Pengelolaan sumberdaya pekerbunan merupakan salah satu bidang pembangunan yang
harus dilakukan dengan pendidikan komprehensif. Sebagai sektor pendapatan asli daerah Kab. Kotim bidang tersebut tidak hanya dilakukan dengan pendekatan sektoral, karena pembangunan perkebunan kelapa sawit membawa implikasi kepada permasalahan yang kompleks baik penyelenggaraan Negara dan bermasyarakat. Pembukaan perkebunan kelapa sawit tak lagi memperhatikan asfek dan ketentuan yang berlaku, baik secara yuridis tata kehidupan masyarakat yang memanfaatkan dan mempunyai hak secara turun menurun sebagai kelangsungan hidupnya yang tergantung pada sektor perkebunan rakyat. Tak heran kesejahteraan, pengangguran meraja lela akibat pengelolaan SDA yang tak seimbang yang seharusnya berbasis pada ekonomi. Kerakyatan terabaikan, akibat dari pembukaan lahan oleh perusahaan sawit hanya bersifat sentralistik dan berpihak pada pengusaha bermodal besar yang monopolistic yang tak mau mengindahkan ketentuan ijin pelepasan kawasan tersebut. Serta asfek lingkungan hak-hak masyarakat melalui pantauan progresif lapangan. Hal inipun terjadi protes dan keberatan dilayangkan kepada PBS PT. Mentaya Sawit Mas (MSM) yang beroferasi di daerah tangar Kec. Telawang Kab. Kotim, yang menuntut kepada pihak perusahaan tersebut agar duduk bersama dalam menyelesaikan pembatasan lahan secara kooferatif, karena sudah menghilangkan masyarakat. Yang mana sejak PT. MSM melakukan Lan Celering pembukaan lahan telah mencaplok perkebunan karet dan rotan masyarakat secara sepihak tanpa pembebasan terlebih dahulu kepada pemilik sah yang menguasai tanah tersebut, aksi pun terjadi pemblokiran jalan yang di lakukan masyarakat Tangar duga memproleh akses jalan utama yang sudah dibuat oleh PT. MSM, di sela-sela aksi terjadi wartawan progresif mewancarai salah satu warga, dimana warga tersebut mengatakan bahwa tanah yang mereka kuasai merupakan perkebunan masyarakat yang di kuasai secara adat dan turun temurun sesuai ketentuan hukum dan kepemilikan yang jelas berdasarkan hukum. Mereka menyesalkan kepada pihak PT. MSM yang beroperasi seenaknya menyusur perkebunan karet dan rotan yang mereka tanam dan rawat sebagai penyambung hidup dijadikan tanaman sawit tanpa melihat asfek dan pembebasan lahan yang dikuasai oleh masyarakat, dan yang anehnya sekarang setelah di kroscek data factual PT. MSM hanya memiliki ijin pembukaan perkebunan dan tak yang dikuasai oleh masyarakat di jadikan caplokkan kawasan Bapper Zone oleh PT. MSM. Menurut ketentuan yang berlaku bahwa kawasan Bapper Zone harus memiliki batas 200 meter dari badan jalan utama PT. Sarpatim sebagai jalan Negara penghubung antar desa. Disela-sela terpisah wartawan progresif menemui salah satu manager PT. MSM dalam group Wilmal “Juatko” mengaatakan bahwa mereka sudah memiliki Bapper Zone dan mempunyai HGU, setelah di cocokkan duga data Dinas Perkebunan, PT. MSM tidak memiliki HGU dan hanya memiliki ijin perkebunan dan seharusnya melakukan pelepasan kawasan terhadap hak-hak masyarakat sebelum areal di buka.