Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MILITUS

DIRUMAH SAKIT ISLAM PDHI YOGYAKARTA

Disusun oleh:

Luthfi Muhammad Nasrudin Al Ghoffar

M21040002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MILITUS

A. Definisi Diabetes Militus


Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelaianan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes mellitus
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun atau pankreas dapat
menghentikan sama sekali produksi insulin (Brunner and Suddarth, 2010).
Menurut American Diabetes Association (ADA) adalah kadar glukosa darah
tinggi karena terjadinya gangguan dalam menghasilkan dan menggunakan insulin
(ADA, 2014).
Diabetes mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependendt Diabetes
Mellitus)merupakan intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,
aktifitas fisik yang berkurang, kurangnya masa otot, penyakit penyerta, penggunaan
obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulinn dan
insilin resisten (Hasdianah, 2012)
Diabetes Melitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit
gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau
tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah
hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah (InfoDATIN, 2014)

B. Anatomi dan fisiologi Ulkus Diabetes Militus

a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram.
Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas juga
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian kepala kelenjar pancreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh deodenum dan bagian pylorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang kearah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pancreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

1) Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
2)Fungsi endokrin yaitu sekolompok kecil atau pulai langerhans yang bersama-sama
membentuk organ endokrin mesekresikan insulin. Pulau langerhans manusia
mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin
like activity “.
b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glucagon.
b. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai
glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena
hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga
kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan
sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar
terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin
dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat.
Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim
yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk
gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan
lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa
hormon antara lain :
1) Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin
yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu
glukosa darah masuk kedalam sel.
a) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
b) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
c) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
2) Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growthhormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.

C. Klasifikasi Diabetes Militus


Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa
Intolerance:
a. Klasifikasi Klinis Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas, dan DMTTI dengan obesitas)
3) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
4) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

D. Etiologic Diabetes Militus


Penyebab Diabetes mellitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 2013
adalah :
1. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-
sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan
antibodi autoimun sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus Coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu
yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik.
2. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada
individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin diseluruh tubuh. Jadi
membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik
yang biasa.
3. DM Malnutrisi
Fibro calculous pancreatic DM (FCPD Terjadi karena mengkonsumsi
makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui
proses mekanik (fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta
menjadi rusak. Protein defisiensi pancreatic Diabetes Mellitus (PDPD) karena
kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas.
4. DM Tipe lain
Penyakit pankreas seperti : pancreatitits, Ca pancreas dll
a. Penyakit hormonal Seperti : acrogemali yang meningkat GH (growth hormon)
yang merangsang sel-sel beta pankreas yang menyebabkan sel-sel ini
hiperaktif dan rusak. Faktor resiko untuk penyakit Diabetes Mellitus terutama
pada Diabetes Mellitus tipe II yaitu antara lain:
1) Ras dan etnik.
2) Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes).
3) Umur : resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan
DM.
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi lahir dengan BB normal.
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu :
1. Gejala awal penderita DM adalah
a) Poliuria (peningkatan volume urine)
b) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel
mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat
pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretic
hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini
penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
d) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan sebagian besara sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
2. Ulkus Diabetikum
akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah
akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan
pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P
yaitu:
1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (kesemutan)
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh). Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis
menurut pola dari fontaine:
a) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c) Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

F. Patofisiologi Diabetes Militus

Pankreas adalah sebuah kelenjar yang memiliki kumpulan sel yang berbentuk
seperti pulau yang disebut dengan Pulau-Pulau Langerhans. Di dalam pulaupulau
tersebut berisi sel alfa (sel yang memproduksi glukagon yang kerja zat tersebut
berlawanan dengan insulin), sel beta (sel yang memproduksi insulin yan bertugas
memasukkan glukosa ke dalam sel), dan sel delta (sel yang memproduksi
somastostatin). Pada Diabetes Melitus type I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas yang diakibatkan oleh faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula
lingkungan (infeksi virus).

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta diibaratkan sebagai anak kunci yang
dapat membuka pintu masuk agar glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel dan tetap berada di pembuluh darah.Pada Diabetes Melitus type
II, mekanisme yang tepat yang menyebabkan gangguan sekresi insulin, tetapi terdapat
faktor-faktor risiko yang mempengaruhi hal tersebut yaitu faktor usia (> 60 th),
obesitas, riwayat kelarga dan kelompok etnik tertentu.Proses terjadinya Diabetes
Melitus type II yaitu bila jumlah insulin normal tetapi reseptor insulin yang
diibaratkan sebagai lubang kunci pada permukaan sel berkurang, maka glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit sehingga glukosa tetap berada di pembuluh darah.

Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar


glukosa yang normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat akan
menimbulkan hiperglikemia (peningkatan glukosa dalam darah). Jika 23
hiperglikemia-nya berat dan ginjal tidak mampu menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, maka akan timbul glikosuria. Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urine, maka ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan yang dinamakan Diuresis Osmotik. Dari hal tersebut
akan meningkatkan pengeluaran urine (poliuria), dan sebagai kompensasi tubuh akan
timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka sel dalam
tubuh kekurangan zat nutrisi sehingga berat badan berkurang dan menimbulkan rasa
lapar (polifagia).

Akibat kehilangan zat nutrisi yang akan diubah menjadi energi akan
mengakibatkan rasa lelah, lemah dan mengantuk. Dari kekurangan zat nutrisi dalam
sel dan hiperglikemia juga dapat mengakibatkan proses penyembuhan luka berjalan
lambat sehingga dapat terjadi gangren dan penglihatan kabur. Selain itu, di dalam
tubuh terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
sampingannya yaitu badan keton. Badan keton ini merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam-basa dalam tubuh jika jumlahnya berlebihan. Hal inilah
dinamakan Ketoasidosis Diabetik yang menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual mntah, nafas berbau aseton, pernapasan kussmaul, perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada


pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini 24 berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler.

Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki
yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya
trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan
kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi.Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah
ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya.

G. Pathway Diabetes Militus


H. Komplikasi Diabetes Militus
Komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik
akut dan komplikasi vaskuler jangka panjang.
a. Komplikasi Metabolik Akut
1. Hyperglikemia
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) hiperglikemi didefinisikan
sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-
160 mg/100 ml darah. Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena
mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa.
Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan
darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat
mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan
mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan
jamur. Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin
tergambar pada perubahan metabolik sebgai berikut :
a) Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
b) Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa). Berkurang dan tetap
terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c) Glikolisis (pemecahan glukosa) mrningkat, sehingga cadangan glikogen
berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke darah secara terus menerus
melebihi kebutuhan.
d) Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat meningkat
dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah kedalam darah hasil
pemecahan asam amino dan lemak.

Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia yaitu :

1. Ketoasidosis Diabetik (DKA)


Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningakatan keton
dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kekurangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan
oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan kematian.
2. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena definisi insulin
absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat
dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan
hiperosmolaris, diuresis osmotik dan dehidrasi berat.
3. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin.
Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih
banyak dari pada yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal
yang mengakibatkan terjadinya hipoglikemia.

a) Komplikasi Kronik Jangka Panjang

I. Pemeriksaan penunjang Diabetes Militus


Diagnosis DM dapat ditegakan melalui tiga cara
a. Keluhan klasik dan kadar glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL
b. Keluhan klasik dan kadar glukosa plasma 126 mg/dL (saat 8 jam terakhir tidak
ada kalori yang masuk)
c. Kadar glukosa plasma 200 mg/dL ( saat 2 jam setelah pemberian glukosa pada
OGTT / Oral Glucose Tolerance Test). ADA pada tahun 2011 menambahkan
HbA1c sebagai pemeriksaan diagnostik untuk DM dimana HbA1c ≥ 6,5% (ADA,
2014).
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah :
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
2) Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun,sehingga kulit
kaki kering, pecah, rabut kaki / jari ( - ), kalus , claw toe Ulkus tergantung saat
ditemukan ( 0 – 5 )
3) Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Klusi arteri dingin,pulsasi ( – )
c) Ulkus :kalus tebal dank eras.

b. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial
index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan
tekanan sistolik lengan.
c. Pemeriksaan Radiologis : Gas subkutan, benda asing, osteomielitis
d. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman (Doenges, 2010).
J. Penatalaksanaan Ulkus Diabetes Militus
1. Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian keadaan metabolik sebaik
mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin
dan sebagainya.
2. Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan vaskular (dengan operasi
atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
3. Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus
diberikan pengobatan infeksi secara agresif (adanya kolonisasi pertumbuhan
organisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis, bukan merupakan
infeksi).
4. Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara
teratur. Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan konsep
TIME:
1) Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
2) Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan infeksi) Moisture
Balance (menjaga kelembaban)
3) Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
5. Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan pada kaki, karena tekanan
yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari. Mengurangi
tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus neuropatik.
Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai diperlukan
untuk mengurangi tekanan.
6. Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik. Seluruh pasien dengan
diabetes perlu diberikan edukasi mengenai perawatan kaki secara mandiri.
(PERKENI,2015)
7. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut warger maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
b. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan bedah minor

K. Askep perioperative Diabetes Militus


1. Pengkajian
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya
keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah,
rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan
Sekarang biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-
gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-
sembuh,kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu
klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan
tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme
pada wanita dan masalah impoten pada pria.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
2) Riwayat ISK berulang
3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
c) Riwayat Kesehatan Keluarga Adanya riwayat anggota keluarga yang
menderita DM.
d. Pemeriksaan Fisik
a) Aktifitas/istirahat
Gejala :Lemah, letih, sulit bergera/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istirahat dan tidur.
Tanda :Takikardi, takipnea pada keaadaan istirahat atau dengan aktifitas
b) Sirkulasi
Gejala :Adanya riwayat hipertensi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas
Tanda :Takikardi, nadi yang menurun, perubahan tekanan darah postural,
distritmia, kulit panas, kering, dan kemerahan bola mata cekung
c) Integritas ego
Gejala :Sress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda :Ansietas, peka rangsang
d) Eliminasi
Gejala :Perubahan pola berkemih (poliuri), nokturi Rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen
Tanda :Urin encer, pucat kuning, poliuri, urin berkabut, bau busuk (infeksi),
abdomen keras adanya ansites, bising usus lemah dan menurun.
e) Makan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penuruna berat badan lebih dari
periode, beberapa hari/minggu, haus
Tanda : Kulit kering, turgao kulit jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran tyroid, bau holitosis
f) Neurosensoris
Gejala :Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan
Tanda :Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori, reflek tendon dalam (RTD) menurun (koma)
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala :Abdomen yang tegang/nyri (sedang dan berat)
Tanda :Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h) Pernapasan
Gejala :Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan dan tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda :Batuk, dengan dan tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi
pernapasan
i) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda :Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan
umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
j) Seksualitas
Gejala :Rabas vagina (cendrung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan organme pada wanita
e. Pemeriksaan diagnostic
a) Gula darah meningkat > 200 mg/dl
b) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
c) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
d) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
e) Alkalosis respiratorik
f) Trombosit darah: mungkin meningkat
g) (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap
stress/infeksi.
h) Ureum/kreatinin mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal.
i) Insulin darah: mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal
sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
j) Urine: gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
k) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pada luka

1. Diagnosa keperawatan Ulkus Diabetes Militus

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien Ulkus Diabetes Militus


adalah:

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan Diabetes


Mellitus.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Nekrosis kerusakan jaringan
c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
g. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan
gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
h. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (Nanda NIC NOC, 2017)
2. Intervensi

No Diagnose Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan
1. Gangguan Perfusi NOC : Circulation status NIC : Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi
Jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan perifer)
diharapkan masalah teratsi dengan Kriteria 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
Hasil: panas/dingin/tajam/tumpul
1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler 2. Monitor adanya paretese
2. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi
3. Kulit sekitar luka teraba hangat. atau laserasi
4. Oedema tidak terjadi dan luka tidak 4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
bertambah parah. 5. Sensorik dan motorik 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
membaik 6. Kolaborasi pemberian analgetik 7. Monitor adanya
tromboplebitis 8. Diskusikan menganai penyebab perubahan
sensasi
2. Resiko infeksi bd Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1 x 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
adanya luka insisi 25 menit Diharapkan tidak ada tanda tanda 2. Monitor keadaan lokia (warna,jumlah dan bau)
infeksi dengan Kriteria Hasil : 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
1. Pasien terbebas dari tanda gejala infeksi lingkungan pasien
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
timbulnya infeksi 5. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 6. Inspeksi balutan luka terhadap perdarahan berlebihan.
4. Menunjukkan prilaku hidup sehat 7. Kolaborasi pemberian antibiotik
3. Nyeri Akut bd Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 30 1. Identifikasi lokasi,karaktristik,durasi frekuensi,kualitas,intens
Agen biologi menit diharapkan nyeri berkuran dengan itas nyeri
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi respon nonverbal
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab, 3. Kaji jenis dan sumber nyeri
mampu menggunakan teknik 4. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) (relaksasi nafas dalam)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 6. Kolaborasi pemberian obat
frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
5. Mampu tidur atau istirahar dengan tepat
4. Hambatan NOC : NIC : Exercise therapy : ambulation 1. Kaji kemampuan pasien
Mobilitas Fisik - Joint Movement : Active dalam mobilisasi 2. Manajemen nyeri pada klien 3. Melakukan
- Mobility Level pengaturan posisi klien 4. Ajarkan klien bagaimana merubah
- Self care : ADLs – Transfer performance posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Kriteria Hasil :
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker)
5. Ketidakseimbangan NOC : NIC : Nutrition Management
nutrisi kurang dari - Nutritional Status : food and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh - Weight control 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
Kriteria Hasil : dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
2. Beratbadan ideal sesuai dengan tinggi badan 5. Berikan substansi gula
3. Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi mencegah konstipasi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
pengecapan dari menelan dengan ahli gizi)
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
berarti 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Andyagreeni. 2010. Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta : CV.

Trans Info Media American Diabetes Association. 2014. Standar Of Medical In Diabetes –
2014. Diabetes Care, 37, 14-8

Askandar. 2001 hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes mellitus. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.

Corwin. 2009. American Association’s Expert Committe on the Diagnosis and


Classification of Diabetes mellitus.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C.2010. Nursing care plan: Guidelines for
individualizing elient care across the life span. (8thedition). Philadelphia: F. A Davis
Company.

Guyton, A.C and Hall, J.E. 2005. Text Book of Medical Physiology tenth Edition.
Singapore : W.B. sauders Company. Hal : 894-897.

Irawan, D. 2010. Prevalensi dan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 di daerah
urban Indonesia.

FKMUI Johnson, M.Dochterman. 2013. Nursing Intervemtions Classification (NIC) edisi


kenam. Jakarta : ECG

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES). (2014).

Profil kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia.

Lewis.2011. Patofisiologi: konsep klinis proses-prose penyakit . (edisi 4). Jakarta: EGC

Lipsky, B.A. 2004. Medical Tretment of Diabetic Foot Infections Clinical Infectious
Diseases (CID). 39, 104-114.

Mansjoer, dkk. 2010 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Medica.

FKUI Meion Johnson. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi kelima.
Jakarta : ECG
Mu’in. T. 2011. Perjalanan diabetisi dalam melaksanankan perawatan di rumah. Di kota
Depok. FKUI. NANDA. 2015-2017. Diagnosa Keperawatan NANDA Definisi &
Klasifikasi. Jakarta : EGC

Nursing Times. 2014. Early Identification and treatment of sepsis. Nursing time. 110. 14-
17 PERKENI. 2011. Konsesus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes mellitus tipe 2 di
Indonesia 2011. Http//www.perkeninet/index oho? Page=hone. Smeltzer, SC. Bare BG.
2008. Medical Surgical Nursing Brunner & Suddarth. Philadelphia : Lippincott

Suyono S. 2006. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed.
Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI

Tambayong, Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Williams, D.T. Hilton, J.R and Harding, K.G. 20014. Diagnosing Foot Infection in
diabetes. Clinical Infection Disease (CID). 39, 83-86.

Wounnds International. 2013. International Best Practice buideline : Wound Management


M Diabetic Foot Ulcers. London : Wound International Adivision Of Schofield Heatthh
Care Limited Enterprise House.

Anda mungkin juga menyukai