Anda di halaman 1dari 6

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA
Jl. Udayana No. 11 Singaraja

TEST IV
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Nama : I Putu Ananda Widya Dhaarma


NIM : 2113081026
RPL Kimia 2021

1. Coba jelaskan secara singkat argumentasi para pemikir positivisme logis! Berikan contoh
secukupnya!
Jawaban :
Para pemikir positivisme logis berpendapat bahwa tugas terpenting dari filsafat
adalah untuk merumuskan semacam kriteria penentuan untuk membedakan antara pernyataan
yang memadai dan pernyataan tidak memadai. Mereka ingin merumuskan semacam aturan-
aturan korespondensi, di mana observasi langsung untuk menguji suatu pernyataan dapat
langsung dilakukan. Mereka juga ingin menjernihkan konsep-konsep abstrak yang digunakan
di dalam fisika, seperti konsep massa dan konsep energi, sehingga dapat sungguh diamati secara
inderawi. Salah satu kriteria yang dirumuskan oleh mereka adalah verifikasi, yakni suatu
pernyataan yang memadai adalah pernyataan yang dapat diverifikasi secara empiris. Jika suatu
pernyataan tidak dapat diverifikasi, pernyataan itu tidaklah memadai, dan tidak berguna.
Contohnya :
Jika kita berkata bahwa warna sepatu itu merah, ketika orang lain melihat sepatu
itu, mereka juga akan menemukan bahwa sepatu itu berwarna merah.
2. Bagaimanakah kritik yang paling tajam terhadap argumentasi para pemikir positivisme logis
tersebut?
Jawaban :
Karl Popper, dengan teorinya, bersikap kritis terhadap tesis-tesis dasar positivisme
logis, serta menunjukkan pentingnya perannya proses falsifikasi di dalam perumusan dan
perubahan suatu teori. Ada beberapa pendapat, seperti yang dirumuskan oleh Thomas Kuhn,
yang melihat bahwa teori-teori ilmu pengetahuan selalu sudah berada di dalam sebuah
pandangan dunia tertentu. Oleh sebab itu, perubahan radikal di dalam ilmu pengetahuan hanya
dapat terjadi, jika seluruh pandangan dunia yang ada ternyata sudah tidak lagi memadai, dan
digantikan oleh yang lain.
Popper, pada bukunya yang berjudul The Logic of Scientific Discovery (1934),
berpendapat bahwa kita tidak dapat membuktikan bahwa suatu teori ilmu pengetahuan itu benar
hanya dengan menambahkan bukti-bukti empiris yang baru. Sebaliknya, jika suatu bukti telah
berhasil menunjukkan kesalahan suatu teori, hal itu sudahlah cukup untuk menunjukkan bahwa
teori tersebut tidak tepat.

3. Coba jelaskan secara ringkas dan lugas teori falsifikasi yang dirumuskan Popper!
Jawaban :
Popper banyak menulis tentang filsafat politik maupun filsafat ilmu. Teorinya
tentang falsifikasi, yang walaupun ditujukan dalam bidang analisis filsafat ilmu, memiliki
implikasi yang sangat luas. Pada dekade 1920-an, pada pemikir positivisme logis, seperti sudah
disinggung sebelumnya, berpendapat bahwa suatu pernyataan hanya bermakna, jika pernyataan
tersebut dapat diverifikasi dengan data inderawi. Dengan kata lain, jika suatu pernyataan tidak
dapat dibuktikan secara inderawi, pernyataan itu tidaklah bermakna. Akan tetapi, mereka juga
memberikan pengecualian bagi pernyataan matematis ataupun pernyataan logika, di mana
makna dari suatu pernyataan sudah terkandung di dalam definisi dari pernyataan yang
digunakan.
Popper mengkritik bahwa semua sensasi inderawi yang datang pada seseorang
selalu sudah melibatkan penafsiran orang tersebut, sehingga kemungkinan adanya perbedaan
penafsiran juga sudah selalu terbuka. Variasi penafsiran tersebut sangat tergantung dari
pengandaian-pengandaian ilmuwan yang sedang melakukan penelitian. Dengan demikian,
argumentasi yang didapatkan dari metode induksi tentunya tidak akan pernah dapat mencapai
kepastian absolut.

4. Bagaimana kritik Khun terhadap Popper dan argumentasi Khun sendiri?


Jawaban :
Thomas Kuhn ingin memahami tentang proses kemajuan di dalam ilmu
pengetahuan dengan berpijak pada teori falsifikasi Popper. Khun merumuskan suatu teori baru
yang didasarkan pada penelitian historis tentang bagaimana ilmu pengetahuan mengalami
perubahan dan perkembangan di dalam sejarahnya. Kesimpulannya bahwa ilmu pengetahuan
tidak secara otomatis menyingkirkan suatu teori ketika ada bukti-bukti yang berlawanan dengan
teori tersebut, melainkan perubahan tersebut terjadi melalui proses yang bersifat gradual dan
kumulatif. Menurut Khun, membedakan antara ilmu pengetahuan di dalam situasi normal, dan
ilmu pengetahuan di dalam situasi krisis, di mana semua paradigma yang ada mengalami
perubahan, atau mengalami apa yang disebut Kuhn sebagai Revolusi Saintifik.
Di dalam situasi normal, dunia ilmu pengetahuan didominasi oleh suatu paradigma
tertentu. Akan tetapi, dominasi oleh satu paradigma tersebut tidak akan berlangsung lama,
karena pasti ada suatu problem internal di dalam paradigma itu. Problem internal tersebut akan
meningkat secara bertahap sampai terjadinya krisis di dalam paradigma dominan itu. Hal ini
akan terus berlangsung sampai ada paradigma baru yang dapat menyelesaikan problem-
problem yang mengakibatkan krisis pada paradigma sebelumnya. Pergantian paradigma
semacam itu terjadi, ketika komunitas ilmiah merasa perlu memeriksa kembali pengandaian-
pengandaian yang sudah mereka terima selama ini.
Khun mengklaim bahwa tidak ada satu bukti independen yang dapat menjadi
penentu validitas di antara dua paradigma yang berbeda. Suatu bukti selalu sudah ditafsirkan
dalam kerangka paradigma tertentu, sehingga tidak ada satu titik tolak universal yang dapat
menentukan mana di antara dua paradigma yang lebih valid. Kuhn juga mengatakan bahwa
setiap ilmuwan haruslah mempunyai komitmen pada teori yang menjadi kerangka
penelitiannya. Menurut Kuhn, suatu paradigma tidak selalu terbuka pada proses falsifikasi
secara langsung. Dan karena suatu paradigma mempengaruhi proses penafsiran atas suatu bukti,
maka bukti-bukti yang ada seringkali menyesuaikan diri dengan paradigma itu.
5. Apa yang dimaksud dengan paradigma menurut Thomas Khun? Apa kritik imre Lakatos
terhadap Khun dan apa pandangan Lakatos sendiri?
Jawaban :
Thomas Kuhn merumuskan suatu teori baru yang didasarkan pada penelitian
historis tentang bagaimana ilmu pengetahuan mengalami perubahan dan perkembangan di
dalam sejarahnya. Ia pun sampai pada kesimpulan, bahwa ilmu pengetahuan tidak secara
otomatis menyingkirkan suatu teori ketika ada bukti-bukti yang berlawanan dengan teori
tersebut, melainkan perubahan tersebut terjadi melalui proses yang bersifat gradual dan
kumulatif. Kuhn pun juga melihat bahwa setiap ilmuwan pada suatu jaman sudah selalu
melakukan penelitian dengan menggunakan pengandaian-pengandaian dasar yang mereka
punyai, atau sedang dominan pada suatu masa. Ketika suatu bentuk teori telah dianggap mapan
di dalam komunitas ilmiah maka hampir semua ilmuwan yang ada di dalam komunitas tersebut
menggunakan teori yang mapan itu di dalam penelitian mereka. Teori yang mapan dan dominan
tersebut disebut Kuhn sebagai paradigma.
Ada beberapa perubahan di dalam ilmu pengetahuan yang tidak selalu seperti yang
dikatakan Kuhn dengan konsep revolusi saintifiknya. Salah satu penjelasan tentang hal ini
dirumuskan oleh Imre Lakatos di dalam bukunya yang berjudul Falsification and The
Methodology of Scientific Research Programmes. Di dalam buku itu, ia berpendapat bahwa di
dalam prakteknya, ilmu pengetahuan mengalami perkembangan melalui program-program
penelitian yang dilakukan, terutama penelitian-penelitian yang bersifat menyelesaikan masalah
Perubahan tersebut tidaklah muncul akibat ditemukannya bukti-bukti baru yang berlawanan,
seperti yang dikatakan oleh Popper dengan teori falsifikasinya, dan juga bukanlah akibat adanya
revolusi paradigma di dalam ilmu pengetahuan, seperti yang dikatakan oleh Kuhn.
Perubahan, menurut Lakatos, terjadi di dalam ilmu pengetahuan melalui
dilakukannya program-program penelitian yang digunakan untuk menemukan faktafakta yang
baru. Di dalam penelitian semacam itu, kita harus membedakan antara teori dasar yang harus
ada sebagai fondasi dari suatu eksperimen, dan teori tambahan yang dapat diubah tanpa
mengganggu koherensi eksperimen yang sedang dilakukan. Dengan demikian, perubahan
sebenarnya dapat dilakukan di level teori tambahan tersebut.
6. Jelaskan secara singkat dan lugas perbedaan-perbedaan mendasar antara ilmu-ilmu alam dan
ilmu-ilmu sosial! Gunakan kriteria-kriteria yang ada!
Jawaban :
Beberapa ahli berpendapat bahwa hanyalah ilmu alam yang layak disebut sebagai
ilmu. Alasannya mirip seperti yang diajukan sebelumnya, ilmu-ilmu alam bertujuan untuk
mencari hukum universal. Sementara, ilmu-ilmu sosial hanya ingin mengungkapkan fakta-fakta
partikular saja. Ilmu-ilmu alam memang menjadikan alam sebagai obyek penelitiannya, dan
ilmu-ilmu sosial menjadikan kebudayaan sebagai obyek analisisnya.
• Perbandingan pertama, menyatakan bahwa ilmu-ilmu sosial memiliki variabel yang lebih
variatif dan tingkat kepastian yang lebih rendah daripada ilmu-ilmu alam.
• Perbandingan kedua, menyatakan bahwa ilmu-ilmu sosial haruslah menemukan motivasi
yang melandasi suatu tindakan sosial. Ini adalah sesuatu yang tidak dimiliki oleh ilmu-ilmu
alam. Walaupun begitu, hal ini tidaklah membuat ilmu-ilmu sosial bersifat lebih inferior
daripada ilmu-ilmu alam.
• Perbandingan ketiga, menyatakan bahwa ilmu-ilmu sosial memiliki variabel-variabel yang
tidak mungkin dipastikan dalam suatu eksperimen. Hal ini membuat ilmu-ilmu sosial lebih
sulit diverifikasi daripada ilmu-ilmu alam.
• Perbandingan keempat, menyatakan bahwa fisika dan ekonomi memiliki ketepatan yang
lebih tinggi, jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam ataupun ilmu-ilmu sosial lainnya.
• Perbandingan kelima, menyatakan bahwa fisika memiliki tingkat perhitungan obyek yang
lebih tinggi daripada ilmu-ilmu lainnya. Sementara, ilmu-ilmu alam ataupun ilmu-ilmu
sosial lainnya masih lebih bersifat relatif, jika dibandingkan dengan fisika.
• Perbandingan keenam, menyatakan bahwa ada perbedaan esensial antara ilmu-ilmu alam
dan ilmu-ilmu sosial. Akan tetapi, perbedaan tersebut tetap tidak menunjukkan mana yang
lebih superior, ataupun mana yang lebih inferior.
• Perbandingan ketujuh, menunjukkan bahwa ilmu-ilmu sosial lebih dekat dengan
pengalaman sehari-hari orang daripada ilmu-ilmu alam. Memang sekilas, hal ini adalah
positif. Akan tetapi, kemudahan ilmu-ilmu sosial membuatnya dianggap tidak cukup
ilmiah, terutama jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam.
7. Dari perbedaan tersebut apakah bisa ditarik kesimpulan manakah dari antara keduanya yang
lebih superior? Mengapa?
Jawaban :
Ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dapat saling melengkapi tanpa salah satu
mendominasi yang lainnya, karena keduanya memiliki satu tujuan yang sama, yakni memahami
manusia dan dunianya. Kita sadar bahwa tujuan dari riset-riset sosial bukanlah kalkulasi
matematis, seperti yang diterapkan di dalam ilmu-ilmu alam, melainkan pemahaman lebih
mendalam tentang dunia kehidupan dari suatu realitas sosial tertentu.
Pemahaman ini ingin mengetahui pandangan dunia suatu masyarakat tertentu,
sehingga kita dapat memahami berbagai fenomena tindakan sosial yang terjadi di dalam
masyarakat tersebut. Tentu saja, pendekatan positivisme khas ilmu-ilmu alam dapat membantu
untuk mencapai proses tersebut. Akan tetapi, pretensi mencapai obyektivitas dengan
menggunakan metode ilmu-ilmu alam tersebut tampak tidak pada tempatnya, karena ilmu-ilmu
sosial tidaklah berfokus pada kalkulasi obyektivitas, melainkan pemahaman akan makna dari
realitas sosial yang akan diteliti.
Pemahaman akan makna tersebut tidaklah dapat dicapai dengan menggunakan
metode ilmu-ilmu alam, melainkan dengan menggunakan paradigma hermeneutika
komunikatif, yang menempatkan realitas sosial sebagai subyek yang setara dengan peneliti.

Anda mungkin juga menyukai