Anda di halaman 1dari 20

[Type text]

Gender

MAKALAH
Memenuhi tugas mata kuliah
Kebijakan Kesehatan Nasional
Yang dibimbing oleh Ibu Rizki Mustika Reswari SST, MPH

Oleh
Elis Diana Manzil (1501470003)
Dewi Muflihah (1501470011)
Alifah F. Izzah (1501470018)
Moh Adib Mabruri (1501470024)
Mita Susanti (1501470030)
Reza Wirajaya (1501470036)
Dita Ayu Lestari (1501470042)
Jimia Kristin (1501470049)

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MALANG
2016
[Type text]

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “GENDER” ini dapat terselesaikan. Pembahasan ini bertujuan
untuk mengetahui segala hal tentang gender yang berkaitan dengan kebijakan kesehatan nasional.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rizki Mustika Reswari SST, MPH selaku dosen mata kuliah Kebijakan Kesehatan Nasional yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah pemabahasan ini.
2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil.
3. Teman-teman sekelas yang telah menyumbangkan banyak ide terhadap laporan penelitian ini.
4. Dan pihak-pihak lain yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan ataupun penulisannya. Mungkin dalam makalah pembahasan ini terdapat banyak kata
yang kurang tepat, untuk itu penulis mohon maaf. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik di
masa yang akan datang.
Semoga makalah pembahasan ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Lawang, 11 Juni 2016


Penulis
[Type text]

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................................................ 2
1.3. Tujuan Pembahasan............................................................................................................................. 2
1.4. Manfaat Pembahasan........................................................................................................................... 3
1.4.1. Bagi Mahasiswa........................................................................................................................... 3
1.4.2. Bagi Dosen.................................................................................................................................. 3
1.4.3. Bagi Masyarakat.......................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4
2.1. Pengertian Gender................................................................................................................................ 4
2.1.1. Definisi Gender.......................................................................................................................... 4
2.1.2. Definisi Sex................................................................................................................................ 5
2.1.3. Perbedaan Gender dan Sex......................................................................................................... 5
2.2. Isu Seputar Gender............................................................................................................................... 6
2.2.1. Dalam Masyarakat...................................................................................................................... 6
2.2.2. Dalam Pendidikan....................................................................................................................... 8
2.2.3. Dalam Kesehatan....................................................................................................................... 9
2.3. Kesetaraan dan Keadilan Gender......................................................................................................... 12
2.3.1. Definisi Kesetaraan dan Keadilan Gender.................................................................................. 12
2.3.2. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Masyarakat.............................................................. 13
2.3.3. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Pendidikan.............................................................. 16
2.3.4. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Kesehatan................................................................ 17
2.4. Pengarusutamaan Gender..................................................................................................................... 20
2.4.1. Upaya Pengarusutamaan Gender............................................................................................... 20
BAB III PENUTUP................................................................................................................................... 22
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................................................... 22
3.2. Saran.................................................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................. 24
[Type text]

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana
perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai
pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media
massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan
yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan
diskriminasi itu terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan,
budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga.
Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak
dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya
membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol
dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi. Juga dalam hal mainan,
anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain
sebagainya. Dan anak perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika menginjak
usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada penampilan fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam
pilihan warna dan motif baju juga ada semacam diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya
hanya “halal” dipakai oleh remaja putri. Aspek behavioral lebih banyak menjadi sorotan diskriminasi.
Seorang laki-laki lazimnya harus mahir dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya.
Sebaliknya perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik misalnya. Bahkan dalam olahraga pun
tampak hal-hal yang mengalami diskriminasi tersendiri.
Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan aktivitasnya, ruang fisik yang
mereka tempati dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Namun, perempuan memiliki akses ked
an control yang kurang atas sumber daya daripada laki-laki, khususnya akses ke pendidikan dan fasilitas
pelatihan yang terbatas.
Konsep analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena perbedaan berbasis gender dalam
peran dan tanggung jawab, pembagian pekerjaan, akses ke dan control atas sumber daya, dalam kekuasaan
dan keputusan mempunyai konsekuensi maskulinitas dan feminitas yang berbeda berdasarkan budaya, suku
dan kelas social. Sangat penting memilikin pemahaman yang baik tentang konsep dan mengetahui
karakteristik kelompok perempuan dan laki-laki yang berhubungan dengan proses pembangunan.
[Type text]

Pada status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi meliputi: “risiko yang
berbeda dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi kesehatan,” mebuat banyaknya pendapat tentang
kebutuhan kesehatan tindakan yang tepat, akses yang berbeda ke layanan kesehatan, yang diakibatkan oleh
penyakit dan konsekuensi social yang berbeda dari penyakit dan kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan gender?
1.2.2. Bagaimana isu-isu gender yang ada dalam masyarakat, pendidikan dan kesehatan?
1.2.3. Bagaimana ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam masyarakat, pendidikan dan kesehatan?
1.2.4. Apa yang dimaksud dengan upaya pengarusutamaan gender?

1.3. Tujuan Pembahasan


1.3.1. Untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan gender.
1.3.2. Untuk mengetahui isu-isu gender yang ada dalam masyarakat, pendidikan dan kesehatan.
1.3.3. Untuk mengetahui ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam masyarakat, pendidikan dan
kesehatan.
1.3.4. Untuk mengetahui bagaimana upaya pengarusutamaan gender.

1.4. Manfaat Pembahasan


1.4.1. Bagi Mahasiswa
- Mahasiswa dapat mengetahui segala hal yang berkaitan dengan gender.
- Mahasiswa dapat mengetahui isu isu gender yang beredar di masyarakat.
- Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam
masyarakat.
1.4.2. Bagi Dosen
- Dosen menjadi lebih terarah dalam memberikan kuliah tentang gender.
- Dosen dapat membuat kuliah menjadi lebih menarik dan mengena kepada mahasiswa dengan
membuat bahan mengajar secara kreatif dan inovatif.
1.4.3. Bagi Masyarakat
- Masyarakat mengetahui bagaimana isu-isu yang berkaitan dengan gender.
- Masyarakat mengetahui bagaimana ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender.
[Type text]

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Gender


2.1.1. Definisi Gender
Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender merupakan aspek hubungan sosial yang
dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia. Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti
mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial. Hubungan sosial
antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah.
Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam
beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai
suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial
budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang
kenyataan.
Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak pada paradigma feminisme yang
mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme struktural dan konflik. Aliran fungsionalisme struktural tersebut
berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi.
Teori tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam masyarakat. Teori fungsionalis
dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif dapat dihubungkan dengan karya-karya August Comte
(1798-1857), Herbart Spincer (1820-1930), dan masih banyak para ilmuwan yang lain.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-
harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut,
cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciridari
sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada
perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu
ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9).
2.1.2. Definisi Sex
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender perbedaan jenis kelamin
berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat.
[Type text]

Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan
oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala,
sekarang dan berlaku selamanya.
2.1.3. Perbedaan Gender dan Sex
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender
adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan
tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-
laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku secara kultural yang ada
pada laki-laki dan perempuan.
Gender merupakan konsep hubungan sosial yang membedakan (memilahkan atau memisahkan)
fungsi dan peran antara perempuan dan lak-laki. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan
itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut
kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai kehidupan dan pembangunan.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses
keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai
yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat
dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang
dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender: dapat berubah, dapat
dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan
manusia.
Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang
masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.
2.2. Isu Seputar Gender
2.2.1. Dalam Masyarakat
Berbagai literatur yang membahas mengenai gender antara lain dikemukakan oleh megawangi
(1999), Darahim (2000), dan literatur lainnya, pusat penelitian gender dan peningkatan kualitas perempuan
(2001), bunga rampai panduan dan bahan pembelajaran pengarusutamaan gender dalam pembangunan
nasional (2004) dan lain-lain, menyimpulkan bahwa seks dan gender merupakan konsep yang berbeda. Seks
mengacu pada perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang secara fisik melekat pada
masin-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau
ketentuan tuhan, sehingga sifat permanen dan universal. Berebeda halnya dengan gender, gender adalah
[Type text]

perbedaan peran, sifat, tugas, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang di bentuk, dibuat dan di
konstruksi oleh masyarakatdan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Isu gender diartikan sebagai masalah yang menyangkut ketidakadilan yang berdampak negatif
bagi perempuan dan laki-laki, terutama terhadap perempuan. Contohnya saja subordinasi (penomorduaan),
anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng. Mengakibatkan perempuan menjadi
nomor dua setelah laki-laki.
Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin bebasnya
untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Gagalnya dalam mencapai cita – cita
demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender. Ketidaksetaraan ini dapat
berupa diskriminatif yang dilakukan oleh merekayang dominan baik secara structural maupun cultural.
Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan
hidup bagi pihak-pihak yang termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi berbasis pada
gender masih terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di mana demokrasi telah dianggap
tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan yang
diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan lakilaki juga dapat mengalaminya. Pembakuan peran
dalam suatu masyarakat merupakan kendala yang paling utama dalam proses perubahan sosial. Sejauh
menyangkut persoalan gender di mana secara global kaum perempuan yang lebih berpotensi merasakan
dampak negatifnya.
Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan gender yang
menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara individu, kelompok bahkan oleh
negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan internasional. Upaya upaya tersebut diarahkan untuk,
Menjamin Kesetaraan Hak-Hak Azasi, Penyusun Kebijakan Yang Pro Aktif Mengatasi Kesenjangan
Gender, dan Peningkatan Partisipasi Politik.
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh Indonesian dengan corak
dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah
hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu
berlaku.
Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain hukum adat pidana, tata negara,
kekeluargaan, perdata, perkawinan dan waris. Hukum adat dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum
kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum perkawinan
mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga lapangan hukum tersebut merupakan bagian dari
hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling
menentukan.
Perjuangan emansipasi perempuan Indonesia yang sudah dimulai jauh sebelum Indonesia
merdeka yang dipelopori oleh R.A. Kartini, dan perjuangannya kemudian mendapat pengakuan setelah
[Type text]

Indoesia merdeka. Pengakuan itu tersirat dalam Pasal 27 U U D, 45 akan tetapi realisasi pengakuan itu
belum sepenuhnya terlaksana dalam berbagai bidang kehidupan.
Hal ini jelas dapat diketahui dari produk peraturan perundangan-undangan yang masih
mengandung isu gender di dalamnya, dan oleh karenannya masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan.
Contoh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, di mana seolah-olah undang-undang tersebut melindungi
perempuan dengan mencantumkan asas monogami di satu sisi akan tetapi di sisi lain membolehkan bagi
suami untuk berpoligami tanpa batas jumlah wanita yang boleh dikawin. Dalam membahas masalah
diskriminasi terhadap perempuan maka yang dipakai sebagai dasar acuan adalah Ketentuan Pasal 1 U U No.
7 Tahun 1984, yang berbunyi sebagai berikut : Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah
“diskriminasi terhadap wanita” berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar
jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan,
penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status perkawinan
mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita.
Mencermati ketentuan Pasal 1 tersebut diatas maka istilah diskriminasi terhadap perempuan atau
wanita adalah setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan atas dasar jenis kelamin maka terdapat
peraturan perundang-undangan yang bias gender seperti Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang
Perkawinan, dan lain-lainnya.
2.2.2. Dalam Pendidikan
Dalam deklarasai Hak-hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan bahwa :” Setiap orang berhak
mendapatkan pengajaran… Pengajaran harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima serta rasa
persahabatan antar semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan, serta harus memajukkan kegiatan PBB
dalam memelihara perdamaian dunia … “.
Terkait dengan deklarasi di atas, sesungguhnya pendidikan bukan hanya dianggap dan dinyatakan
sebagai sebuah unsur utama dalam upaya pencerdasan bangsa melainkan juga sebagai produk atau
konstruksi sosial, maka dengan demikian pendidikan juga memiliki andil bagi terbentuknya relasi gender di
masyarakat.
Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan dan relavan dengan tuntutan zaman, yaitu kualitas
yang memiliki kaimanan dan hidup dalam ketakwaan yang kokoh, mengenali, menghayati, dan menerapkan
akar budaya bangsa, berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan, dan keterampilan
mutakhir, mampu mengantisipasi arah perkembangan, berpikir secara analitik, terbuka pada hal-hal baru,
mandiri, selektif, mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, dan bisa meningkatkan prestasi. Perempuan
dalam pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualifikasi tersebut sesuai dengan taraf kemampuan
dan minatnya.
Departemen Pendidikan Nasional berupaya menjawab isu tersebut melalui perubahan kurikulum dan
rupanya telah terakomodasi dalam kurikulum 2004 tinggal bagaimana mengaplikasikannya dalam bahan ajar
[Type text]

terutama isu gender meskipun pada kenyataannya masih membawa dampak bias gender dalam masyarakat
yang berakibat pada kurang optimalnya sumber daya manusia yang optimal yang unggul disegala bidang
tanpa memandang jenis kelamin.
Dengan demikian, pendidikan seharusnya memberi mata pelajaran yang sesuai dengan bakat minat
setiap individu perempuan, bukan hanya diarahkan pada pendidikan agama dan ekonomi rumah tangga,
melainkan juga masalah pertanian dan ketrampilan lain. Pendidikan dan bantuan terhadap perempuan dalam
semua bidang tersebut akan menjadikan nilai yang amat besar dan merupakan langkah awal untuk
memperjuangkan persamaan sesungguhnya.
2.2.3. Dalam Kesehatan
Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Baik laki-laki
maupun perempuan sama-sama terkena dampak dan gender steriotipi masing-masing. Misalnya sesuai
dengan pola perilaku yang diharapkan sebagai laki-laki, maka laki-laki dianggap tidak pantas
memperlihatkan rasa sakit atau mempertunjukkan kelemahan-kelemahan serta keluhannya. Perempuan yang
diharapkan memiliki toleransi yang tinggi, berdampak terhadap cara mereka menunda-nunda pencarian
pengobatan, terutama dalam situasi social ekonomi yang kurang dan harus memilih prioritas, maka biasanya
perempuan dianggap wajar untuk berkorban.
Keadaan ini juga dapat berpengaruh terhadap konsekuensi kesehatan yang dihadapi laki-laki dan
perempuan. Misalnya kanker paru-paru banyak diderita oleh laki-laki diwaspadai ada kaitannya dengan
kebiasaan merokok. Penderita depresi pada perempuan dua kali sampai tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan laki-laki. Perempuan lebih banyak menderita penyakit menahun yang berkepanjangan (TBC), akan
tetapi ada kecenderungan dari perhitungan, karena kebiasaan perempuan untuk mengabaikan atau menunda
mencari pengobatan, jika penyakit itu masih bisa ditanggungnya.
Penting sekali memahami realitas, bahwa perempuan dan laki-laki menghadapi penyakit dan
kesakitan bisa berbeda. Informasi itu hanya didapat jika kita memiliki data pasien, seperti data umur,
status, social ekonomi yang terpilah menurut jenis kelamin.
Hal-hal yang diperlukan untuk memahami isu gender berkaitan dengan kesehatan adalah : (1)
Mengumpulkan data dan informasi yang memperlihatkan bukti adanya ketimpangan berbasis gender dalam
kesehatan perempuan dan laki-laki; (2) Menyatakan data dan informasi tersebut serta memperhitungkannya
ketika mengembangkan kebijakan dan program kesehatan; (3) Mengimplementasikan program-program
yang sensitive gender untuk memperbaiki ketimpangan; (4) Mengembangkan mekanisme monitoring yang
responsive terhadap isu gender, untuk memastikan ketimpangan gender dipantau secara teratur.
Isu-isu gender dalam berbagai siklus kehidupan. Pada kesempatan ini ada empat isu gender dalam
berbagai kehidupan, yaitu :
1. Isu Gender Di Masa Kanak-Kanak
Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya: pada beberapa suku tertentu, kelahiran bayi laki-laki
sangat diharapkan dengan alasan, misalnya laki-laki adalah penerus atau pewaris nama keluarga; laki-laki
[Type text]

sebagai pencari nafkah keluarga yang handal; laki-laki sebagai penyanggah orang tuanya di hari tua., Dan
perbedaan perlakuan juga berlanjut pada masa kanak-kanak. Pada masa kanak-kanak, sifat agresif anak laki-
laki serta perilaku yang mengandung resiko diterima sebagai suatu kewajaran, bahkan didorong kearah itu,
karena dianggap sebagai sifat anak laki-laki. Sehingga data menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering
terluka dan mengalami kecelakaan.
Isu Gender Pada Anak Perempuan. Secara biologis bayi perempuan lebih tahan daripada bayi laki-
laki terhadap penyakit infeksi di tahun-tahun pertama kehidupannya. Sebab itu jika data memperlihatkan
kematian bayi perempuan lebih tinggi dan bayi laki-laki, patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Di
masa balita, kematian karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh balita laki-laki, karena sifatnya yang
agresif dan lebih banyak gerak. Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 1991-2002/2003)
menunjukkan : tren kematian bayi lebih tinggi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan, trend kematian
anak balita lebih tinggi pada balita laki-laki dari pada balita perempuan.
2. Isu Gender Di Masa Remaja
Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain : kawin muda, kehamilan remaja,
umumnya renmaja puteri kekurangan nutrisi, seperti zat besi, anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia
merupakan gejala umum dikalangan remaja putri. Gerakan serta interaksi social remaja puteri seringkali
terbatasi dengan datangnya menarche. Perkawinan dini pada remaja puteri dapat member tanggung jawab
dan beban melampaui usianya.
Belum lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan, menempatkan mereka pada resiko tinggi
terhadap kematian. Remaja putreri juga berisiko terhadap pelecehan dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi
di dalam rumah sendiri maupun di luar rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu berkaitan dengan
kerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku steriotipi maskulin, seperti merokok,
tawuran, kecelakaan dalam olah raga, kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah yang berisiko
terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan :IMS, HIV/AIDS.
3. Isu Gender Di Masa Dewasa
Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun perempuan mengalami masalah-masalah kesehatan yang
berbeda, yang disebabkan karena factor biologis maupun karena perbedaan gender. Perempuan menghadapi
masalah kesehatan yang berkaitan dengan fungsi alat reproduksinya serta ketidaksetaraan gender. Masalah-
masalah tersebut, misalnya konsekwensi dengan kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia, aborsi,
puerperal sepsis (infeksi postpartum), perdarahan, ketidak berdayaan dalam memutuskan bahkan ketika itu
menyangkut tubuhnya sendiri (“tiga terlambat”). Sebagai perempuan, dia juga rentan terpapar penyakit yang
berkaitan dengan IMS dan HIV/AIDS, meskipun mereka sering hanya sebagai korban. Misalnya : metode
KB yang hanya difokuskan pada akseptor perempuan, perempuan juga rentan terhadap kekerasan dalam
rumah tangga, kekerasan ditempat kerja, dan diperjalanan.
4. Isu Gender Di Masa Tua
[Type text]

Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan biologis semakin menurun. Mereka merasa
terabaikan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan mereka secara psikologis dianggap semakin
meningkat. Secara umum, umur harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Namun umur
panjang perempuan berisiko ringkih, terutama dalam situasi soaial-ekonomi kurang. Secara kehidupan social
biasanya mereka lebih terlantar lagi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan yang semakin banyak dan
semakin tergantung terhadap sumber daya. Osteoporosis banyak diderita oleh perempuan di masa tua, yaitu
delapan kali lebih banyak dari pada laki-laki. Depresi mental juga lebih banyak diderita orang tua, terutama
karena merasa ditinggalkan.
2.3. Kesetaraan dan Keadilan Gender
2.3.1. Definisi Kesetaraan dan Keadilan Gender
Kesetaraan gender merupakan perlakuan yang setara antara perempuan dan laki-laki dalam hukum
dan kebijakan serta akses yang sama ke sumber daya dan pelayanan dalam keluarga, komunitas dan
masyarakat luas.
Keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung jawab perempuan dan
laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-
laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas),
serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan
kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan
kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan
sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil
sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan
atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
2.3.2. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Masyarakat
Perbedaan gender terkadang dapat menimbulkan suatu ketidakadilan terhadap kaum laki – laki
dan terutama kaum perempuan. Ketidakadilan gender dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk
ketidakadilan, yakni :
a. Marginalisasi Perempuan
[Type text]

Salah satu bentuk ketidakadilan terhadap gender yaitu marginalisasi perempuan. Marginalisasi
perempuan ( penyingkiran / pemiskinan ) kerap terjadi di lingkungan sekitar. Nampak contohnya yaitu
banyak pekerja perempuan yang tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti
internsifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai
jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak
dimiliki laki-laki, dan perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara
manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Dengan
hal ini banyak sekali kaum pria yang beranggapan bahwa perempuan hanya mempunyai tugas di sekitar
rumah saja.
b. Subordinasi
Selain Marginalisasi, terdapat juga bentuk keadilan yang berupa subordinasi. Subordinasi
memiliki pengertian yaitu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama
dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu terdapat pandanganyang menempatkan kedudukan
dan peran perempuan yang lebih rendah dari laki – laki. Salah satu contohnya yaitu perempuan di anggap
makhluk yang lemah, sehingga sering sekali kaum adam bersikap seolah – olah berkuasa (wanita tidak
mampu mengalahkan kehebatan laki – laki). Kadang kala kaum pria beranggapan bahwa ruang lingkup
pekerjaan kaum wanita hanyalah disekitar rumah. Dengan pandangan seperti itu, maka sama halnya dengan
tidak memberikan kaum perempuan untuk mengapresiasikan pikirannya di luar rumah.
c. Pandangan stereotype
Stereotype dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan
kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu
stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin,
(perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan
kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan
pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi
dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyaraklat, bahkan di tingkat
pemerintah dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung
dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki
berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum
perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti
berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner)
mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan
cenderung tidak diperhitungkan.
d. Beban Ganda
[Type text]

Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan
oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa
jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi,
menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi
mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat
pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan,
meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.
Kesetaraan gender di Indonesia masih dalam konteks perlindungan hak ketenagakerjaan serta
upah yang sepadan, tampaknya kita perlu menilik kembali peran pemerintah terhadap para pahlawan devisa,
khususnya para kaum perempuan. Mereka adalah pihak yang memliki suara paling kecil untuk didengar oleh
pemerintah maupun penegak hukum, sebab posisinya yang seolah tak memiliki hak yang sama untuk
dilindungi secara penuh oleh kenegaraan.
Masih banyak TKW Indonesia yang hak-haknya belum sepenuhnya terlindungi oleh negara. Masih marak
pula terjadi kasus yang tak terselesaikan sebab insignifikansi pemerintah (pemerintah mengganggap
masalah ini tidak penting) tentang hal ini. Lucunya, kasus TKW seringkali hanya disambut dengan komentar
ringan berupa ‘pemerintah belum dapat melindungi hak-hak umum para TKW, serta belum dapat
mengawasi seluruhnya kasus tentang pemerkosaan yang marak terjadi’.
Ini menyangkut soal hak; yang berarti pula akan menjadi masalah yang memberatkan atau bahkan
menyulitkan Indonesia di kemudia hari jika tak segera diselesaikan dengan aksi nyata. Apalagi TKW
merupakan major labour yang bertugas menopang satu dari beberapa pilar utama negara, lewat peran
pentingnya terhadap pasokan devisa. Sebab mereka kecil, tak berarti mereka menyumbang peran yang kecil
pula untuk negara.
2.3.3. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Pendidikan
Perempuan sesungguhnya membutuhkan pendidikan seperti halnya dengan laki – laki. Akan
terlihat jelas apabila dilihat dari sejarah masa lalu saat Indonesia masih di jajah, Para penjajah kurang
menghargai kaum perempuan. Mereka berlaku sewenang – wenang sesuka hati terhadap kaum perempuan di
Indonesia. Peristiwa ini menggambarkan bahwa kesetaraan gender sama sekali belum ditegakkan. Dampak
dari peristiwa tersebut, pandangan – pandangan masyarakat sepeninggalnya yaitu terdapat masyarakat yang
beranggapan bahwa perempuan belum memiliki kesempatan untuk berperan sentral diberbagai bidang
seperti sekarang ini.
Orang tua yang memiliki pandangan seperti itu, akan menyekolahkan anak laki – lakinya setinggi
– tingginya sedangkan anak perempuan tidak harus bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Salah satu
factor peristiwa tersebut yaitu orang tua hanya beranggaoan bahwa peran perempuan dalam kehidupan tidak
lain adalah sebagai ibu rumah tangga yang tak perlu sekolah tinggi – tinggi. Namun saat ini pemerintahan
telah berupaya untuk menegakkan kesetaraan gender. Hal ini terbukti dengan adanya program pemerataan
[Type text]

pendidikan di seluruh Indonesia, dengan hal ini banyak generasi penerus bangsa yang merupakan calon
pembangunan negara ini mendapatkan mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan.
Terlepas dari permasalahan pendidikan yang ada, namun dapat diakui bahwa pandangan orang tua
kolot masa lalu yang tidak menyekolahkan anak perempuannya kini telah berubah. Terlihat bahwa pada saat
sekarang kaum perempuan pun banyak yang bersekolah hingga jenjang yang tinggi. Selain hak untuk
mendapatkan pendidikan, di Negara Indonesia sebenarnya telah menerapkan kesetaraan gender dalam
tatanan organisasi dari mulai organisasi yang kecil hingga pemerintahan. Buktinya ialah perempuan pun
memiliki peranan yang sama dalam hal menduduki jabatan tertentu dalam suatu institusi. Presiden Negara
Indonesia yang pernah diduduki oleh seorang perempuan yaitu Megawati Soekarno Putri merupakan bukti
real-nya.
2.3.4. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan dalam Kesehatan
Status perempuan begitu rendah karena akibat ketidaksetaraan gender yang dibiarkan terus
berlangsung. Dengan potret buram yang sudah dijelaskan sebelumnya, perhatian yang lebih besar mestinya
diberikan kepada perempuan. Bukan berarti laki-laki terlupakan. Tetapi perhatian terhadap perempuan
menjadi lebih utama sebab perempuan sedemikian tertinggalnya dan teramat lama terabaikan nasibnya.
Berikut ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap kesehatan baik laki-laki maupun
perempuan sejak lahir hingga lanjut usia.
NO KETIDAKSETARAAN GENDER KETIDAKSETARAAN GENDER (LAKI-LAKI)
(PEREMPUAN)

1 Rata-rata perempuan di pedesaan bekerja 20% Laki-laki bekerja 20% lebih pendek.
lebih lama daripada laki-laki.

2 Perempuan mempunyai akses yang terbatas Laki-laki menikmati akses sumber daya ekonomi
terhadap sumberdaya ekonomi. yang lebih besar.

3 Perempuan tidak mempunyai akses yang setara Laki-laki mempunyai akses yang lebih baik terhadap
terhadap sumberdaya pendidikan dan pelatihan. sumberdaya pendidikan dan pelatihan.

4 Perempuan tidak mempunyai akses yang setara Laki-laki mempunyai akses yang mudah terhadap
terhadap kekuasaan dan pengambilan keputusan kekuasaan dan pengambilan keputusan di semua
disemua lapisan masyarakat. lapisan masyarakat.

5 Perempuan menderita dan mengalami kekerasan Laki-laki tidak mengalami tingkat kekerasan yang
dalam rumah tangga dengan kadar yang sangat sama dengan perempuan.
tinggi.

Selain itu, juga ada beberapa ketidaksetaraan dalam beberapa hal, yaitu:
1. Kesetaraan gender dalam hak, yaitu adanya kesetaraan hak dalam peran dan tanggung jawab laki-laki
dan perempuan dalam bidang kesehatan.
a. Kesetaraan hak dalam rumah tangga yaitu perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama
dalam kesehatan, misalnya menentukan jumlah anak, jenis persalinan, pemilihan alat kontrasepsi, dll.
[Type text]

b. Kesetaraan hak dalam ekonomi/keuangan yaitu perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama
dalam memilih alat kontrasepsi.
c. Kesetaraan hak dalam masyarakat yaitu adanya budaya di beberapa daerah yang mengharuskan
masyarakat mengikuti budaya tersebut sehingga tidak terjadi kesehatan yang responsif gender. Selain itu,
perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama dalam berpolitik dan dalam pengambilan keputusan.
2. Kesetaraan gender dalam sumber daya, yaitu adanya kewenangan dalam penggunaan sumber daya
terhadap kesehatan.
a. Di tingkat rumah tangga, perempuan dan laki-laki mempunyai alokasi yang sama untuk mengakses
pelayanan kesehatan.
b. Di tingkat ekonomi, perempuan dan laki-laki mempunyai kemampuan yang sama untuk
membelanjakan uang untuk keperluan kesehatan. Selain itu, perempuan dan laki-laki mempunyai
kesempatan yang sama dalam membelanjakan pendapatannya untuk kesehatan.
c. Di tingkat masyarakat, tidak tersedianya sarana dan pra-sarana publik yang responsif gender, seperti
tidak adanya tempat untuk menyusui, tempat ganti popok bayi.
3. Kesetaraan gender dalam menyuarakan pendapat, yaitu ekspresi terhadap kebutuhan akan kesehatan
dan laki-laki tidak lagi mendominasi pendapat dalam kesehatan.
a. Di tingkat rumah tangga, perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama untuk
mengekspresikan rujukan kesehatan yang diharapkan, sesuai tingkat pendidikannya, kesempatan untuk
memberikan umpan balik atas pelayanan yang diterimanya.
b. Di bidang ekonomi, pengetahuan ibu untuk memilih tempat rujukan yang tepat tidak didukung oleh
kemampuan ekonomi suami. Perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama dalam
menyampaikan keluhan atau komplainterhadap kepuasan pelayanan.
c. Di tingkat masyarakat, pendapat tentang memiliki anak yang sehat didukung dengan ajaran agama
yang diyakini.
Masalah gender meliputi berbagai aspek yang memerlukan penanganan oleh berbagai sektor
termasuk sektor kesehatan. Kebijakan publik merupakan pedoman dalam pelaksanaan publik, termasuk
kebijakan bidang kesehatan. Kebijakan kesehatan menjadi acuan dalam pelayanan kesehatan di sarana
kesehatan. Kebijakan terbagi dalam tiga strata, yaitu:
 Kebijakan strategis yang mencakup kebijakan pada tingkat tertinggi seperti Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah.
 Kebijakan manajerial yang mencakup kebijakan pada tingkat menengah seperti Keputusan Menteri.
 Kebijakan teknis yang mencakup kebijakan pada tingkat pelaksanaan seperti Keputusan Direktur
Jenderal Departemen.
 Kebijakan publik ditetapkan pemerintah dengan dalil lebih mengetahui kepentingan rakyat publik
(public interest). Setelah suatu kebijakan ditetapkan, kelemahan paling utama adalah kemampuan
[Type text]

pelaksanaan (policy implentation). Pelaksanaan kebijakan ini juga menjadi kendala dalam implementasi
kebijakan makro dan mikro dari pengurustamaan gender di Indonesia.
Dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender tersebut sering ditemukan pula ketidakadilan gender,
yaitu ketidakadilan (unfairness, unjustice) berdasarkan norma dan standar yang berlaku, dalam hal distribusi
manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan (dengan pemahaman bahwa laki-laki dan
perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan).
Keadilan antara lain ditentukan oleh norma atau standar yang dianggap pantas atau adil dalam suatu
masyarakat, yang mungkin berbeda satu dengan yang lain dan mungkin berubah dari waktu ke waktu.
Sering kali sulit untuk menentukan norma atau standar yang dapat diterima oleh berbagai pihak, karena
terkait dengan nilai-nilai dan penentuan keputusan, sehingga istilah ketidaksetaraan lebih sering digunakan.
Istilah “ketidaksetaraan” menyiratkan bahwa kesenjangan yang terjadi tidak dinilai apakah hal tersebut dapat
dianggap pantas atau adil dalam suatu tatanan masyarakat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
ketidakadilan adalah ketidaksetaraan yang tidak pantas atau tidak adil.
Contoh-contoh tentang ketidakadilan gender dalam bidang kesehatan:
1. Ketidakadilan dalam Hal Penyakit dan Kematian
Dibeberapa wilayah dunia, ketidakadilan antara perempuan dan laki-laki berkaitan langsung dengan
perkara hidup dan mati, terutama bagi kaum perempuan. Misalnya tergambarkan dari tingginya angka
kesakitan dan kematian perempuan. Hal ini terjadi karena berbagai bentuk pengabaian terhadap kesehatan,
gizi an kebutuhan perempuan secara langsung kualitas hidupnya.
2. Ketidakadilan dalam Kelahiran Bayi
Anak laki-laki lebih diinginkan kehadirannya daripada anak perempuan. Sekalipun kitas tahu semua
agama tidak membedakan jenis kelamin anak. Namun karena kebanyakn laki-laki lebih tinggi status di
masyarakat, maka mencuatnya isu ketidaksetaraan gender yang tercermin dari kuatnya keinginan orangtua
untuk mempunyai anak laki-laki dari pada anak perempuan.
3. Ketidakadilan dalam Rumah Tangga
Seringkali terdapat ketidakadilan gender yang mendasar di dalam rumah tangga dan bentuknya
bermacam-macam. Dari perkara yang sederhana sampai kepada yang rumit. Begitu juga pembagian peran
dan tanggung jawabdalam rumah tangga, sering kali tidak adil. Misalnya dalam pembagian tugas mengurus
rumah tangga dan mengurus anak.
2.4. Pengarusutamaan Gender
2.4.1. Upaya Pengarusutamaan Gender
Pengarustamaan gender mengacu pada integrasi peduli gender dalam analisis, formulasi dan
pengawasan kebijakan, program dan proyek serta dalam organisasi yang bertujuan untuk menyampaikan
ketidakadilan gender dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kebutuhan praktis berbasis gender
merupakan kebutuhan yang bersifat dasar dan segera sering kali berkaitan dengan ketidaklayakan kondisi
hidup, perawatan kesehatan dan pekerjaan seperti pusat kesehatan, memastikan persediaan air bersih dan
[Type text]

menyediakan konsultasi keluarga berencana. Pemusatan terhadap kebutuhan ini tidak merubah posisi laki-
laki dan perempuan dalam masyarakat.
Kebutuhan strategis berbasis gender berhubungan dengan pembagian gender dalam bidang
pekerjaan, kekuasaan dan pengawasan dan boleh jadi meliputi isu sepertihak-hak hukum, kekerasan
domestik , akses ke sumber daya, upah yang adil dan kontrol perempuan atas tubuhnya. Pemusatan terhadap
kebutuhan ini membantu perempuan mencapai kesetaraan yang lebih baik dan menolak untuk berada di
bawah laki-laki.
Pengarustamaan bukanlah aktivitas yang singkat, tetapi merupakan proses yang terus menerus. Hal
ini berarti bahwa isu ketidaksetaraan gender disampaikan atau diintegrasikan dalam setiap aspek struktur
organisasi dan program daripada sebagai aktivitas tambahan. Pengurustamaan gender aspek penting (WHO
2001) yaitu (1) distribusi yang adil oleh laki-laki dan perempuan, kesempatan dan keuntungan dari proses
pembangunan pengurustamaan (2) termasuk pengalaman yang menarik dan visi perempuan dan laki-laki
dalam menentukan permulaan pembangunan, kebijakan, dan program serta menentukan agenda keseluruhan.
Dalam pengurustamaan gender, kebutuhan strategis dan praktis berbasis gender perempuan
sebaiknya dipertimbangkan. Kebutuhan praktis berbasis gender merupakan kebutuhan yang bersifat dasar
dan segera serta sering kali berkaitan dengan ketidaklayakan kondisi hidup, perawatan kesehatan dan
pekerjaan seperti perbaikan pusat kesehatan, memastikan persediaan air bersih dan menyediakan konsultasi
keluarga berencana. Pemusatan terhadap kebutuhan ini tidak merubah posisi laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat.
Kebutuhan strategis berbasis gender berhubungan dengan pembagian gender dalam bidang
pekerjaan, kekuasaan, dan pengawasan dan boleh jadi meliputi isu seperti hak-hak hukum, kekerasan
domestik, akses ke sumber daya, upah yang adil dan kontrol perempuan atas tubuhnya. Pemusatan terhadap
kebutuhan ini membantu perempuan mencapai kesetaraan yang lebih baik dan menolak untuk berada
dibawah laki-laki.
[Type text]

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan
tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-
laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku secara kultural yang ada
pada laki-laki dan perempuan.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender perbedaan jenis kelamin
berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat.
Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender: dapat berubah, dapat
dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan
manusia.
Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang
masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.
Hal-hal yang diperlukan untuk memahami isu gender berkaitan dengan kesehatan adalah : (1)
Mengumpulkan data dan informasi yang memperlihatkan bukti adanya ketimpangan berbasis gender dalam
kesehatan perempuan dan laki-laki; (2) Menyatakan data dan informasi tersebut serta memperhitungkannya
ketika mengembangkan kebijakan dan program kesehatan; (3) Mengimplementasikan program-program
yang sensitive gender untuk memperbaiki ketimpangan; (4) Mengembangkan mekanisme monitoring yang
responsive terhadap isu gender, untuk memastikan ketimpangan gender dipantau secara teratur.
Kesetaraan gender merupakan perlakuan yang setara antara perempuan dan laki-laki dalam hukum
dan kebijakan serta akses yang sama ke sumber daya dan pelayanan dalam keluarga, komunitas dan
masyarakat luas.
Keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung jawab perempuan dan
laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-
laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin.
Pengarustamaan gender mengacu pada integrasi peduli gender dalam analisis, formulasi dan
pengawasan kebijakan, program dan proyek serta dalam organisasi yang bertujuan untuk menyampaikan
ketidakadilan gender dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.
3.2. Saran
Disarankan kepada masyarakat untuk mengubah perspektif terhadap gender terutama mengenai
kesetaraan dan keadilan gender di masyarakat, pendidikan dan kesehatan.
[Type text]

DAFTAR PUSTAKA

Kristina, N. N. 2014. Isu Gender dalam Bidang Kesehatan, (http://www.diskes. baliprov.go.id/id/ISU-


GENDER-DALAM-BIDANG-KESEHATAN.html), diakses pada 8 Juni 2016.

Angelina, J. 2014. Makalah Hubungan Gender dengan Kesehatan,


(http://kesehatanbangsa.blogspot.co.id/2014/12/makalah-hubungan-gender-dengan-kesehatan.html), diakses
pada 8 Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai