Anda di halaman 1dari 11

Accelerat ing t he world's research.

Laporan RESPON ORGANISME


AKUATIK TERHADAP VARIABEL
LINGKUNGAN (DETERJEN DAN
KEKERUHAN
Adi Bagus Siswoyo

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Laporan FHA Respon Organisme Akuat ik Terhadap Variabel Lingkungan


Nuralim Pat urakhman

RESPON ORGANISME AKUAT IK T ERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (Det ergen dan Kekeruhan) Respon…
Ermas I Lukman

Laporan Respon Organisme Akuat ik Terhadap Variabel Lingkungan.docx


Anak Rant au
RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL
LINGKUNGAN (DETERJEN DAN KEKERUHAN)

Adi Bagus Siswoyo/C14170028


Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Insitut Pertanian Bogor

Abstrak
Ikan merupakan organisme akuatik yang sebagian atau seluruh hidupnya di lingkungan
perairan, baik ait tawar, payau maupun laut. Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan air tawar
yang banyak di budidayakan di Indonesia dan merupakan ikan yang menjadi salah satu komoditas
ekspor. Bertujuan mengetahui dan membuktikan pengaruh deterjen dan kekeruhan terhadap biota
akuatik serta mengetahui dosis yang mematikan bagi organisme akuatik. Jenis rancangan percobaan
yang digunakan dalam praktikum adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), karena datanya hanya ada
ulangan dan perlakuan. Deterjen merupakan salah satu zat pembersih yang mengandung surfaktan
sintetik lainnya yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan mengemulsikan lemak yang ada
sehingga sangat berbahaya bagi organisme akuatik khususnya ikan. Hal ini dapat mengganggu
metabolisme ikan dan menyerap serta merusak zat lemak pada bagian-bagian tubuh ikan bahkan bisa
membuat ikan mati dalam konsentrasi tertentu. Detergen digolongkan ke dalam 2 jenis yaitu yang
bersifat cair dan padat. Detergen berupa padatan mempunyai tingkat pencemaran yang lebih rendah
dibandingkan dengan detergen yang bersifat cair. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik
dan anorganik yang tersuspensi dan yang terlarut. Kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan
terganggunya sistem osmoregulasi dan respirasi.
Kata kunci : deterjen, kekeruhan, nila (Oreochromis niloticus)

Abstract
Fish are aquatic organisms that part or all of their life in the aquatic environment, both fresh,
brackish and sea ait. Tilapia (oreochromis niloticus) is a freshwater fish that is widely cultivated in
indonesia and is a fish that is one of the export commodities. Aim to know and prove the effect of
detergent and turbidity on aquatic biota and to know the dosage that is lethal to aquatic organisms. The
type of experimental design used in the practicum is a completely randomized design (crd), because the
data is only replicated and treated. Detergents are one of the cleaning agents containing other synthetic
surfactants that can reduce water surface tension and emulsify existing fats so that they are very
dangerous for aquatic organisms, especially fish. This can disrupt the fish's metabolism and absorb and
damage fat substances in body parts of the fish and can even make fish die in certain concentrations.
Detergents are classified into 2 types, which are liquid and solid. Detergents in the form of solids have
a lower level of pollution compared to detergents that are liquid. Turbidity is caused by suspended and
dissolved organic and inorganic materials. High turbidity can cause disruption of the osmoregulation
and respiration system.
Keywords: detergent, turbidity, tilapia (Oreochromis niloticus)

Latar Belakang
Organisme akuatik sering sekali menghadapi kondisi lingkungan yang fluktuatif, baik
karena faktor alam, maupun karena aktivitas manusia. Perubahan lingkungan inilah yang harus
dihadapi dan disiasati oleh organisme akuatik agar mampu bertahan hidup. Organisme akuatik
akan memberikan respon yang bermacam-macam, tergatung pada jenis atau kondisi perubahan
lingkungan yang dihadapi. Secara umum, habitat ikan terdiri dari faktor biotik dan abiotik,
yang semuanya saling berinteraksi satu sama lain membentuk suatu ekosistem perairan yang
seimbang. Ketika salah satu faktor diganggu, maka faktor yang lain juga mengalami gangguan.
Sehingga otomatis, ketika habitat perairan tempat ikan hidup diberi pelakuan, maka ikan yang
berada di perairann tersebut akan melakukan perubahan-perubahan sistem dan perubahan
fisiologis di dalam tubuh masing masing individu agar mampu menyesuaikan diri dengan
kondisi perairan yang baru agar mampu bertahan hidup (Isyaku dan Solomon 2016).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan air tawar yang banyak di budidayakan di
Indonesia dan merupakan ikan yang menjadi salah satu komoditas ekspor (Odey et al. 2018).
FAO menempatkan ikan nila dirurtan ke tiga setelah udang dan salmon sebagai contoh sukses
perikanan budidaya dunia. Menurut Kundu et al. (2016) ikan nila termasuk ikan air tawar yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi, memiliki kandungan protein tinggi dan keunggulan
berkembang dengan cepat. Kandungan gizi ikan nila yaitu protein 16-24%, kandungan lemak
berkisar antara 0,2-2,2% dan mempunyai kandungan karbohidrat, mineral serta vitamin. Ikan
nila mempunyai pertahanan yang tinggi terhadap gangguan dan serangan penyakit. Namun
demikian, tidak berarti tidak ada hama dan penyakit yang akan mempengaruhi kesehatan dan
pertumbuhan ikan nila (Odey et al. 2018).
Kekeruhan pada akuakultur merupakan hal yang harus diperhatikan. Menurut Chivers
et al. (2013) kekeruhan dapat mempengaruhi tingkat penyerapan nutrien di air serta tingkat
presentase cahaya matahari masuk ke air. Kekeruhan yang berlebihan dapat menyebabkan
pernafasan ikan terganggu, dan merusak insangnya sehingga terjadi kematian pada ikan.
Kekeruhan biasanya disebabkan oleh bahan organik dan anorganik yang tersuspensi didalam
air (Bhatnagar dan Devi 2013).
Deterjen merupakan salah satu zat pembersih yang mengandung surfaktan sintetik
lainnya yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan mengemulsikan lemak yang ada. Seiring
dengan laju pertumbuhan penduduk, penggunaan deterjen sebagai pembersih peralatan industri
dan rumah tangga pun semakin meningkat (Juliantara et al. 2018). Ketika limbah hasil cucian
yang mengandung deterjen langsung dibuang ke badan air, maka muncul buih yang dapat
mengganggu mutu air, menggangu ekosistem yang ada dalam badan air, serta menimbulkan
kerusakan air tanah. lingkunagan perairan yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini
dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan
manusia yang mengkonsumsi biota tersebut. Konsentrasi deterjen maksimum yang
diperbolehkan pada air minum tidak boleh melebihi 0.05 mg/l sebagai senyawa aktif biru
metilen (Isyaku dan Solomon 2016).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh deterjen dan kekeruhan terhadap
biota akuatik, dan mengetahui dosis yang mematikan (lethal dosis).

Metode Percobaan
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada hari Senin, tanggal 4 Februari 2019, pukul 15.00-18.00
WIB di Laboratorium Fisiologi Hewan Air (FHA), Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, FPIK, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap (RAL) dengan empat perlakuan, yakni perbedaan Konsentrasi detergen (0,5 ppm, 0,75
ppm, 1,0 ppm, dan gradual) dan kekeruhan (50 gram/l, 75 gram/l, 100 gram/l dan gradual)
dengan masing-masing perlakuan memiliki enam ulangan.

Prosedur Percobaan
Uji deterjen. Akuarium disiapkan sebanyak 4 buah, sipakan 2,25 ppm detergen untuk
dimasukan ke dalam akuarium sebagai perlakuan dan diberikan label pada setiap akuarium.
Akuarium 1 perlakuan 0,5 ppm, akuairum 2 perlakuan 0,75 ppm dan 3 sebagai perlakuan 1,0
ppm serta akuarium 4 sebagai peningkatan atau penurunan kadar detergen secara gradual tiap
10 menit. Masing- masing akuarium diisi air sebanyak 5 L atau setinggi 15 cm. Setelah itu
ambil ikan nila sebanyak 8 ekor serta timbang terlebih dahulu dan catat bobot awal dari ikan
yang diambil. Kemudian masukkan 2 ekor ikan nila pada setiap masing- masing akuarium.
Masukan deterjen sesuai perlakuan. Amati tingkah laku ikan setiap 10 menit selama 1 jam serta
catat berapa ikan yang mati selama percobaan. Kemudian timbang bobot akhir ikan dari
masing- masing akuarium. Uji kekeruhan. Akuarium disiapkan sebanyak 4 buah, siapkan tanah
225 gram/l untuk dimasukan ke dalam akuarium sebagai perlakuan dan diberikan label pada
setiap akuarium. Akuarium 1 perlakuan 50 gram/l, akuarium 2 perlakuan 75 gram/l dan 3
sebagai perlakuan 100 gram/l serta akuarium 4 sebagai peningkatan atau penurunan kekeruhan
secara gradual tiap 10 menit. Masing- masing akuarium diisi air sebanyak 5 L atau setinggi 15
cm. Setelah itu ambil ikan nila sebanyak 8 ekor serta timbang terlebih dahulu dan catat bobot
awal dari ikan yang diambil. Masukan tanah sesuai perlakuan. Kemudian masukkan 2 ekor
ikan nila pada setiap masing- masing akuarium. Amati tingkah laku ikan setiap 10 menit selama
1 jam serta catat berapa ikan yang mati selama percobaan. Kemudian timbang bobot akhir ikan
dari masing- masing akuarium.

Pengambilan Data
Berikut ini tabel parameter yang digunakan untuk mengtahui pengaruh detergen dan
kekeruhan terhadap ikan nila.

Tabel 1 parameter biologi ikan yang diambil


Parameter Satuan Alat/Metode Lokasi Pengamatan
Kelangsungan Hidup (SR) % Perhitungan Laboratorium
Laju pertumbuhan spesifik (SGR) % Perhitungan Laboratorium

Parameter yang Diukur


1. Kelangsungan hidup (Effendie 2002)

SR (%) = (Nt /No) × 100 %

Keterangan :
S = persentase udang uji yang hidup (%)
Nt = jumlah individu udang uji pada akhir penelitian (individu)
N0 = jumlah individu udang uji pada awal penelitian (individu)
2. Laju pertumbuhan spesifik (Specific Growth Rate) (Huisman 1976)

̅t
𝑡 𝑊
SGR = [ √ − 1] 𝑥100
̅0
𝑊

Keterangan:
SGR = Laju pertumbuhan berat spesifik (% perhari)
̅ t = Bobot rata-rata pada akhir penelitian (gram)
𝑊
̅ 0 = Bobot rata-rata pada awal penelitian (gram) t = Waktu pengamatan (hari)
𝑊

Analisis Data
Data parameter biologi ikan nila dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam
(ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL) yang diolah dengan program Excel 2017 for
Windows. Kemudian data dianalisis lanjut dengan uji Tukey dengan tujuan mengetahui
perbedaan diantara nilai tengah variabel (Steel & Torrie 1991).

Hasil dan Pembahasan


Hasil
Kelangsungan Hidup (SR)
Berikut ini merupakan data hasil dari percobaan deterjen dan kekeruhan terhadap
kelangsungan hidup (SR) ikan nila yang dapat dilihat pada grafik berikut ini.
120
Kelangsungan Hidup (SR)

100

80

60

40

20

0
0,5 0,75 1 Gradual
Deterjen (ppm)

Grafik 1. Perlakuan detergen terhadap perubahan SR


Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan SR ikan nila dari empat
perlakuan yang ada. Perlakuan pertama kadar detergen 0,5 ppm SRnya sebesar 100%.
Perlakuan kedua kadar detergen 0,75ppm SRnya sebesar 90%, pada perlakuan ketiga kadar
deterjen 1 ppm SRnya sebesar 40% sedangkan pada perlakuan gradual sebesar 70%.
Berdasarkan tabel ANOVA memiliki F< Fcrit terima HO pada perlakuan detergen
menunjukan bahwa fcrit lebih besar dibandingkan dengan F. Detergen tidak berpengaruh nyata
terhadap bobot ikan nila secara langsung karena deterjen dengan konsentrasi mematikan
menyebabkan ikan nila lebih cepat mati.
120

kelangsungan hidup(SR)
100

80

60

40

20

0
50 75 100 Gradual
Kekeruhan (gram/liter)

Grafik 2. Perlakuan kekeruhan terhadap perubahan SR


Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa pada keempat perlakuan yang
dilakukan memiliki SR yang sama yaitu sebesar 100%.
Berdasarkan tabel ANOVA memiliki F>Fcrit tolak HO pada perlakuan kekeruhan
menunjukan bahwa F lebih besar dibandingkan dengan Fcrit. Hal ini menunjukan bahwa
kekeruhan mempengaruhi SR pada ikan sekaligus mempengaruhi terhadap tingkat kematian
ikan.

Perubahan Bobot
Berikut ini merupakan data hasil dari percobaan deterjen dan kekeruhan terhadap
perubahan bobot ikan nila yang dapat dilihat pada grafik berikut ini.
0,8

0,7
Penurunan bobot (gram)

0,6

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

0
0,5 0,75 1 Gradual
Deterjen (ppm)

Grafik 3. Perlakuan deterjen terhadap penurunan bobot


Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan bobot ikan nila dari
empat perlakuan yang ada. Perlakuan pertama kadar detergen 0,5 ppm bobotnya turun sebesar
0,55 gram. Perlakuan kedua kadar detergen 0,75ppm bobotnya turun sebesar 0,7 gram, pada
perlakuan ketiga kadar detergen 1 ppm bobotnya turun sebesar 0,5 gram sedangkan pada
perlakuan gradual sebesar 0,3 gram.
Berdasarkan tabel ANOVA memiliki F< Fcrit terima HO pada perlakuan detergen
menunjukan bahwa fcrit lebih besar dibandingkan dengan F. Detergen tidak berpengaruh nyata
terhadap bobot ikan nila secara langsung karena deterjen dengan konsentrasi mematikan
menyebabkan ikan nila lebih cepat mati tetapi bobotnya tidak terlalu terpengaruh.

1,6

1,4
Penurunan bobot (gram)

1,2

0,8

0,6

0,4

0,2

0
50 75 100 Gradual
Kekeruhan (gram/liter)

Grafik 4. Perlakuan kekeruhan terhadap penurunan bobot


Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan bobot ikan nila dari
empat perlakuan yang ada. Perlakuan pertama kadar tanah 50 gram/l bobotnya turun sebesar
0,3 gram. Perlakuan kedua kadar kekeruhan 75 gram/l bobotnya turun sebesar 1,4 gram, pada
perlakuan ketiga kadar kekeruhan 100 gram/l bobotnya turun sebesar 0,5 gram sedangkan pada
perlakuan gradual sebesar 1,1 gram.
Berdasarkan tabel ANOVA memiliki F<Fcrit terima HO pada perlakuan kekeruhan
menunjukan bahwa fcrit lebih besar dibandingkan dengan F. Kekeruhan tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot ikan nila secara langsung karena Ikan nila pada perlakuan kekeruhan
mengalami pengurangan efektifitas respirasi tetapi masih dapat hidup tanpa pengurangan
bobot.

Pembahasan
Hasil Pengamatan menunjukkan bahwa ikan nila pada percobaan deterjen menunjukan
hasil yang berbeda-beda. Perlakuan pada akuarium 1, ikan mengalami penurunan aktivitas dan
cenderung di dasar perairan. Prerilaku ikan pada akuarium 2 mengalami penurunan aktivitas,
operculum ungu dan tubuh pucat serta keluarnya mukus. Ikan mengalami kondisi paling parah
pada akuarium 3 dan mulai mengalami kematian pada menit ke 40 sesuai dengan literatur
Juliantara et al. (2018) menyatakan bahwa ikan mati pada menit ke 40 demgan konstrasi
detergn 1,0 ppm. Sedangkan nila pada perlakuan gradual mulai mengalami kematian sekitar
menit ke-50.
Kadar deterjen mematikan bagi setiap ikan berbeda-beda. Detergen pada perairan
mempengaruhi tingkat hidup ikan nila yang diamati. Menurut Idowu et al. (2017) detergen
merupakan zat kimia yang berbahaya bagi ikan dan harus dihilangkan dari perairan budidaya.
Hal ini dapat mengganggu metabolisme ikan dan menyerap serta merusak zat lemak pada
bagian-bagian tubuh ikan. Hal tersebut sesuai dengan Pechiammal dan Vasanthi (2017) bahwa
ikan memiliki kandungan lemak pada setiap bagian tubuhnya khususnya pada bagian insang.
Bagian insan yang terkena oleh detergen akan rusak dan tidak akan berfungsi karena telah
menyerap detergen yang bersifat lisis pada semua jenis lemak (Mekuleyi dan Faleti 2018).
Detergen digolongkan ke dalam 2 jenis yaitu yang bersifat cair dan padat. Detergen berupa
padatan mempunyai tingkat pencemaran yang lebih rendah dibandingkan dengan detergen
yang bersifat cair. Detergen yang bersifat cair akan mudah terakumulasi dan tercampur dengan
baik pada suatu perairan yang menyebabkan ikan dengan mudah menyerap kandungan
detergen dan kemudian mati pada komdisi konsetrasi detergen yang tinggi (Vinati dan Radha
2015)
Ikan yang lingkungannya memiliki kadar kekeruhan yang tinggi akan sulit untuk bernafas
dan bergerak yang akhirnya stres dan bobot tubuh ikan akan berkurang secara bertahap.
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan cahaya yang diserap
dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Menurut Bhatnagar dan Devi
(2013) kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan
yang terlarut. Kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan terganggunya sistem osmoregulasi,
misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi
cahaya ke dalam air. Ikan nila akan menggerakan mulut lebih cepat (frekuensi relatif tinggi)
ketika kebutuhan oksigen di dalam tubuh tidak tercukupi ataupun ketika kandungan oksigen
pada perairan tersebut relatif lebih rendah. Keadaan tersebut akan memicu ikan untuk
mengambil air sebanyak-banyaknya dengan menggerakan mulut lebih cepat untuk mencukupi
kebutuhan oksigen. Jika kebutuhan oksigen tidak dapat tercukupi maka ikan mengalami
penurunan frekuensi gerakan mulut yang signifikan dan kemudian pingsan atau mati (Trebitz
et al. 2007).
Tingkat toleransi ikan terhadap suatu parameter dapat diambil dari semua data yang
kemudian membuat tingkatan stresnya. Trebitz et al. (2007) menyatakan bahwa langkah
selanjutnya dalam metode Whittier dan Hughes adalah untuk membuat plot tingkat stres versus
peringkat situs untuk setiap spesies ikan, mengkodekan titik data untuk mencerminkan
kelimpahan relatif di setiap situs (tidak ada titik data jika spesies tidak ada, ukuran titik
meningkat dengan meningkatnya kelimpahan relatif). Berdasarkan Bhatnagar dan Devi (2013)
batas toleransi terhadap kekeruhan adalah 20-29 gram/liter dan mengalami lethal pada >80
gram/liter. Sedangkan batas toleransi detergen yaitu 0,75 ppm sedangkan batas lethal pada 2,0
ppm detergen terutama detergen cair (Mekuleyi dan Faleti 2018).

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, kekeruhan dan tingkat detergen di
air memepengaruhi bobot ikan dan tingkat kematiannya. Kedua perlakuan ini menyebabkan
metabolisme dan pernapasan ikan terganggu sehingga menyebabkan berkurangnya bobot pada
ikan. Tingkat kematian pada perlakuan detergen lebih banyak dibandingkan dengan kekeruhan,
hal ini disebabkan detergen memiliki zat kimia yang beracun bagi organisme akuatik.
Konsentrasi deterjen dan kekeruhan yang membuat ikan lethal yaitu 2,0 ppm dan lebih dari 80
gram/liter.

Saran
Sebaiknya alat dan bahan untuk praktikum dapat disediakan sesuai dengan jumlah
kelompok agar dapat menghemat waktu dan lebih efektif. Sebaiknya ikan yang disediakan
lebih dari satu komoditas untuk membedakan respon dan tingkah laku ikan terhadap variabel
lingkungan (deterjen dan kekeruhan).

Daftar Pustaka

Bhatnagar A, Devi P. 2013. Water quality guidelines for the management of pond fish culture.
International Journal Of Environmental Sciences. 3(6):1980-2009.
Chivers DP, Al-Batati F, Brown GE, Ferrari Mau. 2013. The effect of turbidity on recognition and
generalization of Predators and non-predators in aquatic ecosystems. Ecology and
Evolution. 3(2): 268–277.
Idowu EO, Adewumi AA, Babalola AE. 2017. Effects of detergent (alkylbenzenesulfonate) on
the haematology of clarias gariepinus. Journal of Agriculture and Veterinary
Science.10(3): 69-75.
Isyaku B, Solomon JR. 2016. Effect of detergent on the growth of African catfish (Clarias
gariepinus). Direct Research Journal of Agriculture and Food Science. 4(12):351-
360.
Juliantara KP, Putra IG, Utami AA. 2018. Toksisitas detergen terhadap lintah (Hirudo
medicinalis) detergent toxicity to leeches (hirudo medicinalis). Jurnal Media Sains.
2(2):64 -70.
Kundu S, Debnath S, Mondal T, Mukherjee M. 2016. A brief study on effect of a common
household detergent on Oreochromis sp. International Research Journal of
Environment Sciences. 5(5): 41-47.
Mekuleyi GO, Faleti BE. 2018. Effect of detergent surfactant on some selected electrolytes and
metabolites of juvenile Heterobranchus bidorsalis. Brazilian Journal of Biological
Sciences. 5(10):339-345.
Odey AR, Paul JA, Abam AL. 2018. Growth responses of nile tilapia (oreochromis niloticus)
exposed to different concentrations of detergents powder. Journal of Applied Life
Sciences Internasional. 17(3): 1-9.
Pechiammal K, Vasanthi J. 2017. Influence of the detergent tide on enzyme activities of fresh
water fish, Labeo rohita. International Journal of Applied Research. 3(6): 1-3.
Trebitz AS, Brazner JC, Brady VJ, Axler R, Tanner DK, 2007. Turbidity tolerances of great
lakes coastal wetland fishes. North American Journal of Fisheries Management. 27:
619–633.
Vinati H, Radha R. 2015. Effect of detergent on histology of fish intestine. International
Journal of Scientific Research and Reviews. 4(1): 7-15.

Lampiran
Hasil analisis anova
Deterjen
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0,60435 3 0,20144983 0,571476 0,640297 3,098391
Within Groups 7,050165 20 0,35250825
Total 7,654515 23

ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 8500 3 2833,3333 2,385965 0,10729 3,238871517
Within Groups 19000 16 1187,5

Total 27500 19

Kekeruhan
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 49,15958 3 16,386525 1,217406 0,335572 3,238872
Within Groups 215,3632 16 13,4602

ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0 3 0 65535 #DIV/0! 3,238872
Within Groups 0 16 0

Total 0 19

Screeenshot Jurnal dan buku yang digunakan

Anda mungkin juga menyukai