Anda di halaman 1dari 2

GAMBARAN MASYARAKAT UMUM

Daerah yang akan menjadi binaan PKM kami adalah Tercatat, lebih dari 19 ton sampah
menumpuk di kawasan hutan Mangrove, Muara Angke, Pejaringan, Jakarta Utara. Kami
memilih daerah Muara Angke,Penjaringan Jakarta Utara karena tempat ini cocok dengan
proyek yang ingin kami buat. Proyek yang kami buat ini bisa membantu masyarakat dalam
masalah perekonomiannya.untuk berbagi satu dengan yang lainnya, mayoritas dari warga
kelas menengah kebawah dengan jumlah lansia di desa ini merupakan pensiunan yang tidak
lagi melakukan aktivitas yang produktif. Kurangnya sosialisasi dari dinas kesehatan pada
dusun ini juga menjadikan kurangnya kesadaran pada warga setempat terhadap lingkungan
mereka sendiri, sehingga dibutuhkan aksi atau program Yang tepat untuk menangani masalah
sampah yang ada didaerah tersebut.
Kami merasa perlu untuk menyelesaikan permasalahan yang saat ini masih ada tersebut
sebagai aksi kami terhadap membantu masyarakat secara praktis dan nyata, yaitu dengan
pemberian pelatihan pemanfaataan limbah sampah untuk membantu perekonomian
msayarakat melalui bank sampah ini secara bersama sama. Jika diuraikan, maka kondisi
masyarakat daerah Muara Angke adalah sebagai berikut :
1. Aspek Fisisk
Muara Angke secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pluit,
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Kawasan ini berbatasan dengan Kali Angke di
sebelah Barat dan Selatan, Jalan Karang Pluit di sebelah Timur, serta Laut Jawa di
sebelah Utara. Lokasi Muara Angke cukup strategis dengan aksesibilitas yang sangat
baik. Kondisi jalan beraspal dengan sarana transportasi yang memadai. Secara fisik,
kawasan Muara Angke merupakan lahan reklamasi yang sifatnya masih labil. Kawasan
ini mempunyai kontur permukaan tanah datar, dengan ketinggian 0 sampai 1 meter di
atas permukaan laut. Geomorfologi pantai lunak sehingga menyebabkan daya dukung
tanah rendah dan prosesintrusi air laut tinggi. Sedimen dasar laut didominasi oleh
lumpur.
2. Aspek Kependudukan
Penduduk yang menempati Kawasan Muara Angke pada umumnya adalah nelayan yang
bermukim di komplek perumahan nelayan. Pada tahun 2009 nelayan yang bermukim dan
bekerja di kawasan ini tercatat berjumlah lebih kurang 4.500 orang. Berdasarkan tingkat
pendidikan, rata-rata nelayan yang bekerja di kawasan Muara Angke berpendidikan
rendah. Sebanyak 7,14 nelayan berpendidikan tidak tamat SD, 50 tamat SD, 28,57 tamat
SLTP dan 14,29 tamat SLTA. Penduduk Muara Angke dapat dibagi lagi menjadi 4
variasi yang berlainan yaitu: 1 Pemukimpenduduk tetap. Mereka tinggal menetap di
Muara Angke dan sudah terstruktur dalam sistem RW dan RT. Mereka bukan saja
nelayan, tetapi juga tukang ojek, pedagang kaki lima dan lain-lain. Pada umumnya
mereka memiliki Kartu Tanda Penduduk KTP DKI. Jumlah mereka kurang lebih 70. 2
Pendudukpemukim tidak tetapmusiman adalah mereka nelayan dan keluarganya yang
tidak tinggal menetap di Muara Angke. Mereka berpindah- pindah. Ada kalanya mereka
datang dari luar DKI seperti Cirebon, Indramayu, dan lain-lain. Pada umumnya mereka
tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk KTP DKI. Penduduk ini bersifat musiman. Dan di
Kampung asalnya mereka juga memiliki mata pencaharian lain seperti petani, pedagang
dan lain-lain.
3. Aspek Lingkungan
Kondisi Muara Angke saat ini dipenuhi dengan permukiman nelayan yang nyaris
sebagian besar kondisinya kumuh dan memiliki pelabuhan yang memfasilitasi
transportasi laut menuju pulau-pulau rekreasi di Kepulauan Seribu. Saat ini, warga
menggunakan lebih dari 60% dari total keseluruhan kawasan yang digunakan sebagai
bangunan permukiman dan membuat area tersebut tidak memiliki lahan yang cukup
untuk penyediaan fasilitas publik oleh pemerintah maupun swasta yang dibutuhkan oleh
masyarakat setempat. Pada kondisi saat ini, beberapa bangunan permukiman liar nelayan
telah merambat keluar kawasan dan terjadi urban sprawl hingga ke area pinggiran sungai.
Padatnya hunian yang tidak beraturan di Muara Angke juga memberikan dampak kepada
banyaknya sampah-sampah rumah tangga yang mencemari lingkungan dan pantai yang
membuat kondisi lingkungan menjadi rusak. Salah satu dampak langsung yang dirasakan
adalah enggannya para wisatawan untuk memilih pelabuhan ini sebagai titik transit untuk
menyeberang pulau. Hal ini mengakibatkan terjadinya kerugian dan penurunan nilai pada
sektor pariwisata kawasan tersebut dan sekitar. Keberadaan hunian liar di pinggiran
sungai ditambah penumpukkan sampah dan bangkai kapal para nelayan juga berakibat
menyempitnya bantaran sungai ke laut yang akhirnya menyebabkan kawasan menjadi
sangat rawan terhadap banjir rob.

Anda mungkin juga menyukai