Disusun oleh:
M21040002
a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram.
Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas juga
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian kepala kelenjar pancreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh deodenum dan bagian pylorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang kearah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pancreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.
1) Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
2)Fungsi endokrin yaitu sekolompok kecil atau pulai langerhans yang bersama-sama
membentuk organ endokrin mesekresikan insulin. Pulau langerhans manusia
mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin
like activity “.
b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glucagon.
b. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai
glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena
hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga
kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan
sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar
terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin
dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat.
Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim
yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk
gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan
lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa
hormon antara lain :
1) Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin
yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu
glukosa darah masuk kedalam sel.
a) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
b) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
c) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
2) Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growthhormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang memiliki kumpulan sel yang berbentuk
seperti pulau yang disebut dengan Pulau-Pulau Langerhans. Di dalam pulaupulau
tersebut berisi sel alfa (sel yang memproduksi glukagon yang kerja zat tersebut
berlawanan dengan insulin), sel beta (sel yang memproduksi insulin yan bertugas
memasukkan glukosa ke dalam sel), dan sel delta (sel yang memproduksi
somastostatin). Pada Diabetes Melitus type I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas yang diakibatkan oleh faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula
lingkungan (infeksi virus).
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta diibaratkan sebagai anak kunci yang
dapat membuka pintu masuk agar glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel dan tetap berada di pembuluh darah.Pada Diabetes Melitus type
II, mekanisme yang tepat yang menyebabkan gangguan sekresi insulin, tetapi terdapat
faktor-faktor risiko yang mempengaruhi hal tersebut yaitu faktor usia (> 60 th),
obesitas, riwayat kelarga dan kelompok etnik tertentu.Proses terjadinya Diabetes
Melitus type II yaitu bila jumlah insulin normal tetapi reseptor insulin yang
diibaratkan sebagai lubang kunci pada permukaan sel berkurang, maka glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit sehingga glukosa tetap berada di pembuluh darah.
Akibat kehilangan zat nutrisi yang akan diubah menjadi energi akan
mengakibatkan rasa lelah, lemah dan mengantuk. Dari kekurangan zat nutrisi dalam
sel dan hiperglikemia juga dapat mengakibatkan proses penyembuhan luka berjalan
lambat sehingga dapat terjadi gangren dan penglihatan kabur. Selain itu, di dalam
tubuh terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
sampingannya yaitu badan keton. Badan keton ini merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam-basa dalam tubuh jika jumlahnya berlebihan. Hal inilah
dinamakan Ketoasidosis Diabetik yang menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual mntah, nafas berbau aseton, pernapasan kussmaul, perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki
yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya
trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan
kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi.Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah
ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya.
b. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial
index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan
tekanan sistolik lengan.
c. Pemeriksaan Radiologis : Gas subkutan, benda asing, osteomielitis
d. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman (Doenges, 2010).
J. Penatalaksanaan Ulkus Diabetes Militus
1. Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian keadaan metabolik sebaik
mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin
dan sebagainya.
2. Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan vaskular (dengan operasi
atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
3. Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus
diberikan pengobatan infeksi secara agresif (adanya kolonisasi pertumbuhan
organisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis, bukan merupakan
infeksi).
4. Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara
teratur. Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan konsep
TIME:
1) Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
2) Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan infeksi) Moisture
Balance (menjaga kelembaban)
3) Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
5. Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan pada kaki, karena tekanan
yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari. Mengurangi
tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus neuropatik.
Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai diperlukan
untuk mengurangi tekanan.
6. Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik. Seluruh pasien dengan
diabetes perlu diberikan edukasi mengenai perawatan kaki secara mandiri.
(PERKENI,2015)
7. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut warger maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
b. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan bedah minor
Trans Info Media American Diabetes Association. 2014. Standar Of Medical In Diabetes –
2014. Diabetes Care, 37, 14-8
Askandar. 2001 hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes mellitus. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C.2010. Nursing care plan: Guidelines for
individualizing elient care across the life span. (8thedition). Philadelphia: F. A Davis
Company.
Guyton, A.C and Hall, J.E. 2005. Text Book of Medical Physiology tenth Edition.
Singapore : W.B. sauders Company. Hal : 894-897.
Irawan, D. 2010. Prevalensi dan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 di daerah
urban Indonesia.
Lewis.2011. Patofisiologi: konsep klinis proses-prose penyakit . (edisi 4). Jakarta: EGC
Lipsky, B.A. 2004. Medical Tretment of Diabetic Foot Infections Clinical Infectious
Diseases (CID). 39, 104-114.
Mansjoer, dkk. 2010 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Medica.
FKUI Meion Johnson. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi kelima.
Jakarta : ECG
Mu’in. T. 2011. Perjalanan diabetisi dalam melaksanankan perawatan di rumah. Di kota
Depok. FKUI. NANDA. 2015-2017. Diagnosa Keperawatan NANDA Definisi &
Klasifikasi. Jakarta : EGC
Nursing Times. 2014. Early Identification and treatment of sepsis. Nursing time. 110. 14-
17 PERKENI. 2011. Konsesus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes mellitus tipe 2 di
Indonesia 2011. Http//www.perkeninet/index oho? Page=hone. Smeltzer, SC. Bare BG.
2008. Medical Surgical Nursing Brunner & Suddarth. Philadelphia : Lippincott
Suyono S. 2006. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed.
Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI
Tambayong, Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Williams, D.T. Hilton, J.R and Harding, K.G. 20014. Diagnosing Foot Infection in
diabetes. Clinical Infection Disease (CID). 39, 83-86.