Anda di halaman 1dari 8

PENYAKIT SARAF

Paraplegia pada Anjing

Oleh :

Dharma Audia Samsuri

2009611034

Kelompok 17G

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
PENDAHULUAN

Paraplegia merupakan suatu kondisi hilangnya kemampuan untuk menggerakkan


anggota tubuh yang meliputi kedua tungkai dan organ panggul, yang disebabkan karena
kerusakan syaraf pada tulang belakang. Hal ini menyebabkan inervasi dari otak terputus,
sehingga terjadi kelumpuhan otot anggota gerak bawah. Menurut Thomson & Hans (2012)
Paraplegia dikategorikan dalam dua penyebab yaitu karena trauma atau penyakit.

Pada kasus ini Anjing mengalami paraplegia yang dimulai tiga minggu yang lalu.
Berdasarkan temuan computed tomography (CT), kondisi tersebut didiagnosis sebagai herniasi
intervertebralis Hansen tipe I di ruang intervertebralis T12-T13 (Sharun et al., 2020). Herniasi
intervertebralis (IVDH) adalah salah satu penyebab umum cedera tulang belakang pada anjing.
Hal ini biasanya dirawat dengan melakukan dekompresi bedah yang melibatkan pengangkatan
bahan cakram yang diekstrusi.

REKAM MEDIK

1. Signalement dan Anamnesa


Seekor anjing Beagle jantan berumur empat tahun mengalami paraplegia yang dimulai
tiga minggu yang lalu. Pasien sebelumnya pernah dirawat dan ditemukan refrakter terhadap
penatalaksanaan medis menggunakan steroid dan terapi suportif lainnya.
2. Pemeriksaan Klinis
Pada saat pemeriksaan klinis menunjukkan tanda-tanda anjing tersebut berjalan dengan
menyeret badan panggulnya yang diduga paraplegia. Semua reflex tulang belakang (reflex
patella, reflex fleksor, dan reflex perianal) ditemukan normal dan hewan memiliki reflex
buang air kecil normal.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini menggunakan radiografi dan
Computed tomography (CT). Pada pemeriksaan radiografi mengidentifikasi berkurangnya
ruang diskus antara tubuh vertebral T12 dan T13 vertebrae toraks (Gambar 1). Computed
tomography dilakukan untuk melokalisasi lokasi lesi. CT scan mengidentifikasi material
disk hernia di dalam kanal vertebralis dari T12 dan T13 vertebra toraks. Material disk yang
termineralisasi dari ruang diskus intervertebralis T12-T13 ditemukan mengalami herniasi
ke dalam kanal vertebral, mengakibatkan kompresi medula spinalis fokal (Gambar 2-3).
Gambar 1. Radiografi lateral tulang belakang thoraco-lumbar. Mengurangi ruang
intervertebral antara T12 dan T13 vertebra toraks (Panah kuning).
Sumber : Sharun et al., 2020

Gambar 2. Gambara CT bidang transversal menunjukkan adanya material disk yang


diekstrusi di kanal vertebra T12. (a) Gambaran CT normal untuk perbandingan. (1) Processus
Spinosus (2) Vertebral canal (3) Vertebral body (b) Material disk yang memanjang ke kanal
medulla spinalis. (4) Lamina vertebral (5) spinal cord (6) material yang diekstrusi menekan
spinal cord.
Sumber : Sharun et al., 2020
Gambar 3. (a) Gambaran CT yang dilakukan secara dorsal dari anjing yang sama
memungkinkan lokalisasi lesi yang akurat pada ruang intervertebralis T12-T13 (panah). (b)
Gambaran CT sagittal menunjukkan material diskus intervertebralis yang terdislokasi yang
terlihat massa hiper-atenuasi di kanal vertebral (panah).
Sumber : Sharun et al., 2020

4. Diagnosis
Menurut hasil dari pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang diagnosis kasus ini
sebagai paraplegia sekunder akibar herniasi intervertebralis I Hansen di ruang invertebralis
T12-T13.
5. Prognosis
Prognosis kasus yang terkena herniasi invertebralis (IVDH) dilaporkan sangat
bergantung pada ada atau tidaknya persepsi nyeri dalam (Olby et al., 2003). Alasan
prognosis yang baik dalam kasus ini dapat dikaitkan dengan konservasi persepsi rasa sakit
yang mendalam meskipun persepsi rasa sakit dangkal kurang.
6. Treatment
Pemilik menolak permintaan dekompresi bedah karena sifatnya invasive. Oleh karena
itu, menyarankan terapi sel induk menggunakan BM-MSC sebagai upaya untuk
membalikkan deficit neurologis yang terkait dengan herniasi disk intervertebral Hansen
tipe I. Sumsum tulang diambil dari anjing sehat yang dibawa ke klinik untuk operasi elektif
dengan persetujuan pemilik hewan. Hewan dibius sebelum pengambilan sumsum tulang
(krista iliaka) sesuai protocol yang dijelaskan oleh Sharun et al., (2020).
Untuk penyuntikan sel induk, anjing dibius dengan xylazine (1 mg / kg berat badan)
diikuti ketamin (5 mg / kg berat badan) secara intramuskuler. Suspensi sel yang disiapkan
(1ml) dari BM-MSC alogenik yang mengandung 1 x 106 sel / ml ditransplantasikan secara
perkutan ke parenkim medulla spinalis di lokasi cedera. Hewan-hewan tersebut diposisika n
dalam posisi berbaring sternal dan jarum tulang belakang ukuran 26 dimasukkan pada
antarmuka T12-T13. Setelah ujungnya memasuki parenkim, setengah dari sel induk
disuntikkan secara perlahan ke sumsum tulang belakang. Setengah sisanya disuntikkan
sambil menarik jarum dari parenkim sumsum tulang belakang untuk menyimpan sel di
beberapa lapisan. Sebanyak empat dosis diberikan pada selang waktu 15 hari bersama
dengan terapi suportif yang meliputi methylcobalamin (500mcg / anjing setiap 12 jam) dan
gabapentin (10 mg / kg berat badan setiap 12 jam) secara oral selama periode penelitian.

Gambar 4. Grafik yang terlihat mengalami peningkatan progresif fungsi neurologis.


Peningkatan yang signifikan pada skor teramati setelah injeksi BM-MSC pertama.
Sumber : Sharun et al., 2020

Hasil dari treatment menunjukkan perbaikan yang signifikan terlihat setelah dosis
pertama BM-MSC. Hewan tersebut mulai menahan beban penuh pada tungkai belakangnya
setelah dua dosis. Perbaikan juga diamati di skor neurologis yang menunjukkan
peningkatan fungsi sensorik. Peningkatan yang sangat baik diamati pada persepsi nyeri
(nosisepsi) yang menyebabkan kembalinya persepsi nyeri superfisial.
Gambar 5. (a) Hari 0 - Paraplegia dengan menyeret tungkai belakang. (b) Hari 30 - Mulai menahan
beban pada tungkai belakang. (c) Hari 45 – penopang beban pada tungkai belakang yang normal,
tetapi mengidap ataksia. (d) Hari 60 – gaya berjalan hampir normal dengan ataksia ringan. (e) Hari 90
– kembalinya perilaku normal (menggaruk telinga dengan tungkai belakang) dan anjing mulai
bergerak naik turun tangga dengan mudah.

PEMBAHASAN

Paraplegia merupakan suatu kondisi hilangnya kemampuan untuk menggerakkan


anggota tubuh yang meliputi kedua tungkai dan organ panggul, yang disebabkan karena
kerusakan syaraf pada tulang belakang. Hal ini menyebabkan inervasi dari otak terputus,
sehingga terjadi kelumpuhan otot anggota gerak bawah. Kerusakan pada medulla spinalis
segment thoraco-lumbo-sacral akan mengakibatkan hilangnya fungsi motorik/sensor ik
Menurut Thomson & Hans (2012) Paraplegia dikategorikan dalam dua penyebab yaitu karena
trauma atau penyakit. Penyebab paraplegia pada umumnya adalah cedera pada sumsum tulang
belakang atau spinal cord injury (SCI), spondylitis tuberculosis, gangguan genetik (hereditary
spastic paraplegia), gangguan yang sifatnya menurun atau congenital, infeksi, penyakit
autoimun, syrinx (gangguan korda spinalis) (Kohnle, 2011).

Pada kasus ini Anjing mengalami paraplegia. Berdasarkan temuan computed


tomography (CT), kondisi tersebut didiagnosis sebagai herniasi intervertebralis Hansen tipe I
di ruang intervertebralis T12-T13 (Sharun et al., 2020). Herniasi intervertebralis (IVDH)
adalah salah satu penyebab umum cedera tulang belakang pada anjing. Terjadi herniasi
intervertebralis (IVDH) paling sering di daerah torakolumbar, menyebabkan defisit neuron
motorik atas (UMN) di tungkai panggul (Ruddle et al., 2006). Anjing yang terkena penyakit
cakram intervertebralis torakolumbal mungkin memiliki gejala klinis klasik mulai dari nyeri
punggung hingga kelumpuhan. Diagnosis IVDH pada anjing dapat dilakukan dengan
menggunakan modalitas diagnostik seperti myelography, computed tomography (CT), dan
magnetic resonance imaging (MRI). Di antaranya, MRI medan tinggi dianggap sebagai
modalitas ideal untuk diagnosis anjing dengan penyakit sumsum tulang belakang.

Dalam kasus ini seekor anjing Beagle jantan berumur empat tahun mengalami
paraplegia yang dimulai tiga minggu yang lalu dengan gejala klinis tersebut berjalan dengan
menyeret badan panggulnya yang diduga paraplegia. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
penunjang dengan radiografi dan CT scan. Pada pemeriksaan radiografi mengidentifikas i
berkurangnya ruang diskus antara tubuh vertebral T12 dan T13 vertebrae toraks. CT scan
mengidentifikasi material disk hernia di dalam kanal vertebralis dari T12 dan T13 vertebra
toraks. Menurut hasil dari pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang diagnosis kasus ini
sebagai paraplegia sekunder akibar herniasi intervertebralis I Hansen di ruang invertebralis
T12-T13. Untuk kasus ini treatment yang digunakan yaitu BM-MCS alogenik untuk implantasi
perkutan tanpa melakukan operasi dekompresi.

Transplantasi perkutan dari BM-MSC yang diinduksi secara neurogenik telah


digunakan untuk pengobatan paraplegia pada anjing akibat penyakit diskus intervertebralis
setelah melakukan dekompresi bedah (Besalti et al., 2015). Anjing dengan cedera sumsum
tulang belakang kronis (SCI) sekunder akibat IVDH torakolumbar telah berhasil diobati dengan
sel induk sumsum tulang janin yang disuntikkan intrameduler segera setelah hemilaminektomi
(transplantasi intra-operatif) (Sarmento et al., 2014). Selanjutnya, transplantasi sel induk
mesenkim yang diturunkan dari adiposa ke dalam parenkim sumsum tulang belakang yang
cedera setelah operasi dekompresi dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih baik dibandingkan
dengan operasi dekompresi saja (Kim et al., 2016).

Kesimpulannya, transplantasi perkutan aBM-MSCs mungkin telah membantu anjing


mendapatkan kembali fungsi neurologisnya sepenuhnya tanpa melakukan dekompresi bedah.
Pengiriman sel induk perkutan lebih disukai untuk menghindari kebutuhan intervensi bedah.
Oleh karena itu teknik non-invasif ini dapat dievaluasi lebih lanjut untuk kemanjurannya dalam
mengelola paraplegia sekunder untuk Hansen tipe I IVDH.
DAFTAR PUSTAKA

Besalti, O; Can, P; Akpinar, E; Aktas, Z; Elcin, AE and Elcin, YM (2015). Intraspinal


Transplantation of Autologous Neurogenically-Induced Bone Marrow-Derived
Mesenchymal Stem Cells in the Treatment of Paraplegic Dogs without Deep Pain
Perception Secondary to Intervertebral Disk Disease. Turk. Neurosurg., 25(4): 625–
632.

Kim, Y; Lee, SH; Kim, WH and Kweon, OK (2016). Transplantation of adipose derived
mesenchymal stem cells for acute thoracolumbar disc disease with no deep pain
perception in dogs. J. Vet. Sci., 17(1): 123–126.

Kohnle, D. (2011). Risk factors. Paraplegia, 907, 550–6100.

Olby, N; Levine, J; Harris, T; Muñana, K; Skeen, T and Sharp, N (2003). Long-term functional
outcome of dogs with severe injuries of the thoracolumbar spinal cord: 87 cases
(1996–2001). J. Am. Vet. Med. Assoc., 222(6): 762-769.

Ruddle, TL; Allen, DA; Schertel, ER; Barnhart, MD; Wilson, ER; Lineberger, JA; Klocke,
NW and Lehenbauer, TW (2006). Outcome and prognostic factors in non-
ambulatory Hansen Type I intervertebral disc extrusions: 308 cases. Vet. Comp.
Orthop. Traumatol., 19(1): 29-34.

Sarmento, CA; Rodrigues, MN; Bocabello, RZ; Mess, AM and Miglino, MA (2014). Pilot
study: bone marrow stem cells as a treatment for dogs with chronic spinal cord
injury. Regen. Med. Res., 2(1): 1-9.

Sharun, K; Kumar, R; Chandra, V; Saxena, AC; Pawde, AM; Kinjavdekar, P; Dhama, K;


Amarpal, and Sharma, GT (2020) Percutaneous transplantation of allogenic bone
marrow-derived mesenchymal stem cells for the management of paraplegia
secondary to Hansen type I intervertebral disc herniation in a Beagle dog. Iran J Vet
Sci., 10: 22099.

Thomson, C. E., & Hahn, C. (2012). Veterinary Neuroanatomy: A Clinical Approach. Elsevier
Ltd.

Anda mungkin juga menyukai