PEMBAHASAN
Dalam menentukan atau memilih lokasi mengemis, pengemis memilih tempat yang
sudah pasti strategis dekat dengan jangkauan sirkulasi orang yang memilki cukup uang
tentunya dan pasti mereka setidaknya dapat mengenali orang orang yang darmawan agar mau
menyumbangkan sedikit uangnya. Lokasinya seperti depan tempat ATM, warung, SPBU,
Komplek perumahan, depan mall, dan lain lain. Dan tentu saja pengemis mempunyai taktik
tertentu untuk mengantipasi dari razia satpol pp ataupun trantip, mereka akan menyiapkan
lokasi alternatif sebagai cadangan yang telah disiapkan untuk berjaga-jaga.
Saat melakukan ‘misi’ nya pengemis ada yang berkelompok maupun individu.
Maksudnya berkelompok adalah mereka mempunyai semacam organisasi. Jadi ada seseorang
yang memimpin suatu organisasi tersebut. Memimpin dalam arti yaitu memberi pengarahan
serta pengalamannya selama menjadi pengemis.
Selain itu pengemis dalam bertutur kata memiliki rasa santun walaupun baju yang
mereka pakai compang-camping, tetapi tutur katanya sopan dan agak terlihat kurang mampu.
Maksudnya adalah supaya orang yang melihatnya menjadi iba. Setelah ada orang darmawan
yang menyumbangkan uangnya pengemis mengucapkan rasa terimakasih ada juga yang
membaca doa-doa kebaikan.
Bahkan ada pengemis yang mengemis lebih kepada miskin secara psikologis. Mereka
miskin secara psikologis lantaran sebenarnya mampu, tapi menjadikan kegiatan mengemis
sebagai mata pencaharian. Kebanyakan pengemis menganggap kalau meminta-minta
merupakan suatu perbuatan yang mulia dari pada mencuri. Mereka terus berada dalam
pemahaman itu, padahal keliru. Jelas-jelas tangan di atas lebih baik dari pada tangan di
bawah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kemiskinan
Istilah kemiskinan tentu sudah tidak asing lagi, tetapi jawaban atas pertanyaan apa itu
kemiskinan masih multi-interpretable. Secara sangat sederhana, Levitan mendefinisikan
kemiskinan sebagai suatu kondisi kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Sementara itu, Bappenas
merumuskan kemiskinan ini sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena
dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari oleh si miskin, serta tidak
dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Hal ini tercermin dalam lemahnya
kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil
produksi, rendahnya pendapatan dan terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya dan
terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.
Uraian tersebut secara simpikatif memperlihatkan dua cara pandang dalam menyoroti
fenomena kemiskinan. Pandangan pertama melihat kemiskinan sebagai suatu proses,
sedangkan pandangan kedua melihat kemiskinan sebagai suatu akibat atau fenomena di
dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem
masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil. Pandangan ini
melahirkan konsep tentang kemiskinan relatif yang sering dikenal dengan sebutan
kemiskinan struktural. Sebaliknya, pandangan tentang kemiskinan sebagai suatu fenomena
atau gejala dari suatu masyarakat melahirkan konsep kemiskinan absolut.
Walaupun secara sepintas ada perbedaan pandangan tentang definisi kemiskinan, tetapi
jika dikaji hubungan sebab akibat dari kemiskinan itu, maka dapat disimpulkan bahwa kedua
konsep tersebut tidak dapat dipisahkan. Jika di dalam suatu masyarakat terjadi ketidakadilan
dalam pembagian kekayaan, maka sebagian anggota masyarakat yang posisinya lemah akan
menerima bagian kekayaan terkecil. Kerena itu golongan yang lemah ini akan menjadi
miskin. Sebaliknya jika sebagian anggota masyarakat itu miskin, maka golongan ini akan
mempunyai posisi yang lemah dalam penentuan pembagian kekayaan di dalam masyarakat
tersebut. Secara diagramatis hubungan sebab akibat antara masyarakat yang lemah (secara
relatif) dan yang miskin (secara absolut).