Anda di halaman 1dari 20

HADIS TENTANG KONSUMSI

Oleh :

KELOMPOK 5

TITA TENAEDI (01183125)


ANDI LISA ARYANI HAMJAN (01183144)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah subehanahu wata’ala yang

telah memberikan kesehatan, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas mata kuliah Hadis-Hadis Ekonomi dengan tepat waktu.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah

wawasan pengetahuan kepada kita semua, terutama bagi kami. Makalah ini telah

kami susun dengan maksimal sehingga dapat mempermudah para pembaca.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Kami mohon

maaf yang jika ada kalimat atau kata-kata yang salah.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan

informasi dan menambah wawasan pengetahuan kepada kita semua.

Watampone, 10 November 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Rumusan masalah

C. Tujuan penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi konsumsi

B. Faktor-faktor konsumsi

C. Prinsip-prinsip konsumsi

D. Hadis-hadis tentang konsumsi

E. Etika muslim dalam berkonsumsi

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka

memenuhi kebutuhan. Dalam kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe

pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen muslim yaitu pengeluaran tipe

pertama dan pengeluaran tipe kedua. Pengeluaran tipe pertama adalah

pengeluaran yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan

duniawinya dan keluarga (pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

dunia namun memiliki efek pada pahala diakhirat). Pengeluaran tipe kedua adalah

pengeluaran yang dikeluarkan semata–mata bermotif mencari akhirat.

Konsumsi adalah suatu kegiatan manusia mengurangi atau menghabiskan

nilai guna suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan, baik secara

berangsur-angsur maupun sekaligus. Pihak yang melakukan konsumsi disebut

konsumen. Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap

perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh karena

itu, kegiatan ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi

manusia. Sebab, mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga

mengabaikan penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan.Dalam

sistem perekonomian, konsumsi memainkan peranan penting. Adanya konsumsi

akan mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan

menggerakkan roda-roda perekonomian.

Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong

untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat

untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan


menjadikan konsumsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan

pahala. Sebab hal-hal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat

pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah, seperti: makan, tidur dan bekerja, jika

dimaksudkan untuk menambah potensi dalam mengabdi kepada Ilahi. Dalam

ekonomi islam, konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang seorang muslim tidak

bisa mengabaikannya dalam merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah dalam

penciptaan manusia, yaitu merealisasikan pengabdian sepenuhnya hanya kepada-

Nya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah defenisi konsumsi?

2. Apa saja faktor-faktor konsumsi?

3. Apa saja prinsip-prinsip konsumsi?

4. Apa saja Hadis-hadis tentang konsumsi?

5. Bagaimana Etika muslim dalam berkonsumsi?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui defenisi konsumsi

2. Untuk mengetahui faktor-faktor konsumsi

3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip konsumsi

4. Untuk mengetahui hadis-hadis tentang konsumsi

5. Untuk mengetahui etika muslim dalam berkonsumsi


BAB II
PEMBAHASAN
1. Defenisi Konsumsi

Konsumsi menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemakaian

barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya) atau barang-

barang yang langsung memenuhi keperluan hidup kita.1

Secara sederhana, konsumsi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai

pemakaian barang untuk mencukupi suatu kebutuhan secara langsung. Konsumsi

juga diartikan dengan penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan

manusiawi (the use of goods and services in the satisfaction of human wants).

Menurut Samuelson konsumsi adalah kegiatan menghabiskan utility (nilai

guna) barang dan jasa. Barang meliputi barang tahan lama dan barang tidak tahan

lama. Barang konsumsi menurut kebutuhannya, yaitu: kebutuhan primer,

kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier. Atau konsumsi yaitu tindakan

manusia memakai dan menikmati guna barang ataupun jasa untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Sedangkan tujuan dari konsumsi yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup

secara langsung, penggunaan terhadap barang atau jasa diluar tujuan tersebut

tentunya tidak termasuk sebagai kegiatan konsumsi.

Konsumsi merupakan hal yang niscaya dalam kehidupan manusia, karena ia

membutuhkan berbagai konsumsi untuk mempertahankan hidupnya. Ia harus

makan untuk hidup, berpakaian untuk melindungi tubuhnya dari berbagai iklim

ekstrem, memiliki tempat untuk berteduh dan beristirahat serta menjaganya dari

berbagai gangguan fatal. Demikian juga, ia membutuhkan aneka peralatan untuk


1
https://kbbi.web.id/konsumsi
memudahkan menjalani kehidupannya. Seiring dengan perkembangan zaman

kebutuhan akan konsumsi semakin lama semakin berkembang sejalan dengan pola

dan gaya hidup manusia. Semakin maju peradaban manusia, semakin tinggi pula

kebutuhan mereka pada barang-barang yang akan dikonsumsi dengan beragam

jenisnya.2

2. Faktor- Faktor Konsumsi

a. Pendapatan

Berbicara mengenai faktor yang mempengaruhi konsumsi, pendapatan

adalah hal yang paling mempengaruhi. Karena semakin besar pendapatan

yang diterima oleh seseorang, maka akan semakin besar pula daya belinya.

Namun, sebaliknya jika pendapatan seseorang semakin kecil, maka akan

semakin kecil juga kemampuan membeli atau menggunakan jasanya. 

Selain itu pendapatan yang mungkin diterima di masa mendatang,

pendapatan tertinggi yang pernah dicapai pada masa lampau hingga tingkat

bunga juga termasuk di dalamnya. Untuk tingkat bunga ini khususnya mereka

yang mempercayai bahwa naiknya suku bunga dapat mendorong tabungan

dan mengurangi konsumsi. Padahal kenyataannya sebaliknya, naiknya tingkat

bunga tentu juga akan meningkatkan konsumsinya.

b. Harga Barang dan Jasa

Harga barang akan memiliki pengaruh terhadap besar kecilnya konsumsi

seseorang. Ya, apabila harga barang meningkat, biasanya mereka akan

memperkecil konsumsinya. Namun, apabila harga sedang turun sudah

pastinya mereka akan mengoptimalkannya dengan memperbesar

konsumsinya. 

2
Idri, Hadis Ekonomi, (Cet.II, Jakarta : Prenamedia Group , 2016), h.134-135.
Tetapi perubahan harga barang ini tidak berlaku untuk barang serta

kebutuhan pokok pada umumnya yang selalu dapat dibeli dalam jumlah yang

relatif tetap, walaupun harga mengalami perubahan.

c. Adat Istiadat dan Kebiasaan Konsumen

Di Indonesia adat istiadat dijunjung setinggi mungkin demi menghormati

para pendahulunya. Karena itu juga adat istiadat maupun kebiasaan ini sangat

berpengaruh terhadap seseorang. Seperti contohnya, salah satu adat istiadat

yang biasa dilakukan seperti untuk upacara ritual yang menggunakan bahan-

bahan makanan tentu akan sangat berpengaruh terhadap konsumsi.

Lalu, kebiasaan masyarakat yang sering melakukan pesta dan berkumpul

bersama-sama tentu tingkat konsumsinya akan meningkat dibandingkan

dengan mereka yang tidak memiliki kebiasaan tersebut. 

d. Barang Pengganti

Barang pengganti atau yang juga dikenal barang subtitusi ini juga akan

mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Apabila terdapat barang yang

dapat menggantikan fungsi suatu barang yang dibutuhkan seseorang dengan

harga yang lebih murah, maka barang tersebut dapat mempengaruhi tingkat

konsumsi seseorang. 

Contoh, makanan yang sudah memiliki franchise tentu memiliki harga

yang mahal sedangkan banyak makanan yang tidak jauh berbeda namun tidak

memiliki franchise harganya lebih murah, maka dari itu orang membeli

makanan yang lebih murah dengan rasa yang tidak jauh berbeda.

e. Jumlah Penduduk

Besar atau banyaknya jumlah penduduk, akan berpengaruh kepada

pengeluaran konsumsi dari suatu masyarakat. Suatu perekonomian yang

memiliki penduduknya lebih banyak, pengeluaran dari konsumsinya pun akan


lebih banyak dibandingkan dengan yang perekonomian yang jumlahnya

sedikit, meskipun pendapatan nasional dari kedua masyarakat tersebut sama

besarnya.

f. Banyaknya Barang yang Dikonsumsi

Pada umumnya pengeluaran dari masyarakat untuk konsumsi ini

dipengaruhi oleh banyak sedikitnya “Consumer Durable” dimana barang

konsumsi terpakai lama seperti halnya rumah, kendaraan, lemari es dan

sebagainya. Karena itu pengaruhnya kamu dapat mengurangi pengeluaran

konsumsi tersebut seperti dengan memiliki sebuah televisi, maka acara seperti

menonton bioskop dapat berkurang.

Lalu, menambah pengeluaran konsumsi misalnya dengan membeli sebuah

kendaraan dengan hal itu acara pergi keluar kota akan semakin sering.

Akibatnya pengeluaran bertambah besar untuk membeli bensin, oli, reparasi

dan sebagainya.

g. Dugaan Masyarakat Terhadap Perubahan Harga

Pada kenyataannya harga barang dan jasa tidaklah cukup stabil. Kalau

memang diperkirakan harga akan meningkat, maka masyarakat ada tendensi

untuk sesegera mungkin menggunakan uangnya untuk membeli barang serta

jasa sekalipun pendapatan masyarakat tersebut tidaklah berubah. Dengan

demikian fungsi dari konsumsi akan bergeser ke atas dan sebaliknya apabila

harga barang dan jasa diperkirakan akan turun.

h. Selera

Diantara orang-orang yang memiliki usia yang tidak jauh berbeda, namun

dengan pengeluaran konsumsinya berbeda, karena perbedaan dari sikap

penggunaan dari keuangannya dan selera masyarakat dalam berkonsumsi.

Apabila masyarakat memiliki selera yang menurun dalam konsumsi, maka


sudah pasti tingkat konsumsi juga akan menurun. Sebaliknya apabila selera

konsumsi masyarakat meningkat, maka akan meningkat pula juga

konsumsinya.

3. Prinsip-Prinsip Konsumsi

Salah satu pakar ekonomi muslim Muhammad Abdul Mannan

menawarkan lima prinsip konsumsi dalam Islam diantaranya:

a. Prinsip keadilan, mengandung pengertian bahwa dalam berkonsumsi tidak

boleh menimbulkan kedzaliman baik bagi individu yang bersangkutan

maupun bagi orang lain.

Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang adalah darah, daging

binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang, daging

binatang yang ketika disembelih diserukan nama selain nama Allah

dengan maksud dipersembahkan sebagai kurban untuk memuja berhala

atau tuhan-tuhan lain, dan persembahan bagi orang-orang yang dianggap

suci atau siapa pun selain Allah.

b. Prinsip kebersihan, mengandung makna yang sempit dan luas. Makna

yang sempit berarti barang dikonsumsi harus bersih dan sehat (bebas dari

penyakit) yang bisa diindera secara konkrit. Makna yang luas berarti harus

bersih dari larangan shara’.

c. Prinsip kesederhanaan, mengandung maksud sesuai dengan kebutuhan dan

tidak berlebih-lebihan karena hal ini merupakan pangkal dari kerusakan

dan kehancuran baik bagi individu maupun masyarakat. Seperti firman

Allah dalam Al-Quran surat al-A’raf: 31

“...Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih- lebihan.”


d. Prinsip kemurahan hati, mengandung maksud tindakan konsumsi

seseorang harus bersifat ikhlas dan bukan dipaksakan serta

mempertimbangkan aspek sosial seperti pemberian sedekah.

e. Aspek moralitas, mengandung arti bahwa perilaku konsumen muslim

harus tetap tunduk pada norma-norma yang berlaku dalam Islam yang

tercermin baik sebelum, sewaktu dan sesudah konsumsi.


4. Hadis-Hadis konsumsi

ٌ َ‫بَّه‬MM‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل ْال َحالَ ُل بَي ٌِّن َو ْال َح َرا ُم بَي ٌِّن َوبَ ْينَهُ َما َم َش‬
َ‫ات ال‬ َ ِ‫َرسُو َل هللا‬

ِ ْ‫ ِه َو ِعر‬Mِ‫تَب َْرأَ لِ ِدين‬M‫اس‬


‫ َع فِى‬Mَ‫ ِه َو َم ْن َوق‬M‫ض‬ ْ ‫ت‬ِ ‫بَّهَا‬M‫اس فَ َم ْن اتَّقَى ْال ُم َش‬
ِ َّ‫يَ ْعلَ ُمهَا َكثِي ٌر ِم ْن الن‬
‫ك ِح ًمى أَالَ إِ َّن‬
ٍ Mِ‫ك أَ ْن ي َُواقِ َعهُ أَالَ َوإِ َّن لِ ُك ِّل َمل‬
ُ ‫اع يَرْ عَى َحوْ َل ْال ِح َمى يُو ِش‬ ِ ‫ال ُّشبُهَا‬
ٍ ‫ت َك َر‬
‫ ُد‬M‫لَ َح ْال َج َس‬M‫ص‬
َ ‫ت‬ ْ ‫ ِد ُم‬M‫ار ُمهُ أَالَ َوإِ َّن فِي ْال َج َس‬
َ ‫ َغةً إِ َذا‬M‫ض‬
ْ ‫لَ َح‬M‫ص‬ ِ ْ‫ِح َمى هللاِ فِى أَر‬
ِ ‫ض ِه َم َح‬
. ُ‫َت فَ َس َد ْال َج َس ُد ُكلُّهُ أَالَ َو ِه َي ْالقَ ْلب‬
ْ ‫ُكلُّهُ َوإِ َذا فَ َسد‬

Artinya:

“Nabi SAW bersabda: “Halal itu jelas,haram juga jelas,di antara

keduanya adalah subhat,tidak banyak manusia yang mengetahui. Barang

siapa menjaga diri dari subhat, maka ia telah bebas untuk agama dan harga

dirinya,barang siapa yang terjerumus dalam subhat maka ia diibaratkan

pengembala disekitar tanah yang di larang yang dihawatirkan terjerumus.

Ingatlah sesungguhnya setiap pemimpin punya bumi larangan. Larangan

Allah adalah hal yang di haramkan oleh Allah, ingatlah bahwa

sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging jika baik maka baiklah

seluruhnya, jika jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah daging itu

adalah hati.”

Ibnu Katsir berkata, Allah menjelaskan tentang tidak ada Tuhan selain

Allah yang Maha Memberi kepada seluruh makhluknya. Dia kemudian

memberitahukan akan izin-Nya terhadap segala sesuatu (sumber daya) yang


ada di bumi untuk dimakan dengan syarat halal, selama tidak membahayakan

akal dan badan.

Halal yang murni, misalnya adalah buah-buahan, binatang sembelihan,

minuman sehat, pakaian dari kapas atau wol, pernikahan yang sah, warisan,

rampasan perang dan hadiah.

Haram yang murni misalnya bangkai, darah, babi, arak, pakaian sutra bagi

kaum lelaki, pernikahan sesama mahram, riba, hasil rampok dan curian.

Sementara diantara keduanya adalah syubhat. Syubhat adalah beberapa

masalah yang diperselisihkan hukumnya, seperti daging kuda, keledai,

biawak, minuman anggur yang memabukkan apabila banyak, pakaian kulit

binatang buas.

Kewajiban seorang hamba adalah menjauhi segala bentuk syubhat dan

syahwat (keinginan) yang diharamkan, membersihkan hati dan anggota

badannya dari segala hal yang dapat melenyapkan iman. Hal itu dilakukan

dengan memperbaiki hati dan anggota badannya sehingga akan semakin kuat

hatinya.

َ َّ‫ ُل إِال‬Mَ‫ا النَّاسُ إِ َّن هللاَ طَيِّبٌ الَ يَ ْقب‬MMَ‫لَّ َم أَيُّه‬M‫ ِه َو َس‬M‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي‬
َ‫ا َوإِ َّن هللا‬MMً‫طيِّب‬ َ ِ‫َرسُو َل هللا‬

ِ ‫ا‬MMَ‫وا ِم ْن الطَّيِّب‬MMُ‫أَ َم َر ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ بِ َما أَ َم َر بِ ِه ْال ُمرْ َسلِينَ فَقَا َل يَا أَيُّهَا الرُّ ُس ُل ُكل‬
‫وا‬MMُ‫ت َوا ْع َمل‬

ِ ‫صالِحًا إِنِّي بِ َما تَ ْع َملُونَ َعلِي ٌم َوقَا َل يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آمنُوا ُكلُوا ِم ْن طَيِّبَا‬
‫ا ُك ْم‬MMَ‫ت َما َرزَ ْقن‬ َ
َّ ‫ ِه إِلَى‬M ‫ ُّد يَ َد ْي‬M‫ َر يَ ُم‬M َ‫ث أَ ْغب‬
ِّ‫ا َرب‬MMَ‫ا َربِّ ي‬MMَ‫ َما ِء ي‬M ‫الس‬ َ ‫ َع‬M ‫فَ َر أَ ْش‬M ‫الس‬
َّ ‫ ُل‬M ‫ َل يُ ِطي‬M‫ثُ َّم َذ َك َرال َّر ُج‬

َ‫ي بِ ْال َح َر ِام فَأَنَّى يُ ْستَ َجابُ لِ َذلِك‬ ْ ‫َو َم‬


َ ‫ط َع ُمهُ َح َرا ٌم َو َم ْش َربُهُ َح َرا ٌم َو َم ْلبَ ُسهُ َح َرا ٌم َو ُغ ِذ‬
Artinya:

Nabi SAW bersabda: “wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak

menerima sesuatu kecuali yang baik. Ia memerintahkan pada orang-orang

yang beriman apa yang di perintahkan pada para utusan.”Kemudian baca


ayat “Wahai para utusan, makanlah dari yang baik dan beramAllah yang

baik, karena sesungguhnya kami mengetehui apa yang kalian kerjakan.”

Baca ayat lagi “makanlah sesuatu yang baik dari apa yang kami rezekikan

padamu.” Kemudian nabi menuturkan ada seorang laki-laki yang

bepergian jauh,rambutnya acak-acakan dan kotor. Dia menengadahkan

kedua tangannya ke atas seraya berdoa: ‘wahai tuhanku, wahai tuhanku’

sedang yang di makan dan yang di minum serta yang di pakai adalah berasal

dari yang haram, mana mungkin doanya diterima.”

Gizi dalam ajaran Islam, bukan sekedar mengharamkan makanan yang

berbahaya bagi kesehatan seperti bangkai, darah dan daging babi. Tetapi lebih

dari itu, Islam juga memperhatikan tentang kualitas bentuk makanan yang

dihidangkannya. Islam memberikan motivasi kepada umat Islam, agar

menyediakan menu-menu yang bermanfaat/bergizi, seperti daging binatang

darat dan daging binatang laut serta segala sesuatu yang dihasilkan bumi

seperti biji-bijian, buah-buahan, termasuk juga minum madu dan susu karena

nilai gizi yang tinggi.

Maksud Allah menekankan perintah pentingnya memakan makanan yang

bergizi disamping halal adalah karena untuk kebaikan manusia itu sendiri.

Makanan bergizi merupakan makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh

manusia untuk memperoleh kualitas kesehatan yang baik. Dan kesehatan

yang baik berarti sangat berpengaruh terhadap kualitas akal dan rohaninya.

Nabi muhammad saw bersabda dalam khotbahnya yang artinya “Dan untuk

badanmu ada haknya bagimu”.

ِ ‫ َّد ِم َونَهَى ع َْن ْال َو‬M ‫ب َوثَ َم ِن ال‬


‫ َم ِة‬MM‫اش‬ ِ ‫لَّ َم ع َْن ثَ َم ِن ْال َك ْل‬M ‫ ِه َو َس‬M ‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬M ‫ص‬
َ ِ‫و َل هللا‬M ‫َر ُس‬

َ ‫َو ْال َموْ ُشو َم ِة َوآ ِك ِل ال ِّربَا َو ُمو ِكلِ ِه َولَ َعنَ ْال ُم‬
.ُ‫ص ِّور‬
Artinya:

Nabi melarang hasil usaha dari anjing,darah,pentato dan yang di tato,

pemakan dan yang membayar riba,dan melaknat pembuat gambar.

Orang yang tidak takut kepada Allah, tentu tak peduli dari mana ia

mendapatkan harta dan bagaimana ia menggunakannya. Mereka tidak peduli

meskipun hartanya hasil dari pencurian, suap, kegiatan ribawi, atau gaji dari

pekerjaan haram. Padahal pada hari kiamat, ia akan ditanya tentang hartanya,

dari mana ia peroleh dan bagaimana menggunakannya. Di sana ia tentu akan

mengalami kerugian dan kehancuran besar.

Sementara orang-orang yang masuk dalam kegiatan riba tidak mengetahui

bahwa semua pihak yang berperan dalam kegiatan riba, baik yang secara

langsung terjun dalam kegiatan riba, perantara, atau para pembantu

kelancaran kegiatan riba adalah orang-orang yang dilaknat melalui lisan Nabi

Muhammad SAW.

َ ‫ آ ِك‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


‫ل‬MM َ ِ‫ لَ َعنَ َرسُوْ ُل هللا‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ‫ع َْن َجابِ ِر َر‬
.‫ هُ ْم َس َوا ٌء‬:‫ َوقَا َل‬.‫ال ِّربَا َو ُمؤَ ِّكلَهُ َو َكاتِبَهُ َو َشا ِه َد ْي ِه‬

Artinya:

Dari Jabir r.a. berkata, “Rasulullah SAW melaknat pemakan riba,

pemberi riba, penulis dan kedua orang yang menjadi saksi atasnya.” Ia

berkata, “mereka itu sama saja”. (HR. Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, maka setiap umat Islam tidak diperkenankan

bekerja sebagai sekretaris, petugas pembukuan, penerima uang nasabah,

nasabah, penyetor uang nasabah, satpam dan pekerjaan lainnya yang

mendukung kegiatan riba.


Pengharaman riba berlaku umum, tidak dikhususkan hanya antara sikaya

dan si miskin. Pengharaman itu berlaku untuk semua orang dan dalam semua

keadaan.

ِ ‫لَّ َم الر‬M‫ ِه َو َس‬M‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬M‫ص‬


‫ َي‬M‫َّاش‬ َ ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل لَ َعنَ َرسُو َل هللا‬
َ ِ‫َرسُو َل هللا‬
.‫َو ْال ُمرْ تَ ِش َي قَا َل يَ ِزي ُد لَ ْعنَةُ هللاِ َعلَى ال َّر ِشي َو ْال ُمرْ تَ ِشي‬

Artinya:

“ Nabi melaknat penyuap dan yang di suap, yazid menambah; Allah

melaknat penyuap dan yang di suap.”

Hendaklah seorang muslim sangat mewaspadai terjerumus dalam

perangkap suap, hadiah, atau penghormatan melalui jalur kerja. Orang yang

menyuap dan menerima suap itu akan diusir dari rahmat Allah yang luas. Hal

itu disebabkan oleh sejumlah uang yang tidak bernilai. Yakni, demi Allah

alangkah ruginya seperti ini. Sebagian dari sifat amanah adalah hendaknya

seorang manusia tidak memangku jabatan di mana dirinya ditunjuk untuk

mendudukinya guna mendatangkan keuntungan untuk dirinya atau keluarga

dekatnya. Sebenarnya kenyang dengan harta publik adalah suatu dosa dan

perbuatan yang tidak halal.

5. Etika Muslim dalam Berkonsumsi

Islam sebagai pedoman hidup tidak menonjolkan standar atau sifat

kepuasan dari sebuah perilaku konsumsi sebagaimana yang dianut dalam ilmu

ekonomi konvensional seperti utilitas dan kepuasan marginal, melainkan 39

lebih menonjolkan aspek normatif. Kepuasan dari sebuah perilaku konsumsi

menurut Islam harus berlandaskan pada tuntunan ajaran Islam itu sendiri.

Dalam hal ini Muhammad Nejatullah Siddiqi mengatakan, konsumen harus

puas akan perilaku konsumennya dengan mengikuti norma-norma Islam.


Konsumen muslim seharusnya tidak mengikuti gaya konsumsi kaum xanthous

(orang-orang berkulit kekuning-kuningan dan berambut kecoklat-coklatan) yang

berkarakteristik menuruti hawa nafsu.

1) Tidak boleh hidup bermewah-mewahan(Tarf)

Tarf adalah sebuah sikap berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan

dalam menikmati keindahan dan kenikmatan dunia. Islam sangat

membenci tarf karena merupakan yang menyebabkan turunnya azab dan

rusaknya kehidupan umat.3

Hidup sederhana adalah tradisi Islam yang mulia, baik dalam

membeli makanan, minuman, pakaian dan kediaman, atau dalam segi

kehidupan apapun. Diriwayatkan, ketika Nabi lewat dan melihat Sa’ad bin

Abi Waqqash sedang berwudhu, beliau berkata, “Jangan boros.”

Sa’ad bertanya, “Adakah sikap boros dalam menggunakan air, ya

Rasulullah?” Beliau bersabda, “Ya, walaupun kamu berada di sungai

yang mengalir.”4

Dampak negatif dari hidup bermewah-mewahan adalah adanya

stagnasi dalam peredaran sumber daya ekonomi serta terjadinya distorsi

dalam pendistribusian. Selain itu, dana investasi akan terkuras demi

memenuhi kebutuhan konsumsi, hingga akhirnya terjadi kerusakan dalam

setiap sendi perekonomian.

2) Menjauhi Israf, Tabdhir, dan Safih.

Israf adalah melampaui batas hemat dan keseimbangan dalam

berkonsumsi. Israf merupakan perilaku di bawah tarf. Tabdhir adalah

melakukan konsumsi secara berlebihan dan tidak proposional. Shari’ah

Islam melarang perbuatan tersebut karena dapat menyebabkan distorsi

3
Said, Ekonomi Isla h. 76.
4
Yusuf Qardhawi, Norma da n Etika Ekonomi Isla m, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997)
dalam distribusi harta kekayaan yang seharusnya tetap terjaga demi

menjaga kemaslahatan hidup masyarakat.

Hidup sederhana adalah tradisi Islam yang mulia, baik dalam

membeli makanan, minuman, pakaian dan kediaman, atau dalam segi

kehidupan apapun. Diriwayatkan, ketika Nabi lewat dan melihat Sa’ad bin

Abi Waqqash sedang berwudhu, beliau berkata, “Jangan boros.” Sa’ad

bertanya, “Adakah sikap boros dalam menggunakan air, ya Rasulullah?”

Beliau bersabda, “Ya, walaupun kamu berada di sungai yang mengalir.”5

3) Melakukan konsumsi yang seimbang

Konsumsi yang dijalankan oleh seorang muslim tidak boleh

mengorbankan kemaslahatan individu dan masyarakat. Selain itu, tidak

boleh mendikotomikan antara kenikmatan dunia dan akhirat. Bahkan

sikap ekstrim pun harus dijauhkan dalam berkonsumsi. Larangan atas

sikap tarf dan israf bukan berarti mengajak seorang muslim untuk

bersikap kikir. Akan tetapi, mengajak kepada konsep keseimbangan,

Allah Swt berfirman, “dan orang-orang yang apabila

membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula)

kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang

demikian.” (QS. al-Furqan: 67).

4) Menjauhi mengkonsumsi atas barang dan jasa yang membahayakan

Shariah mengharamkan konsumsi atas barang dan jasa yang

berdampak negatif terhadap kehidupan sosial dan ekonomi yang

didalamnya sarat dengan kemudaratan bagi individu dan masyarakat serta

ekosistem masyarakat bumi.

5
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Isla m, h. 133.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

- Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa

untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi

juga memiliki pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam

setiap yang melingkupinya. Perbedaan yang mendasar dengan konsumsi

ekonomi konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu

sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah

Islamiyyah.

- Faktor-faktor konsumsi, yaitu pendapatan, harga barang dan jasa, adat

istiadat dan kebiasaan, jumlah penduduk, banyaknya barang yang

dikonsumsi, barang pengganti, dugaan masyarakat terhadap perubahan

harga dan selera.

- Prinsip-prinsip konsumsi, yaitu prinsip keadilan, prinsip kebersihan,

prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hati dan aspek moralitas.

- Etika muslimah dalam berkonsumsi yaitu tidak berlebih-lebihan,

menjauhi israf, tabdhir, dan safih, melakukan konsumsi yang seimbang,

menjauhi makanan dan barang yang membahayakan.


DAFTAR PUSTAKA

https://kbbi.web.id/konsumsi

Idri, Hadis Ekonomi, (Cet.II, Jakarta : Prenamedia Group , 2016).

Said, Ekonomi Islam.

Qardhawi, Yusuf. Norma da n Etika Ekonomi Isla m, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997).

Anda mungkin juga menyukai