Anda di halaman 1dari 108

PENGARUH POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI

(MP-ASI) TERHADAP STATUS GIZI PADA BAYI 6-12 BULAN


DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS

TESIS

Oleh :

SUMARTINI
097032039/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


THE INFLUENCE OF COMPLEMENTARY FEEDING PATTERN
ON THE NUTRITIONAL STATUS OF INFANT 6-12 MONTHS
IN MEDAN AMPLAS SUBDISTRICT

THESIS

By

SUMARTINI
097032039/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI
(MP-ASI) TERHADAP STATUS GIZI PADA BAYI 6-12 BULAN
DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

OLEH

SUMARTINI
097032039/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : PENGARUH POLA PEMBERIAN MAKANAN
PENDAMPING ASI (MP-ASI) TERHADAP
STATUS GIZI PADA BAYI 6-12 BULAN DI
KECAMATAN MEDAN AMPLAS
Nama Mahasiswa : Sumartini
Nomor Induk Mahasiswa : 097032039
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui
Komisi Pembimbing :

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Dra. Jumirah, Apt, M.Kes)


Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 12 Oktober 2011

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PENGARUH POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI


(MP-ASI) TERHADAP STATUS GIZI PADA BAYI 6-12 BULAN
DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011

Sumartini

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada

Tanggal : 12 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si


Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes
2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes
3. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di Puskesmas Amplas periode
tahun 2008, 2009 dan 2010 mengalami mengalami kenaikan. Pada tahun 2008
ditemukan balita gizi buruk sebanyak 17 balita (0,3%) dan gizi kurang 69 balita
(1,3%). Pada tahun 2009 ditemukan balita gizi buruk 22 balita (0,4%) dan gizi kurang
96 balita (1,9%) dan pada tahun 2010 balita gizi buruk 27 balita (0,5%) dan gizi
kurang sebanyak 116 balita (2,1%).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pola pemberian
makanan pendamping ASI (jenis makanan, frekuensi makan, jumlah makanan, dan
waktu pertama kali pemberian MP-ASI)) terhadap status gizi bayi 6-12 bulan di
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. Jenis penelitian adalah survey explanatory
research dengan desain cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei
sampai dengan Juli 2011. Populasi sebanyak 3.457 ibu yang memiliki bayi berumur
6-12 bulan dan jumlah sampel diperoleh 100 ibu. Data pola pemberian MP-ASI
diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner dan food recall 24 jam. Status
gizi bayi diukur berdasarkan indeks BB/U menurut rujukan WHO-2005. Data
dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI meliputi jenis
makanan tambahan, konsumsi energi dan protein serta frekuensi konsumsi makan
berpengaruh terhadap status gizi bayi 6-12 bulan (p<0,05). Usia pertama kali
pemberian MP-ASI tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi 6-12 bulan (p>0,05)
di Kecamatan Amplas Medan Kota.
Kepada Dinas Kesehatan dan instansi terkait disarankan menggalakkan
kembali program ASI Ekslusif dan melaksanakan penyuluhan secara kontinu tentang
bahan atau jenis makanan yang bergizi, murah dan mudah diperoleh di lingkungan
sekitarnya serta kegiatan praktek pengelolaan keanekaragaman makanan di posyandu
sehingga masyarakat mengetahui gizi makanan yang baik untuk diterapkan dalam
keluarga dan masyarakat dalam memenuhi status gizi bayi.

Kata kunci : Pola MP-ASI, Status Gizi, Bayi 6-12 Bulan

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The prevalence of bad and worst malnutrition of children under five in


Amplas Health Centre Medan city was increased respectively in 2008, 2009 and
2010 period. In 2008, it was found worst malnutrition for 17 (0,3%) children
under five, and less malnutrition for 69 (1,3%). In 2009, it was found bad
malnutrition for 22 (0,45) children under five and 96 (1,95) children under five
and in 2010, it was found bad malnutrition for 27 (0,5%) children under five and
less malnutrition for 116 (2,1%) children under five.
The objective of this research was to analyze the influence of
complementary mother’s milk feeding pattern (type of food, eating frequency,
amount of energy and protein consumption at the first time of mother’s milk
feeding) on the nutrient status of children under five aged 6-12 old months in
Medan Amplas District, Medan City. This research was survey explanatory,
conducted on May through July 2011. The population were all mothers with
children aged 6-12 old months for 3,457 persons and the sample was taken for 100
mothers. Data the influence of companion mother’s milk feeding pattern collection
were collected through interview referring to the questionnaire and 24-hour food
recall. The nutritional status of infants measured by the index weight / age according
to reference who-2005. The data were analyzed using Logistics Regression test.
The results of research showed that the pattern of complementary feeds action
include additional types of food, the consumption of energy and protein intake and
meal frequency influence on the nutritional status of infants 6-12 months (p <0.05).
The age for the first time of mother’s milk feeding did not have influence on
nutrient status for the children under five aged 6-12 old months (p>0,05) in
Medan Amplas District, Medan City.
It is suggested to Medan District Health Office and related institution to
encourage and maintain exclusive mother’s milk feeding as well as to give
counselling continuously regarding the type of food with good nutrient, inexpensive
and easy to get in their surrounding. Various food management practice should be
carried out in Integrated Health Service Centre for the socialization of good
food nutrient to be applied in family to fulfill the status of nutrient of children
under five.

Key words : Complementary Feeding Pattern, Nutritional Status of Infant 6-12


Months

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

memberi rahmat dan hidayat-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Pola Pemberian Makanan Pendamping

ASI (MP-ASI) terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan

Amplas”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi

dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H.,

M.Sc (CTM)., Sp.A, (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya

Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan

Sekretarisnya Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si sekaligus sebagai Ketua Komisi

Universitas Sumatera Utara


Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing Dra. Jumirah, Apt, M.Kes yang

telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam

penyelesaian tesis ini .

4. Tim Komisi Penguji Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Anggota Komisi Penguji

Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes yang telah banyak memberikan saran,

bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Kabid PMK dan Kapus Medan Amplas

yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam

rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi

Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda H. Samidjo dan

Ibunda Hj. Suziah serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril

serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.

9. Teristimewa buat suami Edy Sofyan, S.E, M.M dan ananda Amanda Chayara

Alima dan Dinda Rameyza Alia berkat merekalah saya termotivasi untuk

menyelesaikan studi ini.

10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

khususnya teman-teman Gizi, Diana, Nita, Iwan, Buk Mariani dan Kak Yus atas

bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.

Universitas Sumatera Utara


Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2011


Penulis

Sumartini

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sumartini dilahirkan di Seruway tanggal 13 Januari 1972.

Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan H. Samidjo dan Hj.

Suziah, sudah menikah dan dikaruniai putri kembar.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Pertamina Rantau

pada tahun 1984, menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Pertamina Rantau

pada tahun 1987, menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Jaya Langsa pada

tahun 1990, menamatkan sekolah di Akademi Gizi (AKZI) Sutan Oloan Medan pada

tahun 1994, menamatkan Sarjana S1 Kesehatan Masyarakat di STIKes Helvetia pada

tahun 2006.

Penulis memulai karir pada tahun 1994 di PT Nestle Indonesia Jakarta sampai

tahun 1995. Bekerja pada PT. Servier Indonesia dari tahun 1995-1996. Pada tahun

1996 sampai dengan 2004 sebagai PNS di Puskesmas Perbaungan Kabupaten

Serdang Bedagai, dan pada tahun 2004 sampai sekarang bertugas pada Dinas

Kesehatan Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................ 7
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
1.4. Hipotesis .................................................................................... 7
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 9


2.1. Makanan Pendamping ASI ....................................................... 9
2.1.1. Jenis makanan tambahan ................................................. 10
2.1.2. Tujuan dan manfaat pemberian makanan tambahan ........ 12
2.1.3. Komposisi makanan tambahan ........................................ 13
2.2. Pola Pemberian Makanan Tambahan ......................................... 16
2.2.1. Resiko/dampak pemberian MP-ASI dini ......................... 17
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI .. 19
2.3. Pola pemberian Makanan Pada Bayi…………………………… 21
2.3.1. Pola makan pada bayi usia 0-6 bulan……………………. 21
2.3.2. Pola makan pada bayi usia 6-12 bulan …………………. 24
(ASI dan MP-ASI)
2.4. Status Gizi Bayi ......................................................................... 27
2.4.1. Penilaian Status Gizi pada Anak ...................................... 27
2.4.2. Penilaian Status Gizi secara Antropometri ...................... 29
2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi pada Bayi 31
2.5. Pola Makan dan Status Gizi…………………………………… 32
2.6. Landasan Teori ........................................................................... 33
2.7. Kerangka Konsep ....................................................................... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN .............................................................. 37


3.1. Jenis Penelitian .......................................................................... 37
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 37
3.3. Populasi dan Sampel ................................................................. 37
3.4. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 39
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ............................................ 40
3.6. Metode Pengukuran .................................................................. 41
3.7. Metode Analisis Data ................................................................ 43

Universitas Sumatera Utara


BAB 4. HASIL PENELITIAN ................................................................. 45
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ................................................... 45
4.2. Hasil Penelitian ....................................................................... 47
4.2.1. Karakteristik Ibu ....................................................... 47
4.2.2. Karakteristik Bayi ..................................................... 49
4.2.3. Status Gizi Bayi ........................................................ 49
4.2.4. Pola Pemberian MP-ASI Bayi Berdasarkan Jenis
Makanan Tambahan pada Kelompok Umur Bayi ..... 50
4.2.5. Pola Pemberian MP-ASI Bayi Berdasarkan
Konsumsi Energi Protein pada Kelompok Umur
Bayi ........................................................................... 50
4.2.6. Pola Pemberian MP-ASI Bayi Berdasarkan
Frekuensi Konsumsi Makan pada Kelompok Umur
Bayi ........................................................................... 51
4.2.7. Pola Pemberian MP-ASI Bayi berdasarkan Usia
Pertama Kali diberi Makan pada Kelompok Umur
Bayi ........................................................................... 52
4.2.8. Hubungan Jenis Makanan dengan Status Gizi pada
Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas........ 53
4.2.9. Hubungan Konsumsi Energi dan Protein dengan
Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan
Medan Amplas .......................................................... 53
4.2.10. Hubungan Frekuensi Konsumsi Makan dengan
Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan
Medan Amplas .......................................................... 55
4.2.11. Hubungan Usia Pertama Kali diberi Makan dengan
Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan
Medan Amplas .......................................................... 55
4.2.12. Pengaruh Pola Pemberian Makanan Pendamping
ASI (Jenis Makanan, Frekuensi Konsumsi Makan,
dan Jumlah Energi Protein) terhadap Status Gizi
pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas
Kota Medan ............................................................... 56

BAB 5. PEMBAHASAN ........................................................................... 59


5.1. Pengaruh Jenis Makanan dengan Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas...................................... 59
5.2. Pengaruh Konsumsi Energi Protein terhadap Status Gizi
pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas ............ 61
5.3. Pengaruh Frekuensi Makanan terhadap Status Gizi pada
Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas..................... 62
5.4. Pengaruh Frekuensi Makanan terhadap Status Gizi pada
Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas..................... 63
5.5. Keterbatasan Penelitian .......................................................... 64

Universitas Sumatera Utara


BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 65
6.1. Kesimpulan ............................................................................. 65
6.2. Saran........................................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 67


LAMPIRAN .................................................................................................... 70

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Estimasi Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak


Indonesia ....................................................................................... 17

2.2. Jadwal Pemberian Makanan Tambahan Menurut umur Bayi,


Jenis Makanan, dan Frekuensi Pemberian Makanan .................... 23

2.3. Jadwal Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi


(Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia /IDAI) .................. 24

2.4. Makanan Tambahan Anak Usia 6 – 24 bulan ............................... 26

2.5. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB


Standar Baku Antropometri Menurut WHO 2005 ........................ 31

3.1 Jumlah Ibu yang memiliki Bayi Usia 6-12 Bulan sebagai Sampel
Penelitian di Setiap Kelurahan di Kecamatan Medan Amplas
Kota Medan ................................................................................... 39

3.2 Skala Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen . 42

4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ......................... 46

4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ....................... 46

4.3. Distribusi Sarana Kesehatan ......................................................... 47

4.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Berdasarkan Umur,


Agama, Jumlah Anak, Pendidikan, Pekerjaan Orangtua, dan
Penghasilan per Bulan ................................................................... 48

4.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Bayi Berdasarkan Umur,


Berat Badan ................................................................................... 49

4.6. Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan BB/U ............................ 49

4.7. Tabulasi Silang Jenis Makanan Tambahan Berdasarkan


Kelompok Umur Bayi ................................................................... 50

Universitas Sumatera Utara


4.8. Tabulasi Silang Konsumsi Energi Berdasarkan Kelompok Umur
Bayi ............................................................................................... 51

4.9. Tabulasi Silang Konsumsi Protein Berdasarkan Kelompok


Umur Bayi ..................................................................................... 51

4.10. Tabulasi Silang Frekuensi Konsumsi Makanan Berdasarkan


Kelompok Umur Bayi ................................................................... 52

4.11. Distribusi Frekuensi Pola Pemberian MP-ASI Bayi Berdasarkan


Usia Pertama Kali diberi Makan ................................................... 52

4.12. Hubungan Jenis Makanan Tambahan dengan Status Gizi pada


Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas ............................ 53

4.13. Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas............................................. 54

4.14. Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas............................................. 54

4.15. Hubungan Frekuensi Konsumsi Makan dengan Status Gizi pada


Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas ............................ 55

4.16. Hubungan Usia Pertama Kali diberi Makan dengan Status Gizi
pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas ................... 56

4.17. Hasil Uji Regresi Logistik Pola Pemberian Makanan


Pendamping ASI (Jenis Makanan, Konsumsi Energi dan Protein
serta Frekuensi Konsumsi Makan) terhadap Status Gizi pada
Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan ....... 56

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Penyebab Kurang Gizi Pada Anak (Unicef, 1998) ........................ 35

2.2. Kerangka Konsep Penelitian .......................................................... 36

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan


Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 69

2 Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan ..................... 70

3 Surat Telah Selesai Meneliti dari Dinas Kesehatan Kota Medan ........ 71

4. Kuesioner Penelitian ............................................................................ 72

5. Pengolahan Data .................................................................................. 75

6. Master Data .......................................................................................... 90

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di Puskesmas Amplas periode
tahun 2008, 2009 dan 2010 mengalami mengalami kenaikan. Pada tahun 2008
ditemukan balita gizi buruk sebanyak 17 balita (0,3%) dan gizi kurang 69 balita
(1,3%). Pada tahun 2009 ditemukan balita gizi buruk 22 balita (0,4%) dan gizi kurang
96 balita (1,9%) dan pada tahun 2010 balita gizi buruk 27 balita (0,5%) dan gizi
kurang sebanyak 116 balita (2,1%).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pola pemberian
makanan pendamping ASI (jenis makanan, frekuensi makan, jumlah makanan, dan
waktu pertama kali pemberian MP-ASI)) terhadap status gizi bayi 6-12 bulan di
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. Jenis penelitian adalah survey explanatory
research dengan desain cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei
sampai dengan Juli 2011. Populasi sebanyak 3.457 ibu yang memiliki bayi berumur
6-12 bulan dan jumlah sampel diperoleh 100 ibu. Data pola pemberian MP-ASI
diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner dan food recall 24 jam. Status
gizi bayi diukur berdasarkan indeks BB/U menurut rujukan WHO-2005. Data
dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI meliputi jenis
makanan tambahan, konsumsi energi dan protein serta frekuensi konsumsi makan
berpengaruh terhadap status gizi bayi 6-12 bulan (p<0,05). Usia pertama kali
pemberian MP-ASI tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi 6-12 bulan (p>0,05)
di Kecamatan Amplas Medan Kota.
Kepada Dinas Kesehatan dan instansi terkait disarankan menggalakkan
kembali program ASI Ekslusif dan melaksanakan penyuluhan secara kontinu tentang
bahan atau jenis makanan yang bergizi, murah dan mudah diperoleh di lingkungan
sekitarnya serta kegiatan praktek pengelolaan keanekaragaman makanan di posyandu
sehingga masyarakat mengetahui gizi makanan yang baik untuk diterapkan dalam
keluarga dan masyarakat dalam memenuhi status gizi bayi.

Kata kunci : Pola MP-ASI, Status Gizi, Bayi 6-12 Bulan

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The prevalence of bad and worst malnutrition of children under five in


Amplas Health Centre Medan city was increased respectively in 2008, 2009 and
2010 period. In 2008, it was found worst malnutrition for 17 (0,3%) children
under five, and less malnutrition for 69 (1,3%). In 2009, it was found bad
malnutrition for 22 (0,45) children under five and 96 (1,95) children under five
and in 2010, it was found bad malnutrition for 27 (0,5%) children under five and
less malnutrition for 116 (2,1%) children under five.
The objective of this research was to analyze the influence of
complementary mother’s milk feeding pattern (type of food, eating frequency,
amount of energy and protein consumption at the first time of mother’s milk
feeding) on the nutrient status of children under five aged 6-12 old months in
Medan Amplas District, Medan City. This research was survey explanatory,
conducted on May through July 2011. The population were all mothers with
children aged 6-12 old months for 3,457 persons and the sample was taken for 100
mothers. Data the influence of companion mother’s milk feeding pattern collection
were collected through interview referring to the questionnaire and 24-hour food
recall. The nutritional status of infants measured by the index weight / age according
to reference who-2005. The data were analyzed using Logistics Regression test.
The results of research showed that the pattern of complementary feeds action
include additional types of food, the consumption of energy and protein intake and
meal frequency influence on the nutritional status of infants 6-12 months (p <0.05).
The age for the first time of mother’s milk feeding did not have influence on
nutrient status for the children under five aged 6-12 old months (p>0,05) in
Medan Amplas District, Medan City.
It is suggested to Medan District Health Office and related institution to
encourage and maintain exclusive mother’s milk feeding as well as to give
counselling continuously regarding the type of food with good nutrient, inexpensive
and easy to get in their surrounding. Various food management practice should be
carried out in Integrated Health Service Centre for the socialization of good
food nutrient to be applied in family to fulfill the status of nutrient of children
under five.

Key words : Complementary Feeding Pattern, Nutritional Status of Infant 6-12


Months

Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi.

Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin

merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi

penerus di masa depan (Depkes RI, 2004)

Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang

pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai ”periode emas” sekaligus ”periode kritis”.

Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh

asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan

anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka

periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh

kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes, 2006).

Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategi For

Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal

penting yang harus dilakukan yaitu pertama memberikan Air Susu Ibu kepada bayi

segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya Air Susu

Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara Eksklusif sejak lahir sampai bayi

berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

Universitas Sumatera Utara


sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan. Dan keempat meneruskan pemberian ASI

sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006).

Masa pertumbuhan bayi berumur 6-12 bulan membutuhkan asupan gizi tidak

hanya cukup dengan ASI saja, karena produksi ASI pada saat itu semakin berkurang

sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambahnya umur dan berat

badan, oleh karena itu bayi harus mendapat makanan pendamping selain

ASI (MP-ASI) untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung di dalam

ASI. Pengetahuan masyarakat yang rendah tentang jenis dan cara mengolah makanan

bayi dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi pada bayi (Krisnatuti, 2006).

ASI memiliki manfaat yang sangat besar, maka sangat disayangkan bahwa

pada kenyataan penggunaan ASI Eksklusif belum seperti yang diharapkan. Hal ini

disebabkan karena ibu sibuk bekerja dan hanya diberi cuti melahirkan selama tiga

bulan. Selain itu masih banyak ibu yang beranggapan salah sehingga tidak menyusui

secara Eksklusif, karena ibu takut dengan menyusui akan merubah bentuk payudara

menjadi jelek, dan takut badan akan menjadi gemuk. Dengan alasan inilah ibu

memberikan makanan pendamping ASI, karena ibu merasa ASI nya tidak mencukupi

kebutuhan gizi bayinya sehingga ibu memilih susu formula karena lebih praktis

(Roesli, 2002).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Departemen Kesehatan sudah lama

mencanangkan anjuran bagi para ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif kepada

bayinya, tapi pelaksanaan anjuran tersebut masih jauh dari harapan. Masih banyak ibu

yang memberikan ASI kepada bayi nya secara tidak benar. Lebih dari 50% bayi di

Universitas Sumatera Utara


Indonesia sudah mendapat MP-ASI secara dini pada umur kurang dari satu bulan.

Bahkan pada umur 2-3 bulan bayi ada yang sudah mendapat makanan padat (Irawati,

2005).

Jenis makanan prelakteal yang diberikan cukup beragam antar daerah

tergantung kebiasaan di daerah tersebut. Pada riskesdas 2010 jenis makanan

prelakteal yang paling banyak diberikan kepada bayi baru lahir yaitu susu formula

sebesar (71,3%), Madu (19,8%) dan air putih (14,6%). Jenis yang termasuk kategori

lainnya meliputi kopi, santan, biscuit, kelapa muda dan kurma (Riskesdas, 2010).

Berdasarkan Riskesdas 2010, persentase bayi yang menyusui Eksklusif

sampai dengan 6 bulan adalah 15,3%. Inisiasi menyusu dini kurang dari satu jam

setelah bayi lahir adalah 29,3%, tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2% dan

terendah di Maluku 13,0% sedangkan di Sumatera Utara 20,2%. Sebagian besar

proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir tetapi

masih ada 11,1% proses mulai disusui dilakukan setelah 48 jam. Cakupan ASI

eksklusif di Indonesia masih rendah jauh dari rata-rata dunia yaitu sebesar 38%.

Pencapaian program pemberian ASI eksklusif di propinsi Sumatera Utara

pada tahun 2008 sebesar 36,72%. Hasil ini masih dibawah target nasional yaitu

sebesar 80% (Dinkes Propinsi Sumatera Utara, 2009)

Sedangkan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif kota Medan pada

tahun 2009 adalah sebesar 1,32%, masih sangat rendah dibandingkan pencapaian

propinsi Sumatera Utara maupun pencapaian Nasional (Profil Dinkes Medan).

Universitas Sumatera Utara


Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara dini sangatlah

berbahaya, apalagi jika disajikan tidak secara higienis karena menyebabkan

masuknya berbagai jenis kuman,. Bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum berumur

enam bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek, dan panas

dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif. Selain itu pemberian

makanan padat secara dini akan menyebabkan kerusakan saluran pencernaan dan

menimbulkan penyumbatan saluran pencernaan (Lily L, 2005).

Menurut WHO pemberian MP-ASI harus sesuai dengan waktu pemberian

yang tepat, memadai, aman untuk dikonsumsi. Bayi yang diberi MP-ASI dalam

waktu yang semakin awal memiliki kecenderungan mempunyai status gizi yang

kurang dibandingkan dengan bayi yang diberikan MP-ASI tepat pada waktunya yaitu

mulai usia enam bulan (Depkes RI, 2000).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan

anak disebabkan karena kebiasaan memberikan MP-ASI yang tidak tepat. Keadaan

ini memerlukan penanganan tidak hanya penyediaan pangan, tetapi dengan

pendekatan yang lebih komunikatif sesuai dengan tingkat pendidikan dan

kemampuan masyarakat. Selain itu ibu-ibu kurang menyadari bahwa setelah bayi

berumur 6 bulan memerlukan MP-ASI dalam jumlah dan mutu yang semakin

bertambah, sesuai dengan pertambahan umur bayi dan kemampuan alat cerna nya.

Pemberian makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah usia

bayi lebih dari enam bulan atau setelah pemberian ASI eksklusif karena pada usia

tesebut kebutuhan gizinya masih terpenuhi dari ASI. Bayi yang lebih cepat

Universitas Sumatera Utara


mendapatkan makanan tambahan akan lebih rentan terhadap penyakit infeksi seperti

infeksi telinga dan pernapasan, diare, resiko alergi, gangguan pertumbuhan dan

perkembangan bayi (Arisman, 2004).

Fenomena yang terjadi di masyarakat bahwa ibu-ibu tidak memberikan ASI

secara Eksklusif tetapi lebih memilih memberikan susu formula atau makanan

tambahan pada bayi kurang dari enam bulan. Karena masih banyak ibu-ibu yang

belum mengetahui manfaat pemberian ASI secara Eksklusif. Sebagian ibu

menganggap bahwa dengan memberikan makanan tambahan akan memenuhi

kebutuhan gizi bayi dan bayi tidak akan merasa kelaparan. Hal ini berbahaya dilihat

dari sistem pencernaan bayi belum sanggup mencerna atau menghancurkan makanan

secara sempurna (Boedihardjo, 1994).

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2002) menyatakan bahwa

persentase ibu yang memberikan makanan tambahan terlalu dini kepada bayi usia 2-3

bulan sebanyak (32%) dan bayi 4-5 bulan sebanyak (69%) di Indonesia. Sejalan

dengan hal ini, hasil penelitian padang (2007) menyatakan bahwa sebesar 52,15%

bayi sudah mendapat makanan tambahan di bawah usia enam bulan di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Baso (2007) dalam Pardosi (2009)

mengenai studi pertumbuhan bayi yang diberi makanan pendamping ASI Pabrik dan

Non Pabrik di Kabupaten Gowa. Di dapatkan bahwa makanan pendamping ASI

Pabrik telah diberikan sejak bayi berusia kurang dari empat bulan (54,4%) dan

makanan pendamping ASI non pabrik (45,5%). Jenis pemberian makanan

Universitas Sumatera Utara


pendamping ASI non pabrik yang diberikan adalah buah (0,5%) dan bubur (0,6%).

Sedangkan jenis makanan pabrik adalah susu. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa makanan pendamping ASI pabrik lebih banyak digunakan.

Menurut Manalu (2008) menyatakan bahwa sebagian besar anak sudah

diberikan makanan tambahan sebelum umur 5 bulan yaitu sebesar 80,49% dan yang

paling rendah adalah pada umur 5-7 bulan yaitu sebesar 19,51%. Adapun MP-ASI

yang diberikan adalah nasi bubur dengan tambahan garam,atau nasi bubur dengan

lauk, atau nasi keras dengan sayur saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

frekuensi makan anak yang terbanyak adalah 2x sehari yaitu sebesar 63,41% dan

yang terendah adalah 1x sehari sebesar 9,76%. Dari hasil penelitian didapat bahwa

anak yang frekuensi makannya sedikit memiliki status gizi yang tidak baik.

Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan November 2010

dengan beberapa ibu –ibu yang tinggal di kecamatan Medan Amplas adalah bahwa

rata-rata mereka sudah memberikan MP-ASI pada bayinya pada saat umur satu atau

dua bulan dengan pisang, bubur nasi atau MP-ASI pabrikan, susu formula, alasan

nya mereka takut bayinya kurang kenyang dan kurang gizi bila hanya diberikan ASI

saja. Data yang diperoleh dari Puskesmas Amplas tahun 2008 berdasarkan indeks

BB/U gizi buruk sebanyak 17 balita (0,3%) dan gizi kurang 69 Balita (1,3%), pada

tahun 2009 gizi buruk 22 balita (0,4%) dan gizi kurang 96 balita (1,9%) dan pada

tahun 2010 gizi buruk 27 balita (0,5%) dan gizi kurang sebanyak 116 orang (2,1%).

Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh

pola pemberian MP-ASI (jenis makanan, konsumsi energi protein, frekuensi makan,

usia pertama kali pemberian MP-ASI) terhadap status gizi pada bayi 6-12 bulan di

Kecamatan Medan Amplas.

Universitas Sumatera Utara


1.2. Permasalahan

Adanya pemberian MP-ASI yang terlalu dini pada bayi dengan pisang, bubur

nasi atau MP-ASI pabrikan, rendah nya cakupan ASI Eksklusif serta tinggi nya status

gizi kurang pada bayi di Kecamatan Medan Amplas, sehingga ingin diteliti

bagaimana pengaruh pola pemberian MP-ASI terhadap status gizi pada bayi 6-12

bulan di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisa pengaruh pola pemberian Makanan Pendamping ASI (jenis makanan,

jumlah energi protein, frekuensi makan, dan waktu pertama kali pemberian MP-ASI)

terhadap status gizi bayi 6-12 bulan di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan tahun

2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pola pemberian Makanan Pendamping ASI (jenis makanan,

konsumsi energi protein, frekuensi makan, dan umur pertama kali pemberian MP-

ASI) terhadap status gizi pada bayi 6-12 bulan di Kecamatan Medan Amplas Kota

Medan

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang cara yang benar dalam

pemberian MP-ASI kepada bayi.

Universitas Sumatera Utara


2. Memberikan masukan bagi pemerintah khususnya Dinas Kesehatan Kota

Medan, dalam membuat perencanaan program Makanan Pendamping ASI

dalam perbaikan gizi, dan bagi petugas kesehatan untuk memberikan bantuan

informasi dalam melaksanakan penyuluhan ke masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung

zat gizi, diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

gizi selain dari Air Susu Ibu (Depkes RI, 2006). Makanan pendamping ASI ini

diberikan pada bayi karena pada masa itu produksi ASI semakin menurun sehingga

suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang semakin

meningkat sehingga pemberian dalam bentuk makanan pelengkap sangat dianjurkan

(WHO, 2000).

Makanan tambahan berarti memberi makanan lain selain ASI dimana selama

periode pemberian makanan tambahan seorang bayi terbiasa memakan makanan

keluarga. Pemberian makanan tambahan merupakan proses transisi dari asupan yang

semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga

dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari

refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan

memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang

(Depkes, 2000).

Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam yakni makanan

pelengkap, makanan tambahan, makanan padat, makanan sapihan, weaning food,

makanan peralihan, beiskot (istilah dalam bahasa jerman yang berarti makanan selain

dari susu yang diberikan kepada bayi). Keseluruhan istilah ini menunjuk pada

Universitas Sumatera Utara


pengertian bahwa ASI maupun pengganti ASI (PASI) untuk berangsur berubah ke

makanan keluarga atau orang dewasa (Depkes RI, 2004).

2.1.1 Jenis Makanan Tambahan

a. Makanan tambahan lokal

Makanan tambahan lokal adalah makanan tambahan yang diolah di rumah

tangga atau di Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat, mudah

diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan pengolahan

sebelum dikonsumsi oleh bayi. Makanan tambahan lokal ini disebut juga dengan

makanan pendamping ASI lokal (MP-ASI Lokal) (Depkes RI, 2006).

Pemberian makanan tambahan lokal memiliki beberapa dampak positif, antara

lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan tambahan dari

pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat

melanjutkan pemberian makanan tambahan secara mandiri, meningkatkan partisipasi

dan pemberdayaan masyarakat serta memperkuat kelembagaan seperti posyandu,

memiliki potensi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penjualan hasil

pertanian, dan sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan gizi

(Depkes RI, 2006).

b. Makanan tambahan olahan pabrik

Makanan tambahan hasil olahan pabrik adalah makanan yang disediakan

dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energi dan

zat-zat gizi esensial pada bayi (Depkes RI, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Makanan tambahan pabrikan disebut juga makanan pendamping ASI pabrikan

(MP-ASI pabrikan) atau makanan komersial. Secara komersial, makanan bayi

tersedia dalam bentuk tepung campuran instan atau biskuit yang dapat dimakan

secara langsung atau dapat dijadikan bubur (Krisnatuti, 2000).

Sunaryo (1998) dalam Krisnatuti (2000) menyatakan bahwa untuk membuat

makanan bayi harus memenuhi petunjuk dan mempertimbangkan hal-hal berikut:

1) Formula

Formula harus dibuat berdasarkan angka kecukupan gizi bayi dan balita, bahan baku

yang diizinkan, criteria zat gizi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.

2) Proses Teknologi

Pemilihan proses teknologi berkaitan dengan spesifikasi produk yang

diinginkan, tingkat sanitasi dan higienitas yang dikehendaki, faktor keamanan

pangan, serta mutu akhir produk.

3) Higiene

Produk jadi makanan tambahan harus memenuhi syarat-syarat seperti bebas

dari mikroorganisme pathogen, bebas dari kontaminan hasil pencemaran mikroba

penghasil racun atau alergi, bebas racun, harus dikemas tertutup sehingga terjamin

sanitasinya dan disimpan di tempat yang terlindung.

4) Pengemasan

Kemasan yang dipakai harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak beracun,

tidak mempengaruhi mutu inderawi produk (dari segi penampakan, aroma, rasa dan

tekstur), serta mampu melindungi mutu produk selama jangka waktu tertentu.

Universitas Sumatera Utara


5) Label

Persyaratan label makanan bayi harus mengikuti codex standard 146-1985,

dengan informasi yang jelas, tidak menyesatkan konsumen, komposisi bahan-bahan

tercantum dalam kemasan, nilai gizi produk dan petunjuk penyajian.

Makanan tambahan pabrikan seperti bubur susu diperdagangkan dalam

keadaan kering dan pre-cooked, sehingga tidak perlu dimasak lagi dan dapat

diberikan pada bayi setelah ditambah air matang seperlunya.

Bubur susu terdiri dari tepung serealia seperti beras, maizena, terigu ditambah

susu dan gula, dan bahan perasa lainnya. Makanan tambahan pabikan yang lain

seperti nasi tim yakni bubur beras dengan tambahan daging, ikan atau hati serta

sayuran wortel dan bayam, dimana untuk bayi kurang dari 10 bulan nasi tim harus

disaring atau di blender terlebih dahulu. Selain makanan bayi lengkap (bubur susu

dan nasi tim) beredar pula berbagai macam tepung baik tepung mentah maupun yang

sudah matang (pre-cooked) (Pudjiadi, 2000).

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Pemberian Makanan Tambahan

Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk menambah energi

dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan

bayi secara terus menerus, untuk mencapai pertumbuhan perkembangan yang

optimal, menghindari terjadinya kekurangan gizi, mencegah resiko masalah

gizi, defesiensi zat gizi mikro (zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan

folat), menyediakan makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan

energy dengan nutrisi, memelihara kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan bila

Universitas Sumatera Utara


sakit, membantu perkembangan jasmani, rohani, psikomotor, mendidik kebiasaan

yang baik tentang makanan dan memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan

yang sesuai dengan keadaan fisiologis bayi (Husaini, 2001).

Pemberian makanan tambahan pada bayi juga bertujuan untuk melengkapi

ASI (mixed feeding) dan diperlukan setelah kebutuhan energy dan zat-zat gizi tidak

mampu dipenuhi dengan pemberian ASI saja. Pemberian makanan tambahan

tergantung jumlah ASI yang dihasilkan oleh ibu dan keperluan bayi yang bervariasi

dalam memenuhi kebutuhan dasarnya diantaranya untuk mempertahankan kesehatan

serta pemulihan kesehatan setelah sakit, untuk mendidik kebiasaan makan yang baik

mencakup penjadwalan waktu makan, belajar menyukai makanan (Sembiring, 2009).

Menurut Suharjo (1999) dalam Pardosi (2009) Pemberian MP-ASI

bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak, menyesuaikan kemampuan alat

cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI

ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi,

pemberian makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi

diajar untuk mengunyah dan menelan makanan padat, serta membiasakan selera-

selera baru.

2.1.3 Komposisi Makanan Tambahan

Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang kaya energy, protein dan

mikronutrien (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan

fosfat), bersih dan aman, tidak ada bahan kimia yang berbahaya atau toksin, tidak ada

potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat bayi tersedak, tidak terlalu

Universitas Sumatera Utara


panas atau asin, mudah dimakan bayi, disukai bayi, mudah disiapkan dan harga

terjangkau (Rosidah, 2004).

Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani

dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, daging. Golongan nabati terdiri

dari buah-buahan, sayur-sayuran, padi-padian (Baso, 2007).

Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah

kalori atau energi (karbohidrat, protein dan lemak), vitamin, mineral dan serat untuk

pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga yang

terjangkau. Makanan harus bersih dan aman, terhindar dari pencemaran

mikroorganisme dan logam, serta tidak kadaluarsa (Kepmenkes RI, 2007).

Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah, untuk

mencukupi kebutuhan energi dianjurkan sekitar 60-70% energi total berasal dari

karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40-50% kandungan

kalorinya berasal dari karbohidrat terutama laktosa (Krisnatuti, 2000).

Protein ASI rata-rata 1,15g/100ml sehingga apabila bayi mengkonsumsi ASI

selama 4 bulan pertama (sekitar 600-900ml/hari). Pertambahan Protein pada bayi

yang diberi MP-ASI pertama kali ( usia 6-12 bulan) pertambahan Protein nya tidak

terlalu besar. Semakin bertambah usia bayi maka protein yang dibutuhkan semakin

meningkat. Setelah menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan protein sekitar dua

kali lipat pada masa sebelum nya (Krisnatuti, 2000). Kacang-kacangan merupakan

sumber protein nabati yang baik untuk bayi dan sebagai bahan campurannya

digunakan tempe kedelai, kacang tanah, dan tempe koro benguk (Baso, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Lemak merupakan sumber energi dengan konsentrasi tinggi. Lemak berfungsi

sebagai sumber asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K, serta member

rasa gurih dan sedap pada makanan. Apabila energi dan protein sudah terpenuhi maka

kecukupan gizi lemak yang dianjurkan tidak dicantumkan karena secara langsung

kecukupan lemak sudah terpenuhi (Krisnastuti, 2000).

Vitamin yang dibutuhkan terdiri dari vitamin yang larut dalam lemak dan

vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D,

E, dan K, sedangkan yang larut dalam air adalah vitamin vitamin C, B1, Riboflavin,

Niasin, B6, B12, asam folat, dan vitamin lain yang tergolong vitamin B kompleks

(Krisnastuti, 2000). ASI tidak mengandung vitamin D dalam konsentrasi yang

dibutuhkan bayi. Vitamin ini secara alami dihasilkan oleh kulit ketika terpapar sinar

matahari, dan bila bayi sering berjemur di daerah panas atau matahari beberapa kali

seminggu maka kulitnya akan menghasilkan semua vitamin D yang dibutuhkan bayi

(Satyanegara, 2004).

Mineral dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Unsur Fe (besi) dan

I (iodium) merupakan 2 jenis mineral bayi yang jarang terpenuhi yang mengakibatkan

anemia dan gondok. Bayi tidak dilahirkan dengan cadangan zat besi yang memadai

yang akan melindungi bayi dari anemia. Jika bayi diberi ASI maka kebutuhan zat

besinya dapat terpenuhi sehingga tidak dibutuhkan tambahan. Setelah bayi berumur 6

bulan, bayi harus mulai diberikan makanan yang mengandung zat besi (sereal,

daging, sayuran hijau), yang dapat menjamin pasokan zat besi yang mencukupi untuk

Universitas Sumatera Utara


pertumbuhan yang sehat (Satyanegara, 2004). Jenis mineral lainnya yang dibutuhkan

bayi seperti kalsium, fosfor dan seng (Krisnastuti, 2000).

2.2. Pola Pemberian Makanan Tambahan

Air Susu Ibu (ASI) memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi

yaitu untuk pertumbuhan dan kesehatan sampai berumur enam bulan, sesudah itu ASI

tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bayi. Makanan tambahan mulai diberikan umur

enam bulan satu hari. Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup

berkembang dan mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai

tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam mulut nya dan berminat terhadap

rasa yang baru (Rosidah,2004).

Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan mikronutrien

(terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan folat), bersih dan aman,

tersedia didaerah anda dan harga terjangkau serta mudah disiapkan (Depkes, 2006).

Jumlah zat gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi dapat dilihat pada

setiap Recommended Dietary Allowance (RDA) yang telah diestimasikan berdasarkan

kelompok usia, seperti tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak Indonesia

Standar Berat Badan UMUR


Tinggi Badan dan Kecukupan 0-6 bulan 7-12 bulan 12-36 bulan
Zat Gizi
Berat badan (kg) 5,5 8,5 12
Tinggi badan (cm) 60 71 90
Energi (Kkal) 560 800 1250
Protein 12 15 23
Vitamin A (RE) 350 350 350
Ribovlavin (mg) 0,3 0,5 0,6
Niasin (mg) 2,5 3,8 5,4
Vitamin B12 (mg) 0,1 0,1 0,5
Asam Folat 22 32 40
Vitamin C (mg) 30 35 40
Kalsium (mg) 600 400 500
Fosfor (mg) 200 250 250
Magnesium (mg) 35 55 75
Besi (mg) 3 5 8
Seng (mg) 3 5 10
Iodium (mg) 50 70 70
Selenium (mg) 10 15 20
Sumber: (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004)

Angka kebutuhan diatas bukanlah suatu kebutuhan minimum dan maksimum,

akan tetapi dapat dipakai untuk mengetahui tingkat konsumsi dari suatu populasi.

2.2.1 Risiko /Dampak Pemberian MP-ASI Dini

Risiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan

berbahaya karena pemberian makanan yang terlalu dini dapat menimbulkan solute

load hingga dapat menimbulkan hyperosmolality, kenaikkan berat badan yang terlalu

cepat dapat menyebabkan obesitas, alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat

dalam makanan yang diberikan pada bayi. Bayi yang mendapat zat-zat tambahan

seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan pada ginjal bayi yang belum matang,

Universitas Sumatera Utara


dalam makanan padat yang dipasarkan terdapat zat pewarna atau zat pengawet yang

membahayakan dalam penyediaan dan penyimpanan makanan (Pudjiadi, 2000).

Pemberian makanan tambahan pada bayi sebelum umur tersebut akan

menimbulkan risiko sebagai berikut (Ariani, 2008):

a) Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan saat ini, makanan tersebut

dapat menggantikan ASI, jika makanan diberikan maka anak akan minum ASI

lebih sedikit dan produksi ASI ibu akan lebih sedikit sehingga akan lebih sulit

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

b) Anak mendapat faktor perlindungan dari ASI lebih sedikit sehingga resiko infeksi

meningkat.

c) Risiko diare meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI.

d) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, bubur nya berkuah

dan sup karena mudah dimakan bayi, makanan ini memang membuat lambung

penuh tetapi memberikan nutrient sedikit.

e) Ibu mempunyai risiko lebih tinggi untuk hamil lagi.

Pemberian makanan padat terlalu dini sering dihubungkan dengan

meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada anak-anak. Makanan tambahan

yang diberikan pada bayi cenderung mengandung protein dan lemak tinggi sehingga

pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi kalori yang tinggi dan mengakibatkan

obesitas (Albar, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Faktor –faktor yang Memengaruhi Pemberian MP-ASI

Beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI

yaitu tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan penduduk, sosial ekonomi, begitu pula

faktor kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat yang turun temurun

mengenai pemberian MP-ASI pada bayi.

1. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2000), pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap subyek tertentu. Pengetahuan ibu

adalah faktor yang penting dalam pemberian makanan tambahan pada bayi karena

dengan pengetahuan yang baik, ibu tahu kapan waktu pemberian makanan yang tepat.

Pengetahuan dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, media

cetak media elektronik, atau penyuluhan-penyuluhan. Pengetahuan didukung oleh

pendidikan karena pendidikan merupakan suatu proses untuk mengembangkan semua

aspek kepribadian manusia meliputi pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan

sehingga terjadi perubahan perilaku yang positif.

Ketidaktahuan tentang akibat pemberian makanan pendamping ASI dini dan

cara pemberian nya serta kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung

maupun tidak langsung menjadi penyebab masalah gizi kurang pada anak, khususnya

pada anak dibawah 2 tahun (DepKes, 2000).

2. Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian, mengembangkan

pengetahuan jasmani dan rohani agar mampu melaksanakan tugas.

Universitas Sumatera Utara


Pendidikan bukan sekedar usaha pemberian informasi dan keterampilan tetapi

diperluas ruang lingkup nya sehingga mencakup usaha mewujudkan kehidupan

pribadi sosial yang memuaskan. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan

keterampilan maka terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan

keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, makin mengerti waktu yang tepat

memberikan makanan tambahan bagi bayi serta mengerti dampak yang ditimbulkan

jika makanan tersebut diberikan terlalu dini. Ibu yang berpendidikan akan memahami

informasi dengan baik penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan, selain itu

tidak akan terpengaruh dengan informasi yang tidak jelas.

3. Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi berhubungan erat dengan pekerjaan dan pendapatan

orang tua yang nanti nya bepengaruh terhadap konsumsi energi. Ibu yang bekerja

akan berpengaruh terhadap pola asuh anak, ibu menjadi kurang perhatian dan kurang

dekat dengan anak karena sebagian besar waktu siang digunakan untuk bekerja diluar

rumah. Selain itu pemberian ASI untuk bayipun semakin berkurang.

Orang tua yang mempunyai pendapatan tinggi akan mempunyai daya beli

yang lebih tinggi pula, sehingga memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih

berbagai jenis makanan. Adanya peluang tersebut mengakibatkan pemilihan jenis

makanan dan jumlah makanan tidak lagi didasarkan pada kebutuhan dan

pertimbangan kesehatan, termasuk pada pemberian makanan pendamping ASI bagi

bayi.

Universitas Sumatera Utara


Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini bisa terjadi karena orang tua

terlalu sibuk dengan pekerjaan diluar rumah dan pengasuhan anak diserahkan kepada

orang lain. Banyak sekali orang tua yang memberikan makanan pendamping sebelum

usia 6 bulan. Umumnya banyak ibu yang beranggapan bahwa jika anak nya kelaparan

diberi makanan akan tidur nyenyak belum lagi anggapan masyarakat seperti orang tua

terdahulu bahwa anak mereka dulu yang diberi makanan pada umur 2 bulan sampai

sekarang dapat hidup sehat, alasan lain bahwa saat ini gencarnya promosi makanan

bayi yang belum mengindahkan ASI eksklusif sampai 6 bulan (Lily, 2005).

2.3. Pola Pemberian Makanan Pada Bayi

Pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang/sekelompok orang untuk

memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,

psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo, 1986).

Menurut Kartini (2006), yang mengutip pendapat Lie goan hong menyatakan

pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam

dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan

cirri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Sedangkan menurut baliwati

(2004) pola konsumsi makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

2.3.1 Pola Makan pada Bayi Usia 0-6 Bulan

Tahun pertama khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang sangat

kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung

Universitas Sumatera Utara


dengan cepat, tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi terjadi dengan

cepat. ASI harus merupakan makanan utama pada masa ini. Biasanya makanan

tambahan ASI diperlukan pada trimerter ke dua yaitu pada anak setelah berumur

enam bulan.

ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, berikanlah ASI saja sampai bayi

berumur 6 bulan (ASI Eksklusif). Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang

produksi ASI terutama 30 menit pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI saja

sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi (Depkes, 2000).

Kolustrum harus segera diberikan kepada bayi ,walaupun jumlah nya sedikit

namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama. Sebaiknya

jangan memberikan makanan atau minuman seperti air kelapa, air tajin, air the, madu,

pisang, dan lain-lain) pada bayi sebelum diberikan ASI karena sangat membahayakan

kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui.

Pada umumnya bayi yang baru lahir mempunyai jadwal makan yang tidak

teratur, bayi bisa makan sebanyak 6-12 kali atau lebih dalam 24 jam tanpa jadwal

yang teratur. Menyusui bayi dapat dilakukan setiap 3 jam alasannya karena lambung

bayi akan kosong dalam waktu 3 jam sehabis menyusui. Sejalan dengan

bertambahnya usia jarak antara waktu menyusui menjadi lebih lama, karena kapasitas

lambungnya membesar dan produksi susu ibu meningkat (Steven, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Beberapa contoh menu sehat makanan untuk bayi sesuai dengan kebutuhan

gizi seperti berikut:

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan Menurut Umur Bayi, Jenis
Makanan, dan Frekuensi Pemberian Makanan

Usia Bayi Jenis Makanan Berapa Kali Sehari


0-6 bulan ASI 10-12 kali sehari

6-7 bulan ASI Saat dibutuhkan

Buah lunak/sari buah 1-2 kali


Bubur: bubur havermout/bubur
tepung beras merah
7-9 bulan ASI Saat dibutuhkan

Buah-buahan 3-4 kali


Hati ayam atau kacang-kacangan
Beras merah atau ubi
Sayuran (wortel, bayam)
Minyak/santan/advokad
Air tajin
9-12 bulan ASI Saat dibutuhkan

Buah-buahan 4-6 kali


Bubur/roti
Daging/kacang-kacangan/ayam/ikan
Beras merah/kentang/labu/jagung
Kacang tanah
Minyak/santan/avokad
Sari buah tanpa gula
12-24 bulan ASI Saat dibutuhkan

Makanan pada umumnya, termasuk 4-6 kali


telur dengan kuning telurnya dan
jeruk
Sumber: Krisnatuti, D & Yenrina, R (2000)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi (Rekomendasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia /IDAI)

0-6 bulan 6-7 bulan 7-9 bulan 9-12 bulan > 12 bulan
Pukul ASI on ASI ASI/PASI ASI/PASI ASI/PASI
06.00 demand

Pukul ASI on Bubur susu Bubur Nasi tim Makanan


08.00 demand menuju nasi menuju keluarga
(makan tim makanan
pagi) keluarga

Pukul ASI on Buah Buah Buah Snack


10.00 demand segar/biskuit segar/biskuit segar/biskuit

Pukul ASI on ASI Bubur Nasi tim Makanan


12.00 demand menuju nasi menuju keluarga
(makan tim makanan
siang) keluarga

Pukul ASI on ASI ASI/PASI ASI/PASI


14.00 demand

Pukul ASI on Buah Buah Buah Snack


16.00 demand segar/biskuit segar/biskuit segar/biskuit

Pukul ASI on Bubur susu Bubur Nasi tim Makanan


18.00 demand menuju nasi menuju keluarga
tim makanan
keluarga

Pukul ASI on ASI ASI/PASI ASI/PASI ASI/PASI


21.00 demand
Sumber: Sembiring T, dkk (2009)

2.3.2 Pola Makan pada Bayi Usia 6-12 Bulan (ASI dan MP-ASI)

Seorang bayi untuk tumbuh dan menjadi lebih aktif, gizi nya tidak cukup

hanya dengan asupan ASI saja, karena ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi

Universitas Sumatera Utara


sampai umur 6 bulan. Setelah itu produksi ASI semakin berkurang sedangkan

kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambah umur dan berat badannya.

Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan mikronutrien

(terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan folat), bersih dan aman,

tidak terlalu pedas atau asin, mudah dimakan oleh anak, disukai anak, harga

terjangkau dan mudah disiapkan (Depkes RI, 2006).

Walaupun bayi telah diperkenalkan dengan makanan tambahan sebagai tahap

awal, perkenalkan dengan bubur dan sari buah dua kali sehari sebanyak 1-2 sendok

makan penuh. Frekuensi pemberian bubur ini, lambat laun harus ditingkatkan.

Menginjak umur 7-9 bulan porsi kebutuhannya dapat ditingkatkan yaitu sebanyak 3-6

sendok penuh tiap kali makan, paling tidak empat kali sehari keadaan bubur harus

tetap disaring, apabila bayi masih tampak lapar dapat diberi makanan kecil misalnya

roti kering, pisang. Pada umur 9 bulan berikan bubur yang tidak disaring atau nasi tim

yang dibuat dari bahan makanan bergizi tinggi (WHO, 2004).

Menginjak usia 10-12 bulan bayi sudah dapat diberi bubur yang dicacah untuk

mempermudah proses penelanan. Setelah berumur satu tahun bayi mulai mengenal

makanan yang dimakan oleh seluruh anggota keluarga. Seorang bayi harus makan 4-5

kali sehari. Makanan anak harus terdiri dari makanan pokok, kacang-kacangan,

pangan hewani, minyak, santan atau lemak, buah-buahan (Krisnatuti, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 Makanan Tambahan Anak Usia 6 – 24 bulan

6 – 8 bulan 8 – 9 bulan 9 – 12 bulan 12– 24 bulan


Jenis 1 jenis bahan 2-3 jenis bahan 3-4 jenis Makanan
dasar (6 bulan) 2 dasar (sajikan bahan dasar keluarga (tanpa
jenis bahan dasar secara terpisah (sajikan garam,gula,pen
(7 bulan) atau dicampur) secara yedap, hindari
terpisah atau santan dan
dicampur) gorengan)

Tekstur Semi-cair Lunak Kasar Padat


(dihaluskan atau (disaring) dan (dicincang)
puree), secara potongan makanan
bertahap kurangi makanan yang yang
campuran air dapat dipotong dan
sehingga menjadi digenggam dan dapat di
semi padat mudah larut genggam

Frekuensi Makanan Utama: Makanan Makanan Makanan


1-2x/hari Utama: Utama: Utama:
Camilan: 1 x/hari 2-3x/hari 3x/hari 3-4x/hari
Camilan: Camilan: Camilan:
1 x/hari 2x/hari 2x/hari
Porsi 1-2 st, secara 2-3 sm 3-4 sm 5 sm makanan
bertahap makanan semi makanan atau lebih
ditambahkan padat. semi padat
Potongan yang kasar.
makanan Potongan
seukuran sekali makanan
gigit ukuran
kecil/sekali
gigit

ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi


Susu dan - Belum boleh Belum boleh 1-2 porsi susu
produk susu sapi susu sapi sapi atau
susu ½ slice keju ½ slice keju produk susu
olahan cheddar cheddar olahan
¼ cangkir ¼ cangkir
yogurt untuk yogurt untuk
bayi bayi
Sumber: Safitri, 2007

Universitas Sumatera Utara


2.4. Status Gizi Bayi

Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan

penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologis

akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sehingga status gizi dapat

diartikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu

(Supariasa dkk, 2002).

Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh yang disebabkan konsumsi

makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan

jenis yang dikonsumsi dan penggunaan nya dalam tubuh. Apabila konsumsi makanan

dalam tubuh terganggu dapat mengakibatkan status gizi jelek dan biasanya disebut

kurang gizi (Almatsier, 2004).

2.4.1 Penilaian Status Gizi pada Anak

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan

gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif

maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia

(Arisman, 2006)

Menurut Supariasa dkk (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu: penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara

tidak langsung.

Universitas Sumatera Utara


1. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu :

1. Secara antropometri : dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur

bagian tubuh seperti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan lemak dan lain-lain.

2. Secara klinis : dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter atau orang yang

sudah terlatih. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada

jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ-organ yang

dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

3. Secara biokimia : dengan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris

yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan

antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.

4. Secara biofisik : dengan melihat kemampuan fungsi (khusus nya jaringan) dan

melihat perubahan struktur dari jaringan.

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 penilaian yaitu :

1. Survei konsumsi makanan: Adalah suatu metode penentuan status gizi secara

tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

Kesalahan dalam survei makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat

dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita, kecenderungan

untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan menambah makanan

Universitas Sumatera Utara


yang bernilai sosial tinggi, keinginan melaporkan konsumsi vitamin dan mineral

tambahan kesalahan dalam mencatat (food record).

2. Statistik vital: Adalah dengan cara menganalisa data beberapa statistik kesehatan

seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat

penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktor Ekologi: malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi

beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang

tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.

2.4.2. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan

adalah antropometri gizi. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk

penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri

dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan yang sederhana

(Depkes, 2000).

Selain itu pengukuran antropometri memiliki metode yang tepat, akurat

karena mempunyai ambang batas dan rujukan yang pasti, pengukuran antropometri

juga mempunyai prsedur yang sederhana dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel

yang besar (Supariasa, 2002)

Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan

menurut umur (BB/U), Tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut

tinggi badan (BB/TB).

Universitas Sumatera Utara


1. Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah satu parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan-

perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya

nafsu makan, atau menurunnya makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah

parameter antropometri yang sangat labil, oleh sebab itu indeks BB/U lebih

menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

2. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan

pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif

kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang

relatif lama. Indeks TB/U disamping menggambarkan status gizi masa lalu, juga erat

kaitannya dengan status sosial ekonomi.

3. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi

badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik

untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB adalah indeks yang independen

terhadap umur.

Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitif/peka

dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan

Universitas Sumatera Utara


BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10%

menunjukkan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan

berhubungan langsung dengan angka kesakitan.

Tabel 2.5 Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB
Standar Baku Antropometri Menurut WHO 2005

No Indeks yang
Status Gizi Keterangan
dipakai
1 BB/U Berat Badan Normal Zscore ≥ -2 sampai 1
Berat Badan Kurang Zscore < -2 sampai -3
Berat Badan Sangat Kurang Zscore < -3
2 TB/U Normal Zscore ≥ -2 sampai 3
Pendek Zscore < -2 sampai -3
Sangat Pendek Zscore < -3
3 BB/TB Sangat gemuk Zscore > 3
Gemuk Zscore >2 sampai 3
Resiko gemuk Zscore >1 sampai 2
Normal Zscore ≥ -2 sampai 1
Kurus Zscore < -2 sampai -3
Sangat kurus Zscore < -3
Sumber : Interpretasi Indikator Pertumbuhan Depkes 2008

2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi Pada Bayi

Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi

di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara

efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan

fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat

setinggi mungkin (Almatsier, 2001).

Ada dua faktor yang berperan dalam menentukan stautus gizi seseorang yaitu

(Apriadji (1986) :

Universitas Sumatera Utara


1. Faktor Gizi Internal

Faktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan

tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan, status kesehatan, status

fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh. Secara langsung status

gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak.

Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola asuh anak yang diberikan

oleh ibu/pengasuh nya. Dan penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di

keluarga, Pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

Ketiga faktor ini saling terkait dengan pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan

keluarga (Dinkes Sumatera Utara, 2010)

2. Faktor Gizi Eksternal

Faktor gizi eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh diluar diri

seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan

dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan lingkungan.

2.5. Pola Makan dan Status Gizi

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kondisi

status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang akan

digunakan secara efesien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal

(Roesli, 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian Munawaroh (2006) di Kabupaten

Pekalongan yang menyatakan bahwa Balita dengan pola makan yang tidak baik

mempunyai resiko untuk mengalami status gizi kurang 8,1 kali lebih besar dari pada

balita dengan pola makan yang baik.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Manalu (2008) penelitian di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-

pungga Kabupaten Dairi. pada pengelompokan anak menurut pola makan diketahui

bahwa anak yang memiliki pola makan yang baik maka status gizi nya baik sebanyak

(86%), dan anak yang memiliki pola makan tidak baik tetapi ststus gizi nya baik

sebanyak (13,6%), sedangkan anak yang memiliki pola pola makan baik tetapi status

gizi nya tidak baik ada sebanyak (42,1%) dan anak yang memiliki pola makan tidak

baik dan status gizinya juga tidak baik ada sebesar (57,9%). Analisa statistik

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi

anak (p<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian Mahlia Y (2009) di Kecamatan Pangkalan Susu

Langkat terlihat bahwa pola asuh makan menurut waktu pertama kali pemberian MP-

ASI ternyata pertumbuhan bayi yang tergolong tidak normal lebih banyak pada bayi

yang di beri MP-ASI kurang dari 6 bulan (85,5%). Dari hasil uji chi square

menunjukkan bahwa ada hubungan antara waktu pertama kali pemberian MP-ASI

terhadap pertumbuhan bayi.

2.6. Landasan Teori

Menurut WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam hal ini gizi kurang dan gizi

buruk lebih di pengaruhi oleh beberapa faktor yakni, penyakit infeksi dan asupan

makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian kekurangan gizi, pola

asuh serta pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor yang secara tidak

langsung dapat berpengaruh terhadap kekurangan gizi.

Universitas Sumatera Utara


Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah di perkenalkan UNICEF dan

telah digunakan secara international, yang meliputi beberapa tahapan penyebab

timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung dan tidak

langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan Soekirman dalam materi

Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes RI, 2000), penyebab kurang gizi dapat

dijelaskan sebagai berikut :

Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang

mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang

kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi

karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pula

anak yang makannya tidak cukup cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah

dan mudah terserang penyakit. Kenyataan nya baik makanan maupun penyakit secara

bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola

asuh, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah

kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga

dalam jumlah yang cukup dan baik mutu nya. Pola pengasuhan adalah kemampuan

keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar

dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial.

Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana

pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga.

Universitas Sumatera Utara


Status gizi anak balita dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Unicef (1998),

penyebab kurang gizi pada anak balita sebagaimana terlihat pada gambar 2.1.

Kurang Gizi

Dampak

Penyebab
Makanan tidak seimbang Infeksi
langsung

Sanitasi dan air Penyebab


Tidak cukup Pola asuh anak bersih/pelayanan
Persediaan tidak memadai kesehatan dasar tidak
pangan tidak memadai langsung

Kurang pendidikan
Pengetahuan dan
ketrampilan

Kurangnya pemberdayaan Pokok


wanita dan keluarga, kurang masalah di
pemanfaatan sumberdaya masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Akar
Krisis Ekonomi,
masalah
Politik, dan

Gambar 2.1. Penyebab Kurang Gizi pada Anak (Unicef, 1998)

Universitas Sumatera Utara


2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka di atas, maka dapat

disusun kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Pemberian MP-ASI

- Jenis Makanan
Tambahan Status Gizi
- Jumlah Energi Bayi
Protein
- Frekuensi Makan
- Usia Pertama kali
diberi Makanan
Tambahan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei explanatory research dengan

desain cross sectional yang bertujuan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel

penelitian dan menguji hipotesis yang dirumuskan sebelumnya (Singarimbun, 1989).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan, dengan

pertimbangan bahwa di Kecamatan Medan Amplas pencapaian program ASI

eksklusif nya 1,7% apabila dibandingkan dengan target pencapaian sebesar 80%

maka persentase pencapaian ASI Eksklusif di kecamatan Medan Amplas masih

sangat rendah, disamping itu juga tinggi nya praktek pemberian MP-ASI dini pada

bayi kurang dari 6 bulan. Untuk kasus gizi kurang di Kecamatan Medan Amplas ada

116 kasus gizi kurang (5,4%) apabila tidak ditangani secara serius akan menjadi gizi

buruk (Dinkes Medan, 2010).

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi

berusia 6-12 bulan yang berdomisili di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan tahun

2011. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan pada bulan Januari 2011,

Universitas Sumatera Utara


bahwa data ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kecamatan Medan Amplas

berjumlah 3.457 bayi.

3.3.2 Sampel

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikutip oleh

Notoatmodjo (2002), yaitu :

N
1 + N (d 2 )
n=

Keterangan:

n = Besarnya sampel yang diinginkan

N = Populasi (3.457)

d = Tingkat kepercayaan (0,1)

Perhitungan:

N
1 + N (d 2 )
n=

n= 3.457

1 + 3.457 (0,1²)

n = 97,18  dibulatkan menjadi 100.

Jadi, berdasarkan perhitungan dengan rumus yang ada, maka sampel pada

penelitian ini berjumlah 100 orang ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan

di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1. Jumlah Ibu yang Memiliki Bayi Usia 6-12 Bulan sebagai Sampel
Penelitian di Setiap Kelurahan di Kecamatan Medan Amplas Kota
Medan

Jumlah Ibu yang


No Kelurahan Memiliki Bayi Usia Sampel
6-12 Bulan
1 Amplas 406 (406/3457)x100 = 12
2 Bangun Mulya 552 (552/3457)x100 = 16
3 Harjosari I 489 (489/3457)x100 = 14
4 Harjosari II 501 (501/3457)x100 = 14
5 Sitirejo I 515 (515/3457)x100 = 15
6 Sitirejo II 491 (491/3457)x100 = 14
7 Timbang Deli 503 (503/3457)x100 = 15
Jumlah 3457 100 Ibu

Sampel setiap kelurahan, diambil secara acak sederhana (simple random

sampling) dengan menggunakan undian, sampai memenuhi jumlah sampel yang

diinginkan, Jadi setiap ibu di tiap-tiap kelurahan memiliki kesempatan yang sama

besar untuk terpilih sebagai sampel pada penelitian ini.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari:

1) Data Primer

Data primer diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner pada ibu

yang mempunyai bayi 6-12 bulan yang meliputi :

a. Karakteristik responden (Nama, umur, suku, pendidikan, penghasilan dan

pekerjaan)

b. Karakteristik bayi (Nama, umur, jenis kelamin, data antropometri : berat badan).

Universitas Sumatera Utara


c. Data status gizi bayi berdasarkan data antropometri kemudian dinilai status

gizinya berdasarkan WHO 2005. Alat pengumpulan data ini berupa dacin. Data

diambil langsung dilokasi penelitian oleh peneliti dan di bantu 5 orang kader

yang sebelum nya telah diberikan arahan oleh peneliti.

d. Data pola pemberian MP-ASI diperoleh melalui wawancara langsung dengan

responden menggunakan kuesioner (kuesioner terlampir).

2) Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Posyandu di

Kecamatan Medan Amplas. Data sekunder meliputi data gambaran umum Kecamatan

Medan Amplas.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas (independen variabel) dan

variabel terikat (dependen variabel), variabel bebas dalam penelitian ini meliputi pola

pemberian makanan pendamping ASI (jenis, frekuensi, jumlah, dan usia pertama kali

pemberian MP-ASI) sedangkan variabel terikat adalah status gizi bayi.

3.5.2 Definisi Operasional

a. Variabel Independen

1) Pola pemberian MP-ASI adalah pola yang diterapkan ibu dalam memberikan

MP-ASI kepada bayi, meliputi jenis, frekuensi, jumlah makanan dan usia

pertama kali bayi diberi MP-ASI.

Universitas Sumatera Utara


2) Jenis MP-ASI adalah keragaman makanan yang diberikan ibu sebagai MP-ASI

untuk dikonsumsi bayi setiap kali makan. MP-ASI yang diberikan dibagi dalam

tiga bentuk yaitu cair, lembik (lumat) dan padat.

3) Konsumsi energi protein adalah nilai gizi MP-ASI yang menunjukkan berapa

banyak Energi dan Protein dalam satuan Kkal dan gram yang dikonsumsi bayi

dalam sehari.

4) Frekuensi makanan adalah menyatakan berapa kali jumlah pemberian MP-ASI

kepada bayi dalam sehari.

5) Usia pertama kali pemberian makanan tambahan adalah usia anak pertama kali

diberikan makanan tambahan.

b. Variabel Dependen

Status Gizi bayi adalah keadaan kesehatan bayi (6-12 bulan) yang ditentukan

oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lainnya yang diperoleh dari

makanan yang berdampak fisiknya diukur secara antropometri dengan indeks BB/U

dibandingkan dengan standart WHO-2005.

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran terhadap variabel bebas meliputi: pola pemberian MP-ASI

meliputi (jenis makanan, frekuensi makan, jumlah makanan dan usia pertama kali

pemberian MP-ASI) dan variabel terikat status gizi bayi dengan metode sebagai

berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.2. Skala Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen

Alat Skala
No Variabel Kategori
Ukur Ukur
1. Independen :

a. Pola
Pemberian 1. Baik, bila sesuai ketentuan : Kuesioner Ordinal
MP-ASI usia 6 bln ; ASI, sari buah,
- Jenis Makanan bubur tepung.
Tambahan usia 7-8 bln ; ASI,
buahan,bubur saring
(makanan pokok, lauk pauk,
sayuran).
Usia 9 bln ; ASI, buahan,
roti, nasi tim (makanan
pokok, lauk pauk, sayuran)
Usia 12 bln ; ASI/PASI,
makanan biasa (makanan
pokok, lauk pauk, sayuran
2. Tidak Baik, bila tidak sesuai
dengan ketentuan

- Konsumsi 1. Baik, : > 100 % AKG


Energi Protein 2. Sedang : 80,01-99,99% AKG
3. Kurang : 70–80 % AKG
4. Defisit : < 70% AKG

- Frekuensi 1. Baik, bila sesuai ketentuan : Food recall Ordinal


Konsumsi usia 6 bln ; ASI (kapan saja
Makan diminta),sari
buah (1xsehari).
Usia 7-8 bulan ; ASI (kapan
saja diminta),buahan(3-
4xsehari),bubur saring(3-
4xsehari).
Usia 9 bulan ; ASI(kapan
saja diminta),buahan(4-
6xsehari),roti(4-
6xsehari),nasi tim(4-
6xsehari).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.2 (Lanjutan)

Usia 12 bulan ; ASI(kapan


saja diminta),makanan
biasa(4-6xsehari).
2. Tidak Baik, Bila Tidak
Sesuai Dengan Ketentuan

- Usia Pertama 1. Baik, bila umur > 6 bulan


Pemberian MP- 2. Tidak baik, bila < 6 bulan Kuesioner Ordinal
ASI

- Pola Pemberian 1. Baik, bila frekuensi, jenis, Kuesioner Ordinal


MP-ASI jumlah serta usia pertama
kali pemberian makan
sesuai ketentuan
2 Kurang baik, bila tidak
sesuai ketentuan

2. Dependen : BB/U :
Status Gizi Bayi 1. BB Normal (Zscore ≥-2 1. Dacin Ordinal
sampai 1) 2. Tabel
2. BB Kurang (Zscore < -2 WHO-2005
sampai -3)
3. BB Sangat Kurang
(Zscore < -3)

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk

melihat distribusi frekuensi dan proporsi dari semua variabel yang diteliti baik

variabel bebas maupun variabel terikat.

Analisis bivariat untuk membuktikan hipotesis dalam menguji hubungan

variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji Chi-Square (X²).

Dengan menggunakan uji regresi linear pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05).

Universitas Sumatera Utara


Analisis mulivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel pola

pemberian MP-ASI terhadap status gizi menggunakan uji regresi logistik dengan

persamaan sebagai berikut:

Ŷ= 1

1 + e – (a + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4)

Keterangan :
Ŷ = Variabel Dependen yaitu : status gizi bayi
β 1, β 2., β 3, β 4 = Konstanta betha tiap variabel independen yang diteliti
X 1, = Variabel independen yang diteliti yaitu jenis makanan
X2 = Variabel independen yang diteliti yaitu jumlah energi protein
X3 = Variabel independen yang diteliti yaitu frekunsi konsumsi
makan
X4 = Variabel independen yang diteliti yaitu usia pertama kali diberi
ASI
e = Error (tingkat kesalahan) yaitu 0,05 (5%)

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

Puskesmas Amplas terletak di Jalan Garu II B Kelurahan Harjosari I

Kecamatan Medan Amplas. Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor

- Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Morawa

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai

- Sebelah selatan berbatasan dengan Patumbak.

Wilayah kerja Puskesmas Amplas terdiri dari 7 (tujuh) Kelurahan yaitu:

- Kelurahan Amplas

- Kelurahan Siti Rejo II

- Kelurahan Siti Rejo III

- Kelurahan Harjosari I

- Kelurahan Harjosari II

- Kelurahan Timbang Deli

- Kelurahan Bangun Mulia.

Wilayah kerja Puskesmas Amplas 26.501 KK, dengan jumlah penduduk

138.484 jiwa dan luas wilayah 1.337,3 Ha. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak

61.792 jiwa dan perempuan 76.692 jiwa.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumpah
Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah KK
Penduduk
Amplas 15.152 7.152 8.000 2.936
Siti Rejo II 11.230 5.711 5.519 2.270
Siti Rejo III 14.106 720 6.589 2.782
Harjosari I 37.282 19.909 18.373 7.097
Harjosari II 35.289 17.724 27.306 6.801
Timbang Deli 16.864 8.571 8.393 3.783
Bangun Mulia 4.380 2.005 2.005 824
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2010

Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin sebagian besar penduduk

berada di Kelurahan Harjosari I sebanyak 37.282 jiwa yang terdiri dari penduduk

laki-laki 19.909 jiwa dan penduduk perempuan 18.373 jiwa tercakup dalam 7.097

KK.

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

SR SR HS B.Mu
Pekerjaan Amplas HS I T.Deli Jlh
II III II lia
PNS 335 789 375 1366 220 194 26 3305
Peg. Swasta 387 423 349 1630 785 117 25 3716
ABRI 115 12 10 45 255 37 25 499
Petani 65 0 0 12 65 59 220 451
Pedagang 270 695 1489 970 2175 84 46 5729
Pensiunan 65 40 50 110 120 83 15 483
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2010

Distribusi penduduk berdasarkan jenis pekerjaan sebagian besar penduduk

bekerja sebagai pedagang sebanyak 5.729 jiwa dan paling sedikit bekerja sebagai

petani sebanyak 451 jiwa.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 Distribusi Sarana Kesehatan

Sarana SR SR HS
Amplas HS I T.Deli B.Mulia Jlh
Kesehatan II III II
Pusk. Induk - - - 1 - - - 1
Pustu 1 - - - 1 4 1 4
Praktek dokter 8 9 9 5 4 1 - 39
Praktek dokter
4 - - 3 1 1 - 9
gigi
Praktek dokter
1 - - 1 1 1 - 4
spesialis
Klinik bersalin 2 - 1 5 1 1 - 10
Klinik umum 4 1 1 2 1 1 3 13
Praktek bidan 6 - 6 8 9 9 3 41
Apotek 3 1 - 2 1 1 - 8
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2010129

Distribusi sarana kesehatan yang terdapat di Puskesmas Amplas sebagian

besar praktek bidan sebanyak 41 unit dan sebagian kecil puskesmas induk 1 unit.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Karakteristik Ibu

Pada Tabel 4.4 yang disajikan bahwa berdasarkan kelompok umur ibu lebih

banyak pada umur reproduksi sehat 20 sampai dengan 35 tahun 84 orang (84%)

selebihnya ibu berumur risiko tinggi di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun 16 orang

(16%).

Selanjutnya keyakinan yang dimiliki ibu lebih banyak beragama Islam 73

orang (73%) selebihnya beragama Kristen 27 orang (27%). Jumlah anak yang

dimiliki ibu lebih banyak di atas 2 orang atau yang tidak dianjurkan pemerintah

berjumlah 81 orang (81%), selebihnya ibu yang memilki anak≤2 orang atau yang

Universitas Sumatera Utara


dianjurkan 19 orang (19%). Status pekerjaan lebih banyak ibu yang bekerja 54 orang

(54%) selebihnya ibu yang tidak bekerja 46 orang (46%). Penghasilan per bulan lebih

banyak di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Rp, 1.035.000 yaitu 59 orang

(59%) selebihnya lebih besar dari UMR Rp, 1.035.000 yaitu 41 orang (41%).

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Berdasarkan Umur, Agama,


Jumlah Anak, Pendidikan, Pekerjaan Orangtua, dan Penghasilan per
Bulan

No Variabel n %
Karakteristik Ibu
1. Umur
< 20 tahun 3 3
20 – 35 tahun 84 84
> 35 tahun 13 13
Total 100 100
2. Agama
Islam 73 73
Kristen 27 27
Total 100 100
3. Jumlah anak
≤ 2 orang 36 30,8
> 2 orang 81 69,2
Total 100 100
4. Pendidikan
SD 3 3
SMP 42 42
SMA 54 54
PT 1 1
Total 100 100
5. Pekerjaan :
Tidak bekerja 46 46
Bekerja 54 54
Total 100 100
6. Penghasilan per Bulan
≤ Rp 1.035.000 (dibawah UMR) 59 59
> Rp 1.035.000 (di atas UMR) 41 41
Total 100 100

Universitas Sumatera Utara


4.2.2. Karakteristik Bayi

Pada Tabel 4.5 yang disajikan bahwa berdasarkan kelompok umur bayi lebih

banyak pada kelompok umur 6-7 bulan 51 orang (51%) selebihnya berumur 8-9 bulan

31 orang (31%) dan kelompok umur 9-12 bulan 18 orang (18%). Jenis kelamin bayi

lebih banyak perempuan 52 orang (52%), selebihnya laki-laki 48 orang (49%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Bayi Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin

No Karakteristik Bayi n %
1. Umur
6-7 bulan 51 51
8-9 bulan 31 31
10-12 bulan 18 18
Total 100 100
3. Jenis Kelamin
Perempuan 52 52
Laki-laki 48 48
Total 100 100

4.2.3. Status Gizi Bayi

Pada Tabel 4.6 yang disajikan menunjukkan bahwa hasil perhitungan status

gizi bayi lebih banyak normal dengan Zscore ≥-2 sampai 1 atau BB normal 86 orang

(86%) selebihnya dengan Zscore < -2 sampai -3 atau BB kurang 14 orang (14%) dan

tidak ditemukan BB sangat kurang dengan Zscore < -3.

Tabel 4.6 Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan BB/U

No Status Gizi Bayi n %


1. Normal 86 86
2. Kurang 14 14
3. Sangat Kurang 0 0
Total 100 100

Universitas Sumatera Utara


4.2.4. Pola Pemberian MP-ASI Bayi Berdasarkan Jenis Makanan Tambahan
pada Kelompok Umur Bayi

Pada Tabel 4.7 yang disajikan menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI

berdasarkan jenis makanan tambahan yang diberikan kepada bayi lebih banyak sesuai

ketentuan usia bayi atau dikategorikan baik, lebih banyak pada kelompok umur bayi

10-12 bulan (84,2%), sedangkan pemberian jenis makanan tambahan yang tidak baik

pada kelompok umur 6-7 bulan (27,%).

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Jenis Makanan Tambahan Berdasarkan Kelompok


Umur Bayi

Jenis Makanan Tambahan


Total
Umur Bayi Baik Tidak Baik
n % n % Jumlah %
6-7 bulan 37 72,5 14 27,5 51 100
8-9 bulan 22 73,3 8 26,7 30 100
10-12 tahun 16 84,2 3 15,8 19 100
Total 75 75 25 25 100 100

4.2.5. Pola Pemberian MP-ASI Bayi Berdasarkan Konsumsi Energi Protein


pada Kelompok Umur Bayi

Pada Tabel 4.8 yang disajikan menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI

berdasarkan kecukupan energi (<560 kkal/hari) yang diberikan kepada bayi

dikategorikan sedang, lebih banyak pada kelompok umur bayi 8-9 bulan (66,7%),

sedangkan pemberian makan dengan kecukupan energi (560-800 kkal/hari) yang

dikategorikan baik, lebih banyak pada kelompok umur bayi 6-7 bulan (54,9%).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.8 Tabulasi Silang Konsumsi Energi Berdasarkan Kelompok Umur Bayi

Konsumsi Energi
Baik Sedang Total
Umur Bayi
(560-800 kkal/hari) (<560 kkal/hari)
n % n % Jumlah %
6-7 bulan 28 54,9 23 45,1 51 100
8-9 bulan 10 33,3 20 66,7 30 100
10-12 bulan 9 47,4 10 52,6 19 100

Pada Tabel 4.9 yang disajikan menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI

berdasarkan jumlah protein yang diberikan kepada bayi dikategorikan sedang, lebih

banyak pada kelompok umur bayi 8-9 bulan (66,7%), sedangkan pemberian jumlah

protien yang dikategorikan baik, lebih banyak pada kelompok umur bayi 6-7 bulan

(58,8%).

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Konsumsi Protein Berdasarkan Kelompok Umur


Bayi

Konsumsi Protein
Baik Sedang Total
Umur Bayi
(12-15 gr/hari) (<12 gr/hari)
n % n % Jumlah %
6-7 bulan 30 58,8 21 41,2 51 100
8-9 bulan 10 33,3 20 66,7 30 100
10-12 bulan 9 36,8 10 52,6 19 100

4.2.6. Pola Pemberian MP-ASI Bayi Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Makan


pada Kelompok Umur Bayi

Pada Tabel 4.10 yang disajikan menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi

makan yang diberikan kepada bayi dikategorikan baik, lebih banyak pada kelompok

Universitas Sumatera Utara


umur bayi 10-12 bulan (94,7%), sedangkan frekuensi konsumsi makanan

dikategorikan tidak baik, lebih banyak pada kelompok umur 6-7 bulan (17,6%).

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Frekuensi Konsumsi Makanan Berdasarkan


Kelompok Umur Bayi

Frekuensi Konsumsi Makanan


Total
Umur Bayi Baik Tidak Baik
n % n % Jumlah %
6-7 bulan 42 82.4 9 17.6 51 100
8-9 bulan 28 93.3 2 6.7 30 100
10-12 bulan 18 94.7 1 5.3 19 100

4.2.7. Pola Pemberian MP-ASI Bayi berdasarkan Usia Pertama Kali diberi
Makan pada Kelompok Umur Bayi

Pada Tabel 4.11 yang disajikan menunjukkan bahwa usia pertama kali

pemberian makanan tambahan lebih banyak di bawah usia 6 bulan atau dikategorikan

tidak baik yaitu 64 orang (64%), selebihnya baik dengan pemberian di atas usia

6 bulan 36 orang (36%). Jenis MP-ASI yang diberikan pada bayi usia < 6 bulan lebih

banyak MP-ASI yang dibuat sendiri oleh ibu di rumah dan juga MP-ASI buatan

pabrik

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Pola Pemberian MP-ASI Bayi Berdasarkan


Usia Pertama Kali diberi Makan

No Usia Pertama Kali diberi Makan n %


1. Baik (≥ 6 bulan) 36 36
2. Tidak baik (< 6 bulan) 64 64
Total 100 100

Universitas Sumatera Utara


4.2.8. Hubungan Jenis Makanan dengan Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di
Kecamatan Medan Amplas

Pada Tabel 4.12 dari 75 orang memberikan jenis makanan tambahan sesuai

usia bayi, mempunyai status gizi bayi BB Normal dikategorikan baik 71 orang

(94,7%). Sementara 25 orang memberikan jenis makanan tambahan tidak sesuai

dengan usia bayi, mempunyai status gizi BB kurang dikategorikan tidak baik 10

orang (40%).

Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.000 < 0,05. Hal ini berarti

terdapat hubungan antara jenis pemberian makanan tambahan dengan status gizi pada

bayi 6-12 bulan di Kecamatan Medan Amplas.

Tabel 4.12 Hubungan Jenis Makanan Tambahan dengan Status Gizi pada Bayi
6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Jenis Makanan Status Gizi Total


P- Value
Tambahan Normal Kurang
n %
n % n %
Baik 71 94,7 4 5,3 75 100 P= 0,000
Tidak baik 15 60 10 40 25 100

4.2.9. Hubungan Konsumsi Energi dan Protein dengan Status Gizi pada Bayi
6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Pada Tabel 4.13 dari 47 orang yang memberikan makanan berdasarkan

kecukupan energi (560-800 kkal/hari) dikategorikan baik, mempunyai status gizi bayi

normal 45 orang (95,7%). Sementara 53 orang yang memberikan kecukupan energi

(<560 kkal/hari) dikategorikan sedang, juga mempunyai status gizi bayi normal 41

orang (77,4%).

Universitas Sumatera Utara


Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.009 < 0,05. Hal ini berarti

terdapat hubungan antara konsumsi energi dengan status gizi pada bayi 6-12 bulan di

Kecamatan Medan Amplas.

Tabel 4.13 Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Status Gizi Total


Konsumsi
Normal Kurang P-Value
Energi n %
n % n %
Baik (560-800 45 95,7 2 4,3 47 100
kkal/hari) p= 0,009
Sedang (<5,60 41 77,4 12 22,6 53 100
kkal/hari)

Pada Tabel 4.14 dari 49 orang yang memberikan makanan dengan kecukupan

protein (12-15 gram/hari) kategori baik mempunyai status gizi bayi normal 46 orang

(93,9%). Sementara 51 orang yang memberikan kecukupan protein (<12 gram/hari)

kategori sedang, mempunyai status gizi bayi normal 40 orang (78,4%).

Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.011 < 0,05. Hal ini berarti

terdapat hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi pada bayi 6-12 bulan di

Kecamatan Medan Amplas.

Tabel 4.14 Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Status Gizi Total


Konsumsi
Normal Kurang P-Value
Protein n %
n % n %
Baik (12-15 46 93,9 3 6,1 49 100
gram/hari) p= 0,011
Sedang (<12 40 78,4 11 21,6 51 100
gram/hari)

Universitas Sumatera Utara


4.2.10. Hubungan Frekuensi Konsumsi Makan dengan Status Gizi pada Bayi
6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Pada Tabel 4.15 dari 88 orang yang memberikan frekuensi konsumsi makan

baik, mempunyai status gizi normal 81 orang (92%). Sementara 12 orang tidak

memberikan frekuensi konsumsi makanan dikategorikan tidak baik, mempunyai

status gizi kurang 7 orang (58,3%).

Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.000 < 0,05. Hal ini berarti

terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi makan dengan status gizi pada bayi 6-

12 bulan di Kecamatan Medan Amplas.

Tabel 4.15 Hubungan Frekuensi Konsumsi Makan dengan Status Gizi pada
Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Frekuensi Status Gizi Total


Konsumsi Normal Kurang P-Value
n %
Makan n % n %
Baik 81 92 7 8 88 100 p= 0,000
Tidak baik 5 41,7 7 58,3 12 100

4.2.11. Hubungan Usia Pertama Kali diberi Makan dengan Status Gizi pada
Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Pada Tabel 4.16 dari 36 orang yang memberikan MP-ASI pada usia ≥ 6 bulan

dikategorikan baik, mempunyai status gizi normal 30 orang (83,3%). Sementara 64

orang memberikan makanan MP-ASI < 6 bulan dikategorikan tidak baik, mempunyai

status gizi normal 56 orang (87,5%).

Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.563 > 0,05. Hal ini berarti

tidak terdapat hubungan usia pertama kali diberi makan dengan status gizi pada bayi

6-12 bulan di Kecamatan Medan Amplas.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.16 Hubungan Usia Pertama Kali diberi Makan dengan Status Gizi
pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Usia Status Gizi Total


Pertama Normal Kurang
P-Value
Kali diberi n %
N % n %
Makan
Baik (≥6 30 83,3 6 16,7 36 100 p= 0,563
bulan)
Tidak baik (< 56 87,5 8 12,5 64 100
6 bulan)

4.2.12 Pengaruh Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI (Jenis Makanan,


Frekuensi Konsumsi Makan, dan Jumlah Energi Protein) terhadap
Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas Kota
Medan

Untuk mengetahui pengaruh pola pemberian makanan pendamping ASI (jenis

makanan, jumlah energi, jumlah protein dan frekuensi makan) terhadap status gizi

pada bayi 6-12 bulan, dilakukan uji regresi logistik untuk mengetahui variabel yang

paling berpengaruh terhadap status gizi bayi, dengan hasil uji sebagai berikut.

Tabel 4.17 Hasil Uji Regresi Logistik Pola Pemberian Makanan Pendamping
ASI (Jenis Makanan, Konsumsi Energi dan Protein serta Frekuensi
Konsumsi Makan) terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan

B P=value Exp (B)


Step 1(a) Jenis Makanan Tambahan 3,267 0,001 47,228
Jumlah Energi 4,346 0,000 71,395
Jumlah Protein 4,108 0,000 56,953
Frekuensi Konsumsi
3,655 0,003 46,706
Makanan
Constant 18,379 0,000 0,000
Overall Persentage = 92%

Universitas Sumatera Utara


Pada Tabel 4.17 yang disajikan diperoleh hasil uji regresi logistik berganda

varibel pola pemberian makanan pendamping ASI (jenis makanan, jumlah energi dan

protein dan frekuesi konsumsi makan memengaruhi status gizi pada bayi 6-12 bulan

di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.

Variabel jenis makanan tambahan diperoleh nilai p=0,001, β=3,267 dan Exp

(β)= 47,228 yang berarti jenis makanan tambahan yang diberikan kepada bayi berusia

6-12 bulan memengaruhi status gizi berpeluang 51,4 kali lebih baik bila dibandingkan

dengan pemberian jenis makanan tambahan yang tidak baik.

Selanjutnya variabel jumlah energi diperoleh nilai p = 0,000, β = 4,346 dan

Exp (β) = 71,395 berarti ibu yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayi

dengan jumlah energi sebesar (560 sampai dengan 800 kkal/hari) berpeluang 71,4

kali lebih baik bila dibandingkan ibu dengan bayi yang memiliki jumlah energi

kurang dari standar kebutuhan energi.

Selanjutnya variabel jumlah protein diperoleh nilai p = 0,000, β = 4,108 dan

Exp (β) = 56,953 berarti ibu yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayi

dengan jumlah protein (12 sampai dengan 15 gram/hari) berpeluang 57 kali lebih baik

bila dibandingkan ibu memberikan makanan dengan jumlah konsumsi protein kurang

dari standar kebutuhan protein.

Variabel frekuensi konsumsi makanan diperoleh nilai p = 0,003, β= 3,655 dan

Exp (β)= 46,706 berarti ibu yang memberikan makanan dengan frekuensi sesuai

dengan usia bayi berpeluang 49,6 kali lebih baik bila dibandingkan ibu yang

memberikan makanan dengan frekuensi tidak sesuai dengan usia bayi.

Universitas Sumatera Utara


Secara keseluruhan (uji secara serentak) dapat dijelaskan dari nilai overall

percentage yang ditunjukkan pada uji regresi logistik 92%, artinya jenis makanan

tambahan, jumlah energi, jumlah protein dan frekuensi konsumsi makanan mampu

menjelaskan pola konsumsi makanan bayi sebesar 92% dan selebihnya dipengaruhi

oleh variabel atau faktor lain yang tidak diteliti seperti pengetahuan dan adat istiadat.

Persamaan regresi logistik dapat ditentukan :

Ŷ= 1
1 + e –( 18,379 + 3,267X1 + 4,346X2 + 4,108X3 + 3,655X4)

Pi
Log = Y = 18,655 + 3,267 (jenis makanan) + 3,267 (jumlah energi)
1=Pi + 4,346 (jumlah protein) + 3,655 (frekuensi makanan) + μ

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Jenis Makanan dengan Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di
Kecamatan Medan Amplas

Berdasarkan uji regresi logistik terdapat pengaruh yang signifikan antara jenis

makanan terhadap status gizi bayi dengan nilai p=0.001 < 0,05. Sesuai penelitian

Rahmani (1999) ibu di kelurahan Gunung Sitoli Kabupaten Nias memberikan bubur

tepung beras atau bubur formula kepada bayi sebagai MP-ASI, namun masih

ditemukan 20,7% anak yang status gizinya tidak baik, hal ini juga disebabkan oleh

karena mutu MP-ASI yang diberikan masih kurang memadai.

Demikian juga dengan hasil di lapangan keragaman makanan yang diberikan

kepada bayi cenderung lebih banyak pada usia 10-12 bulan. Ini berkatian dengan bayi

usia 10-12 bulan sudah mengenal rasa makanan dan kemampuan alat cerna makanan

bayi dalam mencerna makanan tambahan sudah lebih baik.

Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan mikronutrien

(terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan folat), bersih dan aman,

tidak terlalu pedas atau asin, mudah dimakan oleh anak, disukai anak, harga

terjangkau dan mudah disiapkan (Depkes RI, 2006). Seperti tertuang dalam Depkes

RI (2006), bahwa seorang anak akan tumbuh sehat dan normal dipengaruhi oleh

pemberian gizi yang cukup dan seimbang dengan kebutuhan tubuhnya sehingga daya

tahan tubuhnya baik serta terhindari dari penyakit. Sebaliknya bila dalam keadaan

gizi tidak seimbang pertumbuhan seorang anak akan terganggu dalam waktu singkat

Universitas Sumatera Utara


terjadi perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu makan, sakit diare

dan infeksi saluran pernafasan atau karena kurangnya makanan yang dikonsumsi.

Hasil penelitian didapat bahwa jenis atau keragaman MP-ASI yang diberikan

kepada bayi masih kurang memadai, hal ini dapat disebabkan kurangnya pengetahuan

ibu dalam mengolah keaneka ragaman makanan. Makanan MP-ASI yang diberikan

kepada bayi cenderung hasil olahan ibu sendiri. Namun sebagian ibu juga

memberikan nasi bubur atau nasi keras dengan memberikan sumber zat gizi lain

terutama yang berasal bubur atau makanan pabrikan. Pendapat Krisnatri (2006)

menyatakan pengetahuan masyarakat yang rendah tentang jenis dan cara mengolah

makanan bayi akan mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi pada bayi karena

asupan gizi yang masuk ke tubuh bayi tidak seimbang dengan kebutuhan bayi, maka

menyebabkan pertumbuhannya semakin tidak normal.

Ibu-ibu yang berpendidikan rendah mempunyai pengetahuan kurang baik

tentang pola pemberian makanan pendamping ASI. Untuk meningkatkan

pengetahuan ibu, maka ibu diharapkan menggali sumber pengetahuan dari berbagai

sumber informasi melalui media-media dan sarana kesehatan serta aktif mengikuti

program posyandu untuk memahami tentang jenis atau bahan makanan yang bergizi

tinggi, murah dan mudah diperoleh di sekitar wilayah tempat tinggal serta pengolahan

makanan yang baik sehingga nilai gizi makanan tidak hilang.

Universitas Sumatera Utara


5.2. Pengaruh Konsumsi Energi Protein terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Berdasarkan uji regresi logistik terdapat pengaruh yang signifikan konsumsi

energi terhadap status gizi bayi dengan nilai p=0.000 < 0,05. Demikian juga

konsumsi protein berpengaruh terhadap status gizi bayi dengan nilai p=0.000 < 0,05.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Manalu (2008) bahwa pola makan anak di

Desa Paliip Kecamatan Silima Pungga-punga Kabupaten Dairi berhubungan status

gizi anak.

Hasil di lapangan menunjukkan bahwa hasil pengukuran jumlah energi

protein pada bayi cenderung lebih baik pada usia 6-7 bulan karena pada usia itu, bayi

masih memperoleh ASI yang kaya akan energi protein dan sumber mineral lainnya.

Seperti yang tertuang dalam Kepmenkes RI (2007), dijelaskan bahwa

makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah kalori

atau energi (karbohidrat, protein, dan lemak), vitamin, mineral, dan serat untuk

pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga yang

terjangkau. Makanan haruslah bersih, aman, terhindari dari pencemaran

mikroorganisme dan logam, serta tidak kadaluarsa.

Mengacu pada teori tersebut, hasil penelitian juga ditemukan lebih banyak

bayi dengan kecukupan energi (<560 kkal/hari) kategori sedang (53%) dan juga

kecukupan protein (<12 gram/hari) kategori sedang menyebabkan status gizi bayi

normal. Hal ini disebabkan faktor jumlah anggota keluarga (anak) lebih banyak dapat

menyebabkan kecukupan energi dan protein yang diiperoleh bayi kurang optimal..

Universitas Sumatera Utara


Sesuai pendapat Almatsier (2004) bahwa keluarga yang mempunyai jumlah anak

banyak akan menimbulkan masalah gizi bagi keluarga jika penghasilan tidak

mencukupi kebutuhan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian, jika jumlah anggota

keluarga semakin banyak atau lebih banyak dari 2 orang maka pemberian makanan

pada bayi akan lebih sedikit.

5.3. Pengaruh Frekuensi Makanan terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Berdasarkan uji regresi logistik terdapat pengaruh yang signifikan antara

frekuensi makanan terhadap status gizi pada bayi 6-12 bulan dengan nilai

p= 0.003<0,05. Sesuai pendapat Suhardjo (1996) bahwa pola konsumsi makanan bayi

dan keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan pendapatan yang diperoleh keluarga.

Kemampuan ibu untuk menerapkan pengetahuan gizi dalam frekuensi pangan dan

pengembangan cara pemanfaatan pangan yang sesuai bagi bayi dan keluarga untuk

penyusunan pola makan. Bahan makanan yang baik adalah memiliki nilai gizi yang

tinggi dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Hasil di lapangan bahwa

frekuensi pemberian makanan pada bayi cenderung lebih baik pada usia 10-12 tahun

bulan karena pada usia ini, bayi lebih sering mengonsumsi makanan tambahan dan

juga disebabkan aktivitasnya lebih banyak sehingga bayi lebih banyak memerlukan

keragaman makanan.

Pada penelitian ini, mayoritas penghasilan per bulan keluarga dibawah

Rp. 1,035,000 yaitu 59%, kondisi ini memungkinkan frekuensi pemberian MP-ASI

belum sesuai dengan usianya. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Berg

(1986) yang mengatakan bahwa pendapatan keluarga merupakan faktor tidak

Universitas Sumatera Utara


langsung yang memengaruhi status gizi, karena dengan pendapatan akan

meningkatkan daya beli dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Demikian juga

halnya penghasilan keluarga >Rp. 1,035,000 juta memengaruhi status gizi baik

5.4. Pengaruh Usia Pemberian MP-ASI terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas

Ibu yang memberikan MP-ASI pada usia≥ 6 bulan dikategorikan baik ,

mempunyai status gizi normal 30 orang (83,3%). Sementara 64 orang memberikan

makanan MP-ASI < 6 bulan dikategorikan tidak baik, mempunyai status gizi normal

56 orang (87,5%). Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.563 > 0,05. Hal

ini berarti tidak terdapat hubungan usia pertama kali diberi makan dengan status gizi

pada bayi 6-12 bulan sehingga variabel ini tidak diikutkan dalam uji regresi logistik

berganda.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2002) menyatakan bahwa

persentase ibu yang memberikan makanan tambahan terlalu dini kepada bayi usia 2-3

bulan sebanyak (32%) dan bayi 4-5 bulan sebanyak (69%) di Indonesia. Sejalan

dengan hal ini, hasil penelitian Padang (2007) menyatakan bahwa sebesar 52,15%

bayi sudah mendapat makanan tambahan di bawah usia enam bulan di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Makanan pendamping ASI yang diberikan kepada bayi belum sesuai dengan

anjuran kesehatan. Bayi usia kurang dari 6 bulan sudah diberikan makanan padat

(87,5%), tetapi status gizi balita cenderung baik atau normal. Hal ini disebabkan

pemberian makanan padat bagi bayi usia di bawah 6 bulan memiliki efek samping

Universitas Sumatera Utara


atau berdampak pada waktu yang lama, sehingga usia pertama kali pemberian MP-

ASI tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi. Hal senada diungkapkan (Pudjiadi,

2000) bahwa risiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam

bulan berbahaya karena pemberian makanan yang terlalu dini dapat menimbulkan

solute load hingga dapat menimbulkan hyperosmolality, kenaikkan berat badan yang

terlalu cepat dapat menyebabkan obesitas, alergi terhadap salah satu zat gizi yang

terdapat dalam makanan yang diberikan pada bayi. Namun demikian risiko

pemberian MP-ASI pada bayi usia di bawah 6 bulan dapat diketahui dampaknya

dalam jangka waktu yang lama.

5.5. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menemukan beberapa hambatan

adalah variabel yang diteliti masih belum mencakup variabel penunjang lainnya

seperti ekonomi, budaya, pengetahuan, pendidikan dan karakteristik keluarga.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Jenis makanan pendamping ASI berpengaruh terhadap status gizi bayi, dimana

bayi yang diberikan makanan tambahan sesuai usianya memiliki status gizi lebih

baik dari pada bayi yang diberikan makanan tambahan yang tidak sesuai dengan

usianya.

2. Jumlah konsumsi energi dan protein berpengaruh terhadap status gizi bayi,

dimana bayi yang diberikan makanan dengan konsumsi energi dan protein yang

baik cenderung memiliki status gizi bayi lebih baik.

3. Frekuensi pemberian MP-ASI berpengaruh terhadap status gizi bayi, dimana

frekuensi pemberian yang sesuai dengan usia bayi memiliki status gizi lebih baik

dari pada frekuensi makan yang tidak sesuai usia bayi.

4. Usia pertama kali pemberian MP-ASI tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi,

dimana bayi usia kurang dari 6 bulan sudah diberikan makanan padat, tetapi status

gizi bayi cenderung baik atau normal.

5. Seluruh variabel pola pemberian makanan pada bayi (jenis, konsumsi energi dan

protein serta frekuensi konsumsi) berpengaruh terhadap status gizi bayi dengan

kontribusi sebesar 92% dan sisanya 8% merupakan faktor lain seperti

pengetahuan dan adat istiadat yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.

Variabel jumlah energi dominan memengaruhi status gizi bayi usia 6-12 bulan.

Universitas Sumatera Utara


6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka perlu disarankan kepada :

1. Dinas Kesehatan Kota Medan dan instansi terkait terus menggalakkan program

ASI Ekslusif sehingga pemberian makanan tambahan yang diberikan kepada bayi

tidak terlalu dini.

2. Petugas kesehatan memberikan penyuluhan secara kontinu di posyandu setiap

bulannya tentang pola makan tambahan bayi usia 8-12 bulan antara lain jenis,

konsumsi energi protein dan frekuensi makan yang bergizi, murah dan mudah

diperoleh di lingkungan sekitarnya serta mengolah keaneka ragaman makanan

yang baik kepada bayi sehingga nilai gizinya tidak hilang.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Albar, H, 2007. Makanan Pendamping ASI, Cermin Dunia Kedokteran, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin, Sulawesi
Selatan

Almatsier,S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. Gramedia

Ariani,2008. Makanan pendamping ASI (MP_ASI). Diakses 7 Juli 2008.


http//.parentingislami.wordpress.com

Arisman, 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Asdani Padang,2008. Analisa Faktor-faktor yang mempengaruhi Ibu dalam


Pemberian MP-ASI Dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2007, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Baso, M.2007 Study Longitudinal Pertumbuhan Bayi yang Diberi MP-ASI pabrik
(Blended Food) dan MP-ASI Non Pabrik (Lokal
Food). http://graduate.blogsome.com/2007/02/02/studi-longitudinal-
pertumbuhan-bayi-yang-diberi-mp-asi-pabrik-blended-food-danmp-asi-non
pabrik-local-food-3/

Baliwati, Y.F, Ali dan Dwiriani, C.M, 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar
Swadaya. Jakarta

Boedihardjo, S.D.(1994). Pemberian Makanan Untuk Bayi. Jakarta : Perinasia

DepKes RI, 2000. Pedoman Konseling Gizi, Direktorat Gizi Masyarakat,Jakarta

_________, 2004, Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan Makanan


Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Tahun 2004. Direktorat Jenderal Gizi
masyarakat, Jakarta

_________, 2006, Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Direktorat Jenderal Gizi masyarakat, Jakarta

_________, (2006). Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI),Direktorat Gizi


Masyarakat,Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat,Jakarta

Universitas Sumatera Utara


Herwin, 2004. Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyebab gizi kurang pada
anak Balita di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang Tahun 2003, Skripsi
Sarjana tidak diterbitkan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Husaini, M,2001. Makanan Bayi Bergizi. Cetakan VIII. Yogyakarta : Gajah Mada

Irawati,A, 2005. Stop MP-ASI Terlalu Dini , diakses tgl 12 Mei 2007
httpl/www.parenting.co.id.

Kartini., 2006. Pola makan di Indonesia, PT.Rineka Cipta, Jakarta

KepMenkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang


Spesifikasi Teknis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Dibuka
pada webside http//: skmenkes-spekmpasi-2007.pdf pada tanggal 22 April
2009

Krisnatuti, D. & Yenrina, R.(2000) Menyiapkan Makanan Pendamping ASI, Puspa


Swara, Jakarta.

Krisnatuti, D, 2006. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI, Puspa Swara, Jakarta.

Khomsan, A, 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta

Lily, Luluk, 2005. Resiko Pemberian MP-ASI Terlalu


Dini. http://wrm-
indonesia.org/content/view/647/,diakses 7 Juli 2008

Manalu,A. (2008). Pola Makan dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status
Gizi Balita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten
Dairi Tahun 2008. Tesis FKM USU.

Notoatmodjo, 2002. Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Pardosi, R (2009), Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi
Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas
SimalingkarnMedan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Pudjiadi, S.(2000). Sifat-sifat dan Kegunaan Pelbagai Jenis Formula Bayi dan
Makanan Padat yang Beredar di Indonesia. Jakarta: FKUI

Profil Dinas Kesehatan Kota Medan, Tahun 2009

Universitas Sumatera Utara


Profil Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, Tahun 2009

Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas,Tahun 2010

Roesli.U,2002. Mengenal ASI Eksklusif. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara,


Jakarta

________2005, Mengenal ASI Eksklusif.Trubus Agriwidya, Jakarta

Rosidah, D, 2004. Pemberian Makanan Tambahan.EGC.Jakarta

Safitri, N, (2007), Hubungan Pola Makan Ibu menyusui Dengan status Gizi Bayi desa
Bagok kecamatan Nurusalam Kabupaten Aceh Timur, Skripsi FKM USU
Medan

Satyanegara, S.(2004). Panduan Lengkap Perawatan Bayi dan Balita. Arcan .Jakarta

Suhardjo, 1986. Pangan Gizi dan Pertanian, Universitas Indonesia, Jakarta

Supariasa,dkk, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta

Sembiring T (2009). Ragam Pediatik Praktis. Medan : USU Press

Singgarimbun,M. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES : Jakarta.

Soekirman,2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta :Departemen Pendidikan


Nasional

Steven, P.,(2005). Perawatan Untuk Bayi dan Balita, Arcan Jakarta.

Pardosi, R. 2009, Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi usia
Kurang dari enam Bulan di kelurahan Mangga perumnas Simalingkar
Medan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

WHO, 2000. Pemberian Makanan Tambahan, Alih Bahasa : Lilian J, EGC, Jakarta

WHO, 2004. Pemberian Makanan Tambahan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,


Jakarta

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

KUESIONER
PENGARUH POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI
(MP-ASI) TERHADAP STATUS GIZI PADA BAYI 6-12 BULAN
DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS

I. IDENTITAS RESPONDEN

Identitas Orang Tua

1 Nama KK :

2 Nama Responden :

3 Umur :

4 Agama / Suku :

5. Jumlah Anak :

6. Pendidikan Terakhir :

7. Pekerjaan : a. Bekerja b. Tidak Bekerja

8. Penghasilan / Bulan : a < Rp 1.035.000,- b. > Rp 1.035.000,-

5 Alamat :

II. Identitas Bayi

1. Nama bayi :
2. Umur : (Bulan)
3. Berat Badan : Kg
4. Panjang Badan : cm
5. Jenis Kelamin : 1 . Laki-laki 2. Perempuan

6. Usia Pertama kali pemberian MP-ASI :

7. Jenis MP-ASI yang diberikan < 6 bulan :

73
Universitas Sumatera Utara
FORMULIR FOOD FREQUENCY

1. Nama :
2. No Responden :

Bentuk Frekuensi Konsumsi Makanan


Jenis Makanan Makanan 1x/ 2x/ 3x/ >3x 1x/ 2x/ Ket
hr hr hr /hr mgg mgg
Apakah jenis MP-ASI yang
diberikan :
a. MP-ASI Pabrikan
b. MP-ASI Dapur Ibu
c.Lain-lain
Bahan Makanan Pokok:
a. Beras
b. Ubi / Kentang
c. Tepung Terigu
d. Lain-lain
Lauk Pauk Hewani :
a. Ikan Segar
b. Telur
c. daging, Ayam
d. Lain-lain
Lauk Pauk Nabati :
a. Tempe
b. Tahu
c. Kacang-kacangan
d. Lain-lain
Sayuran :
a.Bayam
b. Wortel
c. Buncis
d. Lain-lain
Buah-buahan :
a. Pisang
b. Pepaya
c. Jeruk
d. Lain-lain
Lain-lain

Universitas Sumatera Utara


FORMULIR METODE RECALL 24 JAM

1. Nama :
2. No.Responden :

Bahan Makanan

Waktu Makan Nama Masakan Banyak nya


Jenis
URT gr

Pagi / Jam

Siang / jam

Malam / Jam

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5 Pengolahan Data

Karakteristik Ibu
Frequencies

Frequency Table

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <20tahun 3 3.0 3.0 3.0
20-35 tahun 84 84.0 84.0 87.0
> 35 tahun 13 13.0 13.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-35 tahun 84 84,0 84,0 84,0
< 20 tahun atau
16 16,0 16,0 100,0
> 35 tahun
Total 100 100,0 100,0

Agama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Islam 73 73,0 73,0 73,0
Kristen 27 27,0 27,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Jumlah anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ≤ 2 orang 64 64,0 64,0 64,0
> 2 orang 36 36,0 36,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 3 3,0 3,0 3,0
SMP 42 42,0 42,0 45,0
SMA 54 54,0 54,0 99,0
PT 1 1,0 1,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Pekerjaan Orang Tua

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak bekerja 46 46,0 46,0 46,0
Bekerja 54 54,0 54,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Penghasilan per Bulan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ≤ Rp, 1,035,000 59 59,0 59,0 59,0
> Rp, 1,035,000 41 41,0 41,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Crosstabs

Umur Bayi * Jenis Makanan Tambahan

Crosstab

Jenis Makanan Tambahan

Baik Tidak baik Total


Umur Bayi 6-8 tahun Count 37 14 51
% within Umur Bayi 72.5% 27.5% 100.0%
% of Total 37.0% 14.0% 51.0%
9-12 tahun Count 22 8 30
% within Umur Bayi 73.3% 26.7% 100.0%
% of Total 22.0% 8.0% 30.0%
3 Count 16 3 19
% within Umur Bayi 84.2% 15.8% 100.0%
% of Total 16.0% 3.0% 19.0%
Total Count 75 25 100
% within Umur Bayi 75.0% 25.0% 100.0%
% of Total 75.0% 25.0% 100.0%

Umur Bayi * Jumlah Energi Protein


Crosstab

Jumlah Energi Protein


Baik (>= 100% Sedang (80.01-
AKG) 99,99% AKG) Total
Umur Bayi 6-8 tahun Count 28 23 51
% within Umur Bayi 54.9% 45.1% 100.0%
% of Total 28.0% 23.0% 51.0%
9-12 tahun Count 10 20 30
% within Umur Bayi 33.3% 66.7% 100.0%
% of Total 10.0% 20.0% 30.0%
3 Count 9 10 19
% within Umur Bayi 47.4% 52.6% 100.0%
% of Total 9.0% 10.0% 19.0%
Total Count 47 53 100
% within Umur Bayi 47.0% 53.0% 100.0%
% of Total 47.0% 53.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Umur Bayi * Frekuensi Konsumsi Makan
Crosstab

Frekuensi Konsumsi Makan

Baik Tidak baik Total


Umur Bayi 6-7 tahun Count 42 9 51
% within Umur Bayi 82.4% 17.6% 100.0%
% of Total 42.0% 9.0% 51.0%
8-9 tahun Count 28 2 30
% within Umur Bayi 93.3% 6.7% 100.0%
% of Total 28.0% 2.0% 30.0%
10-12 tahun Count 18 1 19
% within Umur Bayi 94.7% 5.3% 100.0%
% of Total 18.0% 1.0% 19.0%
Total Count 88 12 100
% within Umur Bayi 88.0% 12.0% 100.0%
% of Total 88.0% 12.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Karakteristik Bayi
Frequencies

Frequency Table

Umur Bayi

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 6-7 bulan 51 51.0 51.0 51.0
8-9 bulan 30 30.0 30.0 81.0
10-12
19 19.0 19.0 100.0
bulan
Total 100 100.0 100.0

Berat Badan Bayi

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid < 7,5 kg 49 49,0 49,0 49,0
>= 7,5 kg 51 51,0 51,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Jenis Kelamin Bayi

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Perempuan 52 52,0 52,0 52,0
Laki-laki 48 48,0 48,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pola Pemberian MP-ASI
Frequencies

Frequency Table

Jenis Makanan Tambahan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 75 75,0 75,0 75,0
Tidak baik 25 25,0 25,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Konsumsi Energi

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 47 47,0 47,0 47,0
Sedang 53 53,0 53,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Konsumsi Protein

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 49 49,0 49,0 49,0
Sedang 51 51,0 51,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Frekuensi Konsumsi Makan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 88 88,0 88,0 88,0
Tidak baik 12 12,0 12,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Usia Pertama Kali diberi Makan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik (>= 6 bulan) 36 36,0 36,0 36,0
Tidak baik (<6
64 64,0 64,0 100,0
bulan)
Total 100 100,0 100,0

Jenis Pemberian Makanan pada bayi usia < 6 bulan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pabrikan 24 37.5 37.5 37.5
MP-ASI Rumah 40 62.5 62.5 100.0
Total 64 100.0 100.0

Status Gizi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal 86 86,0 86,0 86,0
Kurang 14 14,0 14,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia Pertama Kali
diberi Makan * Status 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Gizi
Jenis Makanan
Tambahan * Status 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Gizi
Jumlah Makanan *
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Status Gizi
Frekuensi Konsumsi
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Makan * Status Gizi

Jenis Makanan Tambahan * Status Gizi


Crosstab

Status Gizi Total


Normal Kurang Normal
Jenis Makanan Tidak baik Count 15 10 25
Tambahan % within Jenis
60.0% 40.0% 100.0%
Makanan Tambahan
% of Total 15.0% 10.0% 25.0%
Baik Count 71 4 75
% within Jenis
94.7% 5.3% 100.0%
Makanan Tambahan
% of Total 71.0% 4.0% 75.0%
Total Count 86 14 100
% within Jenis
86.0% 14.0% 100.0%
Makanan Tambahan
% of Total 86.0% 14.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asymp. Exact Exact Point


Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1- Probabilit
Value df sided) sided) sided) y
Pearson Chi- 18.715(b
1 .000 .000 .000
Square )
Continuity
15.947 1 .000
Correction(a)
Likelihood Ratio 16.110 1 .000 .000 .000
Fisher's Exact
.000 .000
Test
Linear-by-Linear 18.528(c
1 .000 .000 .000 .000
Association )
N of Valid Cases 100
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.50.
c The standardized statistic is 4.304.

Konsumsi Energi * Status Gizi


Crosstab

Status Gizi Total


Normal Kurang
Konsum Sedang Count 41 12 53
si energi % within Jumlah
77.4% 22.6% 100.0%
Makanan
% of Total 41.0% 12.0% 53.0%
Baik Count 45 2 47
% within Jumlah
95.7% 4.3% 100.0%
Makanan
% of Total 45.0% 2.0% 47.0%
Total Count 86 14 100
% within Jumlah
86.0% 14.0% 100.0%
Makanan
% of Total 86.0% 14.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asymp. Exact Exact Point


Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1- Probabilit
Value df sided) sided) sided) y
Pearson Chi-
6.994(b) 1 .008 .009 .007
Square
Continuity
5.550 1 .018
Correction(a)
Likelihood Ratio 7.751 1 .005 .009 .007
Fisher's Exact
.009 .007
Test
Linear-by-Linear
6.924(c) 1 .009 .009 .007 .007
Association
N of Valid Cases 100
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.58.
c The standardized statistic is 2.631.

Konsumsi Protein * Status Gizi


Crosstab

Status Gizi Total


Normal Kurang
Konsum Sedang Count 40 11 51
si energi % within Jumlah
78.4% 21.6% 100.0%
Makanan
% of Total 40.0% 11.0% 41.0%
Baik Count 46 3 49
% within Jumlah
93.9% 6.1% 100.0%
Makanan
% of Total 46.0% 3.0% 49.0%
Total Count 86 14 100
% within Jumlah
86.0% 14.0% 100.0%
Makanan
% of Total 86.0% 14.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asymp. Exact Exact Point


Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1- Probabilit
Value df sided) sided) sided) y
Pearson Chi-
5.894(b) 1 .010 .011 .009
Square
Continuity
5.168 1 .024
Correction(a)
Likelihood Ratio 7.024 1 .007 .011 .009
Fisher's Exact
.011 .009
Test
Linear-by-Linear
6.377(c) 1 .010 .011 .009 .009
Association
N of Valid Cases 100
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.13.
c The standardized statistic is 2.254.

Frekuensi Konsumsi Makan * Status Gizi


Crosstab

Status Gizi Total


Normal Kurang Normal
Frekuensi Konsumsi Tidak Count
5 7 12
Makan baik
% within
Frekuensi 41.7% 58.3% 100.0%
Konsumsi Makan
% of Total 5.0% 7.0% 12.0%
Baik Count 81 7 88
% within
Frekuensi 92.0% 8.0% 100.0%
Konsumsi Makan
% of Total 81.0% 7.0% 88.0%
Total Count 86 14 100
% within
Frekuensi 86.0% 14.0% 100.0%
Konsumsi Makan
% of Total 86.0% 14.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asymp. Exact Exact Point


Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1- Probabilit
Value df sided) sided) sided) y
Pearson Chi- 22.260(b
1 .000 .000 .000
Square )
Continuity
18.273 1 .000
Correction(a)
Likelihood Ratio 15.824 1 .000 .000 .000
Fisher's Exact
.000 .000
Test
Linear-by-Linear 22.038(c
1 .000 .000 .000 .000
Association )
N of Valid Cases 100
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.68.
c The standardized statistic is 4.694.

Usia Pertama Kali diberi Makan * Status Gizi

Crosstab

Status Gizi Total


Normal Kurang Normal
Usia Pertama Kali Tidak baik (< 6 bulan) Count 56 8 64
diberi Makan % within Usia Pertama
Kali diberi Makan 87.5% 12.5% 100.0%
% of Total 56.0% 8.0% 64.0%
Baik (>= 6 bulan) Count 30 6 36
% within Usia Pertama
Kali diberi Makan 83.3% 16.7% 100.0%
% of Total 30.0% 6.0% 36.0%
Total Count 86 14 100
% within Usia Pertama
Kali diberi Makan 86.0% 14.0% 100.0%
% of Total 86.0% 14.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asymp. Exact Exact Point


Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1- Probabilit
Value df sided) sided) sided) y
Pearson Chi-
.332(b) 1 .564 .765 .384
Square
Continuity
.076 1 .782
Correction(a)
Likelihood Ratio .326 1 .568 .765 .384
Fisher's Exact
.563 .384
Test
Linear-by-Linear
.329(c) 1 .566 .765 .384 .195
Association
N of Valid Cases 100
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.04.
c The standardized statistic is -.574.

Universitas Sumatera Utara


Logistic Regression
Case Processing Summary

Unweighted Cases(a) N Percent


Selected Cases Included in Analysis 100 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 100 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 100 100.0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


Normal 0
Kurang 1

Block 0: Beginning Block


Classification Table(a,b)

Observed Predicted

Status Gizi
Percentage
Normal Kurang Correct
Step 0 Status Gizi Normal 86 0 100.0
Kurang 14 0 .0
Overall Percentage 86.0
a Constant is included in the model.
b The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Constant -1.815 .287 39.347 1 .000 .153

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step 0 Variables Jenis_Makanan_Tambahan 23.817 1 .000
Jumlah_Energi_Protein 10.516 1 .000
Jumlah_ Protein 9.784 1 .000
Frekuensi_KonsumI_Makan
an 12.657 1 .000
Overall Statistics 44.642 3 .000

Universitas Sumatera Utara


Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 45.872 4 .000
Block 45.872 4 .000
Model 45.872 4 .000

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke R


Step likelihood R Square Square
1 32.541(a) .394 .754
a Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Table(a)

Observed Predicted

Status Gizi
Percentage
Normal Kurang Correct
Step 1 Status Gizi Normal 79 7 91.9
Kurang 2 12 85.7
Overall Percentage 92.5
a The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step Jenis_Makanan_Tambahan 3.267 1.083 10.886 1 .001 47.228
1(a) Konsumsi_Energi 4.346 1.485 6.392 1 .000 71.395
Konsumsi _ Protein 4.108 1.376 5.550 1 .000 56.953
Frekuensi_KonsumsI_Mak
an 3.655 1.130 8.574 1 .003 46.706
Constant 18.379 5.442 12.041 1 .000 .000
a Variable(s) entered on step 1: Jenis_Makanan_Tambahan, Konsumsi _Energi, Konsumsi _Protein,
Frekuensi_KonsumsI_Makan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai