Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Buni (Antidesma bunius (L) Spreng.)

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Buni

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Antidesma
Spesies : Antidesma bunius (L) Spreng.
Nama Lokal : Buni, Wuni

2.1.2 Morfologi dan Manfaat Tumbuhan Buni

Pohon Buni dapat tumbuh 15 meter hingga 30 meter dengan besar batang 20-
85 cm dan tersebar di Asia Tenggara dan Australia serta di Jawa yang tumbuh liar
pada ketinggian antara 50 dan 1400 meter di atas permukaan laut. Kulit batangnya
yang berasa sepat mengandung sedikit alkaloida yang beracun dan kadang – kadang
digunakan untuk keperluan pengobatan sebagai pengganti daunnya. Daunnya menurut
Bleeker digunakan untuk membuat ramuan obat pengeluar keringat dan menurut Fillet
juga terhadap penyakit syphilis dan kelelahan dimana di dalam bukunya dikatakan
bahwa daun buni merupakan salah satu bahan dari ramuan jamu untuk wanita dan
anak – anak. Daun dari pohon – pohon yang muda dapat dimakan bersama sayuran
lain sebagai sayur ataupun dimakan mentah dengan selada (Heyne, K. 1987).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Pada hakekatnya kimia bahan alam nerupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak
peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui adalah pembuatan
bahan makanan, pewarnaan benda, obat-obatan atau stimulan, dan sebagainya
(Sastrohamidjojo, 1996).

Sejak kira-kira pertengahan abad ke 18, telah dapat dipisahkan beberapa


senyawa organik dari mahluk hidup serta hasil produksinya. Seorang ahli kimia
Jerman, Karl Eilhelm Scheele (1742-1786) sangat terkenal dengan keahliannya dalam
bidang ini, beliau telah berhasil memisahkan beberapa senyawa sederhana. Biogenesis
dari produk alami, meskipun pada mulanya berkaitan dengan kimia organik dan
biokimia, menjadi berlainan karena mempunyai tujuan yang berlainan. Kimia organik
terutama mempelajari struktur, sifat-sifat kimia dan fisika, serta cara sintesisnya, baik
secara alami ataupun in vitro dari zat-zat kimia tetapi cenderung untuk mengabaikan
sifat-sifat khusus dari bahan alam, misalnya tentang cara pembentukan dan peran
biologisnya. Biokimia, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling
banyak diajukan terutama tentang metabolisme primer, dan mengabaikan proses-
proses sekunder misalnya tentang pembentukan alkaloid, terpena dan lain-lain
(Manitto, 1981).

Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa yang ditemukan di dalam


berbagai bahan alam, berkembang juga sistem klasifikasi senyawa yang berasal dari
bahan alam, tetapi biasanya ada 4 jenis klasifikasi yang digunakan untuk
membahasnya (Nakanishi et al, 1974).
1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimia
Klasifikasi ini adalah klasifikasi formal berdasarkan kerangka struktur molekul, yaitu:
a. Senyawa lemak rantai terbuka atau alifatik, seperti asam-asam lemak, gula-
gula, dan hampir semua asam amino
b. Senyawa sikloalifatik atau alisiklik, seperti terpenoid, steroid, dan beberapa
alkaloid
c. Senyawa benzenoid atau aromatik, seperti fenol dan kuinon.
d. Senyawa heterosiklik, seperti alkaloid, flavonoid, dan basa-basa nukleat.

Universitas Sumatera Utara


2. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitas Fisiologi
Biasanya pengembangan bahan alam didahului dengan pengamatan dan pengalaman
empirik khasiat bahan alam tersebut untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Oleh
karena itu, salah satu cara penyelidikan bahan obat dari tumbuhan atau bahan alam
lainnya adalah melalui ekstraksi dan penetapan khasiat farmakologi ekstrak, diikuti
dengan isolasi komponen murni.

Sebagai contoh, berbagai steroid dengan struktur yang berbeda, aktivitas


kardiotoniknya (kardenolida dan bufadienolida) ditunjukkan secara spesifik oleh (a)
ikatan cis cincin A/B, (b) adanya gugus gula pada C3, dan (c) gugus lakton (dengan 5
atau 6 atom karbon) terkonjugasi pada C17.
O
O
O

R= gugus gula

H OH
RO H

Kardenolida Bufadienolida

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi


Klasifikasi ini didasarkan pada pengkajian morfologi komparatif atau taksonomi
tumbuhan. Di dalam hewan dan sebagian mikroorganisme metabolit akhir biasanya
diekskresikan ke luar tubuh, sedangkan di dalam tumbuhan, metabolit tersebut
disimpan di dalam tubuh tumbuhan. Walaupun beberapa metabolit selama ini
diketahui spesifik pada tumbuhan tertentu, tetapi sekarang telah diketahui tersebar di
dalam berbagai tumbuhan, misalnya alkaloid dan isoprenoid telah dapat diisolasi dari
berbagai genus, spesies, suku, atau ordo. Bahkan di dalam satu spesies terdapat
sejumlah komponen yang memiliki struktur dasar yang berkaitan. Sebagai contoh,
opium dari Papaver somniferum mengandung lebih dari 20 alkaloid seperti morfin,
kodein, tebain dan narkotin yang semuanya merupakan hasil biosintesis dari prekursor
11-benzilisokuinolin dengan kopling oksidatif.

Universitas Sumatera Utara


Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan
sangat pesat karena berkembangnya metode ekstraksi, isolasi dan karakterisasinya.
Hal ini mendorong berkembangnya suatu bidang baru yang disebut kemotaksonomi
(chemotaxonomy) atau sistematik kimia (chemosystematic) yang mengarah ke
pembagian kandungan tumbuhan berdasarkan taksa tumbuhan. Dengan kata lain, isi
kandungan tumbuhan dianggap sebagai tanda bagi evolusi dan kalsifikasi tumbuhan.

Me O
HO N
H Me
CH2
O H
N Me

HO OH
O Me
Morfin R=H
Kodein R=Me 11-Benzilisokuinolin

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis


Biogenesis dan biosintesis memiliki arti yang sama dan sering kali digunakan tanpa
perbedaan. Namun, istilah biogenesis biasanya digunakan untuk reaksi pembentukan
yang masih dalam taraf hipotesis, sedangkan jika reaksi tersebut telah dibuktikan
secara eksperimen, digunakan istilah biosintesis.

Sebagian besar bahkan hampir semua, senyawa kandungan kimia bahan alam
adalah senyawa organik, dan sumber utama senyawa karbon atau senyawa organik ini
adalah glukosa yang dibentuk melalui fotosintesis di dalam tumbuhan autotropik atau
diperoleh dari organisme heterotrof.

Berbagai teori tentang pembentukan senyawa metabolit primer dan metabolit


sekunder telah dikemukakan di dalam berbagai publikasi. Diawali dengan teori aturan
isoprena pada tahun 1930, yang menyatakan bahwa semua terpenoid dibentuk dari
unit isoprena 5-C, dilanjutkan dengan teori poliketometilena untuk senyawa fenolik,
yang merupakan saran pertama bagi biosintesis asetogenin (poliketida). Komponen
pembangun utama untuk atom-atom karbon dan nitrogen di dalam semua senyawa
bahan alam berasal dari 5 kelompok prekursor, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. asetil ko-A → unit 2C (MeCO-) → poliketida (asetogenin)
malonil ko-A
b. asam sikimat → unit 6C-3C (6C-1C atau 6C-2C) → senyawa fenolik
c. asam mevalonat → unit prenil → isoprenoid
( CH2=C-CH2-CH2-)
Me
d. unit asam amino seperti fenilanalina, tirosina, ornitina, lisina, dan triptofan →
alkaloid
e. 5-5’-deoksiadenilmetionina → unit 1C (Wiryowidagdo, 2008).

2.3 Metabolit Sekunder

Senyawa kimia bermolekul besar merupakan bagian utama dalam organ tanaman
kering. Senyawa bermolekul besar ini berfungsi sebagai pembentuk struktur tanaman
(selulosa, kitin, lignin), sebagai cadangan makanan (amilum, protein, lipoprotein) atau
untuk memenuhi fungsi metabolisme penting lainnya (protein dan enzim). Senyawa
kimia dari tanaman yang bebeda-beda dapat disaring dengan pelarut umum (air,
etanol, eter, benzen), berupa senyawa kimia tanaman dengan molekul kecil, senyawa
kimia bermolekul kecil ini memiliki penyebaran yang terbatas, senyawa inilah yang
disebut dengan metabolit sekunder.

2.3.1 Penggolongan Metabolit Sekuder

Pengelompokkan senyawa kimia tananam berdasarkan sifat khas yang dimiliknya


(antara lain warna, rasa, bau, pH, kelarutan), merupakan hal penting sehingga sampai
sekarang masih banyak dipakai. Berikut contoh pengelompokkan senyawa kimia
seperti tersebut diatas.
1. Minyak Atsiri. Baunya khas dan dapat dipisahkan dari senyawa kimia tanaman
lainnya, karena sukar larut dalam air dan dapat menguap bersama uap air.

Universitas Sumatera Utara


2. Alkaloid. Senyawa yang bersifat basa dapat dipisahkan dari yang netral dan asam.
Penyebab sifat basa sangat erat kaitannya dengan kerja farmakologi pada tubuh
binatang dan manusia.
3. Zat Pahit. Berpedoman pada rasa pahit adalah suatu metode yang mudah untuk
memisahkan senyawa kimia tanaman, perlu waktu yang cukup sehingga seluruh zat
pahit dalam sari menjadi zat yang dapat dikristalkan.
4. Zat warna. Jumlah zat warna dari tanaman diperkirakan ± 2000 jenis. Pigmen
tanaman mempunyai struktur kimia yang berlainan, begitu juga sifat fisika, kelarutan,
warna, fuoresensi, dan sebagainya (Sirait, 2007).

2.4 Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida diturunkan dari unit C6-C3 (fenil propana) yang bersumber dari
asam sikimat (via fenilalanin) dan unit C6 yang diturunkan dari jalur poliketida.
Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA yang bergabung
dengan unit C6-C3 (sebagai KoA tioester) untuk membentuk unit awal triketida. Oleh
karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri atas unit-unit yang
diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida.
Sistem penomoran untuk turunan senyawa flavonoid diberikan di bawah :

1 2' 3'
8
O 2 1'
7 4'
A
6 3 6' 5'
5
O
4 (Robinson, 1995)
Unit awal triketida mengalami siklisasi oleh enzim kalkon sintase untuk
membentuk gugus kalkon pada flavonoid. Kemudian terjadi siklus untuk
menghasilkan cincin piranon yang mengandung inti flavanon, yang dapat memiliki
ikatan C2-C3 teroksidasi (tidak jenuh) untuk menghasilkan gugus flavon, atau
dihidroksilasi pada posisi C3 cincin piranon untuk menghasilkan gugus flavanol pada
flavonoid.

Universitas Sumatera Utara


Flavanol ini selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan antosianin, yang
memberikan warna biru terang pada bunga dan warna anggur merah gelap. Senyawa
flavonoid juga berperan dalam memberikan banyak warna lain di alam, terutama daun
mahkota kuning dan jingga, bahkan flavonoid yang tidak berwarna menyerap cahaya
pada spektrum UV (karena banyak gugus kromofor) dan dapat dilihat oleh banyak
serangga. Senyawa ini diduga memiliki manfaat ekologi yang besar di alam berkat
warnanya sebagai penarik serangga dan burung untuk membantu penyerbukan
tanaman. Flavonoid tertentu juga mempengaruhi rasa makanan secara signifikan,
misalnya beberapa tanaman memiliki rasa pahit dan kesat seperti glikosida flavanon
naringin.
OH

Rha GlcO O

OH O

Naringin

Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena, berupa


senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Banyak kondisi
penyakit yang diketahui bertambah parah oleh adanya radikal bebas seperti
superoksida dan hidroksil, dan flavonoid memiliki kemampuan untuk menghilangkan
dan secara efektif ‘menyapu’ spesies pengoksidasi yang merusak itu. Oleh karena itu,
makanan kaya flavonoid dianggap penting untuk mengobati penyakit-penyakit, seperti
kanker dan penyakit jantung (yang dapat memburuk akibat oksidasi lipoprotein
densitas-rendah) (Heinrich et al, 2009).

2.4.1 Biosintesis Flavonoida

Biosintesis senyawa flavonoid diperoleh dengan mereaksikan fragmen C6-C3 turunan


asam sikimat seperti asam p-hidroksisinamat dengan atom karbon.

Universitas Sumatera Utara


C C C + (C-C0)3

O
C C C C CO C CO C COOH

Gambar 2.1 Biosintesis Senyawa Flavonoida

Skema biosintesis dari turunan asam sikimat:


Asam sikimat→ asam prefenat → asam p -hidroksifenil piruvat→ asam p -
hidroksifenillaktat → asam p-hidroksisinamat → flavanon. Hidroksilasi pada cincin
A dan B terjadi setelah pembentukan cincin sempurna (Sirait, 2007).

2.4.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Dalam tumbuhan, flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Keragaman


struktur flavonoid ini disebabkan karena perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari
struktur dasar flavonoid, antara lain:

1. Flavonoid O-glikosida.
Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida, pada senyawa
tersebut satu gugus hidroksi flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (atau
lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi
meyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air
(cairan). Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat, walaupun
galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa sering juga terdapat. Gula lain yang
ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa dan asam glukuronat serta
galakturonat.

2. Flavonoid C-glikosida.
Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula
tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon.
Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Sekarang gula yang terikat pada

Universitas Sumatera Utara


atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid.
Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada
O-glikosida. Jenis aglikon flavonoid yang terlibat pun sangat terbatas. Jadi,
walau pun isoflavon, flavanon, dan flavonol kadang-kadang terdapat dalam
bentuk C-glikosida, hanya flavon C-glikosida yang paling lazim ditemukan.

3. Flavonoid Sulfat
Gabungan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin ditemukan
hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih,
yang terikat pada hidroksil fenol atau gula.

4. Biflavonoid
Biflavonod adalah flavonoid dimer, walau pun prosianidin dimer (satuan
dasarnya katekin) biasanya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini.
Flavonoid yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara
biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ (atau kadang-
kadang 5,7,3’,4’) dan ikatan antar-flavonoid berupa ikatan karbon-karbon atau
kadang-kadang ikatan eter. Biflavonoid jarang ditemukan sebagai glikosida,
dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae.

5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik


Aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian
menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang
termasuk dalam golongan flavonid ini ialah flavanon, dihidroflavonol, katekin,
pterokarpan, rotenoid, dan beberapa biflavonoid (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan tahanan


oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3 :

1. Flavon
Flavon bersamaan dengan flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar
luas dari semua pigmen tumbuhan kuning, meskipun warna kuning tumbuhan

Universitas Sumatera Utara


jagung biasanya disebabkan oleh karotenoid. Senyawa ini biasanya larut dalam
air panas dan alkohol, meskipun beberapa flavonoid yang termetilasi tidak
larut dalam air. Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak
terdapat gugus 3-hidroksi. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur
kelompok senyawa flavonoid.

B
O
A C

2. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida.
Larutan flavonol dalam suasana basa (tetapi flavon tidak) dioksidasi oleh udara
tetapi tidak begitu cepat sehingga pengunaan basa pada pengerjaannya masih
dapat dilakukan

B
O
A C
OH
O

3. Isoflavon
Isoflavon merupakan senyawa yang tidak begitu mencolok, tetapi senyawa ini
penting sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan untuk
pertahanan terhadap penyakit.
O
A C

B
O

4. Flavanon
Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid
lain. Tidak berwarna atau hanya kuning sedikit. Flavanon (dihidroflavon)
sering terjadi sebagai aglikon, tetapi beberapa glikosidanya dikenal misalnya
hesperidin dan naringan dari jaringan kulit buah jeruk.

Universitas Sumatera Utara


B
O
A C

5. Flavanonol
Flavanonol (atau dihidroflavonol) barangkali merupakan flavonoid yang
paling kurang dikenal, dan tidak dapat diketahui apakah senyawa ini terdapat
sebagai glikosida. Senyawa ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai
oleh udara.

B
O
A C
OH
O

6. Antosianin
Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa,
banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin
terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan tinggi kecuali fungus. Antosianin
selalu terdapat dalam bentuk glikosida.

B
O
A C
OH

7. Katekin
Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai
banyak kesamaan. Semuanya senyawa tanpa warna, terdapat pada seluruh
dunia tumbuhan tetapi terutama dalam tumbuhan berkayu.

Universitas Sumatera Utara


OH
OH
B
HO O
A C
OH
OH

8. Leukoantosianidin
Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat
sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah
apiferol, dan peltoginol.

OH
OH
B
HO O
A C
OH
HO OH

9. Auron
Berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu dan bryofita.
Dalam larutan senyawa ini menjadi merah ros.

O
A CH B

10. Kalkon
Pada kenyataan, pengubahan kalkon menjadi flavanon terjadi dengan mudah
dalam larutan asam dan reaksi kebalikannya dalam basa. Reaksi ini mudah
diamati karena kalkon warnanya jauh lebih kuat daripada warna flavanon,
terutama dalam larutan basa warnya merah jingga. Oleh karena itu, hidrolisis

Universitas Sumatera Utara


glikosida kalkon dalam suasana asam menghasilkan aglikon flavanon sebagai
senyawa jadi, bukan kalkon (Robinson, 1995).

B
A

2.5 Skrining Fitokimia

Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari flavonoid,
meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa polifenol. Reagen yang
biasa digunakan adalah :
1. Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak
sampel dan beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai ungu
akan terjadi pada senyawa flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan xanton.
Penggunaan zinc sebagai pengganti magnesium dapat dilakukan, dimana
hanya flavanonol yang memberikan perubahan warna merah pekat sampai
magenta, flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda yang lemah
sampai magenta.
2. H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning
pekat. Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah
kebiru-biruan. Flavanon memberikan warna orange sampai merah (Cannell,
1998).
3. NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet
4. FeCl3 5% telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol,
tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan macam-macam golongan
flavonoid. Pereaksi ini memberi warna kehijauan, warna biru, dan warna
hitam-biru (Robinson, 1995).

Universitas Sumatera Utara


2.6 Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan


ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-
komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam satu golongan (Muldja, 1995).

Biomassa
(tanaman, mikroba, laut)

Ekstraksi

Skrining

Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati

Skrining silang

Elusidasi Struktur
Gambar 2.3 Diagram Teknik Pemisahan

2.6.1 Ekstraksi

Sampel yang berasal dari tanaman setelah diidentifikasi, kemudian digolongkan


menjadi spesies dan famili, sampel kemudian dikumpulkan dari bagian arialnya (daun,
batang, kulit kayu pada batang, kulit batang, dan akar). Sampel ini kemudian
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari penguraian komponen
oleh udara atau mikroba.

Universitas Sumatera Utara


Jika telah dikeringkan, biomassa kemudian digiling menjadi partikel-partikel
kecil menggunakan blender atau penggilingan. Proses penggilingan ini penting karena
ektraksi efektif pada partikel kecil, dikarenakan memiliki luas permukaan yang lebih
besar.

Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut
pandang etnobotani, ektraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional.
Kegagalan mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan akses untuk
mendapatkan zat aktif.

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi


dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan
diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya
makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah merupakan metode ekstraksi yang
mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam
terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan
memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya)
dalam ektraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin
memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki
kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Heinrich et al, 2009).

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif


terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat,
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator
(Harborne, 1996).

2.6.2 Partisi

Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak
digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua pelarut
tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat dilakukan

Universitas Sumatera Utara


secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak bercampur yang
kepolarannya meningkat. Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap:
1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di
lapisan organik
2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat fraksi
agak polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan yang mudah
dan mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi fisik dengan
medium lain (Heinrich et al, 2009).

2.6.3 Hidrolisis

Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah,
sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6%
sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk
membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 45 menit
lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan
dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter, setelah
dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid
setelah diuapkan (Mabry et al, 1970).

2.6.4 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael
Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan
cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat
(CaCO3). Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase
diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi telah
berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai
macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen
anorganik.

Universitas Sumatera Utara


Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada
pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi
pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran. Berdasarkan
pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis (disebut juga kromatografi planar), kromatografi cair kinerja
tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang paling awal adalah
kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang
besar.

Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum


semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua
kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase
geraknya. Nilai faktor retardasi solut (Rf) dapat dihitung dengan menggunakan
perbandingan dalam persamaan:

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan
distribusi (D) dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut bermigrasi dengan
kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati
jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam.

Proses Sorpsi

Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam, sementara itu
proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak) disebut dengan
desorpsi. Kedua proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara terus menerus selama
pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan
kesetimbangan dinamis. Solut akan terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian
dengan perbandingan distribusinya (D) untuk menjaga keadaan kesetimbangan ini.
Ada 4 jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2 atau lebih mekanisme ini terlibat
dalam satu jenis kromatografi. Keempat jenis tersebut adalah adsorpsi, partisi,
pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.

Universitas Sumatera Utara


Adsorben

Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas.
Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus
silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan
hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.

Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu
mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal
seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 1050C, meskipun demikian
reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga
secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke dalam
adsorben silika gel ini (Gandjar dkk, 2007).

Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi


Alumina (paling polar)
Karbon aktif (Charcoal)
Silika gel
Magnesium silikat
Selulosa
Resin-resin polimerik (stiren/difenil benzen) (paling non polar)
2.6.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

Dalam kromatografi lapis tipis (KLT), adsorben diletakkan tepat pada satu sisi plat
atau kaca atau saluran plastik ataupun aluminium. Adsorben yang paling sering
digunakan adalah silika gel dan alumina. Beberapa mikroliter larutan sampel yang
akan dianalisa ditotolkan pada plat sebagai titik kecil yang tunggal dengan
menggunakan pipa mikrokapilaritas. Plat dikembangkan dengan meletakkannya
didalam botol ataupun chamber pengembang yang berisi sejumlah kecil pelarut.
Pelarut akan menaiki plat dengan adanya gaya kapilar, dan membawa senyawa dari
sampel dengan itu. Senyawa yang berbeda dipisahkan dari dasarnya pada saat
interaksi mereka dengan lapisan adsorben.

Universitas Sumatera Utara


Plat KLT yang biasa digunakan adalah plat dengan ukuran pori silika 60 Å dan
ketebalan lapisan 25 µm dalam penyangga poliester atau aluminium, beberapa dengan
menggunakan atau tanpa menggunakan indikator fluorosensi yang sesuai untuk
analisa cepat dari ekstrak kasar tanaman dan digunakan sebagai dasar dari langkah
preparatif. Plat biasa dapat digunting dengan menggunakan gunting atau kertas cutter
untuk mengambil ukuran yang diinginkan. Deteksi noda yang dihasilkan dapat
menggunakan lampu ultraviolet ataupun dengan menyemprot dengan menggunakan
reagen yang sesuai (Cseke et al, 2006).

2.6.4.2 Kromatografi Kolom

Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi)
atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis
tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan
kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang-kurangnya 10 kali
garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kalinya. Ukuran kolom dan
banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran sampel yang akan
dipisahkan.

Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai jika
pemisahan tidak terlalu sukar. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya lebih
besar daripada untuk KLT. Walau pun banyak jenis penjerap telah dipakai untuk
kolom, alumina dan silika gel adalah penjerap yang paling berguna dan mudah
didapat.

Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama (diperiksa dengan KLT)
atau tampaknya berasal dari satu puncak (memakai pendeteksian sinambung)
digabungkan, dan pelarutnya diuapkan, lebih baik dengan tekanan rendah. Jika pelarut
dan penjerap murni. Maka fraksi-fraksi pun murni (Gritter dkk, 1991).

Universitas Sumatera Utara


2.6.4.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Sebagian besar pemakaian kromatografi lapis tipis preparatif hanya dalam jumlah
miligram. Kromatografi lapis tipis preparatif bersama-sama dengan kromatografi
kolom terbuka, dijumpai sebagian besar dalam isolasi bahan alam. Penjerap yang
paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran
senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ukuran partikel dan porinya
kurang lebih sama dengan ukuran tingkat KLT.

Cuplikan sebanyak 10-100 mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau
aluminium oksida 20 x 20 cm yang tebalnya 1 mm. Pengembangan plat KLTP
biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana
dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring
yang tercelup ke dalam pengembang.

Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluorosensi yang


membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang
dipisahkan menyerap sinar UV. Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari
plat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung. Senyawa harus diekstraksi dari
penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar yang mungkin (sekitar 5 ml pelarut
untuk 1 g penjerap). Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak
dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian (Hostettmann dkk, 1995).

2.7 Teknik Spektroskopi

Teknik analisis modern mencakup berbagai teknik analisis instrumen elektronika yang
dikembangkan untuk mengukur parameter fisika dan kimia alami yang khas dan tetap
dari atom atau molekul. Parameter khas yang bermakna untuk analisis adalah absorpsi
dan emisi energi radiasi elektromagnet oleh atom atau molekul.

Teknik analisis spektroskopi berasaskan antaraksi radiasi elektromagnet


dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna sebagai
parameter analisis. Karena pada setiap teknik spektroskopi antaraksi radiasi

Universitas Sumatera Utara


elektromagnet dengan komponen atom/ molekul khas dan tidak semuanya sama,
uraian teknik analisis didahului dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta fenomena
yang dipakai sebagai parameter analisisnya (Satiadarma dkk, 1995).

2.7.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)

Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan


maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai macam
golongan flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing-masing,
karakteristik spektra UV dari masing-masing flavonoid yang mengandung jumlah dari
golongan hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil aromatik
bahan alam.

Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan dalam


aplikasi untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat mengurangi
perbandingan informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang lainnya seperti
NMR dan MS (Andersen, 2006).

Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol


(MeOH, AR atau yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat bahwa
spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan.
Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara
disajikan pada tabel dibawah :
Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida
Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoid
250-280 310-350 Flavon
250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)
250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas)
245-275 310-330 bahu Isoflavon
275-295 300-330 bahu Flavanon dan dihidroflavonol
230-270 340-390 Khalkon
(kekuatan rendah)
230-270 380-430 Auron
(kekuatan rendah)
270-280 465-560 Antosianidin dan antosianin

Universitas Sumatera Utara


Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan
pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas
tercermin pada serapan pita I (Markham, 1988).

2.7.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
(vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami
getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation) dengan cara serupa dengan dua bola yang
terikat oleh suatu pegas.

Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan


kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada
dalam keadaan vibrasi tereksitasi , energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk
panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari
absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut.
Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C, O-H, dan
sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan.
Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi
adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi yang diserap juga
beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini disebabkan sebagian oleh perubahan dalam
momen dipol (µ≠0) pada saat energi diserap . Ikatan nonpolar (seperti C-H atau C-C)
menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar (seperti misalnya O-H, N-H,
dan C=O) menunjukkan absorpsi yang lebih kuat.
Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi
molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:
1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi
perpanjangan atau pemendekan ikatan.
2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan
sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.
Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu panjang
gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330 cm-1, energi
pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang ikatan O-H itu.

Universitas Sumatera Utara


Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1, energi pada panjang
gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe vibrasi yang berlain-lainan
ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman, 2010).

2.7.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) adalah


yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam
spektroskopi inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi pada
molekul, sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai jumlah dari
masing-masing hidrogen.

Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua


proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama. Hal
ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul dikelilingi oleh
elektron dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan elektronik dari satu dan
yang lainnya. Proton akan terlindungi oleh elektron yang mengelilingi mereka. Dalam
daerah magnetik, peredaran elektron valensi dari daerah penghasil proton yang
bertentangan dengan daerah magnetik yang berlaku. Pergeseran kimia dalam unit δ
ditunjukkan dalam jumlah resonansi proton yang bergeser dari TMS dalam bagian per
juta (ppm) dari frekuensi dasar spektroskopi

Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel


dilarutkan dalam pelarut yang tidak memiliki proton (biasanya CCl4) dan dalam
jumlah yang kecil dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal.

Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan
memiliki pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari TMS
atau semua proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai resonansi
yang berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki penyerapan
yang tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara kimia. Pada
kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton

Universitas Sumatera Utara


yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis
perbedaan yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum nmr, daerah dibawah
masing-masing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada
peak tersebut (Pavia, 1979).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai