POLUSI CAHAYA
DAN SIRNANYA ESTETIKA ALAMI
LANGIT GELAP
DI KOTA BANDUNG
Dike Nabila Trivinggar1, Kurniawati Gautama2, Iqbal Prabawa Wiguna3
1,2,3
Program Studi Seni Rupa Intermedia, FIK, Universitas Telkom, Bandung
dike.trivinggar@gmail.com1, niagautama2406@gmail.com2, iqbalpw@gmail.com3
ABSTRACT
Since the first invention of light bulb, humans have increasingly been accustomed to living under
excessive artificial light every night. Inappropriate use of artificial light causes light pollution that now
affects more than 80% world’s population in densely populated cities, including Bandung City
residents. The latest research shows that the rate of light pollution for high category in Bandung City
has experienced an increase of 13,79 km2/year during 2013-2017. This has resulted in the loss of
Bandung night sky aesthetic because the lights coming from the ground form a skyglow dome in the
atmosphere, blocking most of astronomical objects light and rendering them invisible from earth. As a
person who has always been interested in astronomy and is also a Bandung resident, I have concern
over the long-lost Bandung night sky natural beauty due to light pollution caused by human activities.
I desire to raise awareness of this issue through an installation art which explores lights, reflective paint,
and video as the mediums.
Keywords: light pollution, astronomy, Bandung, installation, LED, aesthetic experience, stargazing
Sebagai salah satu kota pariwisata luput dari efek polusi cahaya. Hasil dari
Bandung sebesar 13,79 km2/tahun atau Park dan koordinator saintifik pusat
Bosscha kini dinilai sudah tak lagi ideal relasi kita dengan alam serta cara hidup
sebagai lokasi pengamatan objek-objek yang kita anut sebagai penghuni planet
langit yang terlalu cerah akibat kubah- dampak polusi cahaya berimbas pada
kawasan permukiman dan perhotelan semesta, dimana hal ini menjadi simbol
seperti halnya isu pencemaran udara, kesadaran betapa indah dan luasnya
atau air. Banyak orang beranggapan luar angkasa, yang pada akhirnya
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 3320
bertanggung jawab dalam diri manusia bahwa anak cucu kita akan
Gogh, komponis Holst, dan penulis mereka yang penuh rasa ingin tahu
n.d.). Edvard Munch, Frederic Edwin latar belakang bagi penciptaan karya,
pernah menciptakan karya besar yang isu polusi cahaya, di kota Bandung
malam. Langit gelap yang bersih dari kembali pirsawan terhadap keindahan
cahaya polutan merupakan hak bagi langit malam yang telah direnggut oleh
puluh persen manusia di bumi sudah seni instalasi, pengalaman estetis, dan
begitu saja. Jika polusi cahaya terus seni Claire Bishop, seni instalasi
merupakan satu kesatuan atau entitas melakukan interaksi yang cukup baik
The Spaces of Installation Art” (1999), ditemui dalam lingkungan sekitar dan
Julie Reiss menjelaskan pentingnya karakter subjek yang malas dan lamban
partisipasi pirsawan sebagai esensi dari dapat menutup mata manusia dari
antara karya dan pirsawan adalah sasaran (Mizon 2012). Saat ini, lampu
Penyebab utama polusi cahaya bintang yang berasal dari Galaksi Bima
lainnya adalah dari pemasangan Sakti, dan sebagaian kecil berasal dari
(full cut-off), yang dapat mencegah bahkan dapat melihat hingga 7000
Metode penelitian yang digunakan kepala keatas dalam waktu cukup lama
pengumpulan data sebagai berikut: Mizon (2012), yang menjadi salah satu
dilihat dari satelit dan 2) sifat jalanan tangan’ dapat mengikis keindahan
salah satu sisi ruangan, dan dan tanah, merupakan jenis polusi
karya. Pengadeganan:
saklar sensor sentuh di salah satu sisi seluruh sudut instalasi. Sebagai
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 3325
efeknya, mural peta Bandung pada bawah terlihat oleh audiens. Adegan
detik per lampu. Setelah semua lampu sebuah situasi malam hari yang
mati dan ruangan perlahan menjadi dihadapi warga Kota Bandung sehari-
gelap gulita, terjadi perpindahan imaji hari tanpa disadari. Irama nyala dan
mural diatas lantai tak lagi terlihat dan selain untuk menambahkan efek
bertabur bintang dengan keindahan pembeda waktu pada saat lampu mati
gugusan galaksi Bima Sakti dari dan menyala ketika saklar disentuh.
ruangan. Situasi kedua ini menjadi ketika mati lebih lama daripada ketika
polusi cahaya dimana manusia dapat usaha manusia untuk menekan laju
satu persatu dengan jeda satu detik per 1. Menentukan lokasi display karya:
proyektor sehingga tidak lagi terlihat Studio Batur, yang berlokasi di Jalan
sebagai berikut:
instalasi
“Stellarium”
Gambar 3.8 Sketsa instalasi saat lampu mati dan berbasis waktu yang
(tampak atas)
Sumber: Dokumentasi Penulis (2019) sebenarnya (realtime), penulis
menggunakan “Stellarium”,
1) Proyektor: langit.
Up’.
kesan teatrikal.
4) Pengecatan mural
6. Pemasangan Karya di Ruang Pamer
7) Hasil akhir
menyala
Bogard, Paul. 2013. The End of Night. Lives Under Skyglow, New Study
2018. Rodopi