Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

UJI BEDA PROPORSI


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Biostatistik
Dosen : Erlinawati,M.Keb

Disusun Oleh:

 DELFIA SINTA
 LILI NURHAYATI
 SUCI TRIANA
 RICHI RAHMALIA
 YESI SUSANTI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat
limpahan rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Makalah yang berjudul Uji Beda Proporsi ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Biostatistik tahun akademik 2021. Penulis
menyadari dalam penyusunan makalah ini tanpa adanya bimbingan, dorongan,
motivasi, dan doa, makalah ini tidak akan terwujud. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Erlinawati,M.Keb selaku dosen mata
kuliah Biostatistik yang telah membimbing dalam kegiatan belajar mengajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya khususnya mahasiswa
dan masyarakat umum.
Akhir kata penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan, baik
dalam penulisan maupun informasi yang terkandung didalam makalah ini, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan dimasa yang akan datang.

Bangkinang, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI          

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan...............................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengujian Hipotesis ......................................................................2
2.2 Pengujian Hipotesis Proporsi...........................................................................2
2.3 Jenis-jenis Uji Hipotesis Beda Proporsi ........................................................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................23
3.2 Saran..............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Uji proporsi merupakan pengujian hipotesis mengenai proporsi
(persentase). Populasi yang didasarkan atas informasi (data) sampelnya. Uji
hipotesis mengenai proporsi diperlukan di banyak bidang. Seorang politikus tentu
ingin mengetahui berapa proporsi pemilih yang akan memilih partainya dalam
pemilihan umum mendatang. Semua pabrik sangat berkepentingan mengetahui
proporsi barang yang cacat selama pengiriman. Seorang penjudi tentu sangat
bergantung pada pengetahuan mengenai proporsi hasil yang ia anggap
menguntungkan.
Dalam pasal ini kita akan membahas masalah pengujian hipotesis bahwa
proporsi keberhasilan dalam suatu percobaan binom sama dengan suatu nilai
tertentu. Artinya,kita akan menguji hipotesis Ho bahwa p =Po sedangkan p adalah
parameter sebaran binom. Hipotesis alternatifnya dapat berupa alternatif yang
bersifat satu-arah atau dua-arah: p < Po, p > Po, atau p ≠ Po.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
cara mengambil sebuah keputusan dengan melakukan sebuah pengujian apakah
dampak dari sebuah keputusan yang akan diambil adalah positif atau negatif, dan
langkah pengujian tersebut disebut dengan “pengujian hipotesis”. Menambah
wawasan tentang apa yang dimaksud dengan pengujian hipotesis dan bagaimana
cara mengaplikasikannya dalam dunia nyata.

1.3 Rumusan Masalah


a. Apa Pengertian Pengujian Hipotesis?
b. Bagaimana Pengujian Hipotesis Proporsi?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengujian Hipotesis


Dilihat dari penggalan katanya. Kata “hupo” yang artinya “sementara atau
lemah keberadaannya” dan “thesis” yang artinya “pernyataan atau teori”.
Hipotesis pada dasarnya merupakan proposisi atau anggapan yang mungkin
benar,dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan suatu keputusan /
pemecahan persoalan ataupun dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan suatu
hipotesis juga merupakan sebagai data. Akan tetapi kemungkinan bisa salah,
apabila digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus terlebih dahulu diuji
dengan menggunakan data hasil observasi.
Pengujian hipotesis adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan tujuan
memutuskan apakah menerima atau menolak hipotesis itu. Dalam pengujian
hipotesis, keputusan yang dibuat mengandung ketidakpastian, artinya keputusan
biasa benar atau salah, sehingga menimbulkan risiko.

2.2 Pengujian Hipotesis Proporsi


Statistik yang dapat kita gunakan sebagai landasan kriterium keputusan
adalah peubah acak binom X, meski kita pun dapat menggunakan statistik P=X/n
sama baiknya. Nilai-nilai X yang jauh dari nilai tengah μ = nPo akan membawa
pada penolakan hipotesis nol. Untuk menguji hipotesis :
Ho: p = po’
H¹: p = po’
Wilayah kritik berukuran ɑ diberikan oleh :
x ≤ k’ɑ,
Sedangkan k’ɑ adalah bilangan bulat terbesar yang bersifat
k'ɑ
P (X ≤ k’ɑ bila p = po ) =∑ b ( x ; n , p o ) ≤ ɑ .
n

Dan terakhir, untuk menguji hipotesis :

2
Ho: p = po’
H¹: p ≠ po’
Wilayah kritik sebesar ɑ diberikan oleh :
x ≤ k’ɑ/² dan x ≥ kɑ’².
Karena X merupakan peubah acak binom yang bersifat diskret, maka ukur
wilayah kritik itu harus ditentukan sehingga sangat mendekati ɑ tanpa
melampauinya.
Langkah-langkah untuk pengujian hipotesis nol mengenai proporsi lawan
berbagai hipotesis alternatifnya dengan menggunakan peluang binompada tabel
A:2 adalah sebagai berikut :

Pengujian proporsi
1. Ho: p = po’
2. H¹: alternatifnya adalah p < po, p > po, atau p ≠ po’
3. Tentukan taraf nyata ɑ.
4. Wilayah kritik :
x ≤ k’ɑ bila hipotesis alternatifnya p < po,
x ≥ kɑ bila hipotesis alternatifnya p > po,
x ≤ k’ɑ’² dan x ≥ kɑ’² bila hipotesis alternatifnya p ≠ po’
5. Perhitungan : hitunglah x,yaitu banyaknya keberhasilan.
6. Keputusan : Tolak Ho bila x jatuh dalam wilayah kritik ;bila tidak
demikian halnya terima Ho.

Contoh soal : Seorang pemborong menyatakan bahwa di 70% rumah-


rumah yang baru dibangun dikota Richmond dipasang suatu alat pemompa udara
panas. Apakah anda setuju dengan pernyataan tersebut bila diantara 15 rumah
baru yang diambil secara acak terdapat 8 rumah yang menggunakan pompa udara
panas. Gunakan taraf nyata 0.10.
Jawab :
1. Ho: p = 0.7.
2. H¹: p ≠ 0.7.

3
3. ɑ = 0.10.
4. Wilayah kritik : x ≤ 7 dan x ≥ 14, dari Tabel A.2
5. Perhitungan : x = 8.
6. Keputusan : Terima Ho dan simpulkan bahwa tidak ada alasan yang kuat
untuk meragukan pernyataan pemborong diatas.

Dalam pasal 7.4 kita mengetahui bahwa nilai-nilai peluang binom dapat
dihitung langsung dari rumus binom atau dari Tabel A.2 bila n kecil. Untuk n
yang besar kita dapat menggunakan prosedur hampiran. Bila nilai yang
dihipotesiskan po mendekati nol atau 1, kita dapat menggunakan sebaran Poisson
dengan parameter μ = npo. Untuk n yang besar, hampiran normal dengan
parameter μ = npo dan ɑ²= npoqo biasanya lebih disukai, dan hampiran ini
memang sangat teliti asalkan po tidak terlalu mendekati pada nol atau 1. Bila
digunakan hampiran normal,nilai z untuk pengujian po diberikan oleh :
x−n p o
z¿ ,
√n p oqo❑
yang merupakan nilai bagi peubah acak normal baku Z. Oleh karena itu, untuk uji
dua-arah dengan taraf nyata ɑ, wilayah kritiknya adalah z < -zɑ’² dan z > zɑ’².
Bila alternatifnya satu-arah p < po,wilayah kritiknya adalah z < -zɑ ,dan bila
alternatifnya p > po, maka wilayah kritiknya z > zɑ.
Untuk menguji hipotesis nol mengenai proporsi populasi dengan
menggunakan hampiran normal, kita menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Ho: p = po.
2. H¹: Alternatifnya salah satu p < po, p > po, atau p ≠ po’
3. Tentukan taraf nyata ɑ.
4. Wilayah kritiknya :
z < -zɑ bila alternatifnya p < po,
z > zɑ bila alternatif nya p > po,
z < -zɑ’² dan z > zɑ’² bila alternatifnya p ≠ po.

4
5. Perhitungan : dari contoh berukuran n yang diperoleh. Hitunglah x dan
kemudian :
x−n p o
z¿ ,
√n p oqo❑
6. Keputusan : Tolak Ho bila z jatuh ke dalam wilayah kritik ; dan terima Ho
bila z jatuh ke dalam wilayah penerimaan.

Contoh :
Suatu obat penenang ketegangan syaraf diduga hanya 60% efektif. Hasil
percobaan dengan obat baru terhadap 100 orang dewasa penderita ketegangan
syaraf, yang diambil secara acak, menunjukkan bahwa obat baru itu 70 % efektif.
Apakah ini merupakan bukti yang cukup untuk menyimpulkan bahwa obat baru
itu lebih baik dari pada yang beredar sekarang? Gunakan taraf nyata 0.05.
Jawab :
1. Ho: p = 0.6.
2. H¹: p > 0.6.
3. ɑ = 0.05.
4. Wilayah kritiknya : z > 1.645.
5. Perhitungan : x = 70, n = 100, npo = (100)(0.6) = 60, dan
70−60
z= = 2.04.
√( 100 )( 0.6 )( 0.4)❑
6. Keputusan : Tolak Ho dan simpulkan bahwa obat baru tersebut memang
lebih manjur.

Pengujian Hipotesis Tentang Satu Proporsi


Dalam praktek, yang harus di uji sering kali berupa pendapat tentang
proporsi ( persentase ). Misalnya, persentase barang yang rusak = 10% ; nasabah
yang tidak puas =25% ; penduduk suatu daerah yang masih buta huruf = 15%;
penduduk suatu kota yang tidak setuju KB = 20% karyawan yang tidak bergairah
= 5%; mahasiswa FE-Atmajaya yang belum membayar uang kuliah = 30% dan
lain sebagainya. Pengujian hipotesisnya dinyatakan dalam proporsi. Misalnya,

5
Ho: p ≤ po atau Hɑ : p ≥ po
Ho: p > po Hɑ : p < po

Cara pengujiannya sama dengan pengujian rata-rata.

X
−po
X−n p o n
Zɑ = =
√ n p o (1− po)❑ p o(1−po) ❑
√ n

Dimana n = banyaknya elemen sampel.


X = banyaknya elemen sampel dengan karakteristik tertentu.
Po = proporsi berdasarkan hipotesis.

Pengujian Hipotesis Tentang Perbedaan Dua Proporsi


Dalam prakteknya mungkin ada persoalan mengenai perbedaan antara dua
proporsi ( persentase ). Misalnya, tak ada perbedaan persentase penduduk yang
setuju dari dua desa; tidak ada perbedaan persentase nasabah yang tidak puas dari
dua pihak, dan lain sebagainya. Hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1) Ho : P¹ - P² ≤ 0
Hɑ : P¹ - P² > 0 artinya P¹ > P²
2) Ho : P¹- P² ≥ 0
Hɑ : P¹ - P² < 0 artinya P¹ < P²
3) Ho : P¹- P² = 0
Hɑ : P¹ - P² = 0 artinya P¹ ≠ P²

6
X1 X2
Dimana, P̂¹ = dan P̂² = masing-masing merupakan penduga P¹
n1 n2
dan P² ( P̂ dibaca P “topi” atau P “cap” ). Akan tetapi, karena P¹ = P² = P, maka

X1 X2
dan juga merupakan penduga P.
n1 n2

ɑ( )
X1 X2 P ¹(1−P ¹) P ² (1−P ²) ❑
n1 - n2 = √n1
+

P(1−P) P (1−P) ❑
=
√ n1
+


= P ( 1−P ) ( 1 + 1 )
√ n1 n ²

Karena P lebih baik diestimasi dengan ( Xn 1+ X2


1+n 2 )
, maka

ɑ( ) = √(
X1 X2 X 1+ X 2 X 1+ X 2 1 1 ❑

n1 - n2 n 1+n 2
1− )(
n1+ n2 )( +
n1 n ² )
= kesalahan baku untuk ( Xn 11 - Xn 22 ),
Sehingga

X 1 X2
( − )
n 1 n2
Z0 = ❑
X 1+ X 2 X 1+ X 2 1 1
√( n 1+ n 2 )(
1−
n 1+n 2 )( +
n1 n² )
Contoh :
Seorang pejabat dari Direktorat Jenderal Pajak berpendapat bahwa
persentase wajib pajak yang belum membayar pajak dari dua daerah adalah sama,
dengan alternatif tidak sama. Untuk menguji pendapatnya itu, telah diteliti
sebanyak 200 orang wajib pajak dari daerah pertama. Ternyata ada 7 orang yang
belum membayar pajak. Sedangkan dari 400 orang wajib pajak dari daerah yang

7
kedua, ada 10 orang yang belum membayar pajak. Dengan menggunakan ɑ = 5%,
ujilah pendapat tersebut!
Penyelesaian :
H0 : P¹ = P²
Hɑ : P¹ ≠ P²
n 1 : 200, X 1 = 7, n 2 = 400, X 2 = 1
ɑ = 5%, Zɑ/² = 1,96 dari Tabel Normal.
X 1 X2
( − )
n 1 n2 X 1+ X 2 7+10
Z0 = ❑ dimana
n 1+ n 2
= 200+400
=
X 1+ X 2 X 1+ X 2 1 1
√( n 1+ n 2 )(
1−
n 1+n 2 )( +
n1 n² )
0,028
7 10
( − )
200 400
Z0 = ❑
1 1
√ ( 0,028 )( 0,972 ) ( +
200 400 )
( 0,035−0,025)
=
√( 0,028 )( 0,0075 )❑
0,01
=
√ 0,0002025❑
0,01
= 0,016 = 0,71

Karena Z0 = 0,71 terletak antara


-1,96 dan 1,96 atau -1,96 < Z 0 <
1,96, maka Ho tidak ditolak.
Berarti, persentase wajib pajak
yang belum membayar pajak
dari dua daerah adalah sama.

8
Pengujian Hipotesis Tentang Perbedaan Lebih dari Dua Proporsi
Dalam praktik, pengujian hipotesis dapat mencakup lebih dari dua
proporsi. Misalnya, persentase sejenis barang yang rusak dari 3 pabrik adalah
sama ( tidak berbeda ); persentase penduduk yang setuju KB dari 4 desa sama;
persentase penduduk yang mendukung calon gubernur dari 5 kabupaten sama; dan
lain sebagainya. Pada umumnya, kita bicara tentang proporsi/persentase yang
sama.
H0 : P¹ = P² = . . . = P k ( = p )
Hɑ : Tidak semuanya sama ( paling sedikit ada dua yang tak sama )

Misalkan kita mempunyai n sampel acak dari k populasi. Elemen-elemen


sampel dibagi menjadi dua kategori/kelompok, yaitu disebut “ sukses “ dan “
tidak sukses “, sebagai berikut.
Sampel 1 Sampel 2 Sampel j Sampel k Jumlah
Banyaknya n11 n12 n1j n1k n1.
“sukses”
Banyaknya n21 n22 n2j n2k n2.
“tidak sukses”
Jumlah n.1 n.2 n.j n.k n

k k 2 2 k
n 1=∑ n1 j , n 2=¿ ∑ n 2 j , n . j=¿ ∑ nij ,n=¿ ∑ ¿ .=∑ n . j¿ ¿ ¿
j=1 j=1 i=1 i=1 j=1

n1 = banyaknya elemen dengan karakteristik i (i = 1,2)dari sampel j( j =1,2,. . . ,k).


Kalau kita anggap p sebagai proporsi “sukses” yang sebenarnya ( menurut
hipotesis, proporsi ini akan sama untuk seluruh populasi sebanyak k), parameter p
tidak diketahui nilainya meskipun dapat estimasi sebagai berikut :

n 11+n 12+. ..+n 1 k n 1


P̂ = = = penduga p ( P̂ dibaca P “topi” atau P “cap” ).
n n

9
Kemudian kita hitung e ij = frekuensi harapan ( expected frequencies ).

n1
Apabila penduga p yaitu ,dikalikan dengan banyaknya elemen ( banyaknya
n
eksperimen ) untuk setiap sampel ( ada k sampel ), maka untuk sampel 1, kita
peroleh banyaknya sukses yang kita harapkan, P̂1 = n.1 ¿ ); untuk sampel 2, P̂2 =

n.2¿ ); untuk sampel j, P̂j = n.j¿); dan untuk sampel ke k, P̂k = n.k ¿). Sedangkan,
banyaknya elemen dengan karakteristik tidak sukses dapat diperoleh dengan jalan
mengurangi banyaknya elemen setiap sampel dengan banyaknya sukses yang kita

harapkan. eij adalah frekuensi harapan untuk baris i dan kolom j atau sampel j.

Dimana :
( n . j ) (¿ .) ( ¿ . ) (n . j)
eij = n
= n
i = 1,2
j = 1,2, . . . , k

Untuk menguji hipotesis bahwa tak ada perbedaan antara proporsi dari K populasi
dengan alternatif ada perbedaan, maka dipergunakan pengujian kai-kuadrat
dengan simbol X² .
2 k
( nij )−(eij)2
X 20 = ∑∑ , dimana Z20 mengikuti fungsi X² ( kai-kuadrat ) dengan
i=1 j=1 eij

df = ( k – 1 ). Kemudian kalau X 20 ≥ X 2ɑ , H0 ditolak; dan sebaliknya kalau X 20 <

X 2ɑ, H0 tidak ditolak. X 2ɑ dicari dari Tabel X² dengan derajat kebebasan( k-1 ).

2.3 Jenis-jenis Uji Hipotesis Beda Proporsi


Dalam menentukan penghitungan sampel, peneliti hendaklah
memperhatikan variabel independen untuk melihat skala ukurnya. Jika skala ukur

10
berbentuk nominal atau ordinal, maka rumus perhitungan sampel yang tepat
adalah uji hipotesis beda proporsi.
1. Uji Satu Ekor/Sisi (One Tail)
{Z 1−α √2 P2 ( 1−P2 ) +Z 1− β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }2
n=
( P1−P2 )2
Keterangan
n = besar sampel minimum
Z1-α = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
P = harga proporsi dalam populasi
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditoleransi atau presisi
Z1-β= kekuatan uji (power of test)
P 1+ P 2
Ṕ = rata-rata dua proporsi
2

Contoh kasus :
Suatu obat X dapat menurunkan tekanan darah pada 70% pasien stroke,
sedangkan obat Y dapat menurunkan tekanan darah pada 40% pasien stroke.
Peneliti ingin menguji apakah obat X lebih efektif dari pada obat Y. Berapa
jumlah sampel yang dibutuhkan bila peneliti menginginkan derajat kemaknaan
1% dan kekuatan uji 80%?
Jawab :
Diketahui :
0,23+0,04
P1 =0,70; P2=0,50; Ṕ= =0,6 ; Z1−α =1,96 ; Z 1−β =0,84
2
{Z 1−α √2 P2 ( 1−P2 ) +Z 1− β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }2
n=
( P1−P2 )2
{2,33 √ 2 ( 0,6 ) ( 1−0,6 )+ 0,84 √ 0,70 ( 1−0,70 ) +0,50 (1−0,50) }2
n=
(0,70−0,50)2
n=119,015 = 120
Sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 120 pasien stroke dengan obat X
dan 120 pasien stroke dengan obat Y.

11
Menghitung sampel untuk penelitian
1. Jika hanya ada satu variabel independen.
Seorang mahasiswa ingin membuat sebuah penelitian dengan judul
"Hubungan usia dengan Kejadian Stroke", maka yang dilakukan adalah mencari
informasi tentang kejadian penyakit stroke sebagai informasi awal melalui
informasi jurnal terkait. Adapun data yang dibutuhkan untuk landasan
penghitungan sampel yang berkaitan dengan variabel independen dengan hasil
ukur berupa proporsi (%) saat variabel hipertensi dapat dibagi berdasarkan
hipertensi dan nonhipertensi, maka jumlah sampel dapat dihitungan dengan rumus
sampel uji hipotesis beda proporsi. Peneliti hanya menghitung sampel berdasarkan
satu variabel independen (hipertensi) dengan derajat kemaknaan 5% dan kekuatan
uji 80%.

Gambar 5.1 Tampilan Jurnal


Keterangan: angka yang dilingkari merupakan harga proporsi dalam populasi
yaltu P1 dan P2

Diketahui
0,23+0,04
P1=0,23; P2 =0,04; Ṕ= = 0,135; Z1-α=1,64; Z1-β =0,84,
2
dengan uji satu sisi.

12
{Z 1−α √2 P2 ( 1−P2 ) +Z 1− β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }2
n=
( P1−P2 )2
{1,64 √ 2 ( 0,135 )( 1−0,135 )+ 0,84 √ 0,23 (1−0,23 ) +0,04 ( 1−0,04 ) }2
n=
(0,23−0,04)2
n=38,69=39
Selain itu, perhitungan dapat dengan menggunakan software sebagai
berikut :

Gambar 5.2 Tampilan Perhitungan

Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan jumlah sampel sebesar 39


orang untuk pengidap hipertensi dan 39 untuk yang bukan pengidap hipertensi.

Jika lebih dari satu variabel independen


Seorang mahasiswa ingin membuat sebuah penelitian dengan judul
"Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi pada Kunjungan Pasien Rawat Jalan di
Puskesmas Sehat", maka yang dilakukan adalah mencari informasi tentang
kejadian penyakit hipertensi sebagai informasi awal melalui informasi jurnal
terkait. Adapun data yang dibutuhkan untuk landasan penghitungan sampel yang
berkaitan dengan variabel independen dengan hasil ukur berupa proporsi (%),

13
maka jumlah sampel dapat dihitung dengan rumus sampel uji hipotesis beda
proporsi.
Peneliti menghitung sampel berdasarkan lebih dari satu variabel
independen dengan derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji 80%, yaitu sebagai
berikut.
a. Umur
Umur terbagi atas dua kelompok, yaitu kelonipok umur < 40 tahun dan
kelompok umur ≥ 40 tahun.

Gambar 5.3 Tampilan


Jurnal Keterangan: angka yang dilingkari merupakan harga proporsi dalam
populasi yaitu P1 dan P2

Diketahui
0,68+0,28
P1=0,68; P2 =0,28; Ṕ= = 0,48; Z1-α = 1,64; Z1-β =0,84,
2
dengan uji satu sisi.
{Z 1−α √2 P2 ( 1−P2 ) +Z 1− β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }2
n=
( P1−P2 )2
{1,64 √ 2(0,48) ( 1−0,48 ) +0,84 √ 0,68 ( 1−0,68 )+ 0,28 ( 1−0,28 ) }2
n=
(0,68−0,28)2
n=18,09 = 19
Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan jumlah sampel sebesar 19
orang pada umur < 40 tahun dan 19 orang pada umur ≥ 40 tahun.

14
Gambar 5.4 Tampilan Perhitungan

b. Jenis kelamin Jenis kelamin terbagi atas dua kelompok, yaitu wanita
dan pria.

Gambar 5.5 Tampilan Jurnal

Keterangan: angka yang dilingkari merupakan harga proporsi dalam


populasi yaitu P1 dan P2
Diketahui
0,12+ 0,11
P1=0,12 ; P2=0,11 ; Ṕ= =0,115 ; Z 1−α =1,64 ; Z 1−β =0,84 , dengan uji
2
satu sisi.
{Z 1−α √2 P2 ( 1−P2 ) +Z 1− β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }2
n=
(P1−P2 )2

15
{1,64 √ 2 ( 0,115 ) (1−0,115 )+ 0,84 √ 0,12 ( 1−0,12 )+ 0,11 ( 1−0,11 ) }2
n=
( 0,12−0,11)2
n=12.584

c. Riwayat keluarga dengan hipertensi


Riwayat keluarga dengan hipertensi terbagi atas 2 kelompok yaitu
kelompok keluarga hipertensi dan kelompok keluarga tidak hipertensi.
Diketahui :
20 6 0,34 +0,20
P 1= =0,34 ; P2 = =0,20 ; Ṕ= =0,27 ; Z 1−α =1,64 ; Z 1− β=0,84 ,
58 30 2
dengan uji satu sisi.
{Z 1−α √2 P2 ( 1−P2 ) +Z 1− β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }2
n=
( P1−P2 )2
{1,64 √ 2(0,27) ( 1−0,27 ) +0,84 √ 0,34 (1−0,34 ) + 0,20 ( 1−0,20 ) }2
n=
(0,34−0,20)2
n=124
Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan jumlah sampel sebesar 124
orang dengan riwayat hipertensi positif dan 124 yang dengan riwayat hipertensi
negatif.

d. Merokok
Merokok terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok merokok dan
kelompok tidak merokok.

Gambar 5.9 Tampilan Jurnal


Keterangan: angka yang dilingkari merupakan harga proporsi dalam populasi
yaitu P1 dan P2

16
Diketahui
0,08+ 0,13
P1=0,08 ; P2=0,13; Ṕ= =0,0,105 ; Z 1−α =1,64 ; Z 1−β =0,84 , dengan
2
uji satu sisi.
{Z 1−α √2 P2 ( 1−P2 ) +Z 1− β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }2
n=
( P1−P2 )2
{1,64 √ 2(0,105) ( 1−0,105 )+ 0,84 √ 0,08 ( 1−0,08 ) +0,20 ( 1−0,13 ) }2
n=
(0,08−0,13)2
n=464
Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan jumlah sampel sebesar 464
orang yang merokok dan 464 orang yang tidak merokok.
Tabel perhitungan sampel menurut variabel independen.
Jumlah
Jumlah
No. Variabel Hasil sampel tiap
sampel total
kelompok
(1) ≥40tahun 19
1 Umur 38
(0) ≤40tahun 19
Jenis (1) wanita 12.584
2 25.168
kelamin (0) pria 12.584
Riwayat (1) positif 124
3 248
keluarga (0) negatif 124
(1) ya 464
4 Merokok 928
(0) tidak 464
Dari keempat variabel independen yang telah dihitung jumlah sampel
tersebut, maka dipilih varaiabel dengan jumlah sampel terbanyak sebagai acuan
jumlah sampel yaitu jenis kelamin.

UJI DUA EKOR/SISI (TWO TAIL)


{Z α √2 P2 ( 1−P 2 )+ Z 1−β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }2
1−
2
n=
(P1−P2 )2
Keterangan
n = besar sampel minimum
Z α = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
1−
2

P = harga proporsi dalam populasi

17
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditoleransi atau presisi
Z1-β= kekuatan uji (power of test)
P 1+ P 2
Ṕ = rata-rata dua proporsi
2
Contoh kasus
Suatu penelitian awal mendapatkan hasil bahwa narkoba suntik diduga
menjadi faktor risiko pada penderita HIV-AIDS. Pada penelitian tersebut, dari 50
penderita HIV-AIDS tanpa narkoba suntik, sebanyak 20 orang meninggal dalam 6
bulan. Sementara, pada 50 penderita HIV-AIDS tanpa narkoba suntik, sebanyak
10 orang meninggal dalam 6 bulan. Penelitian ingin mengetahui perbedaan
proporsi kematian penderita HIV-AIDS antara menggunakan narkoba suntik dan
tanpa narkoba suntik. Berapa jumlah sampel yang dibutuhkan jika peneliti
menginginkan derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji 80% ?
Jawab :
Diketahui
20 10 0,40+0,20
P 1= =0,40 ; P2= =0,20 ; Ṕ= =0,30; Z α =1,96 ; Z 1−β =0,84 ,
50 50 2 1−
2

dengan uji dua sisi.


2
{Z
1−
α √2 P ( 1−P )+ Z √ P ( 1−P ) + P ( 1−P ) }
2 2 1−β 1 1 2 2
2
n=
(P1−P2 )2
{1,96 √ 2 ( 0,30 ) ( 1−0,30 )+ 0,84 √ 0,40 ( 1−0,40 ) +0,20 ( 1−0,20 ) }2
n=
(0,40−0,20)2
n=81,08=82
Sampel yang dibutuhkan sebanyak 82 penderita HIV-AIDS dengan
narkoba suntik dan 82 penderita HIV-AIDS dengan narkoba bukan suntik.
Menghitung sampel untuk penelitian
1. Jika hanya satu variabel independen
Seorang mahasiswa ingin membuat sebuah penelitian dengan judul
“Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke” maka yang dilakukan adalah
mencari informasi tentang kejadian penyakit stroke sebagai informasi awal
melalui informasi jurnal terkait.adpun data yang dibutuhkan untuk landasan

18
perhitungan sampel yang berkaitan dengan variabel independen dengan hasil ukur
brupa proporsi (%). Variabel hipertensi dapat dibagi berdasarkan hipertensi dan
nonhipertensi, maka jumlah sampel dapat dihitung dengan rumus sampel uji
hipotesis beda proporsi. Peneliti hanya menghitung sampel berdasarkan satu
variabel independen (hipertensi) dengan derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji
80% .
Diketahui
0,59+0,41
P1=0,59 ; P2=0,41; Ṕ= =0,5; Z α =1,96 ; Z 1−β =0,84 , dengan uji
2 1−
2

dua sisi.
2
{Z
1−
α √2 P ( 1−P )+ Z √ P ( 1−P ) + P ( 1−P ) }
2 2 1−β 1 1 2 2
2
n=
(P1−P2 )2
{1,96 √ 2 ( 0,5 ) ( 1−0,5 )+ 0,84 √ 0,59 ( 1−0,59 ) +0,41 (1−0,41 ) }2
n=
(0,40−0,20)2
n = 199,72 = 120
Dari hasil perhitungan tersebut,didapatkan jumlah sampel sebesar 120
orang untuk yang hipertensi dan 120 orang untuk yang bukan hipertensi.
2. Jika lebih dari satu variabel independen
Seorang mahasiswa ingin membuat sebuah penelitian dengan judul “faktor
resiko terjadinya hipertensi pada kunjungan pasien rawat jalan di puskesmas
sehat”, maka yang dilakukan adalah mencari informasi tentang kejadian penyakit
hipertensi dengan informasi awal melalui informasi jurnal terkait.
Adapun data yang dibutuuhkan untuk landasan perhitungan sampel yang
berkaitan dengan variabel independen dengan hasil ukur berupa proporsi (%)
maka jumlah sampel dapat dihitung dengan rumus sampel uji hipotesis beda
proporsi.
Peneliti menghitung sampel berdasarkan lebih dari satu wariabel
independen dengan derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji 80% yaitu sebagai
berikut
a. Umur
Umur terbagi atas dua kelompok umur <40 tahun dan umur >40 tahun.

19
Diketahui
0,68+0,28
P1 =0,68; P2 = 0,28; Ṕ= = 0,48; Z1− α = 1,96; Z1-β = 0,84, dengan uji
2 2

dua sisi.
2
{Z
1−
α √2 P ( 1−P )+ Z √ P ( 1−P ) + P ( 1−P ) }
2 2 1−β 1 1 2 2
2
n=
(P1−P2 )2
{1,64 √ 2(0,48) ( 1−0,48 ) +0,84 √ 0,68 ( 1−0,68 )+ 0,28 ( 1−0,28 ) }2
n=
(0,68−0,28)2
n=23,21=24
Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan jumlah sampel sebesar 24
orang dengan umur 40 tahun dan 24 orang dengan umur <40 tahun.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin terbagi atas dua kelompok yaitu wanita dan pria.
Diketahui
0,68+0,28
P1=0,12; P2 = 0,11; Ṕ= = 0,48; Z1− α = 1,96; Z1-β = 0,84, dengan uji
2 2

dua sisi.
2
{Z
1−
α √2 P ( 1−P )+ Z √ P ( 1−P ) + P ( 1−P ) }
2 2 1−β 1 1 2 2
2
n=
(P1−P2 )2
{1,64 √ 2(0,115) ( 1−0,48 ) +0,84 √0,12 ( 1−0,12 ) +0,11 ( 1−0,11 ) }2
n=
( 0,12−0,11)2
n=15,946,67=15,947
c. Riwayat keluarga hipertensi
Riwayat keluarga dengan hipertensi terbagi atas dua kelompok yaitu
kelompok keluarga dengan hipertensi dan kelompok keluarga tidak hipertensi.
Diketahui :
0,34+ 0,20
P1= 12/58 = 0,34; P2 = 6/30 = 0,20; Ṕ= = 0,27; Z1− α = 1,96; Z1-β =
2 2

0,84, dengan uji dua sisi.


2
{Z
1−
α √2 P ( 1−P )+ Z √ P ( 1−P ) + P ( 1−P ) }
2 2 1−β 1 1 2 2
2
n=
(P1−P2 )2

20
{1,64 √ 2(0,27) ( 1−0,27 ) +0,84 √ 0,34 (1−0,34 ) + 0,20 ( 1−0,20 ) }2
n=
(0,34−0,20)2
n=156,2=157
d. Merokok
Merokok terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok merokok dan tidak
merokok.
0,08+0,13
P1=0,08; P2 = 0,13; Ṕ= = 0,105; Z1− α = 1,96; Z1-β = 0,84, dengan
2 2

uji dua sisi.


2
{Z
1−
α √2 P ( 1−P )+ Z √ P ( 1−P ) + P ( 1−P ) }
2 2 1−β 1 1 2 2
2
n=
(P1−P2 )2
{1,64 √ 2(0,105) ( 1−0,105 )+ 0,84 √ 0,08 ( 1−0,08 ) +0,13 ( 1−0,13 ) }2
n=
(0,08−0,13)2
n=587,1=588
Jumlah
Jumlah
No. Variabel Hasil sampel tiap
sampel total
kelompok
(1) ≥40tahun 24
1 Umur 48
(0) ≤40tahun 24
Jenis (1) wanita 15947
2 31.894
kelamin (0) pria 15947
Riwayat (1) positif 157
3 314
keluarga (0) negatif 157
(1) ya 588
4 Merokok 1.176
(0) tidak 588

Dari keempat variabel independen yang telah dihitung jumlah sampel


tersebut maka dipilih variabel dengan jumlah sampel terbanyak sebagai acuan
jumlah sampel yaitu jenis kelamin.

UJI HIPOTESIS ODDS RATIO (OR)


{Z α √2 P2 ( 1−P 2 )+ Z 1−β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }2
1−
n= 2 DENGAN
2
(P1−P2 )
(¿) P2
P 1=
( ¿ ) P2+(1−P 2)

21
Perlu diketahui bahwa P1 adalah proporsi subjek terpajan /terpapar dengan
penyakit dan P2 adalah proporsi subjek terpajan (berisiko) tanpa penyakit.
Keterangan :
n = besar sampel minimum
Z α = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
1−
2

P = harga proporsi dalam populasi


d = kesalahan (absolut) yang dapat ditoleransi atau presisi
Z1-β= kekuatan uji (power of test)
OR = odds ratio

22
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pengujian hipotesis tentang perbedaan dua parameter rata-rata dilakukan
ketika ingin membandingkan atau membedakan rata-rata variabel kriterium dua
kelompok. Misalnya rata-rata variabel dua kelompok. Penelitian bermaksud
menguji keadaan ( sesuatu ) yang terdapat dalam suatu kelompok dengan
kelompok lain, dan menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan diantara
masing-masing kelompok.

3.2  Saran
Demikian makalah ini penulis buat, hal ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan pembaca pada umumnya dan bagi penulis sendiri pada khususnya.
Adapun kesalahan-kesalahan pada penulisan itu karena kekurang telitiannya
penulis, untuk itu penulis meminta maaf, dan penulis menunggu kritik serta saran
demi kemajuan dan penambah pemahaman bagi penulis.

23
DAFTAR PUSTAKA

Azmi, H. S. (n.d.). Makalah Statistik. blogspot.com .


J.Supranto. Statistik Teori dan Aplikasi. In Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta.
J.SUPRANTO, M. (n.d.). Statistik Teori dan Aplikasi.
Supriyadi. (2014). In Statistik Kesehatan. Jakarta .
Yuliani, A. (2020, Oktober 10). Konsep Uji Hipotesis Beda Proporsi. p. id.scribd.com.

24

Anda mungkin juga menyukai