Anda di halaman 1dari 8

ARTIKEL

ASKEB NIFAS DAN MENYUSUI


“INFEKSI NIFAS PADA LOKAL AREA”
Dosen Pengampu : Miftakhur Rohmah, S.ST., M. Keb

Di susun oleh :

Geystra Asmeranda Cahyaning Ciputri


(2081A0022)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Infeksi Nifas Pada Lokal Area
Oleh : Geystra Asmeranda Cahyaning Ciputri

ENDOMETRITIS
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). Infeksi ini dapat
terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing
dalam rahim Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang
terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami
persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi paska persalinan yang paling
sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang
menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar,
setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Infeksi
ini juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi
infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva (Anonym, 2008). Tanda dan gejalanya
akan berbeda bergantung dari asal infeksi, yaitu sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada
perut bagian bawah dan kadangkadang keluar nanah dari vagina dengan berbau khas yang
tidak enak, menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Infeksi karena luka biasanya
terdapat nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada
perut, susah buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali
peningkatan suhu tubuh. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh paska persalinan harus
segera dilakukan pemeriksaan (Anonym, 2008). Infeksi endometrium dalam bentuk akut
dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-
kadang terdapat perdarahan, dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim),
parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung
telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi
abses pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008). Terjadinya infeksi endometrium pada saat
persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan
terlantar dan persalinan dengan tindakan terjadinya keguguran, saat pemasangan alat rahim
yang kurang legeartis. Kadang-kadang lokea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan
selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokeametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu
tubuh. Uterus pada endometritis akan terlihat membesar, serta nyeri pada perabaan dan teraba
lembek (Anonym, 2008). Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang
sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu tubuh meningkat, nadi
menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan kurang lebih
dalam satu minggu keadaan sudah kembali normal. Lokea pada endometritis biasanya
bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat.
Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokea yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik dengan sesegera mungkin agar
hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga
dapat diberikan antibiotik yang tepat (Anonym, 2008).

PERITONITIS
Peritonitis post partum bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga
ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelviks. Kemungkinan
bahwa abses pada sellulitis pelviks mengeluarkan nanah ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis. Peritonitis yang bukan peritonitis umum, terbatas pada daerah
pelvis. Gejalagejalanya antara lain penderita mengalami demam, nyeri pada perut bagian
bawah, tetapi keadaan umum tetap baik, namun gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti
pada peritonitis umum. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Tanda dan gejalanya antara lain, suhu tubuh meningkat menjadi
tinggi, nadi cepat dan terlihat kecil, perut kembung dan nyeri. Muka penderita yang mula-
mula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit di daerah wajah teraba dingin.
Mortalitas peritonitis umumnya tinggi.

SISTITIS
Interstitial cystitis atau sistitis adalah penyakit kronis yang menyebabkan peradangan, nyeri,
dan tekanan di kandung kemih. Kendati dikenal sebagai sindrom nyeri kandung kemih, rasa
sakit dapat menjalar hingga panggul, ginjal, dan area sekitarnya.
Sistitis merupakan salah satu penyakit kandung kemih dapat mengganggu fungsi organ
tersebut dalam menyimpan dan mengeluarkan urine (air kencing). Anda akan lebih sering
merasa ingin buang air kecil, tapi volume air kencing yang keluar hanya sedikit.
Gejala umum penyakit sistitis antara lain:
 Tekanan dan nyeri pada kandung kemih yang semakin parah saat Anda ingin buang
air kecil.
 Nyeri pada perut bagian bawah, punggung bawah, panggul, atau uretra (saluran
keluarnya air kencing dari tubuh).
 Merasa ingin sering buang air kecil (lebih dari 8 kali sehari).
 Mendadak ingin kencing (overactive bladder), padahal Anda baru saja buang air kecil.

Penyebab
Intersistial cystitis adalah penyakit yang disebabkan oleh dua faktor, yakni:
1. Infeksi bakteri
Sebagian besar sistitis disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi berawal ketika bakteri E. coli
dari feses masuk ke uretra. Bakteri E. coli sebetulnya berguna bagi pencernaan, tapi di dalam
uretra, bakteri ini akan bertambah banyak dan menyebabkan peradangan.
Sistitis lebih banyak dialami oleh wanita. Ini mungkin disebabkan karena vagina terletak
lebih dekat dengan anus dan uretra wanita yang lebih pendek. Bakteri juga bisa masuk ketika
berhubungan seks atau bila Anda salah membersihkan vagina.
2. Faktor lainnya
Selain infeksi kandung kemih, peradangan juga bisa disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
 Konsumsi obat. Obat-obatan, terutama obat kemoterapi seperti ifosfamide dan
cyclophosphamide, dapat memicu radang pada kandung kemih setelah terurai.
 Radiasi. Perawatan radiasi pada area panggul dapat menyebabkan peradangan pada
area kandung kemih.
 Bahan kimia. Bahan kimia dari produk pembersih vagina, sabun, dan pembunuh
sperma bisa memicu reaksi alergi pada kandung kemih yang mirip peradangan.
 Alat medis. Pemakaian kateter urine dan alat kontrasepsi dapat memicu pertumbuhan
bakteri dan iritasi pada kandung kemih.
 Penyakit tertentu. Penyakit diabetes, batu ginjal, penyakit BPH (pembesara kelenjar
prostat), dan cedera tulang belakang bisa mengganggu fungsi kandung kemih.
Faktor pemicu
Siapa yang berisiko terkena interstitial cystitis?
Ada sejumlah faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena sistitis, contohnya:
 Aktif secara seksual. Hubungan seks bisa mendorong bakteri ke dalam uretra.
 Berjenis kelamin perempuan. Wanita lebih sering terkena sistitis dibandingkan pria.
Hal ini berkaitan dengan perbedaan bentuk uretra mereka.
 Usia. Pada kebanyakan kasus, sistitis didiagnosis pada orang usia 30 tahun atau lebih.
 Memakai alat kontrasepsi tertentu. Risikonya lebih tinggi pada wanita yang
menggunakan alat KB diafragma.
 Menopause. Turunnya hormon estrogen setelah menopause membuat dinding
kandung kemih melemah sehingga lebih rentan terinfeksi.
 Terhambatnya aliran urine. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh batu kandung
kemih atau penyakit prostatitis pada pria.
 Penurunan sistem kekebalan tubuh. Ini berakibat kandung kemih lebih mudah
terinfeksi bakteri.
Diagnosis
Bagaimana mendiagnosis interstitial cystitis?
Dikutip dari Mayo Clinic, metode diagnosis interstitial cystitis adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan panggul
Dokter akan memeriksa vagina, rahim, serta perut untuk mengecek organ-organ dalam area
panggul. Dokter mungkin juga akan memeriksa anus dan rektum Anda.
2. Tes urine
Sampel air kencing Anda akan diperiksa untuk menemukan tanda-tanda infeksi saluran
kencing seperti sel darah putih, sel darah merah, atau bakteri. Dokter juga menguji sampel
urine Anda untuk memeriksa sel-selnya dan memastikan tidak ada kanker.
3. Hidrodistensi
Dokter akan memasukkan sistoskop (tabung kecil panjang dengan kamera) ke uretra untuk
melihat kandung kemih Anda. Setelah itu, dokter menyuntikkan cairan khusus untuk
mengecek kapasitas kandung kemih Anda.
4. Tes sensitivitas kalium
Dokter akan memasukkan air dan kalium klorida ke dalam kandung kemih Anda. Jika Anda
merasa sakit saat buang air kecil (anyang-anyangan) ketika disuntikkan kalium, ini bisa
menjadi tanda dari sistitis. Pasalnya, orang dengan kandung kemih normal tidak akan
merasakan perbedaan antara kedua cairan tersebut.

ABSES PELVIC
Penyakit radang panggul atau Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah suatu peradangan
atau infeksi pada rahim, saluran telur, dan indung telur. Penyakit ini sering dialami pada
wanita yang sudah melakukan hubungan seksual. (Kasdu, 2008: hal.49) Penyakit radang
panggul (PRP) merupakan infeksi genitalia bagian atas wanita yang sebagian besar sebagai
akibat hubungan seksual. Penakit radang panggul dapat bersifat akut atau menahun atau
akhirnya menimbulkan berbagai penyulit ikutan yang berakhir dengan terjadi perlekatan dan
pasangan yang telah kawin akan mengalami kemandulan. (Manuaba, I. B.,1998:hal. 407).

Etiologi / Penyebab
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian bawah,
yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu
untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah
Neiserreia Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan
kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina
menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses
menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang
menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang baik
untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
1. Aktinomikosis (infeksi bakteri)
2. Skistosomiasis (infeksi parasit)
3. Tuberkulosis.
4. Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.

Faktor Resiko Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun berisiko tinggi untuk
mendapat penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan wanita muda berkecenderungan untuk
bergantiganti pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tidak aman dibandingkan
wanita berumur. Faktor lainnya yang berkaitan dengan usia adalah lendir servikal (leher
rahim). Lendir servikal yang tebal dapat melindungi masuknya bakteri melalui serviks
(seperti gonorea), namun wanita muda dan remaja cenderung memiliki lendir yang tipis
sehingga tidak dapat memproteksi masuknya bakteri.

Faktor resiko terjadinya PID:


1. Aktivitas seksual pada masa remaja
2. Berganti-ganti pasangan seksual
3. Pernah menderita PID
4. Pernah menderita penyakit menular seksual
5. Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.
Patofisiologi PID di sebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus
genital atas dari vagiana dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas
penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktifitas seksual mekanis dan pembukaan serviks
selama menstruasi mungkin berpengaruh. Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap :
 Tahap Pertama : melibatkan akuisisi dari vagiana atau infeksi servikal. Penyakit menular
seksual yang menyebabkan mungkin asimptomatik
Tahap Ke dua : Timbul oleh penyebaran asenden langsung mikroorganisme dari vagina dan
serviks.
Mukosa serviks menyediakan barrier fungsional melawan penyebaran ke atas, namun efek
dari barrier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal yang timbul selama
ovulasi dan menstruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat timbul akibat terapi
antibiotic dan penyakit menular seksual yang dapat menggagu keseimbangan flora
endogen.Menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh secara berlebihan dan bergerak ke
atas. Pembukaan serviks selama menstruasi dengan aliran menstrual yang retrograd dapat
memfasilitasi pergerakan asenden dari mikroorganisme. Hubungan seksual juga dapat
menyebabkan ifeksi asenden akibat dari kontraksi uterus mekanis dan ritmik. Bakteri dapat
terbawa bersama sperma menuju uterus dan tuba. Faktor resiko meningkat pada wanita
dengan pasangan seksual multiple , punya riwayat penyakit seksual sebelumnya, pernah PID,
Riwayat pelecehan seksual usia muda, dan mengalami tindakan pembedahan. Usia muda
mengalami peningkatan resiko akibat dari peningkatan permeabilitas mucosal serviks, zona
servical ektopi yang lebih besar, proteksi antibody chalamidya yang masih rendah, dan
peningkatan berlaku beresiko. Prosedur pembedahan dapat menghancurkan barrier servical,
sehingga menjadi predisposisi terjadi infeksi. AKDR telah di duga merupakan predisposisi
terjadinya PID dengan memfasilitasi transmisi mikroorganisme ke traktus genitalia atas.
Kontrasepsi oral justru mengurangi resiko PID secara simptomatik. Mungkin dengan
meningkatkan viskositas mukosa oral, menurunkan aliran menstrual antegrade dan
retrograde, dan memodifikasi respon imun local. Pada traktus bagian atas, jumlah mikroba
dan fakrot host memiliki peneran terhadap derajat inflamasi dan parut yang dihasilkan.
Infeksi uterus biasanya terbatas pada endometrium, namun dapat lebih invasive pada uterus
yang gravid aytau postpartum. Infeksi tuba awalnya melibatkan mukosa, tapi inflamasi
transmural yang di mediasi komplimen yang bersifat akut dapat timbul cepat dan intensitas
terjadinya infeksi lanjutan pun meningkat. Inflamasi dapat meluas ke struktur parametrial
termasuk usus. Infeksi dapat pula meluas oleh tumpahnya materi purulrn dari tuba fallopi
atau fia penyebaran limfatik dalam pelvis menyebabkan peritonitis akut atau perihepatitis
akut.
Tanda dan Gejala
Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri pada
perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah. Biasanya
infeksi akan menyumbat tuba falopii. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi
cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak
teratur dan kemandulan. Infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan
terbentuknya jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ-organ
perut serta menyebabkan nyeri menahun. Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa
terbentuk abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul,
gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa terjadi
penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis.
Gejala klinik penyakit radang panggul akut ditemukan sebagai berikut:
1. Nyeri menusuk-nusuk di bagian bawah abdomen
2. Mengeluarkan keputihan dapat bercampur nanah
3. Suhu tubuh dapat meningkat
4. Nadi meningkat, pernapasan bertambah dan tekanan darah mungkin dalam batas normal
(Manuaba, 1998).

Anda mungkin juga menyukai