Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENKES CKD

(chronic kidney desease)

LULUK ERNI S.W

202102040069

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018). Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini
merupakan masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya
yang semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita
gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan
terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga di sebut
sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi
pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara
kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum
untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018)
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara PGK stadium
akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan dan penanganan yang
sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi 1 ginjal.
Penyakit ini baik pada stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian.
Penyakit ginjal kronik juga merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian
akibat penyakit kardiovaskuler pada PGK lebih tinggi daripada kejadian berlanjutnya
PGK stadium awal menjadi stadium akhir (Delima, 2014) Estiminasi Badan Kesehatan
Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013
telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di amerika Serikat, kejadian dan prevalensi
gagal ginjal meningkat 50% ditahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun
200.000 orang amerika menjalani hemodialisa karena gangguan ginjal kronis, yang
artinya 1.140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Widyastuti dalam
Elisa, 2017). Indonesia Renal Registry (IRR) menyatakan bahwa penderita gagal ginjal di
Indonesia data yang didapatkan tahun 2007-2014 tercatat 28.882 pasien, dimana pasien
sebanyak 17.193 pasien dan pasien lama sebanyak 11.689 pasien. Di Jawa Tengah
terdapat 3.363 pasien, dimana 2.192 pasien baru dan 1.171 pasien aktif.
Angka kejadian gagal ginjal kronik terbanyak di Indonesia disebabkan oleh
hipertensi yang meningkat menjadi 37% diikuti oleh Nefropati Diabetika sebanyak 27%.
Glomerulopati primer memberi proporsi yang cukup tinggi sampai 10% dan Nefropati
Obstruktifpun masih memberi angka 7% (IRR dalam Elisa, 2017). Pada tahun 2014 di
Sumatera Barat tercatat 368 pasien gagal ginjal dan 52% orang diantaranya menjalani
hemodialisis. Menurut Laporan IRR, Sumatera Barat merupakan salah satu korwil yang
menempatkan diabetes melitus sebagai etiologi pasien gagal ginjal yang harus didialisis.
Dengan terus meningkatnya kejadian Chronic Kidney Disease (CKD) di Sumatera Barat
dari tahun ke tahun membuat penyakit ini mengkhawatirkan karena hampir semua pasien
gagal ginjal yang berobat ke fasilitas kesehatan sudah dalam komplikasi dengan penyakit
lain sehingga risiko Chronic Kidney Disease (CKD) akan semakin meningkat.
B. Tujuan
1. Tujuan instruksional umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit, diharapkan sasaran penyuluhan dapat
memahami tentang apa itu CKD.
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan keluarga pasien dapat :
a. Menjelaskan pengertian CKD
b. Menjelaskan klasifikasi CKD
c. Menjelaskan penyebab CKD
d. Menjelaskan tanda dan gejala CKD
e. Menjelaskan penanganan CKD
C. Sasaran
Sasaran pendidikan kesehatan ini adalah keluarga dan pasien yang belum mengetahui
tentang penyakit CKD.
BAB II
DESKRIPSI KASUS
A. Prinsip belajar menurut teori (Sesuai Karakteritisk sasaran)
Prinsip belajar dari pendidikan kesehatan ini adalah menambah pengetahuan pasien dan
keluarga terhadap penyakit CKD sehingga diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga
meningkat,
B. Karakteristik Media Belajar Menurut Teori ( sesuai karakteristik sasaran )
1. Sesuai dengan materi pendidikan kesehatan yang diberikan
2. Menarik
3. Mudah dipahami oleh audience
4. Bahasa sederhana dan mudah dimengerti
5. Tidak melelahkan
6. Sesuai dengan karakteristik sasaran

BAB III
METODOLOGI PENDIDIKAN KESEHATAN
A. Deskriptif Media Belajar (sesuai karakteristik sasaran)
Mahasiswa keperawatan yang sedang menjalani program profesi ners dengan
menggunakan media berupa leaflet, informasi dalam media tersebut meliputi pengertian
CKD, Menjelaskan pengertian CKD, Menjelaskan klasifikasi CKD ,Menjelaskan
penyebab CKD,Menjelaskan tanda dan gejala CKD ,Menjelaskan penanganan CKD.
B. Tujuan Belajar
Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga cara memberikan pendidikan
kesehatan mengenai penyakit CKD.
C. Ketrampilan yang Diperlukan
Ketrampilan yang diperlukan dalam pendidikan kesehatan ini adalah ketrampilan
dalam berkomunikasi terutama menyampaikan informasi kepada sasaran, sehingga
mudah diterima dan dimengerti oleh sasaran dan ketrampilan dalam mendemonstrasikan
dengan baik sehingga tidak salah persepsi oleh audience.
D. Jenis Media
Ceramah dan tanya jawab
E. Alat yang Digunakan
1. Leaflet
2. Materi pengajaran (SAP)
3. Lembar balik
F. Proses Pendidikan Kesehatan
No Tahap dan Kegiatan Pemateri Kegiatan Peserta
. Waktu
Pembukaa 1. Mengucapkan salam dan 1. Menjawab salam
n memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
2 menit 2. Menyampaikan maksud dan tujuan maksud dan tujuan
3. Menyampaikan topik penyuluhan 3. Mendengarkan topik
yang akan diberikan penyuluhan
4. Menjelaskan mekanisme kegiatan 4. Mendengarkan
5. Kontrak waktu mekanisme kegiatan
5. Menyetujui kontrak
waktu
Penyuluha 1. Menggali pengetahuan peserta 1. menjawab
n mengenai CKD pengalaman &
11 menit 2. Menjelaskan materi: pengetahuan
a. Menjelaskan pengertian sebelumnya tentang
CKD CKD
2. mendengarkan materi
b. Menjelaskan penyebab
yang diberikan
CKD 3. menanyakan materi
c. Menjelaskan klasifikasi yang belum dipahami

CKD
d. Menjelaskan tanda dan
gejala CKD
e. Menjelaskan pengobatan
CKD
3. Memberikan kesempatan peserta
untuk bertanya
4. Menjawab pertanyaan peserta
Penutup 1. mengevaluasi pemahaman peserta 1. menjawab pertanyaan
2 menit 2. menyimpulkan kembali penjelasan pemateri
yang telah diberikan 2. mendemonstrasikan
3. membagikan leaflet materi
4. Salam penutup 3. mendengarkan
kesimpulan

G. Waktu Pelaksanaan
Tanggal : kamis, 07 Oktober 2021
Waktu : 10.00 - 10.30 WIB
Tempat : ruang seruni RSUD kraton

H. Hal-hal yang Perlu Diwaspadai


1. Kelelahan klien dan keluarga selama diberikan pendidikan kesehatan
2. Kebosanan klien dan keluarga
3. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai
4. Tingkat pendidikan keluarga dan klien
I. Antisipasi Untuk Meminimalkan Hambatan
1. Menjelaskan maksud dan tujuan pendidikan kesehatan
2. Waktu pelaksanaan pendidikan kesehatan tidak terlalu lama
3. Menggunakan media yang menarik
4. Melibatkan peran serta dari audience
J. Pengorganisasian
Pelaksana : LULUK ERNI SLAMET WIDIAWATI
K. Sistem Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Klien mengikuti penyuluhan sampai selesai
2. Evaluasi Proses
a. Klien antusias
3. Evaluasi Penyuluh
a. Dapat memfasilitasi jalannya penyuluhan
b. Dapat menjalankan peran dengan baik
4. Evaluasi Waktu
a. Penyuluhan berjalan sesuai waktu yang ditentukan
5. Evaluasi Hasil
Dari beberapa pertanyaan diberikan kepada klien dengan rentang nilai:
Baik jika standar nilai >70%-100%, bisa menjawab semua pertanyaan
Cukup jika standar nilai >50%-70%, bisa menjawab empat pertanyaan
Kurang jika standar nilai <50%, bisa menjawab tiga atau <3 pertanyaan

BAB IV
PENUTUP

Pendidikan kesehatan diperlukan pada keluarga yang mempunyai masalah penyakit pada
CKD, agar pengetahuan dapat meningkat, sehingga keluarga dan pasien dapat mencegah
terjadinya komplikasi.
MATERI PENYULUHAN
MENGENAL CKD

Pengertian :
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018). Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini
merupakan masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya
yang semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita
gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi
pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga di sebut sebagai
terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti
yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis
tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita
gagal ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018) Penyakit ginjal
kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara PGK stadium akhir yang disebut
juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan dan penanganan yang sangat tinggi untuk
hemodialisis atau transplantasi 1 ginjal
Klasifikasi :
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan
LFG :
 Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
 Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
 Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
 Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2
 Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat
badan ( kg ) 72 x creatini serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.

Gejala

Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan yang bersifat
sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak.
Sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukan
oleh gagal ginjal kronis:

1.) Ginjal dan gastrointestinal

Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering, penurunan tugor kulit,
kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran dan nyeri kepala yang
hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot
mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan
asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah penurunan urine output dengan sedimentasi
yang tinggi .

2.) Kardiovaskuler

Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis, effusi perikardial


(kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema
perifer.

3.) Respiratori sistem

Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura, crackles, sputum
yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung dan sesak nafas.

4.) Gastrointestinal

Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal karena
stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis,
gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian
sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksi, nause, dan vomitting.
5.) Integumen

Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecokelatan, kering dan ada scalp. Selain itu, biasanya juga
menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea pada kulit.

6.) Neurologis

Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan kaki.
Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya memori menurun, apatis,
rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik encephalopathy.

7.) Endokrin

Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan siklus menstruasi
pada wanita, impoten, penurunan seksresi sperma, peningkatan sekresi aldosteron, dan
kerusakan metabolisme karbohidrat.

8.) Hepatopoiteic

Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia (dampak dari
dialisis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius

pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya pendarahan ( purpura, ekimosis, dan
petechiae).

9.) Muskuloskeletal

Nyeri pada sendi tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan klasifikasi (otak, mata,
gusi, sendi, miokard).

(Prabowo dan Pranata, 2014)

Diagnosis

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan

yang muncul pada pasien CKD adalah:

1. Penurunan curah jantung

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

3. Perubahan nutrisi

4. Perubahan pola nafas

5. Gangguan perfusi jaringan

6. Intoleransi aktivitas
7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis

8. resti terjadinya infeksi

Terapi

Terapi Hemodialisa Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak


dengandialyzer dan selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini dapat
mengganggu cara kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu sendiri. Untuk mencegah
terjadinya pembekuan darah selama proses hemodialisis, maka perlu diberikan suatu
antikoagulan agar aliran darah dalam dialyzer dan selang tetap lancar. Terapi yang digunakan
selama proses hemodialisis, yaitu:

a. Heparin Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk hemodialisa, selain karena


mudah diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk disingkirkan oleh tubuh.
Ada 3 tehnik pemberian heparin untuk hemodialisa yang ditentukan oleh faktor
kebutuhan pasien dan faktor prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit yang
menyediakan hemodialisa, yaitu :
1. Routine continuous infusion (heparin rutin) Tehnik ini sering digunakan sehari-hari.
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa
dmulai. Kemudian dilanjutkan 750-1250 U/kg/jam selama proses hemodialisis
berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa selesai.
2. Repeated bolus Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum
hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg
berulang-ulang sampai hemodialisa selesai.
3. Tight heparin (heparin minimal) Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki
resiko perdarahan ringan sampai sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju infus
diberikan lebih rendah daripada routine continuous infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-3
menit sebelum hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan 500 U/kg/jam selama
proses hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum
hemodialisa selesai.
b. Heparin-free dialysis (Saline). Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko
perdarahan berat atau tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal tersebut
diberikan normal saline 100 ml dialirkan dalam selang yang berhubungan dengan arteri
setiap 15-30 menit sebelum hemodialisa.Heparin-free dialysis sangat sulit untuk
dipertahankan karena membutuhkan aliran darah arteri yang baik (>250 ml/menit),
dialyzeryang memiliki koefisiensi ultrafiltrasi tinggi dan pengendalian ultrafiltrasi yang
baik.
c. Regional Citrate Regional Citrate diberikan untuk pasien yang sedang mengalami
perdarahan, sedang dalam resiko tinggi perdarahan atau pasien yang tidak boleh
menerima heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan terjadinya
pembekuan, maka dari itu untuk mengencerkan darah tanpa menggunakan heparin adalah
dengan jalan mengurangi kadar kalsium ion dalam darah. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan infus trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan dengan arteri dan
menggunakan cairan dialisat yang bebas kalsium. Namun demikian, akan sangat
berbahaya apabila darah yang telah mengalami proses hemodialisis dan kembali ke tubuh
pasien dengan kadar kalsium yang rendah. Sehingga pada saat pemberian trisodium sitrat
dalam selang yang berhubungan dengan arteri sebaiknya juga diimbangi dengan
pemberian kalsium klorida dalam selang yang berhubungan dengan vena.
DAFTAR PUSTAKA

Retno, Dwy, 2014. ‘Efektivitas Training Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Intake Cairan’. [Online] Jurnal. Dari
Jurnal. Media.Neliti.Com/Media/Publications/219966-None.Pdf (26 Desember 2018).
Permana, Sari, 2012. ‘Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Chronic Kidney Disease Di
Ruang Hemodialisa Rsud Dr. Moewardi Surakarta’. [Online] Jurnal. Dari Jurnal.
http://Eprints.Ums.Ac.Id/22368/10/Naskah_Pdf (29 Desember 2018)
Delima, 2014, ‘Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik : Studi Kasus Kontrol di Empat Rumah
Sakit di Jakarta’. [online] jurnal. Dari jurnal.
https://media.neliti.com/media/publications/74905-ID-faktor-risiko-penyakit-ginjal-
kronik-stu.pdf.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai