Anda di halaman 1dari 11

RESUME KONSEP FLORENCE NIGHTINGLE DAN

CALISTA ROY

Dosen Pengampuh :
Ns. Armina, S.Kep

Dibuat Oleh :
Asni Yastuti (202022062)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAITURRAHIM JAMBI
TAHUN AJARAN 2020/ 2021
Resume Konsep Florence Nightingle dan Calista Roy

A. Konsep Model Florence Nightingle


Florence Nightingale lahir tanggal 12 Mei 1820 di Florence, Italia, dalam
suatu perjalanan panjang keliling Eropa. Nama depannya, Florence merujuk
kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam
bahasa Inggris. Florence Nightingale memiliki seorang kakak perempuan
bernama Parthenope. anak pertama, lahir di Napoli, Yunani. Beliau adalah
seorang anak bangsawan Inggris yang kaya, beradab dan bercita-cita tinggi
yang bernama William Edward Nightingale.
Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah
milik ayahnya, William Edward Nightingale yang merupakan seorang tuan
tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah
keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang.
Pendidikan didapat dari ayahnya, ia belajar bermacam-macam bahasa yaitu
bahasa Latin, Yunani, Perancis, dan lain-lain. Ia senang memelihara binatang
yang sakit, selain itu ia senang bersama ibunya mengunjungi orang miskin
yang sakit serta rajin beribadah.
Pada masa remaja mulai terlihat perilaku Florence dan kakaknya yang
kontras, Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang
tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan
aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence
sendiri lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang
membutuhkan. Pada suatu ketika, pada saat Florence berdoa dengan hikmat ia
mendengar suara Tuhan bahwa dalam hidupnya menanti sebuah tugas, saat
itu usianya tujuh belas tahun. Akhirnya Pada tanggal 7 Februari 1837 dia
menulis di buku hariannya tentang pengalamannya itu dengan judul “Tuhan
berbicara kepadaku dan memanggilku untuk melayani-Nya. Tetapi pelayanan
apa?”
Dia menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita
bukan karena status sosial keluarganya yang kaya tetapi merasa bersemangat
disaat ia merawat keluarga-keluarga miskin yang hidup di gubuk gubuk
sekitar rumah keluarganya serta ia sangat gemar mengunjungi pasien-pasien
di berbagai klinik dan rumah sakit.
Sebagai keluarga yang berasal dari kalangan mapan, keinginan Florence
untuk berkarier sebagai perawat mendapat tantangan keras. Ibu dan kakaknya
sangat keberatan dengan jalur yang hendak ditempuh Florence. Sedangkan
ayahnya, meski mendukung kegiatan kemanusiaan yang dilakukan putrinya
ini, juga tidak ingin Florence menjadi perawat.
Pada masa itu, pekerjaan sebagai perawat memang dianggap pekerjaan
yang hina, alasannya: Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau
“buntut” (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti ke mana tentara
pergi. Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam
keadaan terbuka sehingga profesi ini dianggap sebagai profesi yang kurang
sopan untuk wanita baik-baik, selain itu banyak pasien memperlakukan
wanita yang tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak
senonoh. Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada
perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas. Perawat masa itu lebih
sering berfungsi sebagai tukang masak.
Namun hasrat Florence adalah tetap menjadi perawat. Ketika berumur 20
tahun ia meminta ijin kepada orang tuanya untuk memasuki rumah sakit dan
mempelajari keperawatan, tetapi orang tuanya tetap tidak mengijinkan karena
rumah sakit pada saat itu keadaannya sangat memprihatinkan. Walaupun
dilarang, semangat Florence untuk menjadi perawat tidak pupus.
Pada suatu saat neneknya sakit, disinilah ia mendapat kesempatan untuk
merawatnya sampai neneknya meninggal. Dengan pengalaman tersebut
bertambahlah pengalaman Florence dalam merawat orang sakit. Florence
berpendapat bahwa ia perlu menuntut ilmu agar dapat menjalankan pekerjaan
perawat dengan baik. Pendapatnya yang lain adalah dengan menolong sesama
manusia berarti pula mengabdikan diri kepada Tuhan.
Dia bertanya kepada seorang dokter tamu dari Amerika, Dr. Samuel
Howe, “Apakah pantas bagi seorang gadis Inggris mencurahkan hidupnya
untuk menjadi seorang perawat?” Dr. Samuel Howe menjawab, “Di Inggris,
semua yang tidak biasa dianggap tidak layak. Tetapi bukanlah sesuatu yang
tidak mungkin terjadi atau tidak wajar bagi seorang wanita terhormat bila
melakukan suatu pekerjaan yang membawa kebaikan bagi orang lain.”
Florence sering bertanya-tanya, mengapa gereja Protestan tidak seperti
Catholic Sisters of Charity suatu jalan bagi para wanita untuk mencurahkan
hidupnya dengan melayani orang lain. Dr. Howe menceritakan kepadanya
tentang Kaiserworth di Jerman, didirikan oleh Pendeta Theodor Fliedner.
Tempat itu mempunyai rumah sakit yang dilengkapi ratusan tempat tidur,
sekolah perawatan bayi, sebuah penjara berpenghuni dua belas orang, sebuah
rumah sakit jiwa untuk para yatim, sekolah untuk melatih para guru, dan
sekolah pelatihan untuk para perawat disertai ratusan diaken. Setiap kegiatan
selalu diikuti dengan doa, dengan semangat tinggi Florence menanggapi
cerita Dr. Howe bahwa Kaiserworth adalah tujuannya.
Pada bulan Juli 1850, di usianya yang ke-30, akhirnya Florence pergi ke
Kaiserworth di Jerman. Setahun kemudian, dia pulang ke rumah dan tinggal
selama tiga bulan. Dia pulang dengan sikap baru. Sekarang dia tahu bahwa
dirinya harus membebaskan diri dari kehidupannya yang terkekang.
Tiga tahun kernudian, dia melaksanakan pekerjaan keperawatannya yang
pertama sebagai pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in
Distressed Circumstances. Dia memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke
dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner, seperti
pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien,
dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat dengan menekan
bel.
Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi sekte,
institusi tersebut menerima semua pasien dari semua denominasi dan agama.
Di sini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka
menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan
mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan tersebut dan
memberinya izin tertulis berbunyi;“rumah sakit akan menerima tidak saja
pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama lainnya, serta
memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka,
termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam” Komite Rumah Sakit pun
merubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.
Ternyata, Florence harus menanti cukup lama hingga ia bisa menjadi
seorang perawat, yaitu sekitar lima belas tahun. Waktu yang sedemikian ini
belakangan diyakini Florence sebagai kehendak Tuhan yang menyatakan
bahwa dirinya harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum terjun sebagai
seorang perawat.
Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam kontek
lingkungan secara keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan
psikologis dan lingkungan sosial.
1. Lingkungan fisik (physical enviroment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yan gberhubungan dengan
ventilasi dan udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan
fisik yang bersih yang selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia
berada didalam ruangan harus bebas dari debu, asap, bau-bauan.
Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara bersih, tidak
lembab, bebas dari bau-bauan. Lingkungan dibuat sedemikian rupa
sehingga memudahkan perawatan baik bagi orang lain maupun dirinya
sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus memberikan
memberikan keleluasaan pasien untuk beraktifitas. Tempat tidur harus
mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari kebisingan dan bau
limbah. Posiis pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian rupa supaya
mendapat ventilasi.
2. Lingkungan psikologi (psychologi enviroment)
F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat
menyebabkan stress fsiik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien.
Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya.
Mendapatkan sinar matahari, makanan yang menarik dan aktivitas
manual dapat merangsanag semua faktor untuk membantu pasien dalam
mempertahankan emosinya.
Komunikasi dengan p[asien dipandang dalam suatu konteks
lingkungan secara menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara
terburu-buru atau terputus-putus. Komunikasi tentang pasien yang
dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya dilakukan dilingkungan
pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien atau jauh
dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu
muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya.
Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkungna dimana dia berada
atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para pengunjung yang baik
dapat memberikan rasa nyaman.
3. Lingkungan sosial (social environment)
Observasi dari lingkungan sosial terutama huhbungan yang spesifik,
kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan keadaan
penyakit, sangat penting untuk pencegahan penyakit. Dengan demikian
setiap perawat harus menggunakan kemampuan observasi dalam
hubungan dengan kasus-kasus secara spesifik lebih dari sekedar data-data
yang ditunjukkan pasien pada umumnya.
Seperti juga hubungan komuniti dengan lingkungan sosial dugaannya
selalu dibicarakan dalam hubungna individu paien yaitu lingkungan
pasien secara menyeluruh tidak hanya meliputi lingkungan rumah atau
lingkungan rumah sakit tetapi juga keseluruhan komunitas yang
berpengaruh terhadap lingkungan secara khusus.
Hubungan teori Florence Nightingale dengan beberapa konsep :
1. Hubungan teori Florence Nightingale dengan konsep keperawatan :
a) Individu / manusia
Memiliki kemampuan besar untuk perbaikan kondisinya dalam
menghadapi penyakit.
b) Keperawatan
Berrtujuan membawa / mengantar individu pada kondisi terbaik
untuk dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk
mempengaruhi lingkungan.
c) Sehat / sakit
Fokus pada perbaikan untuk sehat.
d) Masyarakaat / lingkungan
Melibatkan kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan
dan perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhuu, bau,
suara dan cahaya.
2. Hubungan teori Florence Nightingale dengan proses keperawatan
a) Pengkajian / pengumpulan data
Data pengkajian Florence N lebih menitik beratkan pada
kondisi lingkungan (lingkungan fisik, psikhis dan sosial).
b) Analisa data
Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan
mental yang berkaitan dengan kondisi klien yang berhubungan
dengan lingkungan keseluruhan.
c) Masalah
Difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungan
misalnya :
1) Kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan
2) Ventilasi
3) Pembuangan sampah
4) Pencemaran lingkungan
5) Komunikasi sosial, dll
d) Diagnosa keperawatan
Berrbagai maslah klien yang berhubungan dengan lingkungan
antara lain :
1) Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektivitas
asuhan.
2) Penyesuaian terhadap lingkungan.
3) Pengaruh stressor lingkungan terhadap efektivitas asuhan.
e) Inplementasi
Upaya dasar merubah / mempengaruhi lingkungan yang
memungkinkan terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang
mempengaruhi kehidupan, perrtumbuhan dan perkembangan
individu.
f) Evaluasi
Mengobservasi dampak perubahan lingkungan terhadap
kesehatan individu.
3. Hubungan teori Florencen Nightingale dengan teori-teori lain :
a) Teori adaptasi
Adaptasi menunjukkan penyesuaian diri terhadap kekuatan
yang melawannya. Kekuatan dipandang dalam konteks
lingkungan menyeluruh yang ada pada dirinya sendiri. Berrhasil
tidaknya respon adapatsi seseorang dapat dilihat dengan tinjauan
lingkungan yang dijelaskan Florence N.
Kemampuan diri sendiri yang alami dapat bertindak
sebagai pengaruh dari lingkungannya berperanpenting pada
setiap individu dalam berespon adaptif atau mal adaptif.
b) Teori kebutuhan
Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan
teori Florence N, sebagai conoth kebuuthan oksigen dapat
dipandang sebagai udara segar, ventilasi dan
kebutuhanlingkungan yang aman berhubungan dengan saluran
yang baik dan air yang bersih. Teori kebutuhan menekankan
bagaimana hubungan kebutuhan yang berhubungan dengan
kemampuan manusia dalam mempertahankan hidupnya.
c) Teori stress
Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam
lingkungan, yang harus ditangani. Stress dapat positip atau
negative tergantung pada hasil akhir. Stress dapat mendorong
individu untuk mengambil tindakan positip dalam mencapai
keinginan atau kebutuhan.
Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika stress begitu
kuat sehingga individu tidak dapat mengatasi. Florence N,
menekankan penempatan pasien dalamlingkungan yang
optimum sehingga akan menimumkan efek stressor, misalnya
tempat yang gaduh, membangunkan pasien dengan tiba-tiba,
,semuanya itu dipandang sebagai suatu stressor yang negatif.
Jumlah dan lamanya stressor juga mempunyai pengaruh kuat
pada kemampuan koping individu.

B. Konsep Model Calista Roy


Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet.
Roy dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy
menerima Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys
College dan Magister Saint in Pediatric Nursing pada tahun 1966 di
University of California Los Angeles. Roy memulai pekerjaan dengan teori
adaptasi keperawatan pada tahun 1964 ketika dia lulus dari University of
California Los Angeles. Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson,
Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah model konsep keperawatan.
Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang
sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy
menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964) seorang ahli fisiologis –
psikologis. Untuk memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen
mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai
tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat adaptasi
dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli, konsektual
stimuli dan residual stimuli.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan
pandangan terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-
konsep tersebut, Roy juga mengadaptasi nilai “ Humanisme” dalam model
konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk menggali keyakinan
dan nilai dari manusia. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah
keyakinan, terhadap kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat
kesehatan.
Secara filosofi Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan, dan nilai
kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah membantu perkembangan
kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manausia dan spirit.
Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model
adaptasi keperawatan.
Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi keperawatan
adalah : (1) manusia; (2) Lingkungan; (3) kesehatan; (4) keperawatan. Unsur
keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujua keperawatan dan aktivitas
keperawatan, juga termasuk dalam elememn penting pada konsep adaptasi.
1. Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif.
Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistik
sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, control, output, dan proses
umpan balik. Proses kontrol adalah mekanisme koping yang
dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik manusia di
definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan
regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara adaptasi
yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai
suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami
kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif
manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi
manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit
fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk
beberapa tujuan. Sebagai suatu sistem manusia juga dapat digambarkan
dengan istilah input, proses kontrol dan umpan balik serta output.
Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan
menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri
individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk variable satandar yang
berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar
ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan
mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan
usaha-usaha yang biasanya dilakukan.
Proses kontrol manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah
mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator
dan subsistem kognator. Regulator dan kognator adalah digambarkan
sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi
yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
a) Manusia didefinisikan sebagai penerima asuhan keperawatan.
Manusia sebagai sistem hidup yang berada dalam interaksi yang
konstan dengan lingkungan ditandai oleh perubahan-perubahan
internal maupun eksternal.
b) Perubahan-perubahan tersebut mengharuskan manusia
mempertahankan integritasnya, yaitu adaptasi terus menerus.
c) Roy mengidentifikasikan unit sebagai stimulus. Stimulus adalah
unit dari informasi materi atau energi dari lingkungan atau dirinya
sebagai respon. Seiring dengan stimulus, tingkat adaptasi adalah
jangkauan stimulus manusia yang dapat mengadaptasi responnya
dengan usaha yang wajar.
d) Tingkat adaptasi dan sistem manusia dipengaruhi oleh
pertumbuhan individu dan pemakaian dari mekanisme koping.
e) Roy mengkategorikan hasil sistem sebagai respon adaptif dan
inefektif.
f) Respon adaptif adalah semua yang mengacu pada integritas
manusia yaitu semua tingkah laku yang tampak ketika manusia
dapat mengerti tentang tujuan hidup, tumbuh, produksi dan
kekuasaan.
g) Respon inefektif tidak mendukung tujuan tersebut.
h) Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan
proses pengendalian manusia sebagai sistem adaptasi.
Efektor dijelaskan oleh Roy sebagai berikut :
Model adaptasi fisiologi terdiri dari :
a) Oksigenasi
b) Nutrisi
c) Eliminasi
d) Aktifitas dan istirahat
e) Sensori
f) Cairan dan elektrolit
g) Integritas kulit
h) Fungsi saraf
i) Fungsi endokrin.
2. Keperawatan
Roy mengidentifikasikan tujuan dari keperawatan sebagai
peningkatan dari proses adaptasi. Tingkat adaptasi ditentukan oleh
besarnya rangsang baik fokal, konstektual maupun residual. Aktivitas
perawatan direncanakan model sebagai peningkatan respon adaptasi atas
situasi sehat atau sakit. Sebagai batasan adalah pendekatan yang
merupakan aksi perawat untuk memanipulasi stimuli fokal, konstektual
dan residual yang menyimpang pada manusia.
Rangsang fokal dapat diubah dan perawat dapat meningkatkan
respon adaptasi dengan memanipulasi rangsangan konstektual dan
residual. Perawat dapat mengantisipasi kemungkinan respon sekunder
yang tidak efektif pada rangsang yang sama pada keadaan tertentu.
Perawat juga dapat menyiapkan manusia untuk diantisipasi dengan
memperkuat regulator kognator dan mekanisme koping.
3. Kesehatan
Roy mengidentifikasikan sebagai status dan proses keadaan yang
digabungkan dari manusia yang diekspresikan sebagai kemampuan untuk
menentukan tujuan, hidup, berkembang, tumbuh, memproduksi dan
memimpin.
4. Lingkungan
Roy mengidentifikasikan keadaan lingkungan secara khusus yaitu
semua keadaan, kondisi dan pengaruh dari sekeliling dan perasaan
lingkungan serta tingkah laku individu dan kelompok.
DAFTAR PUSKATA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Soemowinoto. (2008). Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika.

Anda mungkin juga menyukai