Disusun Oleh:
Albertus Kristiyo Warsono,S.H
A.312.1119.012
2021
A. Pendahuluan
Kegiatan bisnis dengan sistem syari’ah tidak mungkin sepenuhnya dapat dihindari
dari sengketa.1 antara pihak-pihak yang melakukannya. Dalam rangka mengantisipasi hal
tersebut, para pelaku bisnis dan pakar hukum bisnis mencari bentuk penyelesaian
Konflik yang konkret diselesaian dengan menerapkan norma hukum yang konkret
b. peraturan hukum itu bersifat umum yang mengatur suatu perilaku tertentu
apa yang seharusnya; dan d) sifat umum menurut waktu; hukum pada
prinsipnya berlaku untuk waktu tidak tertentu/umum sampai dicabut atau ada
peraturan baru.
berdasarkan kebijaksanaan Arbitrase adalah suatu proses yang mudah (baca: simpel)
yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin perkaranya diputus oleh juru
atau wasit.3 Sedangkan Frank Elkoury dan Edna Elkoury dalam bukunya How
Arbitration Works, menyatakan bahwa: “Arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau
simpel yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus
oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka di mana keputusan mereka
berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut. para pihak setuju sejak semula untuk
cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.3
menyelesaikan masahnya di luar pengadilan, memilih arbitrer atau majelis arbitrase yang
mereka inginkan yang diyakini netral, layak, ahli, terjaga wibawa dan moralitas
profesinya, dan memiliki akuntabilitas serta integritas moral. Disamping itu, dalam
arbitrase juga terdapat kebebasan para pihak yang bersengketa untuk menentukan pilihan
hukum yang akan diterapkan untuk menyelesaikan perselisihan yang mereka dihadap.
Data arbitrase berasal bahasa latin yaitu ‘arbitare’ yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit (Subekti:
1992). Menurut Marriot dan Brown (2011) arbitrase adalah “a private form of adjudication
outside the court system, in which the parties can select the arbitrator or arbitral panel, and in
which the procedures are intended to be less formal and more flexible than those of the
3
courts……The arbitrator is required to observe due process (or natural justice) and to make a
sengketa di luar pengadilan yang dilakukan berdasarkan perjanjian yang disepakati oleh para
pihak. Penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase dianggap relevan karena lebih fleksible,
cepat, tidak begitu formal dan berbiaya yang relatif murah dibandingkan dengan peradilan biasa.
nama tahkim. Tahkim diakui sebagai salah satu bentuk mekanisme penyelesaian sengketa yang
penyerahan suatu sengketa oleh dua pihak atau lebih kepada pihak ketiga (hakam) untuk
diselesaikan berdasarkan syariah (M.S Madkur; 1963). Pengaturan tentang tahkim ini juga tertulis
secara jelas dalam Al-Qur’an dan Hadith. Terdapat beberapa ayat dalam al-Quran yang mengatur
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah
orang hakam itu bermaksud mengadakan kebaikan, niscaya Allah akan memberi taufik kepada
suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS: 4:35)
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka merasa
tidak keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
Tahkim berasal dari kata kerja hakkama. Secara etimologis, kata itu berarti menjadikan
seseorang sebagai pencegah suatu sengketa. Pengertian tersebut erat kaitannya dengan
pengertian menurut terminologisnya. Selain kata arbitrase Islam yang berfungsi sebagai
lembaga penyelesaian sengketa para pihak seperti dikemukakan di atas, di dalam Islam
dikenal juga sebagai lembaga penyelesaian sengketa para pihak yang disebut al-Shulhu.
sengketa, antara 2 (dua) orang yang berlawanan (bersengketa). Adapun tahkim telah ada
Sunah; c. Ijma’ Ulama; d. Qiyas. Begitu pula kalau kita ingin mengetahui sebab hukum
Arbitrase Islam maka akan menunjuk keempat sumber hukum di atas. Sumber hukum
Arbitrase Islam antara lain-Qur’an sebagai sumber hukum pertama memberikan petunjuk
kepada manusia apabila terjadi sengketa para pihak, apakah di bidang politik, keluarga,
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang ڭڭ ۇ ۇ ۆberiman itu berperang hendaklah
Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu
perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia telah surut, damaikanlah
antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil. Sesungguhnya
keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha