Jawaban:
Fungsi kulit :
1) Perlindungan fisik terhadap gaya mekanik, sinar UV, bahan-bahan kimia.
2) Perlindungan imunologik
3) Ekskresi
4) Penginderaan
5) Pengaturan temperature tubuh
6) Pembentukan vitamin D
7) Kosmetis
Penampang kulit :
i. Epidermis
Lapirsan epidermis adalah lapisan kulit dinamis, senantiasa beregenerasi,
berespons terhadap rangsangan diluar maupun dalam tubuh manusia. Susunan
epidermis yang berlapis-lapis ini menggambarkan proses diferensiasi yang
dinamis, yang tidak lain berfungsi menyediakan sawar kulit pelindung tubuh dari
ancaman di permukaan.
a. Stratum Basalis
Memiliki lapisan structural basal membrane zone (BMZ) yang memaku
membrane sitoplasma keratinosit. Sitoplasma keratinosit banyak mengandung
melanin, pigmen warna yang tersimpan dalam melanosome. Melanosit
mensintesis melanin dan mendistribusikannya pada sekitar 36 keratinosit di
stratum basalis. Di lapisan ini juga terdapat sel Merkel yang berfungsu sebagai
reseptor mekanik.
b. Stratum Spinosum
Keratinosit stratum spinosum memiliki bentuk polygonal, berukuran lebih
besar daripada keratinosit stratum basale dan mulai membentuk struktur
khusus yang disebut lamellar granules (LG) yang dapat dilihat menggunakan
mikroskop electron. Pada stratum spinosum juga terdapat sel Langerhans yang
merupakan sel dendritic penyaji antigen. Antigen yang menerobos sawar kulit
akan difagosit.
c. Stratum Granulosum
Keratinosit mengandung keratohyaline granules (KG) yang terlihat pada
pemeriksaan mikroskopis biasa. KG mengandung profilagrin dan loricrin
yang penting dalam pembentukan cornified cell envelope (CCE) yang akan
menjadi bagian dari sawar kulit di stratum korneum.
d. Stratum Lusidum
Lapisan peralihan yang biasanya terdapat di kulit tebal seperti telapak tangan
dan telapak kaki.
e. Stratum Korneum
CCE yang mulai terbentuk pada stratum korneum akan mengalami penataan
bersama dengan lipid yang dihasilkan oleh LG. Susunan kedua komponen
sawar kulit tersebut sering dikiaskan sebagai brick-and-mortar. Matriks ini
ampuh menahan kehilangan air dan juga mengatur permeabilitas, deskuamasi,
aktivitas peptida antimikroba, eksklusi toksin dan penyerapan kimia secara
selektif.
ii. Dermis
Merupakan jaringan dibawah epidermis yang juga memberi ketahanan pada kulit,
termoregulasi, perlindungan imunologik, dan ekskresi. Fungsi-fungsi tersebut
mampu dilaksanakan dengan baik karena berbagai elemen yang berada pada
dermis, yakni struktur fibrosa dan filamentosa, ground substance, dan selular yang
terdiri atas endotel, fibroblast, sel radang, kelenjar, folikel rambut dan syaraf.
Fibroblast, makrofag dan sel mast juga rutin ditemukan di dermis.
iii. Subkutis
Terdiri atas jaringan lemak dan mampu mempertahankan suhu tubuh, dan
merupakan cadangan energi, juga menyediakan bantalan trauma serta deposisinya
mampu membuat lekuk tubuh.
SSSS NET
Insidens Sebagian besar pada anak Dewasa, jarang pada
neonates
Tes Tzanck Akantolisis sel Tidak ditemukan
Histopatologis akantolisis subgranular nekrolisis epidermal full-
superfisial thickness dan pemisahan
dermal-epidermal
junction
Terapi SSSS adalah penggunaan antibiotik yang tepat dikombinasikan dengan perawatan
kulit suportif, mempertahankan keseimbangan cairan, dan inkubator untuk mempertahankan
kelembaban dan suhu tubuh. Kombinasi ini sangat membantu mempercepat penyembuhan.
Pilihan terapi antibiotik intravena adalah penisilin, penisilinaseresisten penisilin, aminopenisilin,
sefalosporin, eritromisin, dan tetrasiklin. Topikal antibiotik dengan asam fusidat, mupirosin,
basitrasin, atau perak sulfadiazin. Penggunaan dressing non-adheren, yaitu petrolatum-
impregnated gauze, terbukti efektif untuk mempercepat re-epitelisasi lesi lepuh yang luas.
Akne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang disebut poripori
tersumbat.Secara normal, kelenjar minyak membantu melumasi kulit dan menyingkirkan sel
kulit mati. Namun, ketika kelenjar tersebut menghasilkan minyak yang berlebihan, pori-pori
menjadi tersumbat oleh penumpukan kotoran dan bakteri. Penyumbatan ini disebut sebagai
komedo. Pembentukan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya bahan
keratin sehingga dinding folikel menjadi tipis dan menggelembung, secara bertahap akan terjadi
penumpukan keratin sehingga Usia , hormonal, Ras, stres, Genetik ,Pada waktu yang bersamaan
kelenjar sebasea menjadi atropi dan diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo
yang telah terbentuk sempurna mempunyai dinding yang tipis. Komedo terbuka (blackheads)
mempunyai keratin yang tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan rambut
pusatnya dan jarang mengalami inflamasi kecuali bila terkena trauma. Komedo tertutup
(whiteheads) mempunyai keratin yang tidak padat, lubang folikelnya sempit dan sumber
timbulnya lesi yang inflamasi. Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem
dan kemudian timbul reaksi seluler pada dermis, ketika pecah seluruh isi komedo masuk ke
dalam dermis yang menimbulkan reaksi lebih hebat da terdapat sel raksasa sebagai akibat
keluarnya bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri difteroid garm positif dengan bentukan
khas Proprionibacterium acnes diluar dan didalam lekosit. Lesi yang nampak sebagai pustul,
nodul, dengan nodul diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selanjutnya kontraksi
jaringan fibrus yang terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut.
Gejala Klinis Manifestasi klinis akne dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka dan
komedo tertutup), lesi inflamasi (papul dan pustul) dan lesi inflamasi dalam (nodul).
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan
usaha untuk menghilangkan akne yang terjadi (kuratif).
Pencegahan
- Menghindari peningkatan jumlah sebum dan perubahan isi sebum
- Diet rendah lemak dan karbohidrat.
- Minum air putih minimal 8 gelas sehari, dengan air putih yang cukup kulit akan lebih elastis
dan metabolisme tubuh menjadi lancar dan normal dan detokfikasi tubuh dari dalam keluar
- Melakukan perawatan kulit.
- Mandi sesegera mungkin setelah aktifitas berkeringat.
- Cuci muka dengan sabun dan air hangat 2 kali sehari. Jangan mencuci muka berlebihan dengan
sabun (6-8 kali sehari) karena dapat menyebabkan akne detergen
- Dapat juga menggunakan cairan cleanser, tetapi hindari menggunakan scrub yang malah dapat
mengiritasi kulit dan dapat memperparah akne.
- Hindari pemakaian anti septik atau medicated soap yang sering mengakibatkan kulit menjadi
iritasi b) Menghindari faktor pemicu terjadinya akne
- Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh.
- Penggunaan kosmetika secukupnya
- Bersihkan kuas kosmetika secara teratur dengan air sabun dan membuang alat make up yang
sudah lama dan sudah tidak layak pakai.
- Hindari bahan kosmetika yang berminyak, tabir surya, produk pembentuk rambut atau penutup
jerawat.
Pengobatan
dilakukan dengan cara memberikan obat-obat topikal, obat sistemik, bedah kulit ataupun
kombinasi cara-cara tersebut
a) Pengobatan topikal Dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan
dan mempercepat penyembuhan lesi, obat topikal terdiri atas: - Bahan iritan yang dapat melupas
kulit (peeling), misalnya sulfur (4- 8%), resorsinol (1-5%), asam salisilat (2-5%), peroksida
benzoil (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%) dan asam azeleat (15- 20 - Antibiotika topikal
yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam folikel, misalnya oksi tetrasiklin (1%), eritromisin
(1%), klindamisin fosfat (1%) - Anti peradangan topikal, salep atau krim kortikosteroid kekuatan
ringan atau sedang (hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi kortikosteroid kuat (triamsolon
asetonid 10 mg/cc) pada lesi nodulokistik - Lainnya, misalnya etil laktat 10% untuk menghambat
pertumbuhan jasad renik
b) Pengobatan sistemik
Lepra atau yang disebut juga Morbus Hansen atau di Indonesia lebih dikenal dengan
penyakit kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan Mycobacterium leprae dan
telah menjangkiti manusia sejak 4000 tahun yang lalu. Kata lepra merupakan terjemahan dari
bahasa Hebrew, zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya. Kusta juga
dikenal dengan istilah kusta yang berasal dari bahasa India, kushtha. Nama Morbus Hansen ini
sesuai dengan nama yang menemukan kuman, yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun
1874.
Kusta adalah penyakit kronik granulomatosa yang terutama mengenai kulit, saluran
pernapasan atas dan sistem saraf perifer. Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang
bersifat intraseluler obligat, dan pada tahun 2009 telah ditemukan penyebab baru yaitu
Mycobacterium lepramatosis. Mycobacterium leprae tergolong dalam bakteri basil tahan asam
(BTA), gram positif, obligat intrasel, dan sulit untuk dibiakkan. Penularan terjadi melalui
pernapasan, kontak langsung, kandungan, air susu ibu, dan trauma.
Kusta dahulu dikenal dengan penyakit yang tidak dapat sembuh dan diobati, namun sejak
tahun 1980, dimana program Multi Drug Treamtment (MDT) mulai diperkenalkan, kusta dapat
didiagnosis dan diterapi secara adekuat, tetapi sayangnya meskipun telah dilakukan terapi MDT
secara adekuat, risiko untuk terjadi kerusakan sensorik dan motorik yaitu disabilitas dan
deformitas masih dapat terjadi sehingga gejala tangan lunglai, mutilasi jari. Keadaan tersebut
yang membuat timbulnya stigma terhadap penyakit kusta Meskipun 25 tahun terakhir banyak
yang telah dikembangkan mengenai kusta, pengetahuan mengenai patogenesis, penyebab,
pengobatan, dan pencegahan lepra masih terus diteliti.
Pada tahun 2016, tercatat sebanyak 11.755 kasus baru penyakit kusta dari seluruh
penduduk Indonesia dengan angka insidensi pada pasien dengan riwayat familial contact (FC)
adalah 67,6 per 10.000 penduduk, sedangkan pada pasien dengan riwayat non-familial contact
(NFC) adalah 4,6 per 10.000 penduduk.
Diagnosis kusta sendiri dapat ditegakkan jika pasien memenuhi setidaknya satu dari tanda
kardinal, yaitu lesi kulit yang mati rasa, penebalan saraf dengan fungsi saraf abnormal, dan
ditemukannya BTA pada slit-skin smear. Namun sekitar 70% pasien kusta dapat didiagnosis
berdasarkan adanya lesi kulit dengan gangguan sensitivitas, tetapi 30% lainnya tidak mempunyai
lesi kulit. World Health Organization (WHO) mengkategorikan kusta berdasarkan jumlah lesi
kulit dan kelemahan saraf tepi. Kusta pausibasiler (PB) menimbulkan lesi kulit dengan jumlah
kurang dari 5 dan atau keterlibatan satu saraf tepi. Kusta multibasiler (MB) melibatkan lebih dari
lima lesi dan atau keterlibatan lebih dari satu saraf tepi. Klasifikasi lainnya, yaitu klasifikasi
Ridley-Jopling, membagi kusta menjadi tuberculoid leprosy (TT), borderline tuberculoid (BT),
borderline borderline (BB), borderline lepromatous (BL), and lepromatous leprosy (LL).
Psoriasis pustulosa generalisata (PPG) tipe von Zumbuch merupakan varian psoriasis
yang timbul secara akut. Khas ditandai dengan adanya erupsi pustula generalisata disertai gejala
sistemik seperti demam selama beberapa hari, malaise, dan anoreksia. Pustulanya bersifat steril
dengan ukuran 2-3 mm, tersebar pada batang tubuh dan ekstremitas, termasuk kuku, telapak
tangan, dan telapak kaki. Pustula biasanya timbul pada kulit yang eritematus, awalnya berupa
bercak dengan sejumlah pustul yang kemudian menyatu (konfluen) membentuk gambaran danau
(lake of pus). Ada juga yang beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit tersendiri.
Psoriasis pustulosa generalisata mempunyai beberapa faktor risiko, yaitu pemakaian atau
penghentian kortikosteroid sistemik mendadak pada penderita yang mempu- nyai riwayat
psoriasis, obat-obatan seperti antimalaria, salisilat, iodine, penisilin, β-blocker, INF-α, dan
lithium. Obat topikal yang dapat menjadi pencetus adalah yang bersifat iritan kuat seperti tar,
antralin, dan kortikosteroid. Faktor pencetus lain adalah kehamilan, sinar matahari, alkohol,
merokok, hipokalsemia sekunder akibat hipoparatiroidisme, stres emosional, infeksi bakteri dan
virus, serta idiopatik.
Psoriasis pustulosa generalisata dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan ada
tidaknya riwayat psoriasis, yaitu:
1) Kelompok pertama, terdapat riwayat psoriasis lama dengan onset dini. Psoriasis pustulosa
sering dipicu oleh beberapa agen provokatif eksternal.
2) Kelompok kedua, riwayat psoriasis sebelumnya bentuk atipikal pada keadaan onset
relatif lambat. Faktor pencetus biasanya tidak ada.
3) Kelompok ketiga, psoriasis pustulosa muncul tanpa riwayat psoriasis se- belumnya.
Manifestasi klinis PPG tipe von Zumbuch dimulai dengan kulit menjadi merah, disertai rasa
terbakar dan adanya gejala konstitusi seperti demam, menggigil, malaise, sefalgia, artralgia,
anoreksia, dan nausea. Beberapa jam kemudian timbul kelompok pustula superfisial ber- sifat
steril dengan diameter 1-2 mm sampai 2-3 mm. Daerah yang paling sering terkena adalah batang
tubuh, ekstremitas, daerah flexural, dan anogenital. Wajah biasanya jarang terkena. Pustula dapat
terjadi pada mukosa bukal, lidah, dan di bawah kuku yang menyebabkan pelepasan kuku.
Pustula-pustula ini dalam waktu singkat bersatu membentuk lake of pus yang kemudian kering
dan mengelupas dengan kulit eritem ringan. Pustula pada kuku dapat menghasilkan onikodistrofi
dan defluvium unguium. Artritis sering menyertai penyakit ini baik akut maupun kronis, ter- jadi
pada sepertiga kasus. Episode pustul akan terjadi dalam harian atau minggu, sehingga
menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan. Telogen effluvium dapat terjadi dalam 2-3 bulan.
Remisi psoriasis pustulosa ditandai dengan hilangnya gejala sistemik kemudian menjadi
eritroderma atau lesi psoriasis vulgaris