TESIS
Oleh :
SUMARTINI
097032039/IKM
THESIS
By
SUMARTINI
097032039/IKM
TESIS
OLEH
SUMARTINI
097032039/IKM
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Sumartini
Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di Puskesmas Amplas periode
tahun 2008, 2009 dan 2010 mengalami mengalami kenaikan. Pada tahun 2008
ditemukan balita gizi buruk sebanyak 17 balita (0,3%) dan gizi kurang 69 balita
(1,3%). Pada tahun 2009 ditemukan balita gizi buruk 22 balita (0,4%) dan gizi kurang
96 balita (1,9%) dan pada tahun 2010 balita gizi buruk 27 balita (0,5%) dan gizi
kurang sebanyak 116 balita (2,1%).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pola pemberian
makanan pendamping ASI (jenis makanan, frekuensi makan, jumlah makanan, dan
waktu pertama kali pemberian MP-ASI)) terhadap status gizi bayi 6-12 bulan di
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. Jenis penelitian adalah survey explanatory
research dengan desain cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei
sampai dengan Juli 2011. Populasi sebanyak 3.457 ibu yang memiliki bayi berumur
6-12 bulan dan jumlah sampel diperoleh 100 ibu. Data pola pemberian MP-ASI
diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner dan food recall 24 jam. Status
gizi bayi diukur berdasarkan indeks BB/U menurut rujukan WHO-2005. Data
dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI meliputi jenis
makanan tambahan, konsumsi energi dan protein serta frekuensi konsumsi makan
berpengaruh terhadap status gizi bayi 6-12 bulan (p<0,05). Usia pertama kali
pemberian MP-ASI tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi 6-12 bulan (p>0,05)
di Kecamatan Amplas Medan Kota.
Kepada Dinas Kesehatan dan instansi terkait disarankan menggalakkan
kembali program ASI Ekslusif dan melaksanakan penyuluhan secara kontinu tentang
bahan atau jenis makanan yang bergizi, murah dan mudah diperoleh di lingkungan
sekitarnya serta kegiatan praktek pengelolaan keanekaragaman makanan di posyandu
sehingga masyarakat mengetahui gizi makanan yang baik untuk diterapkan dalam
keluarga dan masyarakat dalam memenuhi status gizi bayi.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
ASI (MP-ASI) terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan
Amplas”.
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H.,
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya
Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu
Utara.
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan
Sekretarisnya Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si sekaligus sebagai Ketua Komisi
4. Tim Komisi Penguji Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Anggota Komisi Penguji
6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Kabid PMK dan Kapus Medan Amplas
yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam
7. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2
8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda H. Samidjo dan
Ibunda Hj. Suziah serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril
9. Teristimewa buat suami Edy Sofyan, S.E, M.M dan ananda Amanda Chayara
Alima dan Dinda Rameyza Alia berkat merekalah saya termotivasi untuk
khususnya teman-teman Gizi, Diana, Nita, Iwan, Buk Mariani dan Kak Yus atas
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
Sumartini
Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan H. Samidjo dan Hj.
pada tahun 1984, menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Pertamina Rantau
pada tahun 1987, menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Jaya Langsa pada
tahun 1990, menamatkan sekolah di Akademi Gizi (AKZI) Sutan Oloan Medan pada
tahun 2006.
Penulis memulai karir pada tahun 1994 di PT Nestle Indonesia Jakarta sampai
tahun 1995. Bekerja pada PT. Servier Indonesia dari tahun 1995-1996. Pada tahun
Serdang Bedagai, dan pada tahun 2004 sampai sekarang bertugas pada Dinas
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
3.1 Jumlah Ibu yang memiliki Bayi Usia 6-12 Bulan sebagai Sampel
Penelitian di Setiap Kelurahan di Kecamatan Medan Amplas
Kota Medan ................................................................................... 39
4.13. Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas............................................. 54
4.14. Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas............................................. 54
4.16. Hubungan Usia Pertama Kali diberi Makan dengan Status Gizi
pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas ................... 56
3 Surat Telah Selesai Meneliti dari Dinas Kesehatan Kota Medan ........ 71
Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di Puskesmas Amplas periode
tahun 2008, 2009 dan 2010 mengalami mengalami kenaikan. Pada tahun 2008
ditemukan balita gizi buruk sebanyak 17 balita (0,3%) dan gizi kurang 69 balita
(1,3%). Pada tahun 2009 ditemukan balita gizi buruk 22 balita (0,4%) dan gizi kurang
96 balita (1,9%) dan pada tahun 2010 balita gizi buruk 27 balita (0,5%) dan gizi
kurang sebanyak 116 balita (2,1%).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pola pemberian
makanan pendamping ASI (jenis makanan, frekuensi makan, jumlah makanan, dan
waktu pertama kali pemberian MP-ASI)) terhadap status gizi bayi 6-12 bulan di
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. Jenis penelitian adalah survey explanatory
research dengan desain cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei
sampai dengan Juli 2011. Populasi sebanyak 3.457 ibu yang memiliki bayi berumur
6-12 bulan dan jumlah sampel diperoleh 100 ibu. Data pola pemberian MP-ASI
diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner dan food recall 24 jam. Status
gizi bayi diukur berdasarkan indeks BB/U menurut rujukan WHO-2005. Data
dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI meliputi jenis
makanan tambahan, konsumsi energi dan protein serta frekuensi konsumsi makan
berpengaruh terhadap status gizi bayi 6-12 bulan (p<0,05). Usia pertama kali
pemberian MP-ASI tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi 6-12 bulan (p>0,05)
di Kecamatan Amplas Medan Kota.
Kepada Dinas Kesehatan dan instansi terkait disarankan menggalakkan
kembali program ASI Ekslusif dan melaksanakan penyuluhan secara kontinu tentang
bahan atau jenis makanan yang bergizi, murah dan mudah diperoleh di lingkungan
sekitarnya serta kegiatan praktek pengelolaan keanekaragaman makanan di posyandu
sehingga masyarakat mengetahui gizi makanan yang baik untuk diterapkan dalam
keluarga dan masyarakat dalam memenuhi status gizi bayi.
Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi.
Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas
manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin
pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai ”periode emas” sekaligus ”periode kritis”.
Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh
asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan
anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka
periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh
kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes, 2006).
penting yang harus dilakukan yaitu pertama memberikan Air Susu Ibu kepada bayi
segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya Air Susu
Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara Eksklusif sejak lahir sampai bayi
berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
Masa pertumbuhan bayi berumur 6-12 bulan membutuhkan asupan gizi tidak
hanya cukup dengan ASI saja, karena produksi ASI pada saat itu semakin berkurang
sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambahnya umur dan berat
badan, oleh karena itu bayi harus mendapat makanan pendamping selain
ASI (MP-ASI) untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung di dalam
ASI. Pengetahuan masyarakat yang rendah tentang jenis dan cara mengolah makanan
bayi dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi pada bayi (Krisnatuti, 2006).
ASI memiliki manfaat yang sangat besar, maka sangat disayangkan bahwa
pada kenyataan penggunaan ASI Eksklusif belum seperti yang diharapkan. Hal ini
disebabkan karena ibu sibuk bekerja dan hanya diberi cuti melahirkan selama tiga
bulan. Selain itu masih banyak ibu yang beranggapan salah sehingga tidak menyusui
secara Eksklusif, karena ibu takut dengan menyusui akan merubah bentuk payudara
menjadi jelek, dan takut badan akan menjadi gemuk. Dengan alasan inilah ibu
memberikan makanan pendamping ASI, karena ibu merasa ASI nya tidak mencukupi
kebutuhan gizi bayinya sehingga ibu memilih susu formula karena lebih praktis
(Roesli, 2002).
mencanangkan anjuran bagi para ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif kepada
bayinya, tapi pelaksanaan anjuran tersebut masih jauh dari harapan. Masih banyak ibu
yang memberikan ASI kepada bayi nya secara tidak benar. Lebih dari 50% bayi di
Bahkan pada umur 2-3 bulan bayi ada yang sudah mendapat makanan padat (Irawati,
2005).
prelakteal yang paling banyak diberikan kepada bayi baru lahir yaitu susu formula
sebesar (71,3%), Madu (19,8%) dan air putih (14,6%). Jenis yang termasuk kategori
lainnya meliputi kopi, santan, biscuit, kelapa muda dan kurma (Riskesdas, 2010).
sampai dengan 6 bulan adalah 15,3%. Inisiasi menyusu dini kurang dari satu jam
setelah bayi lahir adalah 29,3%, tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2% dan
proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir tetapi
masih ada 11,1% proses mulai disusui dilakukan setelah 48 jam. Cakupan ASI
eksklusif di Indonesia masih rendah jauh dari rata-rata dunia yaitu sebesar 38%.
pada tahun 2008 sebesar 36,72%. Hasil ini masih dibawah target nasional yaitu
tahun 2009 adalah sebesar 1,32%, masih sangat rendah dibandingkan pencapaian
masuknya berbagai jenis kuman,. Bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum berumur
enam bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek, dan panas
dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif. Selain itu pemberian
makanan padat secara dini akan menyebabkan kerusakan saluran pencernaan dan
yang tepat, memadai, aman untuk dikonsumsi. Bayi yang diberi MP-ASI dalam
waktu yang semakin awal memiliki kecenderungan mempunyai status gizi yang
kurang dibandingkan dengan bayi yang diberikan MP-ASI tepat pada waktunya yaitu
Beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan
anak disebabkan karena kebiasaan memberikan MP-ASI yang tidak tepat. Keadaan
kemampuan masyarakat. Selain itu ibu-ibu kurang menyadari bahwa setelah bayi
berumur 6 bulan memerlukan MP-ASI dalam jumlah dan mutu yang semakin
bertambah, sesuai dengan pertambahan umur bayi dan kemampuan alat cerna nya.
bayi lebih dari enam bulan atau setelah pemberian ASI eksklusif karena pada usia
tesebut kebutuhan gizinya masih terpenuhi dari ASI. Bayi yang lebih cepat
infeksi telinga dan pernapasan, diare, resiko alergi, gangguan pertumbuhan dan
secara Eksklusif tetapi lebih memilih memberikan susu formula atau makanan
tambahan pada bayi kurang dari enam bulan. Karena masih banyak ibu-ibu yang
kebutuhan gizi bayi dan bayi tidak akan merasa kelaparan. Hal ini berbahaya dilihat
dari sistem pencernaan bayi belum sanggup mencerna atau menghancurkan makanan
persentase ibu yang memberikan makanan tambahan terlalu dini kepada bayi usia 2-3
bulan sebanyak (32%) dan bayi 4-5 bulan sebanyak (69%) di Indonesia. Sejalan
dengan hal ini, hasil penelitian padang (2007) menyatakan bahwa sebesar 52,15%
bayi sudah mendapat makanan tambahan di bawah usia enam bulan di Kecamatan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Baso (2007) dalam Pardosi (2009)
mengenai studi pertumbuhan bayi yang diberi makanan pendamping ASI Pabrik dan
Pabrik telah diberikan sejak bayi berusia kurang dari empat bulan (54,4%) dan
Sedangkan jenis makanan pabrik adalah susu. Hasil penelitian ini menunjukkan
diberikan makanan tambahan sebelum umur 5 bulan yaitu sebesar 80,49% dan yang
paling rendah adalah pada umur 5-7 bulan yaitu sebesar 19,51%. Adapun MP-ASI
yang diberikan adalah nasi bubur dengan tambahan garam,atau nasi bubur dengan
lauk, atau nasi keras dengan sayur saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
frekuensi makan anak yang terbanyak adalah 2x sehari yaitu sebesar 63,41% dan
yang terendah adalah 1x sehari sebesar 9,76%. Dari hasil penelitian didapat bahwa
anak yang frekuensi makannya sedikit memiliki status gizi yang tidak baik.
dengan beberapa ibu –ibu yang tinggal di kecamatan Medan Amplas adalah bahwa
rata-rata mereka sudah memberikan MP-ASI pada bayinya pada saat umur satu atau
dua bulan dengan pisang, bubur nasi atau MP-ASI pabrikan, susu formula, alasan
nya mereka takut bayinya kurang kenyang dan kurang gizi bila hanya diberikan ASI
saja. Data yang diperoleh dari Puskesmas Amplas tahun 2008 berdasarkan indeks
BB/U gizi buruk sebanyak 17 balita (0,3%) dan gizi kurang 69 Balita (1,3%), pada
tahun 2009 gizi buruk 22 balita (0,4%) dan gizi kurang 96 balita (1,9%) dan pada
tahun 2010 gizi buruk 27 balita (0,5%) dan gizi kurang sebanyak 116 orang (2,1%).
pola pemberian MP-ASI (jenis makanan, konsumsi energi protein, frekuensi makan,
usia pertama kali pemberian MP-ASI) terhadap status gizi pada bayi 6-12 bulan di
Adanya pemberian MP-ASI yang terlalu dini pada bayi dengan pisang, bubur
nasi atau MP-ASI pabrikan, rendah nya cakupan ASI Eksklusif serta tinggi nya status
gizi kurang pada bayi di Kecamatan Medan Amplas, sehingga ingin diteliti
bagaimana pengaruh pola pemberian MP-ASI terhadap status gizi pada bayi 6-12
jumlah energi protein, frekuensi makan, dan waktu pertama kali pemberian MP-ASI)
terhadap status gizi bayi 6-12 bulan di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan tahun
2011.
1.4. Hipotesis
konsumsi energi protein, frekuensi makan, dan umur pertama kali pemberian MP-
ASI) terhadap status gizi pada bayi 6-12 bulan di Kecamatan Medan Amplas Kota
Medan
dalam perbaikan gizi, dan bagi petugas kesehatan untuk memberikan bantuan
zat gizi, diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan
gizi selain dari Air Susu Ibu (Depkes RI, 2006). Makanan pendamping ASI ini
diberikan pada bayi karena pada masa itu produksi ASI semakin menurun sehingga
suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang semakin
(WHO, 2000).
Makanan tambahan berarti memberi makanan lain selain ASI dimana selama
keluarga. Pemberian makanan tambahan merupakan proses transisi dari asupan yang
semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga
refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan
(Depkes, 2000).
makanan peralihan, beiskot (istilah dalam bahasa jerman yang berarti makanan selain
dari susu yang diberikan kepada bayi). Keseluruhan istilah ini menunjuk pada
tangga atau di Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat, mudah
sebelum dikonsumsi oleh bayi. Makanan tambahan lokal ini disebut juga dengan
lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan tambahan dari
pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat
dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energi dan
tersedia dalam bentuk tepung campuran instan atau biskuit yang dapat dimakan
1) Formula
Formula harus dibuat berdasarkan angka kecukupan gizi bayi dan balita, bahan baku
yang diizinkan, criteria zat gizi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.
2) Proses Teknologi
3) Higiene
penghasil racun atau alergi, bebas racun, harus dikemas tertutup sehingga terjamin
4) Pengemasan
Kemasan yang dipakai harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak beracun,
tidak mempengaruhi mutu inderawi produk (dari segi penampakan, aroma, rasa dan
tekstur), serta mampu melindungi mutu produk selama jangka waktu tertentu.
keadaan kering dan pre-cooked, sehingga tidak perlu dimasak lagi dan dapat
Bubur susu terdiri dari tepung serealia seperti beras, maizena, terigu ditambah
susu dan gula, dan bahan perasa lainnya. Makanan tambahan pabikan yang lain
seperti nasi tim yakni bubur beras dengan tambahan daging, ikan atau hati serta
sayuran wortel dan bayam, dimana untuk bayi kurang dari 10 bulan nasi tim harus
disaring atau di blender terlebih dahulu. Selain makanan bayi lengkap (bubur susu
dan nasi tim) beredar pula berbagai macam tepung baik tepung mentah maupun yang
dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan
gizi, defesiensi zat gizi mikro (zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan
ASI (mixed feeding) dan diperlukan setelah kebutuhan energy dan zat-zat gizi tidak
tergantung jumlah ASI yang dihasilkan oleh ibu dan keperluan bayi yang bervariasi
serta pemulihan kesehatan setelah sakit, untuk mendidik kebiasaan makan yang baik
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak, menyesuaikan kemampuan alat
cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI
ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi,
pemberian makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi
diajar untuk mengunyah dan menelan makanan padat, serta membiasakan selera-
selera baru.
Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang kaya energy, protein dan
fosfat), bersih dan aman, tidak ada bahan kimia yang berbahaya atau toksin, tidak ada
potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat bayi tersedak, tidak terlalu
Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani
dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, daging. Golongan nabati terdiri
kalori atau energi (karbohidrat, protein dan lemak), vitamin, mineral dan serat untuk
pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga yang
mencukupi kebutuhan energi dianjurkan sekitar 60-70% energi total berasal dari
karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40-50% kandungan
yang diberi MP-ASI pertama kali ( usia 6-12 bulan) pertambahan Protein nya tidak
terlalu besar. Semakin bertambah usia bayi maka protein yang dibutuhkan semakin
meningkat. Setelah menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan protein sekitar dua
kali lipat pada masa sebelum nya (Krisnatuti, 2000). Kacang-kacangan merupakan
sumber protein nabati yang baik untuk bayi dan sebagai bahan campurannya
digunakan tempe kedelai, kacang tanah, dan tempe koro benguk (Baso, 2007).
sebagai sumber asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K, serta member
rasa gurih dan sedap pada makanan. Apabila energi dan protein sudah terpenuhi maka
kecukupan gizi lemak yang dianjurkan tidak dicantumkan karena secara langsung
Vitamin yang dibutuhkan terdiri dari vitamin yang larut dalam lemak dan
vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D,
E, dan K, sedangkan yang larut dalam air adalah vitamin vitamin C, B1, Riboflavin,
Niasin, B6, B12, asam folat, dan vitamin lain yang tergolong vitamin B kompleks
dibutuhkan bayi. Vitamin ini secara alami dihasilkan oleh kulit ketika terpapar sinar
matahari, dan bila bayi sering berjemur di daerah panas atau matahari beberapa kali
seminggu maka kulitnya akan menghasilkan semua vitamin D yang dibutuhkan bayi
(Satyanegara, 2004).
Mineral dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Unsur Fe (besi) dan
I (iodium) merupakan 2 jenis mineral bayi yang jarang terpenuhi yang mengakibatkan
anemia dan gondok. Bayi tidak dilahirkan dengan cadangan zat besi yang memadai
yang akan melindungi bayi dari anemia. Jika bayi diberi ASI maka kebutuhan zat
besinya dapat terpenuhi sehingga tidak dibutuhkan tambahan. Setelah bayi berumur 6
bulan, bayi harus mulai diberikan makanan yang mengandung zat besi (sereal,
daging, sayuran hijau), yang dapat menjamin pasokan zat besi yang mencukupi untuk
Air Susu Ibu (ASI) memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi
yaitu untuk pertumbuhan dan kesehatan sampai berumur enam bulan, sesudah itu ASI
tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bayi. Makanan tambahan mulai diberikan umur
enam bulan satu hari. Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup
tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam mulut nya dan berminat terhadap
Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan mikronutrien
(terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan folat), bersih dan aman,
tersedia didaerah anda dan harga terjangkau serta mudah disiapkan (Depkes, 2006).
Jumlah zat gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi dapat dilihat pada
akan tetapi dapat dipakai untuk mengetahui tingkat konsumsi dari suatu populasi.
Risiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan
berbahaya karena pemberian makanan yang terlalu dini dapat menimbulkan solute
load hingga dapat menimbulkan hyperosmolality, kenaikkan berat badan yang terlalu
cepat dapat menyebabkan obesitas, alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat
dalam makanan yang diberikan pada bayi. Bayi yang mendapat zat-zat tambahan
seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan pada ginjal bayi yang belum matang,
a) Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan saat ini, makanan tersebut
dapat menggantikan ASI, jika makanan diberikan maka anak akan minum ASI
lebih sedikit dan produksi ASI ibu akan lebih sedikit sehingga akan lebih sulit
b) Anak mendapat faktor perlindungan dari ASI lebih sedikit sehingga resiko infeksi
meningkat.
d) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, bubur nya berkuah
dan sup karena mudah dimakan bayi, makanan ini memang membuat lambung
meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada anak-anak. Makanan tambahan
yang diberikan pada bayi cenderung mengandung protein dan lemak tinggi sehingga
pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi kalori yang tinggi dan mengakibatkan
yaitu tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan penduduk, sosial ekonomi, begitu pula
faktor kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat yang turun temurun
1. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2000), pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi
adalah faktor yang penting dalam pemberian makanan tambahan pada bayi karena
dengan pengetahuan yang baik, ibu tahu kapan waktu pemberian makanan yang tepat.
Pengetahuan dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, media
cara pemberian nya serta kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung
maupun tidak langsung menjadi penyebab masalah gizi kurang pada anak, khususnya
2. Tingkat pendidikan
pribadi sosial yang memuaskan. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, makin mengerti waktu yang tepat
memberikan makanan tambahan bagi bayi serta mengerti dampak yang ditimbulkan
jika makanan tersebut diberikan terlalu dini. Ibu yang berpendidikan akan memahami
informasi dengan baik penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan, selain itu
3. Sosial Ekonomi
orang tua yang nanti nya bepengaruh terhadap konsumsi energi. Ibu yang bekerja
akan berpengaruh terhadap pola asuh anak, ibu menjadi kurang perhatian dan kurang
dekat dengan anak karena sebagian besar waktu siang digunakan untuk bekerja diluar
Orang tua yang mempunyai pendapatan tinggi akan mempunyai daya beli
yang lebih tinggi pula, sehingga memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih
makanan dan jumlah makanan tidak lagi didasarkan pada kebutuhan dan
bayi.
terlalu sibuk dengan pekerjaan diluar rumah dan pengasuhan anak diserahkan kepada
orang lain. Banyak sekali orang tua yang memberikan makanan pendamping sebelum
usia 6 bulan. Umumnya banyak ibu yang beranggapan bahwa jika anak nya kelaparan
diberi makanan akan tidur nyenyak belum lagi anggapan masyarakat seperti orang tua
terdahulu bahwa anak mereka dulu yang diberi makanan pada umur 2 bulan sampai
sekarang dapat hidup sehat, alasan lain bahwa saat ini gencarnya promosi makanan
bayi yang belum mengindahkan ASI eksklusif sampai 6 bulan (Lily, 2005).
Menurut Kartini (2006), yang mengutip pendapat Lie goan hong menyatakan
pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam
dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan
cirri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Sedangkan menurut baliwati
(2004) pola konsumsi makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang
Tahun pertama khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang sangat
kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung
cepat. ASI harus merupakan makanan utama pada masa ini. Biasanya makanan
tambahan ASI diperlukan pada trimerter ke dua yaitu pada anak setelah berumur
enam bulan.
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, berikanlah ASI saja sampai bayi
berumur 6 bulan (ASI Eksklusif). Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang
produksi ASI terutama 30 menit pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI saja
Kolustrum harus segera diberikan kepada bayi ,walaupun jumlah nya sedikit
namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama. Sebaiknya
jangan memberikan makanan atau minuman seperti air kelapa, air tajin, air the, madu,
pisang, dan lain-lain) pada bayi sebelum diberikan ASI karena sangat membahayakan
Pada umumnya bayi yang baru lahir mempunyai jadwal makan yang tidak
teratur, bayi bisa makan sebanyak 6-12 kali atau lebih dalam 24 jam tanpa jadwal
yang teratur. Menyusui bayi dapat dilakukan setiap 3 jam alasannya karena lambung
bayi akan kosong dalam waktu 3 jam sehabis menyusui. Sejalan dengan
bertambahnya usia jarak antara waktu menyusui menjadi lebih lama, karena kapasitas
Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan Menurut Umur Bayi, Jenis
Makanan, dan Frekuensi Pemberian Makanan
0-6 bulan 6-7 bulan 7-9 bulan 9-12 bulan > 12 bulan
Pukul ASI on ASI ASI/PASI ASI/PASI ASI/PASI
06.00 demand
2.3.2 Pola Makan pada Bayi Usia 6-12 Bulan (ASI dan MP-ASI)
Seorang bayi untuk tumbuh dan menjadi lebih aktif, gizi nya tidak cukup
hanya dengan asupan ASI saja, karena ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi
kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambah umur dan berat badannya.
Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan mikronutrien
(terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan folat), bersih dan aman,
tidak terlalu pedas atau asin, mudah dimakan oleh anak, disukai anak, harga
awal, perkenalkan dengan bubur dan sari buah dua kali sehari sebanyak 1-2 sendok
makan penuh. Frekuensi pemberian bubur ini, lambat laun harus ditingkatkan.
Menginjak umur 7-9 bulan porsi kebutuhannya dapat ditingkatkan yaitu sebanyak 3-6
sendok penuh tiap kali makan, paling tidak empat kali sehari keadaan bubur harus
tetap disaring, apabila bayi masih tampak lapar dapat diberi makanan kecil misalnya
roti kering, pisang. Pada umur 9 bulan berikan bubur yang tidak disaring atau nasi tim
Menginjak usia 10-12 bulan bayi sudah dapat diberi bubur yang dicacah untuk
mempermudah proses penelanan. Setelah berumur satu tahun bayi mulai mengenal
makanan yang dimakan oleh seluruh anggota keluarga. Seorang bayi harus makan 4-5
kali sehari. Makanan anak harus terdiri dari makanan pokok, kacang-kacangan,
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologis
akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sehingga status gizi dapat
makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan
jenis yang dikonsumsi dan penggunaan nya dalam tubuh. Apabila konsumsi makanan
dalam tubuh terganggu dapat mengakibatkan status gizi jelek dan biasanya disebut
gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif
maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia
(Arisman, 2006)
Menurut Supariasa dkk (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu: penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara
tidak langsung.
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu :
1. Secara antropometri : dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur
bagian tubuh seperti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan lemak dan lain-lain.
2. Secara klinis : dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter atau orang yang
sudah terlatih. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ-organ yang
yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
4. Secara biofisik : dengan melihat kemampuan fungsi (khusus nya jaringan) dan
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 penilaian yaitu :
1. Survei konsumsi makanan: Adalah suatu metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Kesalahan dalam survei makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat
2. Statistik vital: Adalah dengan cara menganalisa data beberapa statistik kesehatan
seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.
adalah antropometri gizi. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk
dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan yang sederhana
(Depkes, 2000).
karena mempunyai ambang batas dan rujukan yang pasti, pengukuran antropometri
juga mempunyai prsedur yang sederhana dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan
menurut umur (BB/U), Tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut
Berat badan adalah satu parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan-
nafsu makan, atau menurunnya makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
parameter antropometri yang sangat labil, oleh sebab itu indeks BB/U lebih
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang
relatif lama. Indeks TB/U disamping menggambarkan status gizi masa lalu, juga erat
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik
untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB adalah indeks yang independen
terhadap umur.
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitif/peka
menunjukkan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan
Tabel 2.5 Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB
Standar Baku Antropometri Menurut WHO 2005
No Indeks yang
Status Gizi Keterangan
dipakai
1 BB/U Berat Badan Normal Zscore ≥ -2 sampai 1
Berat Badan Kurang Zscore < -2 sampai -3
Berat Badan Sangat Kurang Zscore < -3
2 TB/U Normal Zscore ≥ -2 sampai 3
Pendek Zscore < -2 sampai -3
Sangat Pendek Zscore < -3
3 BB/TB Sangat gemuk Zscore > 3
Gemuk Zscore >2 sampai 3
Resiko gemuk Zscore >1 sampai 2
Normal Zscore ≥ -2 sampai 1
Kurus Zscore < -2 sampai -3
Sangat kurus Zscore < -3
Sumber : Interpretasi Indikator Pertumbuhan Depkes 2008
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi
di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara
fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
Ada dua faktor yang berperan dalam menentukan stautus gizi seseorang yaitu
(Apriadji (1986) :
tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan, status kesehatan, status
fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh. Secara langsung status
gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak.
Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola asuh anak yang diberikan
oleh ibu/pengasuh nya. Dan penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di
keluarga, Pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Ketiga faktor ini saling terkait dengan pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan
seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan
status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang akan
(Roesli, 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian Munawaroh (2006) di Kabupaten
Pekalongan yang menyatakan bahwa Balita dengan pola makan yang tidak baik
mempunyai resiko untuk mengalami status gizi kurang 8,1 kali lebih besar dari pada
pungga Kabupaten Dairi. pada pengelompokan anak menurut pola makan diketahui
bahwa anak yang memiliki pola makan yang baik maka status gizi nya baik sebanyak
(86%), dan anak yang memiliki pola makan tidak baik tetapi ststus gizi nya baik
sebanyak (13,6%), sedangkan anak yang memiliki pola pola makan baik tetapi status
gizi nya tidak baik ada sebanyak (42,1%) dan anak yang memiliki pola makan tidak
baik dan status gizinya juga tidak baik ada sebesar (57,9%). Analisa statistik
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi
anak (p<0,05).
Langkat terlihat bahwa pola asuh makan menurut waktu pertama kali pemberian MP-
ASI ternyata pertumbuhan bayi yang tergolong tidak normal lebih banyak pada bayi
yang di beri MP-ASI kurang dari 6 bulan (85,5%). Dari hasil uji chi square
menunjukkan bahwa ada hubungan antara waktu pertama kali pemberian MP-ASI
Menurut WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam hal ini gizi kurang dan gizi
buruk lebih di pengaruhi oleh beberapa faktor yakni, penyakit infeksi dan asupan
makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian kekurangan gizi, pola
asuh serta pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor yang secara tidak
timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung dan tidak
langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan Soekirman dalam materi
Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes RI, 2000), penyebab kurang gizi dapat
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang
kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi
karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pula
anak yang makannya tidak cukup cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah
dan mudah terserang penyakit. Kenyataan nya baik makanan maupun penyakit secara
asuh, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah
dalam jumlah yang cukup dan baik mutu nya. Pola pengasuhan adalah kemampuan
keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana
penyebab kurang gizi pada anak balita sebagaimana terlihat pada gambar 2.1.
Kurang Gizi
Dampak
Penyebab
Makanan tidak seimbang Infeksi
langsung
Kurang pendidikan
Pengetahuan dan
ketrampilan
Akar
Krisis Ekonomi,
masalah
Politik, dan
- Jenis Makanan
Tambahan Status Gizi
- Jumlah Energi Bayi
Protein
- Frekuensi Makan
- Usia Pertama kali
diberi Makanan
Tambahan
eksklusif nya 1,7% apabila dibandingkan dengan target pencapaian sebesar 80%
sangat rendah, disamping itu juga tinggi nya praktek pemberian MP-ASI dini pada
bayi kurang dari 6 bulan. Untuk kasus gizi kurang di Kecamatan Medan Amplas ada
116 kasus gizi kurang (5,4%) apabila tidak ditangani secara serius akan menjadi gizi
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2011.
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi
berusia 6-12 bulan yang berdomisili di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan tahun
2011. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan pada bulan Januari 2011,
3.3.2 Sampel
N
1 + N (d 2 )
n=
Keterangan:
N = Populasi (3.457)
Perhitungan:
N
1 + N (d 2 )
n=
n= 3.457
1 + 3.457 (0,1²)
Jadi, berdasarkan perhitungan dengan rumus yang ada, maka sampel pada
penelitian ini berjumlah 100 orang ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan
diinginkan, Jadi setiap ibu di tiap-tiap kelurahan memiliki kesempatan yang sama
1) Data Primer
pekerjaan)
b. Karakteristik bayi (Nama, umur, jenis kelamin, data antropometri : berat badan).
gizinya berdasarkan WHO 2005. Alat pengumpulan data ini berupa dacin. Data
diambil langsung dilokasi penelitian oleh peneliti dan di bantu 5 orang kader
2) Data Sekunder
Kecamatan Medan Amplas. Data sekunder meliputi data gambaran umum Kecamatan
Medan Amplas.
3.5.1 Variabel
variabel terikat (dependen variabel), variabel bebas dalam penelitian ini meliputi pola
pemberian makanan pendamping ASI (jenis, frekuensi, jumlah, dan usia pertama kali
a. Variabel Independen
1) Pola pemberian MP-ASI adalah pola yang diterapkan ibu dalam memberikan
MP-ASI kepada bayi, meliputi jenis, frekuensi, jumlah makanan dan usia
untuk dikonsumsi bayi setiap kali makan. MP-ASI yang diberikan dibagi dalam
3) Konsumsi energi protein adalah nilai gizi MP-ASI yang menunjukkan berapa
banyak Energi dan Protein dalam satuan Kkal dan gram yang dikonsumsi bayi
dalam sehari.
5) Usia pertama kali pemberian makanan tambahan adalah usia anak pertama kali
b. Variabel Dependen
Status Gizi bayi adalah keadaan kesehatan bayi (6-12 bulan) yang ditentukan
oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lainnya yang diperoleh dari
makanan yang berdampak fisiknya diukur secara antropometri dengan indeks BB/U
meliputi (jenis makanan, frekuensi makan, jumlah makanan dan usia pertama kali
pemberian MP-ASI) dan variabel terikat status gizi bayi dengan metode sebagai
berikut :
Alat Skala
No Variabel Kategori
Ukur Ukur
1. Independen :
a. Pola
Pemberian 1. Baik, bila sesuai ketentuan : Kuesioner Ordinal
MP-ASI usia 6 bln ; ASI, sari buah,
- Jenis Makanan bubur tepung.
Tambahan usia 7-8 bln ; ASI,
buahan,bubur saring
(makanan pokok, lauk pauk,
sayuran).
Usia 9 bln ; ASI, buahan,
roti, nasi tim (makanan
pokok, lauk pauk, sayuran)
Usia 12 bln ; ASI/PASI,
makanan biasa (makanan
pokok, lauk pauk, sayuran
2. Tidak Baik, bila tidak sesuai
dengan ketentuan
2. Dependen : BB/U :
Status Gizi Bayi 1. BB Normal (Zscore ≥-2 1. Dacin Ordinal
sampai 1) 2. Tabel
2. BB Kurang (Zscore < -2 WHO-2005
sampai -3)
3. BB Sangat Kurang
(Zscore < -3)
Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk
melihat distribusi frekuensi dan proporsi dari semua variabel yang diteliti baik
variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji Chi-Square (X²).
Dengan menggunakan uji regresi linear pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05).
pemberian MP-ASI terhadap status gizi menggunakan uji regresi logistik dengan
Ŷ= 1
Keterangan :
Ŷ = Variabel Dependen yaitu : status gizi bayi
β 1, β 2., β 3, β 4 = Konstanta betha tiap variabel independen yang diteliti
X 1, = Variabel independen yang diteliti yaitu jenis makanan
X2 = Variabel independen yang diteliti yaitu jumlah energi protein
X3 = Variabel independen yang diteliti yaitu frekunsi konsumsi
makan
X4 = Variabel independen yang diteliti yaitu usia pertama kali diberi
ASI
e = Error (tingkat kesalahan) yaitu 0,05 (5%)
- Kelurahan Amplas
- Kelurahan Harjosari I
- Kelurahan Harjosari II
138.484 jiwa dan luas wilayah 1.337,3 Ha. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak
Jumpah
Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah KK
Penduduk
Amplas 15.152 7.152 8.000 2.936
Siti Rejo II 11.230 5.711 5.519 2.270
Siti Rejo III 14.106 720 6.589 2.782
Harjosari I 37.282 19.909 18.373 7.097
Harjosari II 35.289 17.724 27.306 6.801
Timbang Deli 16.864 8.571 8.393 3.783
Bangun Mulia 4.380 2.005 2.005 824
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2010
berada di Kelurahan Harjosari I sebanyak 37.282 jiwa yang terdiri dari penduduk
laki-laki 19.909 jiwa dan penduduk perempuan 18.373 jiwa tercakup dalam 7.097
KK.
SR SR HS B.Mu
Pekerjaan Amplas HS I T.Deli Jlh
II III II lia
PNS 335 789 375 1366 220 194 26 3305
Peg. Swasta 387 423 349 1630 785 117 25 3716
ABRI 115 12 10 45 255 37 25 499
Petani 65 0 0 12 65 59 220 451
Pedagang 270 695 1489 970 2175 84 46 5729
Pensiunan 65 40 50 110 120 83 15 483
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2010
bekerja sebagai pedagang sebanyak 5.729 jiwa dan paling sedikit bekerja sebagai
Sarana SR SR HS
Amplas HS I T.Deli B.Mulia Jlh
Kesehatan II III II
Pusk. Induk - - - 1 - - - 1
Pustu 1 - - - 1 4 1 4
Praktek dokter 8 9 9 5 4 1 - 39
Praktek dokter
4 - - 3 1 1 - 9
gigi
Praktek dokter
1 - - 1 1 1 - 4
spesialis
Klinik bersalin 2 - 1 5 1 1 - 10
Klinik umum 4 1 1 2 1 1 3 13
Praktek bidan 6 - 6 8 9 9 3 41
Apotek 3 1 - 2 1 1 - 8
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2010129
besar praktek bidan sebanyak 41 unit dan sebagian kecil puskesmas induk 1 unit.
Pada Tabel 4.4 yang disajikan bahwa berdasarkan kelompok umur ibu lebih
banyak pada umur reproduksi sehat 20 sampai dengan 35 tahun 84 orang (84%)
selebihnya ibu berumur risiko tinggi di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun 16 orang
(16%).
orang (73%) selebihnya beragama Kristen 27 orang (27%). Jumlah anak yang
dimiliki ibu lebih banyak di atas 2 orang atau yang tidak dianjurkan pemerintah
berjumlah 81 orang (81%), selebihnya ibu yang memilki anak≤2 orang atau yang
(54%) selebihnya ibu yang tidak bekerja 46 orang (46%). Penghasilan per bulan lebih
banyak di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Rp, 1.035.000 yaitu 59 orang
(59%) selebihnya lebih besar dari UMR Rp, 1.035.000 yaitu 41 orang (41%).
No Variabel n %
Karakteristik Ibu
1. Umur
< 20 tahun 3 3
20 – 35 tahun 84 84
> 35 tahun 13 13
Total 100 100
2. Agama
Islam 73 73
Kristen 27 27
Total 100 100
3. Jumlah anak
≤ 2 orang 36 30,8
> 2 orang 81 69,2
Total 100 100
4. Pendidikan
SD 3 3
SMP 42 42
SMA 54 54
PT 1 1
Total 100 100
5. Pekerjaan :
Tidak bekerja 46 46
Bekerja 54 54
Total 100 100
6. Penghasilan per Bulan
≤ Rp 1.035.000 (dibawah UMR) 59 59
> Rp 1.035.000 (di atas UMR) 41 41
Total 100 100
Pada Tabel 4.5 yang disajikan bahwa berdasarkan kelompok umur bayi lebih
banyak pada kelompok umur 6-7 bulan 51 orang (51%) selebihnya berumur 8-9 bulan
31 orang (31%) dan kelompok umur 9-12 bulan 18 orang (18%). Jenis kelamin bayi
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Bayi Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin
No Karakteristik Bayi n %
1. Umur
6-7 bulan 51 51
8-9 bulan 31 31
10-12 bulan 18 18
Total 100 100
3. Jenis Kelamin
Perempuan 52 52
Laki-laki 48 48
Total 100 100
Pada Tabel 4.6 yang disajikan menunjukkan bahwa hasil perhitungan status
gizi bayi lebih banyak normal dengan Zscore ≥-2 sampai 1 atau BB normal 86 orang
(86%) selebihnya dengan Zscore < -2 sampai -3 atau BB kurang 14 orang (14%) dan
Pada Tabel 4.7 yang disajikan menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI
berdasarkan jenis makanan tambahan yang diberikan kepada bayi lebih banyak sesuai
ketentuan usia bayi atau dikategorikan baik, lebih banyak pada kelompok umur bayi
10-12 bulan (84,2%), sedangkan pemberian jenis makanan tambahan yang tidak baik
Pada Tabel 4.8 yang disajikan menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI
dikategorikan sedang, lebih banyak pada kelompok umur bayi 8-9 bulan (66,7%),
dikategorikan baik, lebih banyak pada kelompok umur bayi 6-7 bulan (54,9%).
Konsumsi Energi
Baik Sedang Total
Umur Bayi
(560-800 kkal/hari) (<560 kkal/hari)
n % n % Jumlah %
6-7 bulan 28 54,9 23 45,1 51 100
8-9 bulan 10 33,3 20 66,7 30 100
10-12 bulan 9 47,4 10 52,6 19 100
Pada Tabel 4.9 yang disajikan menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI
berdasarkan jumlah protein yang diberikan kepada bayi dikategorikan sedang, lebih
banyak pada kelompok umur bayi 8-9 bulan (66,7%), sedangkan pemberian jumlah
protien yang dikategorikan baik, lebih banyak pada kelompok umur bayi 6-7 bulan
(58,8%).
Konsumsi Protein
Baik Sedang Total
Umur Bayi
(12-15 gr/hari) (<12 gr/hari)
n % n % Jumlah %
6-7 bulan 30 58,8 21 41,2 51 100
8-9 bulan 10 33,3 20 66,7 30 100
10-12 bulan 9 36,8 10 52,6 19 100
makan yang diberikan kepada bayi dikategorikan baik, lebih banyak pada kelompok
dikategorikan tidak baik, lebih banyak pada kelompok umur 6-7 bulan (17,6%).
4.2.7. Pola Pemberian MP-ASI Bayi berdasarkan Usia Pertama Kali diberi
Makan pada Kelompok Umur Bayi
Pada Tabel 4.11 yang disajikan menunjukkan bahwa usia pertama kali
pemberian makanan tambahan lebih banyak di bawah usia 6 bulan atau dikategorikan
tidak baik yaitu 64 orang (64%), selebihnya baik dengan pemberian di atas usia
6 bulan 36 orang (36%). Jenis MP-ASI yang diberikan pada bayi usia < 6 bulan lebih
banyak MP-ASI yang dibuat sendiri oleh ibu di rumah dan juga MP-ASI buatan
pabrik
Pada Tabel 4.12 dari 75 orang memberikan jenis makanan tambahan sesuai
usia bayi, mempunyai status gizi bayi BB Normal dikategorikan baik 71 orang
dengan usia bayi, mempunyai status gizi BB kurang dikategorikan tidak baik 10
orang (40%).
Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.000 < 0,05. Hal ini berarti
terdapat hubungan antara jenis pemberian makanan tambahan dengan status gizi pada
Tabel 4.12 Hubungan Jenis Makanan Tambahan dengan Status Gizi pada Bayi
6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas
4.2.9. Hubungan Konsumsi Energi dan Protein dengan Status Gizi pada Bayi
6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas
kecukupan energi (560-800 kkal/hari) dikategorikan baik, mempunyai status gizi bayi
(<560 kkal/hari) dikategorikan sedang, juga mempunyai status gizi bayi normal 41
orang (77,4%).
terdapat hubungan antara konsumsi energi dengan status gizi pada bayi 6-12 bulan di
Tabel 4.13 Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas
Pada Tabel 4.14 dari 49 orang yang memberikan makanan dengan kecukupan
protein (12-15 gram/hari) kategori baik mempunyai status gizi bayi normal 46 orang
Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.011 < 0,05. Hal ini berarti
terdapat hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi pada bayi 6-12 bulan di
Tabel 4.14 Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas
Pada Tabel 4.15 dari 88 orang yang memberikan frekuensi konsumsi makan
baik, mempunyai status gizi normal 81 orang (92%). Sementara 12 orang tidak
Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.000 < 0,05. Hal ini berarti
terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi makan dengan status gizi pada bayi 6-
Tabel 4.15 Hubungan Frekuensi Konsumsi Makan dengan Status Gizi pada
Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas
4.2.11. Hubungan Usia Pertama Kali diberi Makan dengan Status Gizi pada
Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas
Pada Tabel 4.16 dari 36 orang yang memberikan MP-ASI pada usia ≥ 6 bulan
orang memberikan makanan MP-ASI < 6 bulan dikategorikan tidak baik, mempunyai
Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.563 > 0,05. Hal ini berarti
tidak terdapat hubungan usia pertama kali diberi makan dengan status gizi pada bayi
makanan, jumlah energi, jumlah protein dan frekuensi makan) terhadap status gizi
pada bayi 6-12 bulan, dilakukan uji regresi logistik untuk mengetahui variabel yang
paling berpengaruh terhadap status gizi bayi, dengan hasil uji sebagai berikut.
Tabel 4.17 Hasil Uji Regresi Logistik Pola Pemberian Makanan Pendamping
ASI (Jenis Makanan, Konsumsi Energi dan Protein serta Frekuensi
Konsumsi Makan) terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan
varibel pola pemberian makanan pendamping ASI (jenis makanan, jumlah energi dan
protein dan frekuesi konsumsi makan memengaruhi status gizi pada bayi 6-12 bulan
Variabel jenis makanan tambahan diperoleh nilai p=0,001, β=3,267 dan Exp
(β)= 47,228 yang berarti jenis makanan tambahan yang diberikan kepada bayi berusia
6-12 bulan memengaruhi status gizi berpeluang 51,4 kali lebih baik bila dibandingkan
Exp (β) = 71,395 berarti ibu yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayi
dengan jumlah energi sebesar (560 sampai dengan 800 kkal/hari) berpeluang 71,4
kali lebih baik bila dibandingkan ibu dengan bayi yang memiliki jumlah energi
Exp (β) = 56,953 berarti ibu yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayi
dengan jumlah protein (12 sampai dengan 15 gram/hari) berpeluang 57 kali lebih baik
bila dibandingkan ibu memberikan makanan dengan jumlah konsumsi protein kurang
Exp (β)= 46,706 berarti ibu yang memberikan makanan dengan frekuensi sesuai
dengan usia bayi berpeluang 49,6 kali lebih baik bila dibandingkan ibu yang
percentage yang ditunjukkan pada uji regresi logistik 92%, artinya jenis makanan
tambahan, jumlah energi, jumlah protein dan frekuensi konsumsi makanan mampu
menjelaskan pola konsumsi makanan bayi sebesar 92% dan selebihnya dipengaruhi
oleh variabel atau faktor lain yang tidak diteliti seperti pengetahuan dan adat istiadat.
Ŷ= 1
1 + e –( 18,379 + 3,267X1 + 4,346X2 + 4,108X3 + 3,655X4)
Pi
Log = Y = 18,655 + 3,267 (jenis makanan) + 3,267 (jumlah energi)
1=Pi + 4,346 (jumlah protein) + 3,655 (frekuensi makanan) + μ
5.1. Pengaruh Jenis Makanan dengan Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di
Kecamatan Medan Amplas
Berdasarkan uji regresi logistik terdapat pengaruh yang signifikan antara jenis
makanan terhadap status gizi bayi dengan nilai p=0.001 < 0,05. Sesuai penelitian
Rahmani (1999) ibu di kelurahan Gunung Sitoli Kabupaten Nias memberikan bubur
tepung beras atau bubur formula kepada bayi sebagai MP-ASI, namun masih
ditemukan 20,7% anak yang status gizinya tidak baik, hal ini juga disebabkan oleh
kepada bayi cenderung lebih banyak pada usia 10-12 bulan. Ini berkatian dengan bayi
usia 10-12 bulan sudah mengenal rasa makanan dan kemampuan alat cerna makanan
Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan mikronutrien
(terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan folat), bersih dan aman,
tidak terlalu pedas atau asin, mudah dimakan oleh anak, disukai anak, harga
terjangkau dan mudah disiapkan (Depkes RI, 2006). Seperti tertuang dalam Depkes
RI (2006), bahwa seorang anak akan tumbuh sehat dan normal dipengaruhi oleh
pemberian gizi yang cukup dan seimbang dengan kebutuhan tubuhnya sehingga daya
tahan tubuhnya baik serta terhindari dari penyakit. Sebaliknya bila dalam keadaan
gizi tidak seimbang pertumbuhan seorang anak akan terganggu dalam waktu singkat
dan infeksi saluran pernafasan atau karena kurangnya makanan yang dikonsumsi.
Hasil penelitian didapat bahwa jenis atau keragaman MP-ASI yang diberikan
kepada bayi masih kurang memadai, hal ini dapat disebabkan kurangnya pengetahuan
ibu dalam mengolah keaneka ragaman makanan. Makanan MP-ASI yang diberikan
kepada bayi cenderung hasil olahan ibu sendiri. Namun sebagian ibu juga
memberikan nasi bubur atau nasi keras dengan memberikan sumber zat gizi lain
terutama yang berasal bubur atau makanan pabrikan. Pendapat Krisnatri (2006)
menyatakan pengetahuan masyarakat yang rendah tentang jenis dan cara mengolah
makanan bayi akan mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi pada bayi karena
asupan gizi yang masuk ke tubuh bayi tidak seimbang dengan kebutuhan bayi, maka
pengetahuan ibu, maka ibu diharapkan menggali sumber pengetahuan dari berbagai
sumber informasi melalui media-media dan sarana kesehatan serta aktif mengikuti
program posyandu untuk memahami tentang jenis atau bahan makanan yang bergizi
tinggi, murah dan mudah diperoleh di sekitar wilayah tempat tinggal serta pengolahan
energi terhadap status gizi bayi dengan nilai p=0.000 < 0,05. Demikian juga
konsumsi protein berpengaruh terhadap status gizi bayi dengan nilai p=0.000 < 0,05.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Manalu (2008) bahwa pola makan anak di
gizi anak.
protein pada bayi cenderung lebih baik pada usia 6-7 bulan karena pada usia itu, bayi
masih memperoleh ASI yang kaya akan energi protein dan sumber mineral lainnya.
makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah kalori
atau energi (karbohidrat, protein, dan lemak), vitamin, mineral, dan serat untuk
pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga yang
Mengacu pada teori tersebut, hasil penelitian juga ditemukan lebih banyak
bayi dengan kecukupan energi (<560 kkal/hari) kategori sedang (53%) dan juga
kecukupan protein (<12 gram/hari) kategori sedang menyebabkan status gizi bayi
normal. Hal ini disebabkan faktor jumlah anggota keluarga (anak) lebih banyak dapat
menyebabkan kecukupan energi dan protein yang diiperoleh bayi kurang optimal..
banyak akan menimbulkan masalah gizi bagi keluarga jika penghasilan tidak
mencukupi kebutuhan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian, jika jumlah anggota
keluarga semakin banyak atau lebih banyak dari 2 orang maka pemberian makanan
5.3. Pengaruh Frekuensi Makanan terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas
frekuensi makanan terhadap status gizi pada bayi 6-12 bulan dengan nilai
p= 0.003<0,05. Sesuai pendapat Suhardjo (1996) bahwa pola konsumsi makanan bayi
dan keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan pendapatan yang diperoleh keluarga.
Kemampuan ibu untuk menerapkan pengetahuan gizi dalam frekuensi pangan dan
pengembangan cara pemanfaatan pangan yang sesuai bagi bayi dan keluarga untuk
penyusunan pola makan. Bahan makanan yang baik adalah memiliki nilai gizi yang
tinggi dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Hasil di lapangan bahwa
frekuensi pemberian makanan pada bayi cenderung lebih baik pada usia 10-12 tahun
bulan karena pada usia ini, bayi lebih sering mengonsumsi makanan tambahan dan
juga disebabkan aktivitasnya lebih banyak sehingga bayi lebih banyak memerlukan
keragaman makanan.
Rp. 1,035,000 yaitu 59%, kondisi ini memungkinkan frekuensi pemberian MP-ASI
belum sesuai dengan usianya. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Berg
meningkatkan daya beli dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Demikian juga
halnya penghasilan keluarga >Rp. 1,035,000 juta memengaruhi status gizi baik
5.4. Pengaruh Usia Pemberian MP-ASI terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas
makanan MP-ASI < 6 bulan dikategorikan tidak baik, mempunyai status gizi normal
56 orang (87,5%). Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.563 > 0,05. Hal
ini berarti tidak terdapat hubungan usia pertama kali diberi makan dengan status gizi
pada bayi 6-12 bulan sehingga variabel ini tidak diikutkan dalam uji regresi logistik
berganda.
persentase ibu yang memberikan makanan tambahan terlalu dini kepada bayi usia 2-3
bulan sebanyak (32%) dan bayi 4-5 bulan sebanyak (69%) di Indonesia. Sejalan
dengan hal ini, hasil penelitian Padang (2007) menyatakan bahwa sebesar 52,15%
bayi sudah mendapat makanan tambahan di bawah usia enam bulan di Kecamatan
Makanan pendamping ASI yang diberikan kepada bayi belum sesuai dengan
anjuran kesehatan. Bayi usia kurang dari 6 bulan sudah diberikan makanan padat
(87,5%), tetapi status gizi balita cenderung baik atau normal. Hal ini disebabkan
pemberian makanan padat bagi bayi usia di bawah 6 bulan memiliki efek samping
ASI tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi. Hal senada diungkapkan (Pudjiadi,
2000) bahwa risiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam
bulan berbahaya karena pemberian makanan yang terlalu dini dapat menimbulkan
solute load hingga dapat menimbulkan hyperosmolality, kenaikkan berat badan yang
terlalu cepat dapat menyebabkan obesitas, alergi terhadap salah satu zat gizi yang
terdapat dalam makanan yang diberikan pada bayi. Namun demikian risiko
pemberian MP-ASI pada bayi usia di bawah 6 bulan dapat diketahui dampaknya
adalah variabel yang diteliti masih belum mencakup variabel penunjang lainnya
6.1. Kesimpulan
sebagai berikut :
1. Jenis makanan pendamping ASI berpengaruh terhadap status gizi bayi, dimana
bayi yang diberikan makanan tambahan sesuai usianya memiliki status gizi lebih
baik dari pada bayi yang diberikan makanan tambahan yang tidak sesuai dengan
usianya.
2. Jumlah konsumsi energi dan protein berpengaruh terhadap status gizi bayi,
dimana bayi yang diberikan makanan dengan konsumsi energi dan protein yang
frekuensi pemberian yang sesuai dengan usia bayi memiliki status gizi lebih baik
4. Usia pertama kali pemberian MP-ASI tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi,
dimana bayi usia kurang dari 6 bulan sudah diberikan makanan padat, tetapi status
5. Seluruh variabel pola pemberian makanan pada bayi (jenis, konsumsi energi dan
protein serta frekuensi konsumsi) berpengaruh terhadap status gizi bayi dengan
pengetahuan dan adat istiadat yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
Variabel jumlah energi dominan memengaruhi status gizi bayi usia 6-12 bulan.
1. Dinas Kesehatan Kota Medan dan instansi terkait terus menggalakkan program
ASI Ekslusif sehingga pemberian makanan tambahan yang diberikan kepada bayi
bulannya tentang pola makan tambahan bayi usia 8-12 bulan antara lain jenis,
konsumsi energi protein dan frekuensi makan yang bergizi, murah dan mudah
Albar, H, 2007. Makanan Pendamping ASI, Cermin Dunia Kedokteran, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin, Sulawesi
Selatan
Arisman, 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Baso, M.2007 Study Longitudinal Pertumbuhan Bayi yang Diberi MP-ASI pabrik
(Blended Food) dan MP-ASI Non Pabrik (Lokal
Food). http://graduate.blogsome.com/2007/02/02/studi-longitudinal-
pertumbuhan-bayi-yang-diberi-mp-asi-pabrik-blended-food-danmp-asi-non
pabrik-local-food-3/
Baliwati, Y.F, Ali dan Dwiriani, C.M, 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar
Swadaya. Jakarta
_________, 2006, Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Direktorat Jenderal Gizi masyarakat, Jakarta
Husaini, M,2001. Makanan Bayi Bergizi. Cetakan VIII. Yogyakarta : Gajah Mada
Irawati,A, 2005. Stop MP-ASI Terlalu Dini , diakses tgl 12 Mei 2007
httpl/www.parenting.co.id.
Khomsan, A, 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Manalu,A. (2008). Pola Makan dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status
Gizi Balita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten
Dairi Tahun 2008. Tesis FKM USU.
Pardosi, R (2009), Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi
Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas
SimalingkarnMedan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Pudjiadi, S.(2000). Sifat-sifat dan Kegunaan Pelbagai Jenis Formula Bayi dan
Makanan Padat yang Beredar di Indonesia. Jakarta: FKUI
Safitri, N, (2007), Hubungan Pola Makan Ibu menyusui Dengan status Gizi Bayi desa
Bagok kecamatan Nurusalam Kabupaten Aceh Timur, Skripsi FKM USU
Medan
Satyanegara, S.(2004). Panduan Lengkap Perawatan Bayi dan Balita. Arcan .Jakarta
Supariasa,dkk, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
Pardosi, R. 2009, Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi usia
Kurang dari enam Bulan di kelurahan Mangga perumnas Simalingkar
Medan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
WHO, 2000. Pemberian Makanan Tambahan, Alih Bahasa : Lilian J, EGC, Jakarta
KUESIONER
PENGARUH POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI
(MP-ASI) TERHADAP STATUS GIZI PADA BAYI 6-12 BULAN
DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS
I. IDENTITAS RESPONDEN
1 Nama KK :
2 Nama Responden :
3 Umur :
4 Agama / Suku :
5. Jumlah Anak :
6. Pendidikan Terakhir :
5 Alamat :
1. Nama bayi :
2. Umur : (Bulan)
3. Berat Badan : Kg
4. Panjang Badan : cm
5. Jenis Kelamin : 1 . Laki-laki 2. Perempuan
73
Universitas Sumatera Utara
FORMULIR FOOD FREQUENCY
1. Nama :
2. No Responden :
1. Nama :
2. No.Responden :
Bahan Makanan
Pagi / Jam
Siang / jam
Malam / Jam
Karakteristik Ibu
Frequencies
Frequency Table
Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <20tahun 3 3.0 3.0 3.0
20-35 tahun 84 84.0 84.0 87.0
> 35 tahun 13 13.0 13.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-35 tahun 84 84,0 84,0 84,0
< 20 tahun atau
16 16,0 16,0 100,0
> 35 tahun
Total 100 100,0 100,0
Agama
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Islam 73 73,0 73,0 73,0
Kristen 27 27,0 27,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Jumlah anak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ≤ 2 orang 64 64,0 64,0 64,0
> 2 orang 36 36,0 36,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 3 3,0 3,0 3,0
SMP 42 42,0 42,0 45,0
SMA 54 54,0 54,0 99,0
PT 1 1,0 1,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak bekerja 46 46,0 46,0 46,0
Bekerja 54 54,0 54,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ≤ Rp, 1,035,000 59 59,0 59,0 59,0
> Rp, 1,035,000 41 41,0 41,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Crosstab
Frequency Table
Umur Bayi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 6-7 bulan 51 51.0 51.0 51.0
8-9 bulan 30 30.0 30.0 81.0
10-12
19 19.0 19.0 100.0
bulan
Total 100 100.0 100.0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid < 7,5 kg 49 49,0 49,0 49,0
>= 7,5 kg 51 51,0 51,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Perempuan 52 52,0 52,0 52,0
Laki-laki 48 48,0 48,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Frequency Table
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 75 75,0 75,0 75,0
Tidak baik 25 25,0 25,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Konsumsi Energi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 47 47,0 47,0 47,0
Sedang 53 53,0 53,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Konsumsi Protein
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 49 49,0 49,0 49,0
Sedang 51 51,0 51,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 88 88,0 88,0 88,0
Tidak baik 12 12,0 12,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik (>= 6 bulan) 36 36,0 36,0 36,0
Tidak baik (<6
64 64,0 64,0 100,0
bulan)
Total 100 100,0 100,0
Status Gizi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal 86 86,0 86,0 86,0
Kurang 14 14,0 14,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia Pertama Kali
diberi Makan * Status 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Gizi
Jenis Makanan
Tambahan * Status 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Gizi
Jumlah Makanan *
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Status Gizi
Frekuensi Konsumsi
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Makan * Status Gizi
Crosstab
Observed Predicted
Status Gizi
Percentage
Normal Kurang Correct
Step 0 Status Gizi Normal 86 0 100.0
Kurang 14 0 .0
Overall Percentage 86.0
a Constant is included in the model.
b The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables Jenis_Makanan_Tambahan 23.817 1 .000
Jumlah_Energi_Protein 10.516 1 .000
Jumlah_ Protein 9.784 1 .000
Frekuensi_KonsumI_Makan
an 12.657 1 .000
Overall Statistics 44.642 3 .000
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 45.872 4 .000
Block 45.872 4 .000
Model 45.872 4 .000
Model Summary
Classification Table(a)
Observed Predicted
Status Gizi
Percentage
Normal Kurang Correct
Step 1 Status Gizi Normal 79 7 91.9
Kurang 2 12 85.7
Overall Percentage 92.5
a The cut value is .500