Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Galang Gemilang ()
2. Imam Apriadi (112112107)
3. Mardiana (112112172)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyusun makalah Konsep Mu’amalah dalam Islam ini dengan baik
dan benar, serta tepat waktu.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Konsep Mu’amalah dalam Islam, makalah in
dibuat berdasarkan sumber dan informasi yang tersedia dalam website yang terpercaya, serta
dibantu oleh berbagai pihak dalam menyelesaikan tantangan dan hambatan pada saat
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang sudah membantu baik secara materi maupun pikirannya dalam penulisan makalah ini.
Karena keterbatasan wawasan dan pengalaman, kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah
ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.3. Tujuan..............................................................................................................................1
1.4. Manfaat............................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
ISI....................................................................................................................................................3
BAB III.........................................................................................................................................29
PENUTUP....................................................................................................................................29
3.1. Kesimpulan....................................................................................................................29
3.2. Saran..............................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial ini, manusia tidak bisa
lepas dari hubungan dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi dia tidak mampu
untuk memenuhinya, dan perlu berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu
manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan lain, harus terdapat aturan
yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.
Proses dalam membuat kesepakatan ini biasa disebut dengan proses untuk
berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini adalah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh
Allah Swt.. Islam memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad agar bisa
diimplementasikan untuk setiap masa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami akan menguraikan mengenai
berbagai hal yang terkait dengan konsep mu’amalah dalam Islam.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas yaitu
sebagai berikut.
1.2.1. Apa arti, kedudukan, dan urgensi mu’amalah?
1.2.2. Apa tujuan dan ruang lingkup mu’amalah?
1.2.3. Bagaimana pelaksanaan mu’amalah (jual beli dan pernikahan) dan hikmahnya?
1.2.4. Bagaimana korupsi dalam perspektif Islam?
1.3. Tujuan
iv
1.3.3. Untuk mengetahui pelaksanaan mu’amalah (jual beli dan pernikahan) dan
hikmahnya.
1.3.4. Untuk mengetahui korupsi dalam perspektif Islam.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu, bagi pembaca dan akademisi
diharapkan makalah ini dapat memperbanyak referensi yang berkaitan dengan Konsep
Mu’amalah dalam Islam.
v
BAB II
ISI
Dalam kehidupan sosial antara manusia, Islam sudah menata secara sempurna
sebuah aturan (hukum) yang di dalamnya terdapat adab/ etika dalam hidup
bermasyarakat yang semuanya terangkum dalam hukum muamalah.
Secara terminologi, muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian
muamalah dalam arti luas dan dalam arti sempit. Pengertian muamalah dalam arti
luas “menghasilkan duniawi supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawy”.
Menurut Muhammad Yusuf Musa yang dikutip Abdul Madjid “Muamalah adalah
peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat
untuk menjaga kepentingan manusia”.
Jadi, pengertian muamalah dalam arti luas yaitu aturan-aturan (hokum hukum)
Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam
pergaulan sosial.
vi
Adapun pengertian dalam arti sempit (khas), didefinisikan oleh para ulama sebagai
berikut:
1. Menurut Hudhari yang dikutip Hendi Suhendi “Muamalah adalah semua manfaat
yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya”.
2. Menurut Rasyid Ridha, “muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang
bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan”.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa pengertian muamalah dalam arti sempit
yaitu semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya dengan
cara-cara dan aturan-aturan yang telah ditrentukan Allah dan manusia wajib
menaati-Nya.
vii
urusan duniawi, dan pengaturannya diserahkan oleh manusia itu sendiri. Oleh
karena itu, semua bentuk akad dan berbagai cara transaksi yang dibuat oleh
manusia hukumnya sah dan dibolehkan. Asal tidak bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan umum yang ada dalam syara‘.
2. Muamalat harus Didasarkan kepada Persetujuan dan Kerelaan Kedua Belah Pihak.
Persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi merupakan
asas yang sangat penting untuk keabsahan setiap akad. Hal ini didasarkan kepada
firman Allah dalam surat an-nisa. (4): 29 yang artinya : Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu33; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
viii
Muamalat dengan pegertian pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan
perbuatan dalam hubungan dengan orang lain yang menimbulkan hubungan hak
dan kewajiban merupakan bagian terbesar dalam aspek kehidupan manusia.
Berangkat dari hal itu semua, Islam bersikap lebih longgar dalam masalah hukum
pada muamalah. Hukum Islam memberikan ketentuan bahwa pada dasarnya hukum
dalam muamalah adalah mubah, hingga ada dalil atau nash yang
mengharamkannya. Berbeda dengan ibadah yang hukum asalnya adalah haram,
kecuali ada perintah atau tuntunan yang menganjurkan perbuatan ibadah tersebut.
ix
Secara umum tujuan muamalah adalah untuk menciptakan suatu hubungan yang
baik dan harmonis antar sesama manusia sehingga dapat menciptakan masyarakat
yang rukun dan tentram. Karena dalam kegiatan muamalah terdapat sifat tolong
menolong.
Selain itu, setiap orang tidak terlepas dari dua kewajiban yakni Hablum minallah
yaitu suatu hubungan terhadap Allah dan Hablum minannas yaitu suatu kewajiban
sebagai makhluk sosial terhadap sesama atau hubungan kepada sesama. Sesuai
dengan syariat Islam, seperti muamalah.
Tentu bukan tanpa alasan, mengapa ajaran muamalah perlu diterapkan di kehidupan
sehari-hari. Pasalnya, muamalah mempunyai tujuan yang sangat mulia yaitu
terciptanya kehidupan yang rukun dan harmonis sesama manusia. Karenanya,
muamalah diterapkan meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti dalam
perhaulan sehari-hari hingga dalam kegiatan usaha.
Muamalah juga bisa menjadi satu jalan bagi seorang muslim untuk meningkatkan
ketaatan kepada Allah SWT. Sebab, muamalah yang meliputi berbuat baik pada
sesama merupakan satu perintah dan anjuran untuk setiap muslim.
Namun perlu diketahui, bahwa Allah SWT tetap tidak saling membantu dan
mendukung dalam berbuat kejahatan, kebathilan, dan kedholiman. Karena
perbuatan-perbuatan tercela tersebut di luar dari konsep muamalah yang dapat
menciptakan keharmonisan dalam kehidupan.
x
lain dalam Alquran dan as-sunnah. Ini berarti bahwa Islam membuka pintu selebar-
lebarnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengembangkan dan
menciptakan bentuk dan macam hubungan perdata baru, Sesuai dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Asas ini mengandung makna bahwa setiap hubungan perdata harus dilakukan
secara bebas dan sukarela. Kebebasan kehendak para pihak yang melahirkan
kesukarelaan dalam persetujuan harus selalu diperhatikan. Asas ini juga
mengandung arti bahwa selama Alquran dan as-sunnah tidak mengatur secara rinci
suatu hubungan perdata, maka selama itu pula para pihak yang bertransaksi
mempunyai kebebasan untuk mengaturnya atas dasar kesukarelaan masing-masing.
Asas ini Sebagaimana telah penulis Kemukakan dibuka, bersumber dari AlQuran
surat annisa (4) ayat 29.
Asas ini mengandung makna bahwa segala bentuk hubungan perdata yang
mendatangkan kerugian atau mudharat harus dihindari, sedangkan hubungan
perdata yang mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat harus
dikembangkan. Dalam asas ini juga terkandung pengertian bahwa dalam melakukan
xi
suatu transaksi, menghindari kerusakan harus 27 didahulukan daripada meraih
keuntungan. Contohnya perdagangan narkotika, prostitusi, dan perjudian.
Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan yang sederajat adalah asas hubungan
perdata yang disandarkan pada Sikap saling menghormati, mengasihi, dan tolong-
menolong dalam mencapai tujuan bersama. Asas ini menunjukkan suatu hubungan
perdata antara para pihak yang menganggap diri masing-masing sebagai anggota
keluarga, meskipun pada hakekatnya bukan keluarga. Asas ini diambil dari Al
Quran surat Al Maidah (5) ayat 5 dan Hadis yang menyatakan bahwa umat manusia
berasal dari satu keluarga.
Asas Ini mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan hubungan perdata. Para pihak
harus mengutamakan penunaian kewajiban terlebih dahulu daripada menuntut hak.
Dalam ajaran islam, seseorang baru memperoleh haknya misalnya mendapat
imbalan (pahala) setelah ia menunaikan kewajibannya terlebih dahulu.
xii
9. Asas kemampuan berbuat atau bertindak
Pada dasarnya setiap manusia dapat menjadi subjek hukum dalam setiap hubungan
perdata, jika memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum. Dalam hukum
Islam manusia yang dipandang mampu berbuat atau bertindak melakukan hubungan
perdata adalah orang yang mukallaf, yaitu orang yang mampu memikul kewajiban
dan hak, sehat rohani dan jasmani. Hubungan perdata yang dibuat oleh orang yang
tidak mampu memikul kewajiban dan hak dianggap melanggar asas ini. Oleh
karena itu, hubungan perdatanya batal karena dipandang bertentangan dengan salah
satu asas hukum Islam
Asas ini mengandung arti bahwa para pihak yang mengadakan hubungan perdata
tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain dalam hubungan perdata nya.
Merusak harta Meskipun tidak merugikan diri sendiri, tetapi merugikan orang lain,
tidak dibenarkan dalam hukum Islam. Ini berarti bahwa menghancurkan atau
memusnahkan barang untuk mencapai kemantapan harga atau keseimbangan pasar,
tidak dibenarkan oleh hukum Islam.
Asas ini mengandung makna bahwa pada prinsipnya setiap orang bebas berusaha
untuk menghasilkan sesuatu yang baik bagi dirinya dan keluarganya. Asas ini juga
mengandung arti bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk
berusaha tanpa batasan, kecuali yang telah ditentukan batasannya (dilarang) oleh
hukum Islam
Asas ini mengandung makna bahwa seseorang akan memperoleh suatu hak,
misalnya berdasarkan usaha dan jasa baik yang dilakukannya sendiri maupun yang
diusahakannya bersama-sama dengan orang lain. Usaha dan jasa yang dilakukan
haruslah usaha dan jasa yang baik, bukan usaha dan jasa yang mengandung unsur
xiii
kejahatan keji dan kotor. Usaha dan jasa yang dilakukan melalui kejahatan,
kekejian, dan kekotoran tidak dibenarkan oleh hukum Islam
Asas Ini mengandung arti bahwa semua hak yang diperoleh seseorang dengan jalan
yang halal dan sah harus dilindungi. Apabila hak itu dilanggar oleh salah satu pihak
dalam hubungan perdata, maka pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut
pengembalian hak itu atau menuntut kerugian kepada pihak yang merugikannya.
Asas ini menyangkut pemanfaatan hak milik yang dimiliki oleh seseorang menurut
hukum, Islam hak milik tidak boleh dipergunakan hanya untuk kepentingan pribadi
pemiliknya, tetapi juga harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
Asas ini berkaitan erat dengan asas lain yang menyatakan bahwa orang yang
melakukan perbuatan tertentu bertanggung jawab atas risiko perbuatannya. namun,
jika ada pihak yang melakukan suatu hubungan perdata tidak mengetahui cacat
yang tersembunyi dan mau punya itikad baik dalam hubungan perdata, maka
kepentingannya harus dilindungi, dan ia berhak menuntut sesuatu Jika dia dirugikan
karena itikad baiknya itu.
Asas ini mengandung penilaian yang sangat tinggi terhadap kejadian pekerjaan,
yang berlaku terutama di perusahaan-perusahaan yang merupakan persekutuan
antara pemilik modal (harta) dan pemilik tenaga (kerja). Jika perusahaan merugi
Maka menurut asas ini, kerugian hanya dibebankan pada pemilik modal atau harta
saja, tidak pada pekerjaannya. Ini berarti bahwa pemilik tenaga dijamin haknya
untuk mendapatkan upah sekurang-kurangnya untuk jangka waktu tertentu setelah
ternyata perusahaan menderita kerugian.
xiv
17. Asas mengatur dan memberi petunjuk
Sesuai dengan sifat hukum keperdataan pada umumnya dalam hukum Islam berlaku
asas yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum perdata kecuali yang
bersifat ijbari karena ketentuannya telah kota hanyalah bersifat mengatur dan
memberi petunjuk kepada orang-orang yang akan memanfaatkannya telah
mengadakan hubungan perdata para pihak dapat memilih ketentuan lain
berdasarkan kesukarelaan asal ketentuan itu tidak bertentangan dengan ketentuan
yang ada dalam hukum Islam (syara')
Asas ini mengandug makna bahwa hubungan perdata selayaknya dituangkan dalam
perjanjian tertulis dihadapan para saksi.
Ruang lingkup mu’amalah yang bersifat adabiyah adalah ijab dan kabul, saling
meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban,
kejujuran pedagang, tidak ada penipuan, tidak ada pemalsuan, dan tidak ada
penimbunan dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang
kaitannya dengan pendistribusian harta dalam hidup bermasyarakat.
Ruang lingkup mu’amalah madiyah adalah masalah jual beli (al-Bai’ wa alTijarah),
gadai (al-Rahn), jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman), perseroan atau
perkongsian (al-Syirkah), perseroan harta dan tenaga (alMudharabah), sewa
menyewa (al-Ijarah), pemberian hak guna pakai (al- ‘Ariyah), barang titipan (al-
Wadhi’ah), barang temuan (al-Luqathah), garapan tanah (al-Muzara’ah), sewa
menyewa tanah (al-Mukhabarah), upah (ujrah al- ‘Amal), gugatan (syuf’ah),
xv
sayembara (al-Ji’alah), pembagian kekayaan bersama (al-Qismah), pemberian
(hibah), hadiah (al-Hadiyah) pembebasan (al-Ibra), damai (al-Shulhu), dan
ditambah dengan pemasalahan kontemporer (alMu’ashirah) seperti masalah bunga
bank, asuransi, kredit, dan lain-lain.
Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang
tertentu (akad). Firman Allah SWT: (QS Al Baqarah (2) : 275).
xvi
اTTَ ُل ال ِّربT ُع ِم ْثTا ْالبَ ْيTTوا إِنَّ َم
ْ ُالTَ ق أَنَّهُ ْمTِك ب َ الَّ ِذ ْينَ يَأْ ُكلُوْ نَ ال ِّربَا الَ يَقُوْ ُموْ نَإِالَّ َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْي
َ ِطانُ ِمنَ ْال َمسِّ َذل
ك َ Tِا َد فَأُوْ لَئTT ُرهُ ِإلَى هللاِ َو َم ْن َعTلَفَ َوأَ ْمTا َسTTهُ َمTَا ْنتَهَى فَلTTَةٌ ِّمن َّربِّ ِه فTَ ا َءهُ َموْ ِعظTا فَ َمن َجTTََوأَ َح َّل هللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّرب
ِ َّأَصْ َحابُ الن
ار هُ ْم فِ ْيهَا خَ الِ ُدوْ ن
Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Jual beli memiliki 3 (tiga) rukun masing-masing rukun memiliki syarat yaitu;
1. Al-‘Aqid (penjual dan pembeli)
Haruslah seorang yang merdeka, berakal (tidak gila), dan baligh atau mumayyiz
(sudah dapat membedakan baik/buruk atau najis/suci, mengerti hitungan harga).
2. Al-‘Aqdu (transaksi/ijab-qabul)
Dari penjual dan pembeli. Ijab (penawaran) yaitu si penjual mengatakan, “saya
jual barang ini dengan harga sekian”. Dan Qabul (penerimaan) yaitu si pembeli
mengatakan, “saya terima atau saya beli”.
3. Al-Ma’qud ‘Alaihi ( Ada objek transaksi mencakup barang dan uang ).
xvii
1. Yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk
melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta
berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan
oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
2. Yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan
milik penuh salah satu pihak.
Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak
terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal
tersebut dilarang.
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang diizinkan oleh agama
artinya, jual beli yang memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah yaitu jual beli yang tidak diizinkan oleh
agama, artinya jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya jual beli,
contohnya jual beli barang najis, Jual beli anak hewan yang masih berada dalam
perut induknya, jual beli yang ada unsur kecurangan dan jual beli sperma hewan.
3. Jual beli yang sah tapi terlarang yaitu jual belinya sah, tidak membatalkan akad
dalam jual beli tapi dilarang dalam agama Islam karena menyakiti si penjual, si
pembeli atau orang lain; menyempitkan gerakan pasaran dan merusak
ketentraman umum, contohnya membeli barang dengan harga mahal yang
tujuannya supaya orang lain tidak dapat membeli barang tersebut.
Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap kali seorang muslim akan
berinteraksi. Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi yang
xviii
dilakukan sah atau tidak, lebih dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maisir,
Gharar, Haram, Riba, dan Bathil.
1. Maisir : Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut
istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja
keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian
seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian,
seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan
tentang usaha dan kerja keras. Larangan terhadap maisir / judi sendiri sudah jelas
ada dalam AlQur’an (2:219 dan 5:90)
2. Gharar : Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Terdapat juga mereka yang
menyatakan bahawa gharar bermaksud syak atau keraguan. Setiap transaksi yang
masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar
jangkauan termasuk jual beli gharar.
3. Haram : Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka transaksi nya
menjadi tidak sah. Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain.
4. Riba : Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat
mengenai pelarangan riba diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan turunnya
ayat dimulai dari peringatan secara halus hingga peringatan secara keras.
5. Bathil : Dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak
ada kedzhaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-
sama rela dan adil sesuai takarannya.
Tidak jarang kita pun melihat bahwa sahabat-sahabat Nabi bahkan Nabi sendiri
dulunya adalah saudagar. Tentunya seorang saudagar melakukan aktivitas jual beli
dalam kesehariannya. Ada banyak sekali hikmah dan pelajaran dari proses jual beli.
1. Mencari dan Mendapatkan Karunia Allah
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at,
Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah
xix
ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al
Jumuah : 9-10).
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia harus mencari karunia Allah di muka
bumi. Hal ini tentu saja bagian dari kebutuhan hidup manusia dalam
menjalankan aktifitas sehari-hari. Untuk itu, jual beli adalah salah satu alat atau
proses agar manusia
2. Menjauhi Riba
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung
diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun
harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim)
Dengan melakukan jual beli maka kita bisa menjaga kehalalan rezeki. Tentu saja
bagi yang melakukan penipuan atau pelanggaran jual beli akan membuat rugi
diri sendiri. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadist, “Seorang
muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim
menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama
muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya” (HR. Ibnu
Majah)
Dan bagi penjual atau pembeli yang tidak bisa menjaga kehalalan rezekinya
maka sebagiamana hadist, “Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami,
maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya
di neraka” (HR. Ibnu Hibban)
Dengan adanya jual beli, hikmah yang didapat lagi adalah akan terjadinya
produktifitas dan perputaran roda ekonomi di masyarakat. Ekonomi akan
berjalan secara dinamis dan tidak dikuasai oleh satu orang saha yang
mengkonsumsi barang atau jasa. Untuk itu proses jual beli yang dilakukan
dengan adil dan seimbang akan membuat keberkahan rezeki bagi masyarakat.
xxi
6. Silaturrahmi dan Memperbanyak Jejaring
Selain dari hal yang disebutkan di atas, dapat diketahui pula bahwa proses jual
beli dapat menambah silahturahmi dan memperbanyak jejaring kita di
masyarakat. Berbagai kebutuhan akan kita beli di orang yang berbeda, untuk itu
setiap transaksi jual beli kita akan mendapatkan orang-orang yang berbeda di
setiap harinya. Untuk itu jejaring pun akan semakin banyak. Dengan
silahturahmi dan jejaring tentunya hal tersebut dapat menambahkan keberkahan
harta dan rezeki kita.
2.3.2. Pernikahan
A. Pengertian Pernikahan
B. Hukum Menikah
Menurut sebagian besar Ulama, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya
boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala,
dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun karena Nabiullah
Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu
sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi
hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram,
tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
xxii
1. Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun
dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW : Wahai para
pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah,
maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga
pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan
barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu
menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
2. Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal
kesiapan jasmani, rohani, maupun mental dan ia khawatir apabila ia tidak
segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk
segera menikah.
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak.
C. Rukun Pernikahan
Berikut merupakan rukun sah nikah dalam Islam:
a. Mampelai pria dan wanita sama-sama beragama Islam
b. Mempelai laki-laki tidak termasuk mahram bagi calon istri
xxiii
c. Wali akad nikah dari perempuan bersedia menjadi wali
d. Kedua mempelai tidak dalam kondisi sedang ihram.
e. Pernikahan berlangsung tanpa paksaan.
Perlu diperhatikan juga bahwa para mempelai tidak boleh menikahi orang
yang haram untuk dinikahi seperti memiliki pertalian darah, memiliki
hubungan persusuan, dan memiliki hubungan kemertuaan.
xxiv
Ijab dan qabul dimaknai sebagai janji suci kepada Allah SWT di hadapan
penghulu, wali dan saksi. Pelaksanaan ijab dan qabul merupakan syarat
sah agar pasangan menikah sah sebagai sepasang suami istri.
E. Talak/Perceraian
Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi
dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa
bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud
melepaskan ikatan perkawinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak
merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak
dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian
berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi
dibenarkan.
F. Hikmah Pernikahan
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan rasa tertarik kepada lawan
jenisnya. Laki-laki tertarik dengan wanita, begitu pun sebaliknya. Ketertarikan
ini merupakan fitrah yang telah Allah tetapkan kepada manusia.
xxv
Nafsunya akan berusaha untuk memenuhi fitrah tersebut dengan berbagai cara
yang dilarang agama. Hal ini bisa menimbulkan perusakan moral dan perilaku
menyimpang lainnya seperti perzinaan, kumpul kebo, dan lain-lain.
Islam hadir memberikan solusi melalui pernikahan. Ini menjadi salah satu
hikmah pernikahan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
ٍ كَ اَل ٰ ٰيTTِ ةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذلT َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمTق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع
وْ ٍمTTَت لِّق َ ََو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن َخل
َيَّتَفَ َّكرُوْ ن
4. Menyambung Keturunan
Dengan menikah, semua hal itu dapat terwujud. Sehingga keturunan dan
generasi Islam yang unggul pun dapat terus ada dan berkelanjutan.
xxvi
2.4. Korupsi Dalam Perspektif Islam
A. Korupsi
ْ ت َوهُ ْم اَل ي ٰ ِ َْو َما َكانَ لِنَبِ ٍّي اَ ْن يَّ ُغ َّل ۗ َو َم ْن يَّ ْغلُلْ يَأ
َُظلَ ُموْ ن ٍ ت بِ َما َغ َّل يَوْ َم ْالقِ ٰي َم ِة ۚ ثُ َّم تُ َوفّى ُكلُّ نَ ْف
ْ َس َّما َك َسب
xxvii
tentang apa yang ia kerjakan dengan pembalasan yang setimpal, sedang
mereka tidak dianiaya”
xxviii
3. Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain)
4. Khianat
Surah Al-Anfaal (8) ayat 27
5. Sariqah (Pencurian)
Sariqah adalah mengambil barang atau harta orang lain dengan cara
sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan
untuk menyimpan barang atau harta kekayaan tersebut.
6. Hirabah (Perampokan)
Pengertian Hirabah/perampokan (Irfan, 2012) adalah tindakan kekerasan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada pihak lain,
baik dilakukan di dalam rumah maupun di luar rumah, dengan tujuan
untuk menguasai atau merampas harta benda milik orang lain tersebut
atau dengan maksud membunuh korban atau sekedar bertujuan untuk
melakukan teror dan menakut-nakuti pihak korban.
7. Al-Maks (Pungutan Liar), Al-Ikhtilas (Pencopetan), dan Al-Ihtihab
(Perampasan)
xxix
Setiap pribadi yang dalam kehidupan sehari-harinya selalu berinteraksi
dengan uang, rawan dan rentan sekali terhadap praktik korupsi, siapapun
orangnya tak terkecuali dari kaum akademisi, kaum intelektual (terpelajar),
bahkan kaum agamawan sekalipun. Korupsi juga merambah lembaga-
lembaga negara seperti anggota dewan, menteri, partai politik, pemerintah
dan swasta. Kasus korupsi yang terjadi di Departemen Agama (DEPAG),
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bank Mandiri, Mahkamah Agung dan lain-
lain adalah bukti nyata bahwa korupsi sudah menjadi penyakit akut dan
kronis, berada pada stadium yang paling gawat. Dalam konteks ini, akan
lebih tepat jika diterapi dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kejiwaan
yang dalam kajian Islam ada dalam ilmu tasawuf.
Oleh karena itu, agar kita terhindar dari melakukan korupsi, ada baiknya
kalau kita bersama-sama melakukan tindakan preventif-antisipatif dan
berjaga-jaga dengan sekuat usaha dengan cara melatih diri, menahan,
mengendalikan bahkan mengekang nafsu dengan langkah-langkah dan kiat-
kiat sebagai berikut;
a. Memulai kehidupan dengan niat yang ikhlas hanya karena dan untuk
Allah. Jadi hidup kita tidak tertekan, karena kalau jiwa seseorang sering
tertekan karena tidak kuat dengan keadaan maka jiwa akan mudah goyah,
kalau tidak kuat imannya akan cenderung melakukan hal-hal yang
dilarang demi mencapai tujuan.
b. Menyikapi kehidupan dunia berdasarkan ajaran ilahi
c. Mengendalikan nafsu syahwat yang berlebihan terhadap harta. Ini yang
paling membuat seseorang silau dan lupa diri sehingga menempuh cara-
cara yang tidak benar
d. Menjaga pikiran yang terlintas untuk bermaksiat (al-khatarat), dan
menjaga langkah nyata untuk berbuat maksiat (al-khutuwat)
e. Tawakkal setelah berusaha sungguh-sungguh (maksimal)
f. Mensyukuri nikmat harta yang ada dengan mengembangkannya untuk
kebaikan umat, dan melaksanakan kewajiban berzakat, infaq, sedekah
dan sebagainya
xxx
g. Sabar menghadapi ujian (fitnah) harta, karena harta terkadang menjadi
fitnah bagi pemiliknya
h. Rida terhadap ketetapan (qada) dari Allah. Segala yang terjadi pada diri
kita sudah ditetapkan oleh Allah,manusia hanya diwajibkan untuk selalu
dalam kebaikan-kebaikan sedangkan hasilnya sudah ditetapkan oleh
Allah sendiri
i. Menumbuhkan rasa takut (khauf) kepada Allah dimanapun berada. Kalau
kita selalu merasa diawasi oleh Allah , tentu perilaku kita akan selalu di
jalan-Nya
j. Membentuk sikap jujur dalam diri
k. Menumbuhkan sifat malu
l. Selalu intropeksi diri (muhasabah)
m. Selalu mendekatkan diri kepada Allah (muraqabah Allah)
n. Menumbuhkan rasa cinta kepada Allah (mahabbah Allah)
o. Selalu memperbarui tobat
Dari lima belas terapi tersebut, mungkin antara orang yang satu dengan
yang lain terasa berat. Akan tetapi jika benar-benar berusaha dengan
selalu melatih diri agar senantiasa berada di jalur Allah pasti Allah akan
menolong kita.
xxxi
BAB III
PENUTUP
4. Kesimpulan
5. Saran
Dalam menyusun makalah ini, kami menyadari bahwa isi makalah ini masih
belum sempurna baik mengenai materi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pihak lain agar
dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
setiap orang yang membacanya dan dapat menambah pengetahuan khususnya
mengenai materi Konsep Mu’amalah dalam Islam.
xxxii
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ahmad Hatta, M. (2009). Tafsir Qur'an perkata. Jakarta: Maghfirah Pustaka.
Munarki, A. (2006). Membangun Rumah Tangga dalam Islam. Pekanbaru: PT. Berlian Putih.
Rafi', A. F. (2004). Terapi Korupsi dengan Tazkiyah al-Nafs (Penyucian Jiwa). Jakarta: Penerbit
Republika.
xxxiii