Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

RANTAI INFEKSI, PENCEGAHAN BAHAYA FISIK, RADIASI, KIMIA,


ERGONOMIK, DAN PSIKOSOSIAL

Dosen Pembimbing:
Harlina Putri Rusiana, Ners., M.Kep.
Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Amalia Ridho Rahmani (002 STYC20)


2. Andiansyah (004 STYC20)
3. Aprizal (006 STYC20)
4. Binar Aura Fatmawati (007 STYC20)
5. Dina Ayu Septiani (011 STYC20)
6. Efa Rosdiana (012 STYC20)
7. Hasriadi (017 STYC20)
8. Hasti Titik Sabillah (018 STYC20)
9. Haura Inas Anis (019 STYC20)
10. I Putu Yogi Adhipramana (021 STYC20)
11. M. Syarif Hidayatullah (028 STYC20)
12. Serlin Susmita Cahyanti (043 STYC20)
13. Vikratuts Tsaqova (049 STYC20)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN NERS MATARAM 2020/2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala yang maha pemurah
dan lagi maha penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat allah
subhanahu wa ta’ala, yang telah melimpahkan hidayah, inayah dan rahmat-nya
sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul
“Makalah Rantai Infeksi, Pencegahan Bahaya Fisik, Radiasi, Kimia,
Ergonomik, Dan Psikososial” tepat pada waktunya.
Penyusunan Makalah ini sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan
dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam
penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak lupa mengucapkan terima kasih dari
berbagai pihak yang sudah membantu kami dalam rangka menyelesaikan
makalah ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasa serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada kami
membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan
kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana
ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat berbagai permasalah lainnya yang masih
berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.

Mataram, 18 November 2021


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah....................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................3
2.1 Rantai Infeksi............................................................................................3
2.2 Pencegahan Bahaya Fisik..........................................................................5
2.3 Pencegahan Bahaya Radiasi......................................................................9
2.4 Pencegahan Bahaya Kimia......................................................................17
2.5 Pencegahan Bahaya Ergonomic..............................................................19
2.6 Pencegahan Bahaya Psikologis...............................................................21
BAB III PENUTUP...............................................................................................25
3.1 Kesimpulan..............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah
invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh.
(Kozier, et a1, 1995). Faktor fisik adalah di dalam tempat kerja yang bersifat
fisika antara lain kebisingan, penerangan, getaran iklim kerja, gelombang
mikro dan sinar ultra ungu.
Manajemen Bahan kimiapengaturan dan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja dilakukan agar dosis radiasi (eksternal dan internal) yang
diterima para pekerja radiasi, tamu, pengunjung, dan bukan pekerja radiasi
serendah mungkin Manajement kimia merupakan komponen penting program
laboratorium. Keselamatan dan keamanan harus menjadi bagian dari seluruh
siklus hidup bahan kimia, termasuk pembelian, penyimpanan, inventaris,
penanganan, pengiriman, dan pembuangan. Proses manajemen bahan kimia
meliputi mengelola bahan kimia, bekerja dengan bahan kimia, dan mengelola
limbah kimia (Moran dan Masciangioli, 2010).
Ergonomi Perawat di negara berkembang memiliki sedikit pengetahuan
prinsip ergonomi di tempat kerja dan tidak dilatih untuk mencegah dan
mengendalikan bahaya kerja. Penelitian awal yang dilakukan di rumah sakit
dr. H. Koesnadi Bondowoso melibatkan 8 perawat menunjukkan bahwa 7
perawat belum pernah mendapatkan pelatihan ergonomi di tempat kerja dan 5
perawat pernah mengalami low back pain setelah bekerja. Pengetahuan
ergonomi membantu perawat menghindari faktor risiko tertentu yang
berkontribusi pada gangguan muskuloskeletal dan meningkatkan keselamatan
dan kesehatan di tempat kerja. Psikologi membahas tingkah laku manusia
dalam hubungannya dengan lingkungannya (Dakir,1993)

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian rantai infeksi?
2) Bagaimana pencegahan bahaya fisik?
3) Bagaimana pencegahan bahaya radiasi?
4) Bagaimana pencegahan bahaya kimia?
5) Bagaimana pencegahan bahaya ergonomic?
6) Bagaimana pencegahan bahaya psikologis?
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah
1) Menjelaskan pengertian rantai infeksi
2) Menjelaskan pencegahan bahaya fisik
3) Menjelaskan pencegahan bahaya radiasi
4) Menjelaskan pencegahan bahaya kimia
5) Menjelaskan pencegahan bahaya ergonomic
6) Menjelaskan pencegahan bahaya psikologis

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Rantai Infeksi
Keamanan dan keselamatan sering kita sebut kewaspadaan umum
merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh CDC untuk mencegah dari
berbagai penyakit. Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan
berpoliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam
jaringan tubuh. (Kozier, et a1, 1995).
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai
faktor yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara
penularan, portal of entry dan host/ pejamu yang rentan.

Gambar 2.1 Rantai Infeksi


1) Agen Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain
bakteri, Virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa
merupakan flora transient maupun resident. Organisme transient
normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan
berbiak di kulit. Organisme transien melekat pada kulit saat seseorang
kontak dengan obyek atau orang lain dalam aktivitas normal. Organisme
ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan cuci tangan. Organisme
residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan dengan
sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan dilakukan dengan seksama.

3
Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah
microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit),
kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta
kerentanan dari host/penjamu.
2) Reservoir (sumber mikroorganisme)
Adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik
berkembang biak atau tidak. Yang bisa berperan sebagai reservoir adalah
manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain. Kebanyakan
reservoir adalah tubuh manusia, misalnya di kulit, mukosa, cairan
maupun drainase. Adanya microorganisme patogen dalam tubuh tidak
selalu menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang di
dalamnya terdapat mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain
menjadi sakit (carier). Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam
reservoar jika karakteristik reservoarnya cocok dengan kuman.
Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan pencahayaan.
3) Portal Of Exit (jalan keluar)
Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan
jalan keluar (portal of exit untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan
infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar
terlebih dahulu dari reservoarnya. Iika reservoarnya manusia, kuman
dapat keluar melalui saluran pernapasan, pencernaan, perkemihan,
genitalia, kulit dan membrane mukosa yang rusak serta darah.
4) Cara Penularan
Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai
cara seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit
atau darahnya; kontak tidak langsung melalui jarum atau balutan bekas
luka penderita; peralatan yang terkontaminasi; makanan yang diolah
tidak tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.

4
5) Portal Masuk
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam
tubuh. Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya
kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi
portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute atau
jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan
daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam
tubuh.
6) Daya Tahan Hospes (Manusia)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen
infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu
terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan
mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi
sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme
tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap
kuman yaitu usia, keturunan, stress (flsik dan emosional), status nutrisi,
terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.
2.2 Pencegahan Bahaya Fisik
Faktor fisik adalah di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain
kebisingan, penerangan, getaran iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra
ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses
produkasi atau produk samping yang tidak diinginkan.
1) Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara yang bersumber dari alat-alat proses
produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan atau
berkepenjangan dapat merusak jaringan saraf sensitive di telinga,
menyebabkan kehilangan pendengaran semntara atau permanen. Hal ini
sering diabaikan sebagai measalah kesehtan, tapi itu adalah salah satu
bahya fisik utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai
ambang batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.

5
Pencegahan:
a) Identifkasi sumber umum penyebab kebisingan, seperti mesin,
system ventilasi, dan alat-alat listrik. Tanyakan kepada pekerja
apakah merekamemiliki masalah yang terkait dengan kebisingan.
b) Melakukan inspeksi tempat kerja untuk pajanan kebisingan.
Inspekasi mungkin harus dilakukan pada waktu yang berbeda untuk
memastikan bahwa semua sumber- sumber kebisingan
teridentifikasi.
c) Tentukan sumber kebisingan berdasarkan tata letak dan identifikasi
para pekerja yang mungkin terekpos kebisingan.
d) Identifikasi control kebisingan yang ada dan evaluasi efektivitas
pengendakiannya.
e) Setelah tingkat kebisinganditentukan, alat pelindung diri seperti
penutup telinga (earplug dan earmuff) harus disediakan dan dipakai
oleh pekerja di lokasi yang mempunyai tingkat kebisingan tidak
dapat dikurangi.
2) Penerangan
Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk
melakukan pekerjaan. penerangan yang sesuai sangat penting untuk
peningkatan kualitas dan produktivitas. Sebagi contoh, peketjaan prakitan
benda kecil membutuhkan tingkat peneranga yang lebih tinggi, misalnya
mengemas kotak.
Studi memnunjukkan bahawa perbaikan penerangan, hasilnya
terlihat langsung dalam peningkatan produktivitas dan pengurangan
kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai, para pekerja terpaksa
membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan penglohatan mereka,
sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan masalah pada punggung
dan mata pada jagnka panjang dan dapat memperlambat
Pencegahan:

6
a) Pastikan setiap pekerja mendapatkan tingkat penerangan yang sesuai
pada pekerjannya sehingga mereka tidak bekerja dengan posisi
membungkuk atau memicingkan mata.
b) Untuk meningkatkan vasilitas, mungkin perlu untuk mengubah
posisi dan arah lampu.
3) Getaran
Getaran adalah gerakan bola-balik cepat (reciprocating), memantul
ke atas dan kebawah atau ke belakang dank e depan. Gerakan tersebut
terjadi secara teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari
kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh negative terhadap semua
atau sebagaian dari tubuh.
Misalnya memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi
tangan dan lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya mengemudi traktor di jalan
bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga
menimbulkan getaran keseluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri
punggung bagian bawah.
Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang
disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan
getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki kontak
langsung dengan mesin tersebut dan menyebabkan nyeri dan kram otot.
Pencegahan:
a) Mengendlikan getaran pada sumbernya dengan mendesain ulang
peralatan untuk memasang penyerap getaran atau peredam kejut.
b) Bila getaran disesbabkan oleh masin besar pasang penutup lantai
yang bersifat menyerap getaran di workstation dan gunakan alas kaki
dan sarung tangan yang. menyerap kejutan, meskipun itu kurang
efektif dibangding di atas.
c) Ganti peralatan yang lebih tua dengan model bebas getaran baru

7
d) Batasi tingkat getaran yang dirasakan oleh pengguna dengan
memasang peredam getaran pada pegangan dan kursi kendaraan atau
sistem remote control.
e) Menyediakan alat pelindung diri yang sesuai pada pekerja yang
mengoperasikan mesin bergetar, misalnya sarung tangan yang
bersifat menyerap getaran (dan pelindung telinga untuk kebisingan
yang menyertainya).
4) Iklim kerja
Ketika suhu berbeda di atas atau dibawah batas normal, keadaan ini
memperlambat pekerjaan. Ini adalah respon alami dan fisiologis dan
merupakan salah satu alas an mengapa sangat penting untuk
mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban ditempat
kerja. Faktor-fator ini secara signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi
dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara bersih di
ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan lingkungan kerja
yang sehat dan mengurangi pajanan bahan kimia. Sebaiknya, ventilasi
yang kurang sesuai dapat mengakibatkan:
a) Mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang
berlenihan.
b) Menciptakan ketidaknyaman bagi para pekerja.
c) Mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk
praktik kerja yang aman.
Pencegahan:
a) Pastikan bahwa posisi dinding dan pembagi ruangan tidak
membatasi aliran udara.
b) Sediakan ventilasi yang mengalirkan udara di tempat kerja, tanpa
meniup langsung pada mereka yang bekerja dekat itu.
c) Mengurangi beban kerja fisik mereka dalam kondisi panas dan
memastikan mereka memiliki air dan istirahat yang cukup.
5) Radiasi Tidak Mengoin

8
Radiasi gelombang elektromegnetik yang berasal dari radiasi tidak
mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu (ultra violet).
Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang radio, tv, radar
dan telpon. Gelombang mikro mempunyai frekuensi 30 kilo hertz-300
giga hertz dan panjang gelombang 1 mm-300 cm. Radiasi gelombang
mikro yang pendek <1 cm yang diserap oleh permukaan kulit yang
menyebabkan kulit seperti terbakar. Sedangkan gelombang mikro yang
lebih panjang (>1 cm) dapat menembus jaringan yang lebih dalam.
Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik,
laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet.
Panjang felombang sianr ultra violet berkisar 1-40 nm. Radiasi ini dapat
berdampak pada kulit dan mata.
Pencegahan:
a) Sumber radiasi tertutup.
b) Berupaya menghindari atau berada pada jarak yang sejauh mungkin
dari sumber-sumber radiasi tersebut.
c) Berupaya agar tidak terus menerus kontak dengan benda yang dapat
menghasilkan radiasi sinar tersebut.
d) Memakai alat pelindung diri.
e) Secara rutin dilakukan pemantauan
2.3 Pencegahan Bahaya Radiasi
Pengaturan dan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan
agar dosis radiasi (eksternal dan internal) yang diterima para pekerja radiasi,
tamu, pengunjung, dan bukan pekerja radiasi serendah mungkin. Personel
yang terlibat di dalam penyelenggaraan keselamatan radiasi harus memahami
konsep proteksi radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir baik terhadap
manusia maupun lingkungan, yang mencakup kuantifikasi efek radiasi
terhadap kesehatan melalui besaranbesaran dosis dan pembobotan termasuk
aplikasinya, serta memahami prinsip proteksi dalam membatasi penerimaan
dosis, justifikasi dan optimisasi.
1) Pengaturan Nilai Batas Dosis

9
a) Untuk membatasi peluang terjadinya efek stokastik pada pekerja
radiasi, ditetapkan nilai dosis efektif rata-rata sebesar 20 msv per
tahun dalam periode 5 tahun, sehingga dosis yang terakumulasi
selama 5 tahun tidak boleh melebihi 100 msv, dengan ketentuan
dosis efektif tidak boleh melampaui 50 msv dalam satu tahun
tertentu
b) Untuk mencegah terjadinya efek deterministik pada pada pekerja
radiasi, ditetapkan nilai dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 20
msv per tahun dalam periode 5 tahun dan 50 msv dalam satu tahun
tertentu, dan dosis ekivalen untuk kulit serta untuk tangan dan kaki
sebesar 500 msv per tahun
c) Nbd untuk anggota masyarakat mengikuti pola penerapan untuk
pekerja radiasi dengan nilai lebih rendah, yaitu sebesar 1 msv dalam
1 tahun
d) Evaluasi dosis perorangan pekerja radiasi pada umumnya dilakukan
setiap triwulan berdasarkan atas penjumlahan penerimaan dosis
radiasi eksternal dan internal serta membandingkan penerimaan
tersebut terhadap nbd triwulan
e) Pemeriksaan kesehatan rutin terhadap pekerja radiasi dilakukan
minimal sekali dalam setahun untuk kondisi normal. Pemeriksaan
kesehatan tambahan dapat dilakukan terhadap pekerja radiasi pada
kondisi khusus
2) Pengendalian paparan radiasi eksternal dan internal
Pengendalian paparan radiasi eksternal dan internal dilakukan dengan
cara:
a) Pemantauan dosis radiasi perorangan Pemantauan dosis radiasi
perorangan dilakukan secara eksternal dan internal. Pemantauan
eksternal dilakukan dengan menggunakan dosimeter perorangan.
Pemantauan internal dilakukan secara in-vivo dan/atau in-vitro.
Pemantauan dosis radiasi perorangan ini secara rinci diuraikan pada
butir 6.

10
b) Pengendalian daerah kerja Pengendalian daerah kerja dilakukan
dengan pembagian daerah kerja, pemantauan paparan radiasi
dan/atau kontaminasi radioaktif menggunakan alat ukur radiasi.
Penjelasan lebih lengkap tentang pengendalian daerah kerja
diuraikan pada butir 7.

3) Pengawasan pengunjung, tamu dan pekerja non radiasi


a) Pengunjung, tamu atau pekerja non radiasi meliputi:
1. Pekerja administrasi yang bekerja pada daerah non radiasi di
Kawasan Nuklir BATAN.
2. Pengunjung yang berada di Kawasan Nuklir BATAN dalam
waktu relatif singkat (8 jam).
3. Kontraktor, pemasok bahan/barang ataupun para pegawainya.
4. Tamu (peneliti, mahasiswa atau siswa magang) yang bekerja di
daerah radiasi dan tinggal/bekerja kurang dari satu bulan.
5. Para pengunjung lain seperti sopir/buruh angkutan barang,
petugas kebersihan dan petugas perbaikan telepon, air, listrik
ataupun pemasang peralatan. 2
b) Pengunjung/tamu yang masuk ke daerah kerja radiasi diberi
dosimeter saku/pena, dan diserahkan kepada petugas keselamatan
jika pengunjung/tamu keluar dari daerah radiasi untuk
dibaca/dievaluasi.
1. NBD untuk pengunjung/tamu atau pekerja non radiasi
disamakan dengan NBD untuk masyarakat.
2. NBD untuk siswa magang berumur antara 16 sampai 18 tahun
yang sedang melaksanakan pelatihan atau kerja praktik, atau
yang karena keperluan pendidikannya

11
3. harus menggunakan sumber radiasi atau berada di daerah radiasi
adalah 3/10 NBD pekerja radiasi.
4. Untuk tamu (peneliti/ tenaga ahli, mahasiswa, siswa, atau buruh
kontraktor) yang bekerja di daerah instalasi nuklir dan/atau
instalasi radiasi lebih dari 1 bulan, ketentuan dan perlakuan
pengawasan dosis kepada mereka sama seperti pekerja radiasi.
c) Penyinaran dalam kedaruratan atau kecelakaan
1. Untuk membatasi dosis terhadap pekerja dan anggota
masyarakat akibat lepasan tak terkendali bahan radioaktif
(release) diperlukan perencanaan (kesiapsiagaan) yang rinci
dalam menghadapi kedaruratan dan latihan kedaruratan secara
berkala. PI diwajibkan membuat Program Kesiapsiagaan Nuklir
untuk fasilitasnya.
2. Untuk konsekuensi kecelakaan dalam dan lepas kawasan,
disusun Program Kesiapsiagaan Nuklir yang dikoordinasikan
oleh Koordinator Kawasan.
3. Program kesiapsiagaan tersebut mengatur infra struktur dan
kesiapan fungsi penanggulangan. Juga diatur latihan atau gladi
kedaruratan nuklir baik parsial maupun terpadu.
4. Dalam keadaan darurat, seorang relawan dapat menerima dosis
berlebih untuk maksud penyelamatan jiwa atau mencegah
luka/sakit yang lebih parah, atau untuk mencegah peningkatan
bahaya yang sangat besar.
5. Dalam keadaan kedaruratan nuklir mungkin terjadi beberapa
pekerja radiasi menerima dosis berlebih. Penyelamatan jiwa
manusia di medan radiasi tinggi dilakukan oleh petugas yang
berkompeten. Tiap situasi yang terjadi pada kondisi darurat
harus diperhitungkan dengan cermat oleh Pengkaji Radiologi
sebagai dasar mengambil keputusan.
6. Dalam kecelakaan, dosis radiasi yang diterima korban
kecelakaan ataupun petugas penanggulangan kecelakaan harus

12
dievaluasi dan dilaporkan secara terpisah. Apabila dosis yang
diterima melampaui 2 kali NBD tahunan harus dilakukan
pemeriksaan kesehatan khusus.
7. Dosis maksimum seluruh tubuh yang dapat ditoleransi untuk
penyelamatan jiwa adalah 500 mSv khususnya dalam kondisi
kedaruratan nuklir.

d) Pemantauan kesehatan
1. Unit kerja berkewajiban melakukan pemantauan kesehatan
pekerja radiasi dan non radiasi di unit kerja masing-masing
berupa pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan fisik untuk menjamin ada atau
tidak pengaruh kegiatan atau pekerjaannya terhadap kesehatan.
2. Calon pekerja radiasi sebelum bekerja menggunakan sumber
radiasi atau bertugas di daerah radiasi harus telah menjalani
pemeriksaan fisik dan laboratorium.
3. Selama masa bekerja, pekerja mendapat pemeriksaan kesehatan
fisik dan laboratorium dengan pengaturan sebagai berikut:
a. Pekerja radiasi dan pekerja administrasi diperiksa minimal 1
tahun sekali.
b. Siswa magang, kontraktor, peneliti/ahli yang berkunjung
dan bekerja di medan radiasi lebih dari enam bulan wajib
menjalani pemeriksaan kesehatan fisik dan laboratorium
sebelum bekerja lebih lanjut.
4. Pada keadaan kecelakaan radiasi dilakukan pemantauan
kesehatan khusus bagi yang menerima dosis melebihi 2 kali
NBD tahunan atau yang diduga menerima dosis berlebih.

13
5. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja diarsipkan dalam data
kesehatan pekerja yang ditangani oleh klinik di lingkungan
kawasan atau klinik yang ditunjuk oleh PI. Hasil pemeriksaan
kesehatan dilaporkan kepada PI yang bersangkutan untuk
penatalaksanaan kesehatan.
6. Jika pekerja radiasi mendapat dosis berlebih akibat tugasnya
sehari- hari atau mengalami kecelakaan radiasi, maka petugas
kesehatan menanggulangi keadaan korban tersebut bersama
dengan Bidang Keselamatan atau Tim Keselamatan terkait.
7. Bila keadaan korban tidak dapat ditanggulangi dengan fasilitas
yang ada di kawasan nuklir BATAN masing-masing, maka
petugas kesehatan klinik harus mengirim korban ke rumah sakit.
8. Pekerja radiasi yang akan pensiun atau tidak akan bertugas
sebagai pekerja radiasi secara permanen harus menjalani
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Dalam hal ini hanya pekerja
radiasi yang pemeriksaan kesehatan terakhirnya lebih dari 6
bulan.
9. PI memfasilitasi konseling kesehatan kepada pekerja radiasi
yang menerima dosis berlebih.
e) Pemantauan dosis radiasi perorangan
1. Umum
Pada bagian ini diuraikan mengenai jenis pemantauan,
kriteria pekerja yang dipantau, metode pemantauan, periode
pemantauan, pencatatan dan penyimpanan dosis radiasi,
pelaporan dosis radiasi, serta penanganan dosis berlebih.
Pemantauan dosis radiasi perorangan dilakukan untuk
mengetahui besarnya dosis yang diterima pekerja radiasi dalam
rangka mematuhi ketentuan batasan dosis.
2. Jenis pemantauan dosis radiasi perorangan
Pemantauan dosis radiasi perorangan dapat dilakukan dengan 2
macam pemantauan yaitu:

14
a. Pemantauan dosis radiasi eksternal, dilakukan dengan
menggunakan dosimeter perorangan.
b. Pemantauan dosis radiasi internal dilakukan dengan 2 cara:
1) Pemantauan pekerja radiasi secara langsung (in-vivo)
2) Pemantauan pekerja radiasi secara tidak langsung (in-
vitro)

3. Kriteria personel yang dipantau


a. Pekerja radiasi yang mendapat pemantauan dosis adalah
pekerja radiasi yang diperkirakan menerima dosis efektif
pertahun > 1 mSv.
b. Pekerja radiasi yang bekerja di medan radiasi tinggi harus
menggunakan dosimeter tambahan misalnya dosimeter saku
yang dapat dibaca langsung.
c. Kelompok tamu atau pengunjung yang akan memasuki
daerah kerja pengendalian menggunakan sekurang-
kurangnya satu dosimeter perorangan.
d. Pemantauan dosis radiasi internal diutamakan diberikan
kepada pekerja radiasi yang menangani sumber radiasi
terbuka dengan potensi kontaminasi internal dan
diperkirakan akan menerima dosis terikat efektif pertahun >
3/10 NBD rata-rata tahunan pekerja radiasi.
e. Pemantauan dosis radiasi internal terhadap pekerja radiasi
lainnya tidak diperlukan, kecuali untuk konfirmasi atau jika
terjadi kecelakaan yang diduga terjadi kontaminasi radiasi
internal.
4. Metode pemantauan
a. Pemantauan dosis radiasi eksternal dilakukan dengan
menggunakan dosimeter perorangan yaitu dosimeter

15
termoluminesens (TLD) sesuai dengan medan radiasi yang
ada.
b. Setiap pekerja radiasi diberi 2 (dua) badge TLD misalnya
seri A dan seri B. TLD dipakai bergantian setiap periodenya
untuk memantau dosis radiasi eksternal. Dosis radiasi
eksternal yang direkam dalam TLD adalah dosis ekivalen
kulit (surface dose) atau Hp (0,07) dan dosis ekivalen
seluruh tubuh (deep dose) atau Hp (10).
c. Pekerja radiasi yang bekerja dengan sumber radiasi berdaya
tembus kuat (seperti radiasi /neutron), dosis radiasi
eksternal yang diukur adalah Hp (10).
d. Pekerja radiasi yang bekerja dengan sumber radiasi berdaya
tembus lemah (seperti radiasi β dan /foton berenergi < 15
keV), dosis radiasi eksternal yang diukur adalah Hp (0,07).
e. Pemantauan dosis radiasi internal dengan metode
pencacahan langsung (in-vivo) dilakukan dengan mencacah
jenis dan aktivitas radionuklida dalam tubuh pekerja (full
scan, total body, tiroid, paru- paru) menggunakan alat cacah
Whole Body Counter (WBC). Metode in-vivo ini bertujuan
untuk mengetahui dosis radiasi internal yang diterima
pekerja akibat masuknya radionuklida (radionuklida
pemancar) ke dalam tubuh dengan mengukur pancaran
radiasi dari radionuklida yang ada di dalam tubuh.
f. Pemantauan dosis radiasi internal dengan metode in-vitro
dilakukan dengan mencacah hasil metabolisme tubuh dalam
hal ini adalah contoh urin. Pemantauan ini bertujuan untuk
mengetahui dosis radiasi internal yang diterima pekerja
akibat masuknya radionukida (pemancar α, β ) ke dalam
tubuh pekerja.
g. Dosis radiasi internal yang diukur baik secara in-vivo
(dengan WBC) maupun secara invitro (dengan mencacah

16
contoh urin) adalah dosis terikat efektif E(50) yaitu jumlah
dosis terikat rata-rata dalam organ atau jaringan dengan
memperhitungkan faktor bobot (wT) masing- masing organ.

2.4 Pencegahan Bahaya Kimia


1) Manajemen Bahan Kimia
Merupakan komponen penting program laboratorium. Keselamatan
dan keamanan harus menjadi bagian dari seluruh siklus hidup bahan
kimia, termasuk pembelian, penyimpanan, inventaris, penanganan,
pengiriman, dan pembuangan. Proses manajemen bahan kimia meliputi
mengelola bahan kimia, bekerja dengan bahan kimia, dan mengelola
limbah kimia (Moran dan Masciangioli, 2010). Semua pegawai atau
pekerja laboratorium harus bertanggung jawab mematuhi prosedur
penggunaan bahan kimia. Manajer atau pimpinan harus
mempertimbangkan cara untuk menghargai dan memberi penghargaan
pada mereka yang mengikuti praktik terbaik dalam menangani dan
bekerja dengan bahan kimia di laboratorium. Namun, manajer atau
pimpinan mungkin perlu mempertimbangkan sarana penegakan aturan
jika pekerja melanggar sistem (Moran dan Masciangioli, 2010
2) Bahaya faktor Kimia
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak
bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah
dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan
kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau
kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara
lain:
a) Inhalasi (menghirup):

17
Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat
masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup
sekitar lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap, gas
atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai
paruparu. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke
bagian lain dari tubuh.

b) Pencernaan (menelan):
Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang
terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau
makan di lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat
tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut,
hidung atau tenggorokan. Zat beracun mengikuti rute yang sama
sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut.
c) Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif:
Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke
pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan wajah. Kadang-
kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan
(misalnya kecelakaan medis). Guna mengantisipasi dampak negatif
yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia
maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis
sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak
melampaui nilai ambang batas (NAB). Bahan kimia di tempat kerja.
3) Apa yang perlu diketahui untuk mencegah atau mengurangi bahaya?
a) Kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan
negative (sifat beracun). Semua bahan kimia harus dianggap sebagai
sumber potensi bahaya sampai dampak bahan kimia tersebut
sepenuhnya diketahui

18
b) Wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini dapat membantu
untuk menentukan bagaimana mereka bisa kontak atau masuk ke
dalam tubuh dan bagaimana paparan dapat dikendalikan
c) Bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia
misalnya dengan memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada
sumber polutan, menggunakan rotasi pekerjaan untuk
mempersingkat pajanan pekerja terhadap bahaya;
d) Jenis alat pelindung diri (apd) yang diperlukan untuk melindungi
pekerja, seperti respirator dan sarung tangan
2.5 Pencegahan Bahaya Ergonomic
Perawat di negara berkembang memiliki sedikit pengetahuan prinsip
ergonomi di tempat kerja dan tidak dilatih untuk mencegah dan
mengendalikan bahaya kerja. Penelitian awal yang dilakukan di rumah sakit
dr. H. Koesnadi Bondowoso melibatkan 8 perawat menunjukkan bahwa 7
perawat belum pernah mendapatkan pelatihan ergonomi di tempat kerja dan 5
perawat pernah mengalami low back pain setelah bekerja. Pengetahuan
ergonomi membantu perawat menghindari faktor risiko tertentu yang
berkontribusi pada gangguan muskuloskeletal dan meningkatkan keselamatan
dan kesehatan di tempat kerja. Pengetahuan ergonomi memengaruhi sikap
kerja saat melakukan tindakan keperawatan. Salah satu tindakan keperawatan
yang berisiko terhadap gangguan muskuloskeletal adalah perawatan luka.
Perawatan luka membutuhkan fokus dan durasi waktu lama, bahkan sering
dilakukan dengan sikap kerja tidak ergonomis. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan pengetahuan ergonomi dan sikap kerja pada
perawatan luka dengan keluhan gangguan muskuloskeletal pada perawat di
rumah sakit dr. H. Koesnadi Bondowoso.
Faktor lain yang berpengaruh pada keluhan gangguan muskuloskeletal
adalah masa kerja. Penelitian ini tidak menemukan hubungan jenis kelamin
dengan keluhan gangguan musculo-skeletal. Laki-laki dan perempuan
memiliki risiko sama untuk mengalami keluhan gangguan musculoskeletal
hingga usia 60 tahun. Wanita lebih sering mengalami gangguan ini pada saat

19
siklus menstruasi dan karena proses menopause yang menyebabkan
kepadatan tulang berkurang.
Penelitian lain menemukan usia tidak berkaitan dengan gangguan
musculoskeletal pada punggung bawah, punggung atas, leher, bahu, dan
ekstremitas atas. Keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu
25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan
tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur,
sehingga kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko keluhan
otot meningkat. Pengetahuan ergonomi, sikap kerja, dan masa kerja mampu
memprediksi risiko keluhan gangguan muskuloskeletal pada perawat sebesar
41,07%. Jika pengetahuan ergonomi, sikap kerja, dan masa kerja dikontrol
dengan baik, maka risiko keluhan gangguan muskuloskeletal dapat dikurangi.
Pengetahuan keyakinan, dan sikap berperan pada kecelakaan kerja. Perawat
harus mendapatkan pelatihan teknik kerja yang baik dalam mengatasi stres
dan tekanan psikologis untuk mengurangi masalah atau cedera terkait
pekerjaan.
Pencengahan:
a) Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran,
kusri/ bangku dan tikar bantalan untuk berdiri.
b) Perbaikan kerja metode manual seperti mengangkat, mengangkut,
menarik, mendorong, menjinjing beban, atau bekerja halus dengan
mengunkan ibu jari atau telunjuk.
c) Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada
posisi netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
d) Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan memberikan
istrirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini dapat
mempengaruhi risiko kram berulang dan tingkat kecelakaan dan
kesalahan.
Cara Memindahkan Pasien Dari Tempat Ke Kursi Roda:
a) Cuci tangan
b) Bantu pasien duduk di tepi tempat tidur

20
c) Siapkan kursi roda dalam keadaan posisi 45 derajat menghadap tempat
tidur dan pasang pengunci yang ada di kursi roda
d) Pastikan bahwa pasien menggunakan sepatu/sandal yang tidak licin
e) Rengangkan kedua kaki perawat
f) Fleksikan panggul pasien dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat
dengan lutut pasien
g) Lalu kemudian rangkul axila pasien dan letakkan tangan pasien ke atas
bahu perawat
h) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan ke 3 sambil meluruskan
panggul dan tungkai perawat dengan mempertahankan lutut agak fleksi
i) Bantu pasien untuk duduk, minta pasien untuk membelakangi kursi roda,
meletakkan kedua tangan di atas lengan kursi roda atau bahu perawat
j) Minta pasien untuk menggeser duduknya sampai posisi yang paling
nyaman
k) Turunkan tatakan kaki, dan letakkan kedua kaki pasien di atasnya.
2.6 Pencegahan Bahaya Psikologis
Jika suatu perusahaan ingin memaksimalkan produktivitas,
perlumenciptakantempat kerja di mana pekerja merasa aman dan dihormati.
Isu ini melampauikeselamatan fisik dan termasuk melindungi kesejahteraan
diri, martabat danmental pekerja. Intimidasi atau pelecehan sering
mengancam rasa kesejahteraandan keamanan pekerja di tempat kerja.
1) Pelecehan dan penganiayaan
Mengacu pada berbagai perilaku yang tidak diinginkan dan
dianggapsebagai gangguan termasuk menganiaya, memaksa,
mengganggu, mengintimidasidan menghina orang lain karena ras, usia,
kecacatan, atau jenis kelamin.
Dalam segala bentuk, umumnya pelecehan terjadi karena perbedaan
dalamkekuatan misalnya seseorang (atau sekelompok orang) dengan
kekuasaan atauwewenangnya melecehkan seseorang yang mempunyai
posisi kurang kuat.

21
Sering pelaku pelecehan melakukan tindak pelecehan dengan
caranya dan tidakpeduli terhadap dampak yang terjadi pada korban.
Mereka percaya bahwa korbandalam posisi yang lemah, harus siap
dengan perilaku ini. Dalam kasus lain pelakupelecehan sepenuhnya
menyadari dampak buruk tingkah lakunya dan ini dapatmenjadi bagian
dari penyebab korban keluar dari pekerjaannya.
Dalam kedua kasus, korban pelecehan sering merasa tak berdaya,
dipermalukan, terisolasi dan direndahkan.

Pelecehan biasanya serangkaian insiden, bukan satu peristiwa dan


mungkin mencakup:
a) Memukul atau mendorong;
b) Berteriak, mengejek atau mengolok-olok orang;
c) Mengancam untuk memberikan penilaian kinerja yang buruk;
d) Menolak makan dengan seseorang;
e) Kritik oleh seorang manajer secara publik;
f) Memindahkan pekerja karena memiliki hiv;
g) Pelecehan seksual (lihat sub bab berikutnya.
2) Cara mencegah pelecehan
a) waspada dan sadar Pelecehan bisa terjadi dimana saja dan kapansaja.
Semua orang di tempat kerja perlumenyadari risiko dan tanda-tanda,
dan siapuntuk melaporkannya. Pelecehan seksual adalahsalah satu
bentuk yang paling umum daripelecehan tetapi paling sedikit
dilaporkan.
b) Mengambil tindakan untuk mengurangi risiko pelecehan Pelecehan
biasanya, meskipun tidak selalu, berlangsung secara rahasia.
Tindakan mengurangi isolasi dapat membantu, seperti meningkatkan
pencahayaan di daerah yang temaram dan tidak memposisikan
kemungkinan korban pelecehan (seksual) di daerah terpencil
diperusahaan. Namun, yang paling efektif, tindakan perlu

22
berdampakpada peleceh potensial, yang berarti meningkatkan
kesadaran danmenunjukkan toleransi nol.
c) Menyediakan konseling dan dukungan Konseling yang tepat dapat
membantu para korban, sehingga perusahaan dapat membantu
pekerja dengan memberikan rincian kontak dari organisasiorganisasi
yang menyediakan konseling. Mengembangkan kebijakan
menggabungkan aturan kerja dan keluhan yang transparan dan
prosedur investigasi yang:
1. Mendefinisikan pelecehan dengan jelas, termasuk pelecehan
seksual, dan membuat jelas bahwa pelecehan tidak akan
ditoleransi;
2. Menetapkan bahwa setiap pekerja berhak untuk diperlakukan
denganhormat di tempat kerja;
3. Menyediakan bagi individu untuk mengambil peran 'focal
point'untukkasus-kasus pelecehan seksual, untuk memastikan
bahwa parakorban mendengarkan dengan sensitivitas;
4. Jadilah subyek konsultasi dengan pekerja dan manajer dan
berbagidengan semua staf dan semua rekrutan baru;
5. Memberi perhatian manajer dan supervisor dan membuat jelas
mereka memiliki tugas untuk melaksanakan kebijakan dan akan
diajarkan bagaimana.
3) Hiv / aids di tempat kerja
Kasus HIV/AIDS terdapat kecenderungan jumlahnya meningkat dari
waktu kewaktu. Jumlah kasus HIV/AIDS sebagian besar terdapat pada
kelompok usia kerjaproduktif yang akan berdampak negatif terhadap
produktivitas perusahaan. Maka untuk mengantisipasi dampak negatif
dari kasus HIV/AIDS di tempat kerjadiperlukan upaya pencegahan dan
penanggulangan yang optimal.
a) Untuk melaksanakan upaya pencegahan dan penangglangan
HIV/AIDS di tempatkerja, pengusaha wajib:

23
b) Mengembangkan kebijakan tentang upaya pencegahan
danpenanggulanganHIV/AIDS;
c) Mengkomunikasikan kebijakan dengan cara menyebarluaskan
informasi dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
d) Memberikan perlindungan kepada Pekerja/Buruh dengan HIV/AIDS
dari tindakdan perlakuan diskriminasi
e) Menerapkan prosedur K3 khusus untuk pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS sesuai denganperaturan perundang-
undangan dan standar yang berlaku.
Untuk petugas P3K di tempat kerja dalam memberikan pertolongan
pertama harusmemperhatikan Universal Precaution, dimana bertujuan
untuk mengurangirisiko infeksi terutama yang ditularkan melalui darah
dan cairan tubuh tanpamembedakan status infeksi yang dapat dicapai
dengan:
a) Hindari kontak langsung dengan darah/cairan tubuh korban dengan
menggunakan APD secara memadai;
b) Cuci tangan sebelum dan segera sesudah melakukan tindakan
dengan air mengalir dan sabun atau anti septik lainnya;
c) Bersihkan segera ceceran darah/cairan tubuh korban secepat
mungkin dengan disiram antiseptik, dan buang ke tempat
pembuangan khusus dan dianggapsebagai limbah berbahaya karena
bersifat infeksius;
d) Pakaian dan peralatan yang kontak dengan darah/cairan tubuh
korban segeradirebus/direndam air panas minimal 80ͦC.
4) Narkoba di tempat kerja
Untuk mencegah dan menanggulangi pengaruh buruk terhadap
kesehatan, ketertiban, keamanan dan produktivitas kerja akibat penyalah
gunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya di tempat kerjadiperlukan upaya pencegahan dan
penangggulangan yang optimal, serta peranaktif pihak pengusaha dan
pekerja.

24
Upaya aktif dari pihak pengusaha dalam pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnyadi tempat kerja adalah dengan
penetapan kebijakan serta penyusunan danpelaksanaan program. Narkoba
dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan mengakibatkan
kecelakaanserta penurunan produktivitas. Dengan upaya pencegahan dan
penanggulanganpenyalahgunaan Narkoba di tempat kerja maka pekerja
dapat terhindar dari bahayanarkoba sehingga selalu sehat dan
tetapproduktif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah
invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh.
(Kozier, et a1, 1995). Faktor fisik adalah di dalam tempat kerja yang bersifat
fisika antara lain kebisingan, penerangan, getaran iklim kerja, gelombang
mikro dan sinar ultra ungu. Personel yang terlibat di dalam penyelenggaraan
keselamatan radiasi harus memahami konsep proteksi radiasi dalam
pemanfaatan tenaga nuklir baik terhadap manusia maupun lingkungan, yang
mencakup kuantifikasi efek radiasi terhadap kesehatan melalui
besaranbesaran dosis dan pembobotan termasuk aplikasiny
Manajement kimia Merupakan komponen penting program laboratorium.
Keselamatan dan keamanan harus menjadi bagian dari seluruh siklus hidup
bahan kimia, termasuk pembelian, penyimpanan, inventaris, penanganan,
pengiriman, dan pembuangan. Proses manajemen bahan kimia meliputi
mengelola bahan kimia, bekerja dengan bahan kimia, dan mengelola limbah
kimia (Moran dan Masciangioli, 2010). Pengetahuan ergonomi memengaruhi
sikap kerja saat melakukan tindakan keperawatan. Salah satu tindakan
keperawatan yang berisiko terhadap gangguan muskuloskeletal adalah
perawatan luka. Perawatan luka membutuhkan fokus dan durasi waktu lama,

25
psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan
lingkungannya (Dakir,1993)

26
DAFTAR PUSTAKA
Heru, B. I. (2017). Pengetahuan Ergonomi dan Postur Kerja Perawat Pada
Perawatan Luka dengan Gangguan Muskuloskeletal di dr.H. Koesnadi
Bondwoso. Berita Kedokteran Masyarakat, 445-448.

Kartika, S. D. (2014). Ilmu Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Scroe. (2013). Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Ilo.

Sujono, R., & Harmoko. (2012). Standar Operating Procedure Dalam Praktik
Klinik Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

27

Anda mungkin juga menyukai