"Orang banyak akan mengikuti pemimpin yang berjalan dua puluh langkah di depan
mereka; namun kalau sang pemimpin berada seribu langkah di depan, ia takkan terlihat
dan takkan diikuti ".
George Brandes
Goleman(6) mengusulkan bahwa apa yang penting itu sebenarnya kecerdasan emosional
atau EI Q (emotional intelligence quotient). Ia berpendapat bahwa seseorang bisa saja
ber-IQ tinggi, berpikiran tajam dan analitis, sangat kreatif dan telah mengikuti pelatihan
kepemimpinan terbaik di dunia, namun tetap saja bukan pemimpin yang efektif. Goleman
mengidentifikasi unsur-unsur kecerdasan emosional sebagai berikut:
Pendahuluan.
Pada zaman akhir ini, Tuhan sedang mempersiapkan para pemimpin yang baik untuk
dapat memimpin gerejaNya sehingga tuaian dapat dipersiapkan dengan baik.
Tragedi yang menimpa kapal Titanic memunculkan sebuah perwahyuan yang menonjol
dari tiga jenis kepemimpinan- dimana ketiganya dapat dilihat dalam dunia sekuler dan
di gereja pada masa sekarang.
Tipe kepemimpinan pertama bisa kita lihat pada diri kapten Smith dan para awak kapal
Titanic. Mereka semua adalah orang-orang terbaik dalam armada pelayaran Inggris.
Mereka percaya bahwa di seluruh kerajaan Inggris tidak ada kapten kapal yang lebih baik
dan lebih hebat selain dari Smith. Bila hal tersebut di gabungkan dengan rekor yang
menunjukkan bahwa dirinya belum pernah mengalami kecelakaan di laut, kita
mempunyai sekumpulan awak kapal yang tak tertenggelamkan pula. Sesungguhnya,
beberapa karakteristik tersebut merupakan faktor yang memberikan sumbangan terhadap
kehancuran kapal itu. Semua hal tersebut memberi makan kepada kecongkakan, yang
menghasilkan kecerobohan, yang cepat atau lambat akan menuntun kepada sebuah
tragedi.
Para awak Titanic belum pernah mengadakan latihan yang memadai dalam menggunakan
perahu penyelamat. Mereka tidak memiliki rencana untuk bisa mengatur setiap gerakan
penumpang ke perahu-perahu penyelamat tersebut, dan para awak bahkan tidak tahu
bagaimana caranya menurunkan perahu penyelamat. Semuannya harus mereka pelajari
sementara kapal tersebut tenggelam perlahan-lahan. Hal ini tentu menambah jumlah
korban meninggal yang seharusnya tidak perlu terjadi. Banyak perahu yang hanya diisi
oleh sebagian penumpang, salah satunya bahkan hanya diisi dengan dua belas orang saja
sementara ratusan penumpang lainnya ditahan para awak kapal dibagian bawah dek
kapal. Seluruh isi kapal tersebut tidak siap menghadapi kejadian pada malam itu, dan
mereka membayar semuanya dengan nyawa mereka.
Tipe kepemimpinan yang kedua adalah kapal California yang dipimpin oleh kapten
Lord.
Kapten Lord memiliki banyak pengalaman yang didapat dari kesuksessan dan kegagalan
di masa lalu. Dia adalah orang yang memiliki sikap berhati-hati, bahkan terlalu berhati-
hati. Realita kehidupan bisa menyebabkan kita bereaksi seperti ini, jika kita membiarkan
rasa takut akan terjadinya kegagalan yang ditabur dalam diri yang pada akhirnya
menghasilkan suatu kebimbangan. Memiliki sifat yang terlalu berhati-hati ternyata sama
mematikannya dengan memiliki sifat yang terlalu yakin, seperti yang terbukti didalam
kejadian Titanic.
Ketika kapten Lord mendengar tentang gunung es yang berada tepat di jalur
pelayarannya, dia lalu memperlambat laju kapalnya. Ketika ia melihat es tersebut, dia
menghentikan kapal dan menunggu sampai datangnya pagi. Petugas radionya mulai
memperingatkan kapal –kapal lain yang berada di daerah tersebut akan bahaya yang ada.
Pada pukul 7: 30 malam peringatannya diterima dan dicatat oleh petugas kapal Titanic.
Laut Atlantik Utara yang biasanya terkena badai, pada malam itu terlihat sangat tenang.
Lebih dari satu perwira kapal yang menyatakan bahwa mereka belum pernah melihat laut
di daerah itu begitu tenang.
Ketenangan ini juga mungkin mempengaruhi para awak kapal California. Pengawas
anjungannya melihat Titanic mendekat dalam jarak hanya beberapa mil dan kemudian
melihat Titanic berhenti dengan tiba-tiba. Mula-mula mereka berpikir bahwa Titanic
mengambil langkah yang sama dengan mereka untuk menghindar dari es. Kemudian
Titanic mulai menembakkan roket dalam setiap menit, yang merupakan sinyal
kecelakaan bila berada di lautan. Awak kapal California menjelaskan bahwa sinyal
tersebut ditujukan kepada kapal lain yang menyertai Titanic, yang tidak bisa mereka
lihat! Mereka bahkan tidak membangunkan petugas radio untuk menghubungi Titanic.
Kemudian mereka menonton Titanic menghilang di bawah laut sambil berbicara satu
dengan lainnya saat lampu-lampu kapal tersebut meredup bahwa Titanic sudah belayar
pergi! Jika mereka menanggapi sinyal gangguan yang pertama, kapal California
barangkali bisa menyelamatkan seluruh nyawa yang hilang pada waktu itu.
Aplikasi:
Sikap para awak California tersebut sama seperti sikap di masa-masa sekarang ini. Saat
penyelidikan yang terakhir tiba dan cerita yang terakhir di sampaikan , kita akan heran
melihat bagaimana banyaknya orang yang berada dalam posisi untuk memberikan
pertolongan, tetapi tidak melakukannya dan bahkan pergi tidur seperti yang dilakukan
oleh kapten Lord dari kapal California, ketika sebenarnya dia bisa melakukan banyak hal
untuk menolong. Rasionalisasi adalah tameng yang populer bagi para pengecut. Apakah
mereka takut terhadap gunung es tersebut sehingga mereka memutuskan untuk bercanda
satu sama lain dengan mengemukakan berbagai alasan yang tidak dapat diterima akal
karena tidak menanggapi keadaan darurat tersebut?
Saat dunia di sekeliling kita tenggelam semakin dalam, akankah kita tidur sementara kita
bisa menyelamatkan banyak jiwa, atau apakah kita akan bangkit dan mengambil
tindakan?
III. Keputusan Kepemimpinan yang Sejati (Risk -Taker)
Tipe kepemimpinan yang ketiga adalah kapal Carpathia, yang dipimpin oleh kapten
Arthur H. Rostron. Dia dikenal sebagai seorang yang mampu membuat keputusan cepat
dan memberikan dorongan semangat kepada anak buahnya. Dia adalah contoh seorang
pemimpin yang baik, yang sedang di persiapkan Tuhan pada hari-hari ini. Kapten
Rostron adalah seorang yang saleh dan taat berdoa. Pada pukul 12: 35 pagi, petugas radio
Carpathia masuk ke dalam kamarnya dan memberitahu bahwa Titanic telah menabrak
sebuah gunung es. Kapten Rostron kemudian bereaksi dengan suatu karakter sebagai
berikut; dia segera memerintahkan Carpathia berbalik dan berlayar dengan kecepatan
penuh, kemudian bertanya kembali kepada petugas radio mengenai kepastian berita yang
di dapat - sebuah perbedaan yang menyolok bila di bandingkan dengan reaksi yang
ditujukkan kapal California.
Rostron kemudian memperlihatkan suatu gambaran pemikiran yang benar-benar siap; dia
memikirkan segala sesuatu dan mengurus setiap perinciannya. Dia memerintahkan dokter
kebangsaan Inggris keruang makan kelas utama, dokter Italia ke kelas dua, dokter
Hongaria ke kelas tiga, disertai dengan peralatan dan persediaan yang dibutuhkan untuk
mengobati yang sakit dan luka. Dia memerintahkan beberapa orang perwira menjaga
setiap lorong , menginstruksikan mereka untuk mendapatkan nama-nama orang yang
selamat agar bisa di kirimkan melalui petugas radio. Mereka mempersiapkan balok-
balok, garis dari kain, juga kursi untuk orang yang terluka. Tali simpul di ikatkan di
sepanjang sisi kapal bersama dengan tali perahu dan tali penarik untuk menarik kursi
yang diduduki orang. Seluruh pintu lorong terbuka. Kemudian dia mengarahkan beberapa
perwira untuk mengambil alih mengurus para penumpangnya yang sekarang dan untuk
memenuhi segala kebutuhan mereka. Semua yang dapat membantu, menyiapkan kopi,
sup dan perlengkapan lainnya. Kemudian dia menentukan ruangan-ruangan perwira,
ruang untuk merokok, perpustakaan dan lain-lain yang akan dipakai sebagai tempat
akomodasi orang-orang yang selamat. Para pelayan di beritahu untuk mengabarkan
kepada penumpang mereka sendiri alasan-alasan terjadinya aktivitas tersebut supaya
mereka tenang menghadapinya.
Kemudian Rostron berpaling untuk menghadapi masalah yang terbesar- gunung es. Dia
membawa kapalnya dengan kecepatan penuh ke perairan yang dipenuhi es yang telah
menenggelamkan Titanic. Bagi orang yang pemberani ini, mengurangi kecepatan kapal
adalah suatu hal yang mustahil, namun dia mengambil tindakan yang penuh perhitungan
untuk memperkecil risiko yang dihadapi kapal penumpangnya. Dia menambah orang
untuk di tempatkan di sarang gagak (tempat untuk mengawasi di ujung depan kapal),
menambah dua orang lagi di haluan, satu orang di setiap sisi anjungan, dan dia turut
berjaga di anjungan itu. Perwira keduanya, James Bisset, melihat kaptennya melakukan
tindakan terakhir yang paling penting dari semuanya- dia berdoa.
Pada pukul 2: 45 pagi, Bisset melihat gunung es yang pertama. Mereka melewatinya dan
terus melanjutkan pelayaran. Pada jam berikutnya mereka menghindar dari lima gunung
es. Pada pukul 4:00 pagi mereka tiba di tempat Titanic menyampaikan pesan posisinya
yang terakhir dan mulai mengangkat perahu-perahu penyelamat. Saat matahari muncul,
cahayanya memperlihatkan pemandangan yang mengagetkan; sejauh mata memandang,
perairan itu di penuhi oleh gunung-gunung es. Bahkan dengan pengawasan yang ada,
Carpahia telah melewati beberapa gunung es yang tidak bisa terlihat oleh mereka. Tidak
ada yang bisa menyangka bagaimana mereka bisa melewati semua itu, kecuali sang
kapten yang telah melakukan apa yang bisa dilakukannya, tetapi dia tetap memerlukan
pertolongan Tuhan.
Kesulitan yang dihadapi dalam upaya menyelamatkan orang-orang yang selamat tersebut
di lakukan dengan perintah dan kedisiplinan yang sangat baik sehingga tercipta suatu
ketenangan. Para penumpang Carpathia menangkap roh pengorbanan kepentingan diri
sendiri yang ditunjukkan oleh para awaknya. Penumpang kelas satu memberikan kamar
mereka untuk orang-orang yang selamat; sedangkan yang lainnya berusaha membantu
dengan apa yang dapat mereka lakukan.
Aplikasi:
Dalam sebuah tragedi kecelakaan kapal di kegelapan malam yang sangat kelam, kapten
Carpathia, para awak dan penumpangnya menjadi terang cahaya keberanian dan
kepahlawaann. Mereka adalah contoh dari apa yang Tuhan inginkan dari kita pada
malam-malam yang penuh dengan tragedi dan kerugian yang sekarang jatuh menutupi
bumi.
Nilai adalah sikap mengenai harga diri orang lain, konsep, atau hal lainnya. Misalnya,
Anda menilai suatu mobil bagus, rumah yang nyaman, persahabatan erat, kenyamanan
pribadi, atau keluarga harmonis. Nilai bersifat penting karena memengaruhi perilaku
seseorang dalam menimbang seberapa pentingnya setiap pilihan. Anda mungkin menilai
sahabat lebih berharga daripada kepentingan Anda sendiri, sedangkan orang lain
mungkin menilai yang sebaliknya.
Seorang pemimpin adalah seorang penjual harapan, melalui kejelasan visi dan
kekuatan misi.
Maka pastikanlah bahwa tindakan kita tidak berorientasi kepada kepentingan yang
bukan bagi kebaikan yang kita pimpin.
Mohon Anda sadari bahwa, bagi seorang pemimpin – menjadi yang dipercaya
adalah hadiah yang lebih baik dari apapun. Kepercayaan yang diberikan oleh
anggota organisasi kepada seorang pemimpin datang dari perasaan terpastikan
dalam mempercayakan proses memimpin pencapaian tujuan bersama kepadanya.
Untuk itu, siapapun akan mencapai kepantasan sebagai seorang pemimpin, bila ia
membiasakan dirinya untuk meninggikan orang lain, tanpa merendahkan dirinya
sendiri.
- Di dunia ini -
- Tidak ada yang abadi -
- Tidak ada yang sejati -
- Yang ada hanya kepentingan pribadi