
nilaikekuasaan dan kebutuhan akan asuhan keperawatan keluarga
(Efendi,1998).
e. Fungsi Keluarga
1. Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang
disebabkanoleh: Kurangnya pengetahuan keluarga tentang artritis,
anggapan bahwapenyakit artritis adalah biasa yang bisa sembuh dengan
sendirinya.
2. Ketidak kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan serta dalam
mengambil tindakan yang tepat tentang artritis atau Tidak memahami
mengenai sifat berat dan meluasnya masalah artritis.
3. Ketidak mampuan keluarga dalam memecahkan masalah Karena
kurangnya pengetahuan dan sumber daya keluarga seperti : latar belakang
pendidikandan keuangan keluarga.
4. Ketidakmampuan keluarga memilih tindakan diantara beberapa alternative
perawatan dan pengobatan terhadap artritis.
5. Ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota kelurga yang sakit
berhubungan dengan tidak mengetahui keadaan artritis misal : sifat artritis,
penyebab artritis, dan tanda gejala yang menyertai artritis
(Nasruleffendi,1998)
f. Koping keluarga : Koping keluarga dipengaruhi oleh situasi emosional
keluarga, sikap dan pandangan hidup, hubungan kerja sama antara anggota
keluarga serta adanya support system dalam keluarga (Efenndy,1998).
3.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh
dari pengkajian keluarga. Struktur diagnosis keperawatan. Keluraga terdiri dari
masalah (problem), penyebab (etiologi) dan atau tanda dan gejala. Masalah
adalah suatu pernyataan tidak terpenuhi kebutuhan dasar manusia yang dialami
keluarga atau anggota keluarga. Penyebab adalah suatu pernyataan yang dapat
menyebabkan masalah dengan mengacu pada lima tugas keluarga yaitu
mengenal masalah, mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota keluarga,
memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
Tanda/gejala adalah sekumpulan data objektif dan subjektif yang diperoleh oleh
perawat dari keluarga yang mendukung masalah dan penyebab.
3.3. Diagnosis keperawatan keluarga
Merupakan respons keluarga terhadap masalah kesehatan yang dialami,
baik actual, risiko taupun potensial, yang dapat diatasi dengan tindakan
keperawatan secara mandiri maupun kolektif yang terdiri dari masalah, etiologi,
serta tanda dan gejala (PES). Diagnosis keperawatan dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu diagnosis keperawatan actual, risiko atau risiko tinggi, dan
potensial atau wellness.
1. Diagnosis actual, menunjukan keadaan yang nyata dan sudah terjadi pada saat
pengkajian di keluarga.
2. Risiko atau risiko tinggi. Merupakan masalah yang belum terjadi pada
pengkajian. Namun dapat menjadi masalah actual bila tidak dilakukan
pencegahan dengan cepat.
3. Potensial atau Wellness. Merupakan proses pencapaian tingkat fungsi yang
lebih tinggi. Potensial juga merupakan suatu keadaan sejahtera dari keluarga
yang sudah mampu memenuhi kebutuhan kesehatan dan mempunyai sumber
penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan. Diagnosis
Potensial dapat dirumuskan tanpa disertai etiologi.
3.4. Penetapan Prioritas Masalah
Dalam suatu keluarga, perawat dapat menemukan masalah lebih dari satu
diagnosis keperawatan keluarga. Oleh karena itu perawat perlu menentukan
prioritas terhadap diagnosis keperawatan keluarga yang ada dengan
menggunakan skala proritas asuhan keperawatan keluarga (Bailon dan Maglaya,
1978). Proritas masalah adalah penentuan prioritas urutan masalah dalam
merencanakan penyelesaian maslah keperawatan melalui perhitungan skor. Skala
ini memiliki tempat kriteria, masing – masing kriteria memiliki skor dan bobot
yang berbeda disertai dengan pembenaran atau alasan penentuan skala tersebut.
a. Kritera pertama : sifat masalah dengan skala actual (skor 3), risiko (skor 2),
dan wellness (skore 1) dengan bobot 1, pembenaran sesuai dengan masalah
yang sudah terjadi, akan terjadi atau ke arah pencapaian tingkat fungsi yang
lebih tinggi.
b. Kriteria kedua : Kemungkinan masalah dapat di ubah dengan skala mudah
(skor 2), sebagian (skor 1), dan tidak dapat (skor 0) dengan bobot 2.
Pembenaran di tunjang dengan data pengetahuan (pengetahuan
klien/keluarga, teknologi, dan tindakan untuk menangani masalah yang ada),
sumber daya keluarga (dalam bentuk fisik, keuangan, dan tenaga) sumber
daya perawat (pengetahuan, ketrampilan, dan waktu), dan sumber daya
masyarakat (dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyrakat dan sokongan
masyarakat).
c. Kriteria ketiga : Potensial masalah untuk dicegah dengan skala skor tinggi
(skor 3) cukup (skor 2), dan rendah (skor 1) dengan bobot 1. Pembenaran
ditunjang dengan data kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan
penyakit atau masalah. Lamanya masalah (waktu masalah itu ada), tindakan
yang sedang dijalankan (tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah),
dan adanya kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah
masalah.
d. Kriteria keempat : Menonjolnya masalah dengan skala segera (skor 2), tidak
perlu segera (skor 1), dan tidak dirasakan (skor 0) dengan bobot 1.
Pembenaran ditunjang dengan data persepsi keluarga dalam melihat masalah
yang ada. Untuk lebih jelasnya skala dalam menentukan prioritas dapat dilihat
dalam tabel.
No. Kriteria Skor Bobot Pembenaran
1 Sifat masalah
Skala :
Actual 3
Risiko 2 1
Potensial/wellnes 1
2 Kemungkinan masalah dapat
diubah
Skala : 2 2
Mudah 1
Sebagian 0
Tidak dapat
3 Potensi masalah untuk dicegah
Skala :
Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1 1
4 Menonjolnya masalah
Skala :
Segera 2
Tidak perlu segera 1 1
Tidak dirasakan 0

Setelah kita mampu menentukan skor dari tiap kriteria kemudian kita lakukan
perhitungan menggunakan rumus berikut untuk menetapkan nilai masalah.
Skor dibagi angka tertinggi di kali bobot, jumlahkan skor nya. Skor tertinggi
merupakan prioritas diagnosis yang akan kita tanggulangi lebih dahulu.
3.5. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang menderia nyeri sendi.
2. Resiko injuri berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga mengenal
masalah nyeri sendi dan memodifikasi lingkungan.
3.6. Fokus intervensi
1. Diagnosa pertama : Nyeri berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang menderia rematik.
a. Pencegahan primer
1) Berikan penyuluhan tentang pencegahan nyeri
2) Ajarkan cara untuk kompres hangat
3) Identifikasi adanya factor-faktor nyeri
b. Pencegahan sekunder
1) Kaji karakteristik nyeri
2) Beri kompres hangat dan dingin
3) Beri obat anti inflamasi seperti aspirin dll.
c. Pencegahan tersier
1) Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila diketahui nyeri berkelanjutan.
2) Kolaborasi pemberian obat antianalgetik.
2. Diagnosa kedua : Resiko injuri berhubungan dengan Ketidakmampuan
keluarga mengenal, masalah nyeri sendi dan memodifikasi lingkungan.
a. Pencegahan primer
1) Berikan penyuluhan tentang resiko injuri
2) Ajarkan cara untuk pencegahan jatuh
3) Identifikasi adanya factor-faktor resiko injuri
b. Pencegahan sekunder
1) Kaji resiko injuri
2) Beri pendidikan kesehatan tentang lingkungan yang aman bagi
penderita nyeri sendi.
3) Modifikasi lantai yang licin, pencahayaan yang terang dan penataan
perabotan rumah tangga yang aman bagi penderita nyeri sendi.
c. Pencegahan tersier
Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila kondisi pasien semakin
memburuk.
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


DENGAN ARTRITIS REUMATOID

4.1 PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada hari Senin tanggal 25 Maret 2014 sampai
dengan hari Sabtu tanggal 30 Maret 2014 di rumah keluarga Tn. W (69th)
mempunyai istri Ny. S (65th) mempunyai 2 orang anak laki-laki An. M (29th)
dan An. R (22th). Saat dikaji Ibu S mengetahui terkena Rematik tetapi
keluaga ibu. S tidak mengetahui tentang Rematik dan bagaimana cara
perawatan terhadap orang yang terkena rematik. Keluarga Bpk. W
mengatakan tidak pernah mengontrolkan Ibu S hanya minum obat rematik
yang beli diwarung itupun jika sendi-sendinya terasa nyeri. Keluarga Bpk. W
mengatakan tidak tahu bagaimana cara perawatan terhadap orang yang
terkena rematik.
A. Data Umum
1. Nama KK : Tn. W
2. Alamat : RT 03 RW 56 Kel. 16 Ulu Kec. SU II,
Plaju
3. Pekerjaan : Petani
4. Pendidikan : SD
5. Komposisi Keluarga
No Nama JK Hub Dg KK Umur Pendidikan Pekerjaan
1 Tn. W L KK 69 th SD Petani
2 Ny.S p Istri 65 th SD Pedagang
3 An. M L Anak 29 th SMK Buruh Pabrik
4 An. R L Anak 22 th SLTA Pedagang
6. Genogram
Keluarga dari pihak Ayah Keluarga dari pihak Ibu

Keterangan:

= Tn. W

= Ny. S

7. Tipe Keluarga
Nuclear Family (keluarga inti) karena dalam satu rumah terdiri dari
bapak ibu dan anak.
8. Latar Belakang Budaya (suku)
a. Suku Bangsa
Keluarga Bpk. W berasal dari suku Melayu dan merupakan
penduduk asli di wilayah kelurahan 16 Ulu Kec SU II, Plaju,
Palembang
b. Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan Keluarga Bpk.W adalah bahasa Palembang
c. Pantangan
Dalam keluarga tidak ada pantangan apapun yang berkaitan dengan
masalah kesehatan, menurut ajaran agama yang keluarga anut, ada
jenis makanan pantangan yaitu daging anjing, babi, dan
kodok.Keluarga juga tidak ada yang alergi terhadap jenis makanan
tertentu.
d. Kebiasaan budaya yang berhubungan dengan masalah kesehatan
Keluarga Bpk. W adalah penduduk Palembang asli, dan tidak ada
adat istiadat yang berpengaruh negatif terhadap masalah kesehatan
didalam keluarganya
Kesimpulan : Tidak ada masalah yang bertentangan dengan
kesehatan
9. Agama
Keluarga memeluk agama islam dan jarang terlibat dalam kegiatan
keagamaan di lingkungan sekitarnya, terutama Ibu S. Ibu S tidak
pernah mengikuti kegiatan pengajian di RT yang diadakan setiap
seminggu dua kali. Menurut Ibu S, mereka sekeluarga jarang
melaksanakan ibadah bersama seperti sholat dll. Ibu S jarang
menyuruh anak-anaknya untuk sholat sehingga anak-anaknya jarang
sekali melaksanakan ibadah sholat.
10. Status Sosial ekonomi Keluarga
Bpk.W sebagai Petani, sedangkan Ibu S, Pedagang dipasar sedangkan
An.M sebagai buruh dan An. R sebagai pedagang, rata – rata
penghasilan Bpk. W adalah tidak tetap perbulannya. Sehingga hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan makan hidup sehari - hari.
Penghasilan Ibu. S perbulannya kurang lebih Rp. 800.000 Keluarga
Bpk. W tidak memiliki tabungan di Bank ataupun asuransi. Keluarga
mengatakan jaminan untuk kesehatan keluarga Ibu. S memiliki dana
seperti dari arisan RT.
11. Aktifitas rekreasi keluarga
Rekreasi yang digunakan di dalam rumah, keluarga mengatakan biasa
mengisi waktu luang dirumah dengan menonton TV dan mengobrol
bersama anak serta mengobrol dengan tetangga sekitar tempat
tinggalnya. Rekreasi yang dilakukan di luar rumah, keluarga Ibu. S
mengatakan jarang sekali bepergian ke tempat hiburan. Sehari –
harinya hanya pergi bekerja dan kemudian istirahat di rumah.
B. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1. Riwayat perkembangan keluarga saat ini
Keluarga Bpk. W sekarang pada tahap keluarga dengan anak Dewasa,
keluarga Bpk.W belum memenuhi tugas perkembangan keluarga
dalam hal memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi
keluarga besar, keluarga Tn.W masih tetap mempertahankan keintiman
pasangan, Bpk. W sudah membantu anak untuk mandiri sebagai
keluarga baru di masyarakat, penataan kembali peran orang tua dan
kegiatan dirumah sudah dilakukan.
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tugas perkembangan yang seharusnya dilalui oleh keluarga saat ini
keluarga merasa sudah terpenuhi, hanya saja keluarga merasa perlu
mempertahankan apa yang sudah ada untuk pengalaman keluarga
melangkah ke proses berikutnya.
3. Riwayat keluarga inti
Didalam keluarga Ibu S tidak ada yang menderita penyakit keturunan
seperti darah tinggi.DM, dll. Dalam 1 bulan terakhir ini didalam
keluarga hanya menderita penyakit ringan saja seperti batuk dan pilek
setelah diperiksakan kepelayanan kesehatan dapat sembuh.Sedangkan
pada saat pengkajian pada keluarga Bpk. W semua anggota keluarga
sehat – sehat saja, tetapi Ibu S mengeluh Pada sendi-sendi terasa nyeri
dan kaku pada tulang.Kesimpulan : Ibu S mempunyai masalah
kesehatan (Rematik). Dari keluarga Bpk. W dan Ibu S tidak ada yang
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, dll
C. Data Lingkungan
1. Karakteristik Rumah
Rumah yang ditempati keluarga merupakan rumah sendiri, saat ini
baru dibangun dengan luas tanah 10 x 10 m2 dan bangunan rumah
seluas 8 x 6 m2 yang meliputi ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 kamar
mandi, dan dapur. Menurut Ibu S, mereka membangun rumah sedikit
demi sedikit karena biaya tidak mencukupi. Kondisi rumah terlihat
berantakan karena ada beberapa bagian yang sedang dibangun.
Menurut Ibu S, apabila sedang ada bagian yang sedang dibangun,
mereka biasanya tinggal di rumah orang tuanya. Jarak antara rumah
Bpk. W dengan yang lainnya sangat dekat, hanya berjarak kurang dari
1 meter. Kondisi ventilasi di rumah kurang karena masih ada beberapa
jendela yang ditutup dengan triplek, sehingga cahaya yang masuk
sedikit dan pertukaran udara sangat kurang.

4 Keterangan:
3
1 : Ruang tamu
2 : Kamar tidur
2 3 : Dapur
1
4 : Kamar mandi
2

2. Karakteristik tetangga dan lingkungan RW


a. Adat dan Istiadat Komunitas Sekitar
Selama ini tetangga – tetangganya mempunyai kebiasaan
mengikuti arisan RT, PKK dan Tahlilan, apabila ada salah satu
tetangganya yang sakit mereka saling menjenguk dan apabila ada
tetangga yang punya kerja atau hajat mereka saling bantu –
membantu. Keluarga mengatakan bahwa dilingkungannya tidak
ada adat istiadat yang mengganggu terhadap kesehatan.
b. Pola pergaulan keluarga
Hubungan keluarga dengan tetangga tampak baik dan harmonis,
tampak keluarga menyapa tetangga yang kebetulan lewat depan
rumahnya. An. M dan An. R sering berkumpul dengan tetanggnya
yang ada disamping rumah.
c. Persepsi Keluarga terhadap komunitas
Keluarga merasa nyaman hidup ditengah–tengah masyarakat
karena keluarga merasa mereka saling bantu–membantu dan tidak
merugikan dalam berbagai hal.
d. Pengetahuan Keluarga mengenai Masalah kesehatan Yang
berkaitan Dengan Komunitas
Keluarga mengatakan masalah kesehatan yang muncul dalam
kehidupan ditengah masyarakat secara khusus saat ini rhematik
dan tekanan darah tinggi karena mayoritas penduduk RT 15 adalah
lansia
3. Mobilitas geografi keluarga
Sejak menikah, mereka sudah tinggal di lingkungan yang saat ini
mereka tempati dan tidak pernah pindah rumah. Alat transportasi yang
ada di daerah adalah angkutan kota namun untuk masuk sampai
rumahnya biasanya jalan kaki, atau nak sepeda. Alat transportasi yang
biasa digunakan oleh keluarga selama ini keluarga mengatakan biasa
menggunakan kendaraan umum sebagai sarana transportasi keluarga
khususnya Ibu S.
4. Hubungan keluarga dengan masyarakat
Hubungan keluarga dengan masyarakat cukup baik, Ibu S selalu ramah
dengan orang-orang yang belanja di warungnya. Tetapi Bpk. W jarang
ikut kegiatan masyarakat karena jam 7 pagi sudah berangkat kerja
pulangnya jam 7 malam. Sedangkan anak-anaknya mengikuti kegiatan
anak-anak lain di lingkungan tersebut.
5. Sistem pendukung sosial keluarga
Dukungan keluarg besar tidak begitu membantu Bpk. W dan Ibu S.
Apabila ada anak yang sakit, maka mereka hanya memberinya obat
warung.
D. Struktur Keluarga
1. Pola Komunikasi
Pola komunikasi yang digunakan adalah komunikasi terbuka, setiap
anggota keluarga bebas menyampaikan keluhan atau tanggapan hal ini
dapat terlihat saat perawat berkunjung.Komunikasi yang digunakan di
dalam keluarga adalah komunikasi dua arah.
2. Struktur kekuatan keluarga
Dalam keluarga keputusan yang diambil adalah hasil musyawarah
bersama, setiap anggota berperan sesuai dengan perannya, dan dapat
menyampaikan idenya jika ada masalah yang dirasakan.
3. Struktur Peran
Dalam keluarga, Ibu S berperan sebagai ibu rumah tangga Sekaligus
Pedagang di rumah, sedangkan An. M, An. R, berperan sebagai anak.
Didalam keluarga Bpk. W sebagai petani.
4. Nilai dan Norma Budaya
Keluarga hidup dalam nilai dan norma budaya Palembang dimana Ibu.
S Dan Bpk. W bertindak sebagai ibu rumah tangga yang harus
mengurus anggota keluarganya, Ibu S juga mengatakan berusaha
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dan tata tertib
dilingkungannnya seperti kegiatan Tahlilan dan PKK RT. Keluarga
mengatakan tidak ada nilai dan norma budaya yang bertentangan
dengan kesehatan.
E. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Ibu S sangat menyayangi keluarga, saling menjaga antara anggota
keluarga satu dengan anggota keluarga yang lain. Ibu S Berusaha
mendidik anaknya agar selalu menghormati orang tua dan menyayangi
sesama anggota keluarga dan teman sebaya serta berusaha
menanamkan kedisiplinan pada anaknya.
2. Fungsi Sosial
Keluarga Ibu S mengatakan bahwa cara menanamkan hubungan
interaksi sosial pada anaknya dengan tetangga dan masyarakat yaitu
dengan membiarkan anaknya bermain dengan teman sebayanya di
kampung rumahnya serta selalu menyapa orang yang ditemuinya
dengan sopan, hal itu terbukti ketika perawat berkunjung ke rumah
keluarga Ibu. S para tetangga juga ikut menyambut dengan baik.
3. Fungsi Perawatan kesehatan
Pengetahuan Keluarga Tentang Penyakit dan Penanganannya
a. Mengenal Masalah
Saat dikaji keluarga Ibu S mengatakan belum mengetahui tentang
penyakit Ibu S, factor penyebab dari penyakit Ibu S, tanda dan
gejala dari penyakit Ibu S dan bagaimana cara perawatan terhadap
penyakit Ibu S yaitu rematik.
b. Mengambil Keputusan
Keluarga Bpk. W mengatakan tidak pernah mengontrolkan Ibu S,
hanya minum obat rematik yang beli diwarung itupun jika sendi-
sendinya terasa nyeri.
c. Merawat anggota keluarga yang sakit
Keluarga Bpk. W mengatakan tidak tahu bagaimana cara
perawatan terhadap orang yang terkena rematik.
d. Memelihara/Memodifikasi Lingkungan
Ny. S mengatakan tidak ada jendela dimasing – masing kamar
tidurnya. Keluarga Ny. S mengatakan cahaya matahari tidak bisa
sampai masuk sampai kamar. Pada saat pengkajian Jendela ruang
tamu dan lantai agak kotor, ventilasi dikamar dan ruang tamu
kurang, ruangan hanya menggunakan penerangan listrik tapi
redup. Tampak tumpukan barang-barang yang tidak teratur diruang
tamu.
e. Menggunakan Fasilitas Kesehatan yang Ada
Keluarga Tn. W sudah menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
yaitu dokter atau pelayanan kesehatan lain seperti Puskesmas.
Namun keluarga belum memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan
baik karena masih melakukan pembelian obat di warung untuk
sakit rhematiknya Ibu S.
4. Fungsi Reproduksi
Keluarga Ibu S sudah memiliki 2 anak, dimana anak—anaknya sudah
bekerja.
5. Fungsi Ekonomi
Keluarga Bpk. W mengatakan penghasilan suami dan Ibu S dirasa
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari–harinya dan
belum termasuk biaya kesehatan yang ringan sehingga jika ada
anggota keluarga yang sakit dan biaya kesehatan kurang maka Ibu S
Merasa berat dalam membiayai anggota keluarga yang sakit.
6. Fungsi pendidikan
Ibu S mengatakan tingkat pendidikan saya hanya sampai pada SD,
Sama dengan suami saya. Kedua anak saya tingkat pendidikan sudah
sampai SLTA saya pikir itu sudah cukup karena lebih baik daripada
saya dan suami saya.
7. Fungsi religus
Ibu S mengatakan semua anggota keluarga beragama islam, saya
mengetahui banyak tentang agama dari keluarga dan masyarakat, saya
jarang mengikuti acara kegiatan keagamaan seperti hari besar Islam,
tahlilan, dan pengajian-pengajian.
8. Fungsi sosialisasi
Ibu S mengatakan Saya dapat berinteraksi dengan masyarakat dengan
acara tahlilan, hari besar Islam PKK, dan kegiatan RTan tapi jaarang.
9. Fungsi rekreasi.
Keluarga menggunakan fungsi rekreasi dengan berkumpul bersama
keluarga pada malam hari dan diisi dengan menonton Tv.
F. Koping Keluarga
1. Stressor Jangka Pendek
Ibu S mengatakan merasa khawatir dengan masalah lingkungannya,
karena akhir – akhir ini dikampungnya masih banyak yang terkena
demam berdarah. Dan ditambah dengan sering terjadi banjir.
2. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Stressor
Keluarga mengatakan apabila ada masalah yang dirasa berat maka
mereka akan memecahkannya secara bersama-sama dengan jalan
musyawarah keluarga sampai ketemu jalan pemecahannya dengan
tidak saling memaksakan dan menyakiti yang lain.
3. Strategi Koping Yang digunakan
Jika ada masalah keluarga lebih suka berunding bersama atau
konsultasi dengan orang yang lebih tahu
4. Strategi adaptasi disfungsional
Bila keluarga sedang mengalami masalah kesehatan mereka cenderung
megesampingkan sebelum masalah tersebut parah.
G. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Klien dalam kondisi baik namun terlihat kondisi kaki
lemah sehingga perlu bantuan tongkat untuk berjalan dan berat badan
,klien masih terlihat overweight sehingga memperberat beban kaki saat
berjalan.
b. Tanda – Tanda Vital.
TD : 150 / 90 mmhg
RR : 20 kali /menit.
HR : 105 kali/menit
TB : 159 cm.
BB : 70kg
Kadar Asam Urat : 8,0 mg.dL
c. Pemeriksaan Head to Toe.
1. Kepala dan Rambut.
a) Kepala.
Bentuk : Simetris
Kulit Kepala : kulit kepala tampak bersih
b) Rambut.
Penyebaran dan keadaan rambut : rambut sudah banyak uban.
Bau : rambut seperti bau keringat.
c) Wajah.
Warna kulit : sawo matang
2. Mata.
Bentuk : simetris terhadap wajah.
Ketajaman penglihatan : kurang baik sehingga menggunakan alat
bantu penglihatan.
Konjungtiva : tidak anemis.
Sklera : tidak ikterus.
Pupil : isokor (kanan dan kiri).
Pemakaian alat bantu : memakai kacamata baik membaca ataupun
tidak membaca.
3. Hidung.
Bentuk : simetris
Fungsi penciuman : baik,dapat membedakan bau.
Pendarahan : tidak mengalami pendarahan.
4. Telinga.
Bentuk telinga : simetris antara kanan dan kiri.
Lubang telinga : terdapat serumen tapi dalam batas normal.
Ketajaman pendengaran : kurang mendengar karena sudah tua.
5. Mulut dan Faring.
Keadaan bibir : bibir klien kering
Keadaan gusi dan gigi : tidak ada pendarahan gusi dan gigi.
Gigi terlihat bersih dan tidak lengkap.
Keadaan lidah : tidak ada tanda perdarahan
6. Leher.
Tiroid : tidak terdapat pembesaran KGB
Suara : Klien mengeluarkan dengan kata kata jelas.
Denyut nadi karotis : teraba
Vena jugularis : teraba
d. Pemeriksaan integumen.
Kebersihan klien : klien tampak bersih.
Warna : kulit sawo matang
Turgor : turgor kulit baik (kulit cepat kembali).
Kelembaban : kulit tampak sedang (tidak kering ) agak keriput
e. Pemeriksaan Payudara dan ketiak.
Keriput, Klien tidak bersedia karena merasa malu.
f. Pemeriksan Thorax / Dada.
Inspeksi.
Bentuk Thorax : simetris antara kanan dan kiri.
Pernafasan : frekuensi 20 kali / menit.
Irama teratur dan tidak ada suara tambahan.
Tidak ada tanda kesulitan bernafas.
g. Pemeriksaan Paru.
Palpasi getaran suara : terdengar dan teratur.
Perkusi : bunyi resonan
Auskultasi : suara nafas teratur
h. Pemeriksaan Abdomen.
1. Inspeksi.
Bentuk Abdomen : abdomen buncit
Benjolan : tidak ada benjolan
2. Palpasi.
Tanda nyeri tekan : tidak ada nyeri.
Benjolan : tidak ada
Tanda ascites : tidak ada
Hepar : tidak ada pembengkakan.
i. Pemeriksaan Kelamin dan Sekitarnya.
Klien tidak bersedia melakukannya karena merasa malu.
j. Pemeriksaan Muskuluskeletal / Ekstremitas.
Pemeriksaan edema : tidak ada edema
Kekuatan otot : kekuatan otot telah berkurang.
Dimana klien lebih banyak duduk (tidak ada aktivitas rutin ),bila berjalan
menggunakan alat bantu yaitu tongkat dan berjalan lambat. Klien berjalan
lambat dan berhati hati karena klien mengatakna takut jatuh, apalagi
berjalan jauh.
Sendi : Terasa nyeri sendi pada bagian lutut
Kelainan pada Ekstremitas : ada, tampak bengkak pada pada pergelangan
kaki
k. Pemeriksaan Neurologis
1. Tingkat kesadaran
GCS : 15, E : 6, M : 4, V : 5
2. StatuMental
Kondisi Emosi / Perasaan : dalam keadaan stabil
Orientasi : Klien masih dapat berorientasi dengan baik, baik
waktu, tempat dan orang
Proses Berfikir : Ingatan klien masih kuat, klien masih ingat masa
lalunya
Perhitunganklien dapat berhitung agar cepat sembuh
Motivasi : Klien berkeinginan agar cepat sembuh
Persepsi : Klien menganggap / kurang yakin penyakit dapat
sembuh total
Bahasa : Klien menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Palembang
3. Fungsi motorik
Cara berjalan : Klien sulit berjalan
Test jari hidung : Klien dapat menyentuh hidung
Promosi dan supinasi test : Klinik mampu membalik-balikkan tangan
Romberg test : Klien mampu berdiri walau dengan
bantuan.
4. Fungsi Sensori
Test tajam tumpul : klien dapat membedakan benda tajam dan
tumpul
Test panas dinding : Klien dapat membedakan benda panas dan
dingin
Membedakan dua titik : Klien dapat membedakan dua titik
Identifikasi sentuhan ringan
Reflek : Pada pemeriksaan reflek tidak dilakukan
karena tidak tersedianya alat.

H. Harapan Keluarga
Keluarga sangat mengharapkan bantuan dari perawat dalam mengatasi
masalah Ibu S dan masalah lainnya.Sehingga Ibu S dapat melakukan
aktivitas sehari—harinya tanpa ada gangguan.
I. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. Data Subyektif : Ketidakmampuan Defisit
keKeluarga Ibu S mengatakankeluarga mengenalpengetahuan
belum mengetahui tentangmasalah rematik
penyakit Ibu S, factor
penyebab dari penyakit Ibu S,
tanda dan gejala dari penyakit
Ibu S dan bagaimana cara
perawatan terhadap penyakit
Ibu S
Data Obyektif :
Pergelangan kaki Ibu S Tampak
agak bengkak
2. Data Subyektif: Ketidakmampuan Nyeri
Bpk. W mengatakan tidak tahukeluarga merawat
bagaimana cara merawat Ibu Sanggota keluarga
apabila dia mengeluh nyeriyang sakit
sendi.
P: Kadar asam urat tinggi yaitu
8,0 mg/dL
Q: Nyeri menetap di daerah
sendi
R: Terasa nyeri pada bagian
lutut
S: Skala 4 (nyeri sedang)
T: Nyeri muncul saat
beraktifitas

Data Obyektif
TD: 150/90 mmHg
HR : 105 x/menit
Kadar asam urat : 8,0 mg/dL
J. Skala Prioritas
1. Defisit pengetahuan b/d ketidakmampuan keluarga mengenal penyakit
reumatik
NO. KRITERIA BOBOT
1. Sifat Masalah 2/3 x 1 = 2/3 2/3
Skala: Ancaman kesehatan
(2)
2. Kemungkinan masalah dapat ½ x 2 = 1 1
diubah
Skala: Sebagian (1)
3. Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3 2/3
dicegah
Skala: Cukup (2)
4. Menonjolnya masalah ½ x 1 = 1/2 1/2
Skala: Ada masalah, tidak
perlu ditangani (1)
Total 2 1/3

2. Nyeri b/d ketidakmampuan keluarga Tn. W merawat Ibu S


NO. KRITERIA BOBOT
1. Sifat Masalah 3/3 x 1 = 1 1
Skala: Tidak/kurang sehat
(3)
2. Kemungkinan masalah dapat ½ x 2 = 1 1
diubah
Skala: Sebagian (1)
3. Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3 2/3
dicegah
Skala: Cukup (2)
4. Menonjolnya masalah 2/2 x 1 = 1 1
Skala: Masalah berat, harus
segera ditangani (2)
Total 3 2/3
Jadi dilihat dari score tertinggi yaitu 3 2/3 diagnosa prioritas adalah
Nyeri b/d ketidakmampuan keluarga Tn. W merawat Ibu S

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri b/d ketidakmampuan keluarga Tn. W merawat Ibu S
2. Defisit pengetahuan b/d ketidakmampuan keluarga mengenal penyakit
reumatik

4.3 Intervensi Keperawatan

1. DIAGNOSA 1 : Nyeri b/d ketidakmampuan keluarga Tn. W merawat Ibu


S.

Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasional
Hasil

Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, Mengetahui lokasi,


tindakan keperawatan karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
selama 2x24 jam, frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas,
diharapkan nyeri intensitas nyeri. dan intensitas nyeri.
berkurang atau
2. Identifikasi skala Mengetahui klien
teratasi.
nyeri. nyeri pada skala
Kriteria hasil:
berapa.
1. Klien mengeluh
tidak nyeri. 3. Berikan tehnik Membantu
2. Klien rileks. nonfarmakologis mengurangi rasa
untuk mengurangi nyeri.
rasa nyeri.

4. Ajarkan tehnik Mengurangi rasa


nonfarmakologis nyeri.
untuk mengurangi
rasa nyeri.

5. Kolaborasi Pemberian analgetik


pemberian analgetik, untuk mengurangi
jika perlu. nyeri.

2. DIAGNOSA 2: Defisit pengetahuan b/d ketidakmampuan keluarga mengenal


penyakit reumatik
Tindakan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor- Mengetahui faktor-


tindakan keperawatan faktor yang dapat faktor yang dapat
selama 2x24 jam meningkatkan dan meningkatkan dan
diharapkan defisit menurunkan menurunkan motivasi
pengetahuan dapat motivasi perilaku perilaku hidup bersih
berkurang. hidup bersih dan dan sehat.
Kriteria hasil: sehat.
1. Dapat mengetahui 2. Sediakan materi Membantu klien
penyakit reumatik. dan media mengetahui tentang
pendidikan penyakitnya.
kesehatan.

3. Berikan Agar klien lebih


kesempatan untuk memahami
bertanya. penyakitnya.

4. Jelaskan faktor Mengetahui faktor


resiko yang dapat resiko yang
mempengaruhi mempengaruhi
kesehatan. kesehatan.

5. Ajarkan perilaku Agar klien lebih


hidup bersih dan berperilaku hidup
sehat. berish dan sehat
Pelaksanaan Keperawatan

1. DIAGNOSA 1 : Nyeri b/d ketidakmampuan keluarga Tn. W merawat Ibu


S.

31 Maret 2014

Pelaksanaan keperawatan TTD Perawat

Pukul 08.00 WIB


1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Respon : keluarga Tn. W bersedia
Pukul 08.10 WIB
2. Mengidentifikasi skala nyeri.
Respon : ibu S bersedia.
Pukul 08.25 WIB
3. Memberikan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S memahami dan
mengerti tehnik nonfarmakologis.
Pukul 08.35 WIB
4. Mengajarkan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Respon : keluan Tn. W dan Ibu S bersedia, dan
melakukan tehnik farmakologis jika Ibu S merasa
nyeri
Pukul 08.45 WIB
5. Berkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

01 April 2019

Pelaksanaan keperawatan TTD Perawat

Pukul 08.00 WIB


1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Respon : keluarga Tn. W bersedia
Pukul 08.10 WIB
2. Mengidentifikasi skala nyeri.
Respon : ibu S bersedia.
3. Memberikan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S memahami dan
mengerti tehnik nonfarmakologis.
Pukul 08.35 WIB
4. Mengajarkan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Respon : keluan Tn. W dan Ibu S bersedia, dan
melakukan tehnik farmakologis jika Ibu S merasa
nyeri
Pukul 08.45 WIB
5. Berkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

2. DIAGNOSA 2: Defisit pengetahuan b/d ketidakmampuan keluarga


mengenal penyakit reumatik.
31 Maret 2014
Perencanaan Keperawatan TTD Perawat

Pukul 08.55 WIB


1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S bersedia.
Pukul 09.05 WIB
2. Menyediakan materi dan media pendidikan
kesehatan.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S memahami apa
yang telah dijelaskan.
Pukul 09.20 WIB
3. Memberikan kesempatan untuk bertanya.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S bertanya
mengenai materi yang tidak dimengerti.
Pukul 09.30 WIB
4. Menjelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S mengetahui
faktor resiko yang mempengaruhi kesehatan.
5. Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S memahami dan
mengerti apa yang telah disampaikan.

01 April 2014

Perencanaan Keperawatan TTD Perawat

Pukul 08.55 WIB


1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S bersedia.
Pukul 09.05 WIB
2. Menyediakan materi dan media pendidikan
kesehatan.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S memahami apa
yang telah dijelaskan.
Pukul 09.20 WIB
3. Memberikan kesempatan untuk bertanya.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S bertanya
mengenai materi yang tidak dimengerti.
Pukul 09.30 WIB
4. Menjelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S mengetahui
faktor resiko yang mempengaruhi kesehatan.
Pukul 09.40 WIB
5. Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Respon : keluarga Tn. W dan Ibu S memahami dan
mengerti apa yang telah disampaikan.
4.4 Evaluasi Keperawatan

1. DIAGNOSA 1 : Nyeri b/d ketidakmampuan keluarga Tn. W


merawat Ibu S.

Evaluasi Keperawatan TTD Perawat

31 Maret 2014
S : P: Kadar asam urat tinggi yaitu 6,5 mg/dL
Q: Nyeri menetap di daerah sendi
R: Terasa nyeri pada bagian lutut
S: Skala 2 (nyeri sedang)
T: Nyeri muncul saat beraktifitas

O : TD: 130/90 mmHg


HR : 92 x/menit
Kadar asam urat : 6,5 mg/dL

Klien gelisah.

A : masalah nyeri belum teratasi.

P : intervensi 1,2,3,4,5 dilanjutkan

01 April 2019

S : P: Kadar asam urat tinggi yaitu 4,5 mg/dL


Q: Tidak terdapat nyeri
R: -
S: Skala 0
T: Nyeri muncul saat beraktifitas

O : TD: 120/90 mmHg


HR : 80 x/menit
Kadar asam urat : 4,5 mg/dL

Klien gelisah.

A : masalah nyeri teratasi.

P : intervensi dihentikan.

2. DIAGNOSA 2: Defisit pengetahuan b/d ketidakmampuan keluarga mengenal


penyakit reumatik.
Evaluasi Keperawatan TTD Perawat
31 Maret 2014

S: Keluarga Ibu S mengatakan belum mengetahui


tentang penyakit Ibu S, faktor penyebab dari penyakit
Ibu S, tanda dan gejala dari penyakit Ibu S dan
bagaimana cara perawatan terhadap penyakit Ibu S

O : Pergelangan kaki Ibu S Tampak agak bengkak

A : masalah deficit pengetahuan belum teratasi.

P : intervensi 1,2,3,4,5 dilanjutkan

01 April 2014

S: Keluarga Ibu S mengatakan lebih mengetahui tentang


penyakit Ibu S, faktor penyebab dari penyakit Ibu S,
tanda dan gejala dari penyakit Ibu S dan bagaimana cara
perawatan terhadap penyakit Ibu S

O : Pergelangan kaki Ibu S sudah tidak bengkak.

A : masalah deficsit pengetahuan teratasi.

P : intervensi dihentikan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun yang ditandai
olehinflamasi sistemik kronik dan progresif, dengan target utama adalah
sendi.Prevalensi penyakit ini cukup rendah, namun artritis reumatoid
menimbulkan dampak sosioekonomi yang besar karena penyakit ini
menyebabkan kerusakan sendi yang progresif dan nyeri, terutama sendi
kecil yang berada di tangan sehingga mengganggu aktivitas fisik
penderita.
5.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca
agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah
ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Di
samping itu saya juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Daud, R. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Arthritis Rheumatoid.


Jakarta: FKUI.

Suarjana I, N. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. V. Jakarta: Interna
Publishing.

Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014. Diagnosis dan


Pengelolaan Artritis Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. ISBN

Anda mungkin juga menyukai