Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH ADAPTASI FISIOLOGI, PSIKOLOGI, PSIKOSOSIAL

SELAMA PERSALINAN, DAN NYERI PERSALINAN SERTA CARA


PENANGANANNYA

Dosen Pembimbing:

Siska Maya Herlina., S.ST., M. Keb

Disusun Oleh Kelompok III:

1) Khairil Anwar (023 STYC20)


2) Lalu Mohamad Naufal Rifqi (024 STYC20)
3) Lalu Syahrul Azkian (025 STYC20)
4) Lilis Sopiana (026 STYC20)
5) M. Syarif Hidayatullah (028 STYC20)
6) Meyga Yunika Indahsari (029 STYC20)
7) Nadila Safitri (030 STYC20)
8) Ni Nyoman Chrisna Ayu Purnama (031 STYC20)
9) Ninda Aulia (032 STYC20)
10) Nispi Mauzatul Muspita (033 STYC20)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN NERS MATARAM 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang maha pemurah dan lagi maha
penyayang, yang telah melimpahkan hidayah, inayah dan rahmat-nya sehingga
kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Makalah
Adaptasi Fisiologi, Psikologi, Psikososial Selama Persalinan, Dan Nyeri
Persalinan Serta Cara Penanganannya” tepat pada waktunya.
Penyusunan Makalah ini sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan
dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam
penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak lupa mengucapkan terima kasih dari
berbagai pihak yang sudah membantu kami dalam rangka menyelesaikan
makalah ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasa serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada kami
membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan
kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana
ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat berbagai permasalah lainnya yang masih
berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.

Mataram, 14 November 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah....................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................3
2.1 Adaptasi Fisiologi Selama Persalinan.......................................................3
2.1.1 Perubahan Fisiologi Kala I.................................................................3
2.1.2 Perubahan Fisiologi Kala II.............................................................11
2.1.3 Perubahan Fisiologi Kala III............................................................14
2.1.4 Perubahan Fisiologi Kala IV............................................................15
2.2 Adaptasi Psikologis Selama Persalinan...................................................18
2.2.1 Perubahan Psikologis kala I.............................................................19
2.2.2 Perubahan Psikologi Persalinan Kala II...........................................21
2.2.3 Perubahan psikologi kala III dan IV................................................21
2.3 Adaptasi Psikososial Selama Persalinan.................................................22
2.4 Nyeri Persalinan Serta Cara Penangannya..............................................26
2.4.1 Konsep Nyeri Persalinan..................................................................26
2.4.2 Penatalaksanaan Nyeri Persalinan...................................................37
3.1 Kesimpulan..............................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................60

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan diawali dengan penurunan hormone progesteron. Respon
tersebut memberikan umpan balik ke hipotalamus untuk mensekresi oksitosin
yang dikeluarkan melalui hipofisis posterior. Pengaruh dari oksitosin
membuat terjadinya kontraksi otot miometrium yang berdampak terhadap
munculnya respon nyeri dari ibu. Nyeri persalinan berbeda dengan
karakteristik jenis nyeri yang lain. Nyeri persalinan adalah bagian dari proses
normal, dapat diprediksi munculnya nyeri yakni sekitar hamil aterm sehingga
ada waktu untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi, nyeri yang muncul
adalah bersifat akut memiliki tenggang waktu yang singkat, munculnya nyeri
secara intermitten dan berhenti jika proses persalinan sudah berakhir.
Hampir semua ibu mengalami nyeri persalinan. Persalinan tanpa nyeri
hanya dirasakan oleh sedikit ibu hamil. Nyeri sangat mengganggu dan
menyulitkan banyak orang. Nyeri bersifat subjektif artinya antara satu
individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri tersebut.
Menurut melzack dan wall (1991) menyebutkan perbandingan skala
nyeri dengan indeks nyeri (0-50) MPI (McGill) Pan Index) pada beberapa
kondisi berbeda-beda yakni: persalinan primipara skala indeks nyeri 38,
persalinan multipara skala indeks nyeri 25, penyakit kanker skala indeks nyeri
28, menurut rahmawati (2007) dari 78% primipara ditemukan 37% nyeri
hebat, 35% nyeri sangat hebat (intolerable) dan 28% nyeri sedang. Dengan
demikian pengalaman nyeri memberikan rasa tidak nyaman bagi klien.
Menurut beberapa teori keperawatan yakni teori kolcaba, kenyamanan adalah
kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan
keperawatan. Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien
Untuk dapat membantu pasien meringankan nyeri pada persiapan
persalinan dan kelahiran, bidan/perawat memerlukan suatu pengetahuan
tentang berbagai macam tentang nyeri.

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana Adaptasi Fisiologi Selama Persalinan?
2) Bagaimana Adaptasi Psikologis Selama Persalinan?
3) Bagaimana Adaptasi Psikososial Selama Persalinan?
4) Bagaimana Nyeri Persalinan Serta Cara Penangannya?
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah
1) Menjelaskan Adaptasi Fisiologi Selama Persalinan
2) Menjelaskan Adaptasi Psikologis Selama Persalinan
3) Menjelaskan Adaptasi Psikososial Selama Persalinan
4) Menjelaskan Nyeri Persalinan Serta Cara Penangannya

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Adaptasi Fisiologi Selama Persalinan


Persalinan merupakan proses alamiah, yakni merupakan serangakaian
kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup culan atau hampir
cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari
tubuh ibu (Erawati AD, 2011).
Menurut Sulistyawati A (2010) dan Johariyah (2012) mengungkapkan
bahwa serangkaian proses persalinan yang normal dapat menimbulkan
adanya adaptasi fisiologi pada ibu bersalin. Adapun adaptasi atau perubahan
fisiologi ibu bersalin tersebut adalah sebagai berikut.
2.1.1 Perubahan Fisiologi Kala I
1) Uterus
Saat mulai persalinan, jaringan pada myometrium berkontraksi dan
berelaksasi seperti otot pada umumnya. Pada saat otot retraksi, ia tidak
akan kembali ke ukuran semula tetapi berubah ke ukuran yang lebih
pendek secara progresif. Perhatikan gambar berikut:

Gambar 1. Perubahan otot uterus saat persalinan. Sumber: Garrey


Matthew, M., Govan, A.D.T.,174

3
Dengan perubahan bentuk otot uterus pada proses kontraksi,
relaksasi, dan retraksi maka cavum uteri lama kelamaan akan menjadi
semakin mengecil. Proses ini merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan janin turun ke pelvic.
Kontraksi uterus mulai dari fundus dan terus melebar sampai ke
bawah abdomen dengan dominasi tarikan ke arah fundus (fundal
dominan). Kontraksi uterus berakhir dengan masa yang terpanjang dan
sangat kuat pada fundus. Dan berikut adalah perubahan kapasitas uterus
saat persalinan.

Gambar 2. Perubahan Kapasitas Uterus Sumber: Garrey Matthew, M.,


Govan, A.D.T.,174
2) Serviks
Sebelum onset persalinan, serviks mempersiapkan kelahiran dengan
berubah menjadi lembut. Saat persalinan mendekat, serviks mulai
menipis dan membuka.
a) Penipisan Serviks (effacement)
Berhubungan dengan kemajuan pemendekan dan penipisan
serviks. Seiring dengan bertambah efektifnya kontraksi, serviks
mengalami perubahan bentuk menjadi lebih tipis. Hal ini disebabkan
oleh kontraksi uterus yang bersifat fundal dominan sehingga seolah-
olah serviks tertarik ke atas dan lama kelamaan menjadi tipis. Batas
antara segmen atas dan bawah rahim (retraction ring) mengikuti arah
tarikan ke atas sehingga seolah-olah batas ini letaknya bergeser ke
atas. Panjangnya serviks pada akhir kehamilan normal berubah-ubah
(dari beberapa mm menjadi 3 cm). dengan dimulainya persalinan,

4
panjang serviks berkurang secara teratur sampai menjadi pendek
(hanya beberapa mm). Serviks yang sampai tipis ini disebut dengan
“menipis penuh”. Gambar penipisan serviks pada saat proses
persalinan dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 3. Proses penipisan seviks (effacement) Sumber: Garrey


Matthew, M., Govan, A.D.T.,174
b) Dilatasi
Proses ini merupakan kelanjutan dari effacement. Setelah
serviks dalam kondisi menipis penuh, maka tahap berikutnya adalah
pembukaan. Serviks membuka disebabkan daya tarikan otot uterus
ke atas secara terus-menerus saat uterus berkontraksi. Dilatasi dan
diameter serviks dapat diketahui melalui pemeriksaan intravaginal.
Berdasarkan diameter pembukaan serviks, proses ini terbagi menjadi
2 fase, yaitu:
1. Fase Laten
Berlangsung selama kurang lebih 8 jam. Pembukaan terjadi
sangat lambat sampai mencapai diameter 3 cm.
2. Fase aktif
a. Fase akselarasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm kini
menjadi 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c. Fase deselarasi. Pembukaan melambat kembali, dalam 2
jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap (10cm).

5
Pembukaan lengkap berarti bibir serviks dalam keadaan tak
teraba dan diameter lubang seviks adalah 10cm.
Fase diatas dijumpai pada primigravida. Pada multigravida
tahapannya sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap fasenya.
Kala I selesai apabila pembukaan serviks telah lengkap. Pada
primigravida berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada
multigravida kira-kira 7 jam.
Mekanisme membukanya seviks berbeda antara primigravida
dan multigravida. Pada primigravida ostium uteri internum akan
membuka lebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis,
kemudia ostium uteri eksternum membuka. Namun pada
multigravida, ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan
dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama. Adapun
gambar proses dilatasi serviks adalah sebagai berikut.

Gambar 4. Proses dilatasi serivks Sumber: Garrey Matthew, M.,


Govan, A.D.T.,174
3) Ketuban
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir
atau sudah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika
pembukaan sudah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum pembukaan
5cm, disebut Ketuban Pecah Dini (KPD).
4) Tekanan Darah
a) Tekanan darah akan meningkat selama kontrkasi, disertai
peningkatan sistol rata-rata 15-20 mmHg dan diastole rata-rata 5-10
mmHg.

6
b) Pada waktu-waktu tertentu di antara kontraksi, tekanan darah
kembali ke tingkat sebelum persalinan. Untuk memastikan tekanan
darah yang sebenarnya, pastikan untuk melakukan cek tekanan darah
selama interval kontraksi.
c) Dengan mengubah posisi pasien dari telenteang ke posisi miring,
perubahan tekanan darah selama persalinan dapat dihindari.
d) Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan
tekanan darah.
e) Apabila pasien merasa sangat takut atau khawatir, pertimbangkan
kemungkinan bahwa rasa takutnya menyebabkan peningkatan
tekanan darah (bukan pre-eklampsia).
Cek parameter lain untuk menyingkirkan kemungkinan pre-eklamsi.
Berikan perawatan dan obat-obat penunjang yang dapat merelaksasikan
pasien sebelum menegakkan diagnosis akhir, jika pre-eklampsi tidak
terbukti.
5) Metabolisme
a) Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob maupun
anaerob meningkat dengan kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama
diakibatkan oleh kecemasan dan aktivitas otot rangka.
b) Peningkatan aktivitas metabolic dari peningkatan suhu tubuh, denyut
nadi, pernapasan, curah jantung, dan cairan yang hilang.
6) Suhu Tubuh
a) Suhu tubuh meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan
segera setelah melahirkan.
b) Peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-1 0C dianggap normal,
nilai tersebut mencerminkan peningkatan metabolisme persalinan.
c) Peningkatan suhu tubuh sedikit adalah normal dalam persalinan,
namun bila persalinan berlangsung lebih lama peningkatan suhu
tubuh dapat mengindikasikan dehidrasi, sehingga parameter lain
harus di cek. Begitu pula pada kasus ketuban pecah dini,

7
peningkatan suhu dapat mengindikasikan infeksi dan tidak dapat
dianggap normal dalam keadaan ini.

7) Detak Jantung
a) Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan
selama fase peningkatan, penurunan selama titik puncak sampai
frekuensi yang lebih rendah daripada frekuensi diantara kontraksi,
dan peningkatan selama fase penurunan hingga mencapai frekuensi
lazim diantara kontraksi.
b) Penurunan yang mencolok selama puncak kontraksi uterus tidak
terjadi jika wanita berada pada posisi miring bukan telentang.
c) Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi sedikit lebih tinggi di
banding selama periode menjelang persalinan. Hal ini mencerminkan
peningkatan metabolisme yang terjadi selama persalinan.
d) Sedikit peningkatan denyut jantung dianggap normal, maka
diperlukan pengecekan parameter lain untuk menyingkirkan
kemungkinan proses infeksi.
8) Pernapasan
a) Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan dianggap normal selama
persalinan, hal tersebut mencerminkan peningkatan metabolisme.
Meskipun sulit untuk memperoleh temuan yang akurat mengenai
frekuensi pernapasan, karena snagat dipengaruhi oleh rasa senang,
nyeri, rasa takut, dan pengggunan teknik pernapasan.
b) Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal dan dapat
menyebabkan alkalosis. Amati pernapasan pasien dan bantu ia
mengendalikannya untuk menghindari hiperventilasi berkelanjutan,
yang ditandai oleh rasa kesemutan pada ekstremitas dan perasaan
pusing.
9) Perubahan Renal (terkait dengan ginjal).
a) Poliuri sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena peningkatan lebih lanjut curah jantung selama

8
persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus dan
aliran plasma ginjal. Poliuri menjadi kurang jelas pada kondisi
telentang karena posisi ini membuat aliran urin berkurang selama
kehamilan.
b) Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap 2 jam) untuk
mengetahui adanya distensi, juga harus dikosongkan untuk
mencegah obstruksi persalinan akibat kandung kemih yang penuh.
Yang akan mencegah penurunan bagian presentasi janin, dan trauma
pada kandung kemih akibat penekanan yang lama, yang akan
menyebabkan hipotonia kandung kemih dan retensi urin selama
periode pascapersalinan.
c) Sedikit proteinuria (+1) umum ditemukan pada sepertiga sampai
setengah jumlah ibu bersalin. Lebih sering terjadi pada primipara,
pasien yang mengalami anemia, atau yang persalinannya lama.
d) Proteinuria yang nilainya +2 atau lebih adalah data yang abnormal.
Hal ini mengindikasikan pre-eklampsi.
10) Gastrointestinal
a) Motilitas dan absorbsi lambung terhadap makanan padat jauh
berkurang. Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih
lanjut sekresi asam lambung selama persalinan, maka saluran cerna
bekerja dengan lambat sehingga waktu pengosongan lambung
menjadi lebih lama. Cairan tidak dipengaruhi dan waktu yang
dibutuhkan untuk pencernaan di lambung tetap seperti biasa.
Makanan yang dimakan selama periode menjelang persalinan atau
fase prodromal atau fase laten persalinan cenderung akan tetap
berada di dalam lambung salama persalinan.
b) Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan selama
masa transisi. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk tidak makan
dalam porsi besar atau minum berlebihan, tetapi makan dan minum
ketika keinginan timbul guna mempertahankan energi dan hidrasi.

9
c) Mual dan muntah umum terjadi selama fase transisi yang menandai
akhir fase pertama persalinan. Pemebrian obat-obatan oral tidak
efektif selama persalinan. Perubahan saluran cerna kemungkinan
timbul sebagai respon terhadap salah satu kombinsi antara
faktorfaktor seperti kontraksi uterus, nyeri, rasa takut, khwatir, obat
atau komplikasi.
11) Hematologi
a) Haemoglobin meningkat rata-rata 1,2 mg% selama persalinan dan
kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama
pascapersalinan jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal.
b) Jangan terburu-buru yakin bahwa seorang pasien tidak anemia. Tes
darah yang menunjukkan kadar darah berada dalam batas normal
membuat kita terkecoh sehingga mengabaikan peningkatan resiko
pada pasien anemia selama masa persalinan.
c) Selama persalinan, waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat
peningkatan fibrinogen plasma lebih lanjut. Perubahan ini
menurunkan resiko perdarahan pascapersalinan pada pasien normal.
d) Hitung sel darah putih secara progresif meningkat selama kala I
sebesar kurang lebih 5 ribu/ul hinggaa jumlah rata-rata 15ribu/ul
pada saat pembukaan lengkap, tidak ada peningkatan lebih lanjut
setelah ini. Peningkatan hitung sel darah putih tidak selalu
mengindikasikan proses infeksi ketika jumlah ini dicapai. Apabila
jumlahnya jauh di atas nilai ini, cek parameter lain untuk mengetahui
adanya proses infeksi.
e) Gula darah menurun selama proses persalinan, dan menurun drastis
pada persalinan yang alami dan sulit. Hal tersebut kemungknan besar
terjadi akibat peningkatan aktivitas otot uterus dan rangka.
Penggunaan uji laboratorium untuk menapis seorang pasien terhadap
kemungkinan diabetes selama masa persalinan akan menghasilkan
data yang tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. (Sulistiyowati)

10
2.1.2 Perubahan Fisiologi Kala II
Menurut Rukiah AY, kala dua persalinan adalah kala pengeluaran
dimulai saat serviks telah membuka lengkap dan berlanjut hingga bayi lahir.
Pada kala II, kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan lebih cepat yaitu setiap
2 menit sekali dengan durasi >40 detik, intensitas semakin lama semakin
kuat. Karena biasanya pada tahap ini kepala janin sudah masuk dalam ruang
panggul, maka pada his dirasakan adanya tekanan pada otot-otot dasar
panggul yang secara reflex menimbulkan rasa ingin meneran. Pasien
merasakan adanya tekanan pada rectum dan merasa seperti ingin BAB
(Sulistiyawati A, 2010).
Menurut Damayanti et al (2014) Perubahan fisiologis pada kala II
adalah sebagai berikut.
1) Serviks
Serviks akan mengalami pembukaan yang biasanya didahului oleh
pendataran serviks yaitu pemendekan dari kanalis servikalis, yang
semula berupa sebuah saluran yang panjangnya 1-2 cm, menjadi suatu
lubang saja dengan pinggir yang tipis. Lalu akan terjadi pembersaran
ostium eksternum yang tadinya berupa suatu lubang dengan beberapa
milimeter mejadi lubang yang dapat dilalui anak, kira-kira 10 cm. Pada
pembukaan lengkap tidak teraba bibir portio, segmen bawah rahim,
serviks dan vagina telah merupakan satu saluran.
2) Uterus
Saat ada his, uterus teraba sangat keras karena seluruh ototnya
berkontraksi. Proses ini akan efektif hanya jika his bersifat fundal
dominan, yaitu kontraksi didominasi oleh otot fundus yang menarik
otot bawah rahim keatas sehinga akan menyebabkan pembukaan serviks
dan dorongan janin ke bawah secara alami.
3) Vagina
Sejak kehamilan vagina mengalami perubahan-perubahan
sedemikian rupa, sehingga dapat dilalui bayi. Setelah ketuban pecah,
segala perubahan, terutama pada dasar panggul diregang menjadi

11
saluran dengan dinding-dinding yang tipis oleh bagian depan anak.
Waktu kepala sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas.
4) Pergeseran organ dasar panggul
Tekanan pada otot dasar panggul oleh kepala janin akan
menyebabkan pasien ingin meneran, serta diikuti dengan perenium
yang menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai
membuka dan tak lama kemudiaan kepala janin tampak pada vulva saat
ada his.
5) Ekspulsi janin
Dengan his serta kekuatan meneran maksimal, kepala janin
dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis, kemudian dahi, muka,
dan dagu melewati perenium. Setelah istirhatat sebentar, his mulai lagi
untuk mengeluarkan badan dan anggota tubuh bayi. Pada primigravida,
kala II berlangsung kira-kira satu setengah jam sedangkan pada
multigravida setengah jam.
6) Sistem Cardiovaskuler
a) Kontraksi menurunkan aliran darah meuju uterus sehingga jumlah
darah dalam sirkulasi ibu meningkat
b) Resistensi perifer meningkat sehingga tekanan darah meningkat
c) Saat mengejan, cardiac output meningkat 40-50%
d) Tekanan darah sistolik meningkat rata-rata 15mmHg saat kontraksi.
Upaya meneran juga akan memengaruhi tekanan darah, dapat
meningkatkan dan kemudian menurun kemudian akhirnya kembali
lagi sedikit di atas normal. Rata-rata normal peningkatan tekanan
darah selama kala II adalah 10 mmHg.
e) Janin normalnya dapat beradaptasi tanpa masalah
f) Oksigen yang menurun selama kontraksi menyebabkan hipoksia
tetapi dengan kadar yang masih adekuat tidak menimbulkan
masalah serius.

12
7) Respirasi
a) Respon terhadap perubahan sistem kardiovaskuler: konsumsi
oksigen meningkat.
b) Percepatan pematangan surfaktan (fetus labor speed maturation of
surfactant): penekanan pada dada selama proses persalinan
membersihkan paru-paru janin dari cairan yang berlebihan.
8) Pengaturan Suhu
a) Aktivitas otot yang meningkat menyebabkan sedikit kenaikan suhu
b) Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat proses persalinan dan
segera setelahnya, peningkatan suhu normal adalah 0,5-1 0C.
c) Keseimbangan cairan: kehilangan cairan meningkat oleh karena
meningkatnya kecepatan dan kedalaman respirasi yang
menyebabkan restriksi cairan.
9) Urinaria
Penekanan kepala janin menyebabkan tonus vesical kandung
kencing menurun.
10) Musculoskeletal
a) Hormon relaxin menyebabkan pelunakan kartilago di antara tulang.
b) Fleksibilitas pubis meningkat.
c) Nyeri punggung.
d) Tekanan kontraksi mendorong janin sehingga terjadi flexi maksimal.
11) Saluran Cerna
a) Praktis inaktif selama persalinan.
b) Proses pencernaan dan pengosongan lambung memanjang.
c) Penurunan motilitas lumbung dan absorbsi yang hebat berlanjut
sampai pada kala II. Biasanya mual dan muntah pada saat transisi
akan mereda selama kala II persalinan, tetapi bisa terus ada pada
beberapa pasien. Bila terjadi muntah, normalnya hanya sesekali.
Muntah yang konstan dan menetap selama persalinan merupakan hal
yang abnormal dan mungkin merupakan indikasi dari komplikasi
obstetric, seperti ruptur uterus atau toksemia.

13
12) System Syaraf
Kontraksi menyebabkan penekanan pada kepala janin, sehingga
denyut jantung janin menurun.
13) Metabolisme
Peningkatan metabolisme terus berlanjut hingga kala II persalinan.
Upaya meneran pasien menambah aktivita otot-otot rangka sehingga
meningkatkan metabolisme.
14) Denyut Nadi
Frekuensi denyut nadi bervariasi tiap kali pasien meneran. Secara
keseluruhan frekuensi nadi meningkat selama kala II disertai takikardi
yang nyata ketika mencapai puncak menjelang kelahiran bayi.
2.1.3 Perubahan Fisiologi Kala III
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras
dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa menit kemudian uterus
berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya
plasenta lepas dalam 6 menit-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan
atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai
dengan pengeluaran darah.
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan
kavum uteri dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari
perlekatannya dan pengumpulan darah pada ruang utero-plasenter akan
mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (myometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka
plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding rahim,
setelah lepas, plasenta akan turun ke bawah uterus atau kedalam vagina
(Rukiah AT, dkk, 2009).

14
Menurut Sondakh J S (2013) menjelaskan bahwa ada tiga perubahan
utama yang terjadi pada saat proses persalinan kala III, yaitu:
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,
uterus berbentuk bulat penuh, dan tinggi fundus biasanya terletak
dibwah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke
bawah, uterus berbentuk segetiga atau berbentuk menyerupai buah pir
atau alpukat, dan fundus berada diatas pusat (sering kali mengarah ke
sisi kanan).
2) Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
3) Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu
mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila
kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding
uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya,
maka darah akan tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
2.1.4 Perubahan Fisiologi Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan saat yang paling kritis
bagi pasien dan bayinya. Tubuh pasien melakukan adaptasi yang luar biasa
setelah kelahiran bayinya agar kondisi tubuh kembali stabil, sedangkan bayi
melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan hidupnya di luar uterus.
Kematian ibu terbanyak terjadi pada kala ini, oleh karena itu bidan tidak
boleh meninggalkan pasien dan bayi sendirian.
1) Tanda Vital
Dalam dua jam pertama setelah persalinan, tekanan darah, nadi,
dan pernapasan akan berangusr kembali normal. Suhu pasien biasanya
akan mengalami sedikit peningkatan, tapi masih dibawah 380C, hal ini
disebabkan oleh kurangnya cairan dan kelelahan. Jika intake cairan
baik, maka suhu akan berangsur normal kembali setelah dua jam.

15
2) Gemetar
Kadang dijumpai pasien pasca persalinan mengalami gemetar, hal
ini normal sepanjang suhu kurang dari 38oC dan tidak dijumpai tanda-
tanda infeksi lain. Gemetar terjadi karena hilangnya ketegangan dan
sejumlah energi selama melahirkan dan merupakan respon fisiologis
terhadap penurunan volume intrabdominal serta pergeseran
hematologik.
3) Sistem gastrointestinal
Selama dua jam pascapersalinan kadang dijumpai pasien merasa
mual sampai muntah, atasi hal ini dengan posisi tubuh yang
memungkinkan dapat mencegah terjadinya aspirasi corpus aleanum ke
saluran pernapasan dengan setengah duduk atau duduk di tempat tidur.
Perasaan haus pasti dirasakan pasien, oleh karena itu hidrasi sangat
penting diberikan untuk mencegah dehidrasi.
4) Sistem Renal
Selama 2-4 jam pascapersalinan kandung kemih masih dalam
keadaan hipotonik akibat adanya alostaksis, sehingga sering dijumpai
kandung kemih dalam keadaan penuh dan mengalami pembesaran. Hal
ini disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan uretra selama
persalinan. Kondisi ini dapat minimalisir dengan selalu mengusahakan
kandung kemih sebaiknya tetap kosong guna mencegah uterus berubah
posisi dan terjadi atoni. Uterus yang berkontraksi dengan buruk
meningkatkan perdarahan dan nyeri.
5) Sistem Kardiovaskular
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk
menampung aliran darah yang meningkat yang diperlukan oleh plasenta
dan pembuluh darah uterus. Penarikan kembali estrogen menyebabkan
diuresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma
kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama
setelah kelahiran bayi. Pada persalinan per vagina kehilangan darah
sekitar 200-500 ml sedangkan pada persalinan SC pengeluaran dua kali

16
lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hematokrit.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah
pasien relative akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban
pada jantung dan akan menimbulkan dekompensasio kaordis pada
pasien dengan vitum kardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan adanya hemokonstrasi sehingga volume
darah kembali seperti kondisi awal.
6) Serviks
Perubahan pada serviks terjadi segera setelah bayi lahir, bentuk
serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh
korpus uterus yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks
tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus
dan serviks berbentuk semacam cincin. Serviks berwarna merah
kehitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Konsistensi lunak,
kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan
kecil terjadi selama berdilatasi, maka serviks tidak akan pernah kembali
lagi ke keadaan seperti sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi
sampai 10cm sewaktu persalinan akan menututp secara perlahan dan
bertahap. Setelah bayi lahir tangan bisa masuk ke dalam rongga rahim,
setelah dua jam hanya dapat dimasuki dua atau tiga jari.
7) Perenium
Segera setelah melahirkan, perenium menjadi kendur karena
sebelunya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju.
8) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan, dan dalam beberapa hari
pertama sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan
muncul kembali, seperti labia menjadi lebih menonjol.

17
9) Penegeluaran ASI
Dengan menurunnya hormon estrogen, progesterone, dan Human
Placenta Lacctogen Hormon setelah plasenta lahir prolactin dapat
berfungsi mebentuk ASI dan mengeluarkannya ke dalam alveoli bahkan
sampai ductus kelenjar ASI. Isapan langsung pada puting susu ibu
menyebabkan reflex yang dapat mengeluarkan oksitosin dari hipofisis
sehingga mioepitel yang terdapat di sekitar alveoli dan ductus kelenjar
ASI berkontraksi dan mngelluarkan ASI ke dalam sinus yang disebut
“let down reflex”.
2.2 Adaptasi Psikologis Selama Persalinan
Banyak wanita normal bisa merasakan kegairahan dan kegembiraan
disaat-saat merasakan kesakitan-kesakitan pertama menjelang kelahiran
bayinya. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat
itulah benar-benar terjadi suatu “realitas kewanitaan” sejati: yaitu munculnya
rasa bangga melahirkan anaknya. Khususnya rasa lega itu berlangsung ketika
proses persalinan dimulai, mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa
kehamilan yang semula diangggap sebagai suatu keaddan yang belum pati,
ibu kini benar-benar akan menalami kejadian yang konkret.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa sikap wanita terhadap kehamilan dan
persalinannya memengarhi kelancaran persalinan. Akhirnya Read mengambil
kesimpulan bahwa ketakutan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kelancaran persalinan, dan lahirlah gagasan dengan natural childbirth atau
Physiological Childbirth, yang kemudian diubah menjadi Childbirth without
fear.

18
Fenomena perubahan psikologis yang menyertai proses persalinan
bermacammacam. Adapun menurut Macfarlane A (1980) dan Dixon L, et al
(2013) yakni:
2.2.1Perubahan Psikologis kala I
Pada setiap tahap persalinan, pasien akan mengalami perubahan
psikologis dan perilaku yang cukup spesifik sebagai respon dari apa yang
ia rasakan dari proses persalinannya. Berbagai perubahan ini dapat
digunakan untuk mengevaluasi kemajuan persalinan pada pasien dan
bagaiaman ia mengatasi tuntutan terhadap dirinya yang muncul dari
persalinan dan lingungan tempat ia bersalin.
a) Kala I fase laten
Pada awal persalinan, kadang pasien belum cukup yakin bahwa ia
akan benar-benar melahirkan meskipun tanda persalinan sudah
cukup jelas. Pada tahap ini penting bagi orang terdekat dan bidan
untuk meyakinkan dan memberikan support mental terhadap
kemajuan perkembangan persalinan. Seiring denga kemajuan proses
persalinan dan intensitas rasa sakit akibat his yang menngkat, pasien
akan mulai merasakan putus asa dan lelah. Ia akan selalu
menanyakan apakah ini sudah hampir berakhir? Pasien akan senang
setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher) dan
berharap bahwa hasil pemeriksaan mengindikasikan bahwa proses
persalinan akan segera berakhir. Beberapa pasien akhirnya dapat
mencapai suatu coping mechanism terhadap rasa sakit yang timbul
aktibat his, mislanya dengan pengetauran nafas atau dengan posisi
yang dirasa paling nyaman dan pasien dapat menerima keadaan
bahwa ia harus menghadapi tahap persalinan dari awal sampai
selesai.
b) Kala I fase aktif
Memasuki kala I fase aktif, sebagaian besar pasien akan
mengalami penurunan stamina dan sudah tidak mampu lagi untuk
turun dari tempat tidur, terutama pada primipara. Pada fase ini pasien

19
sangat tidak suka jika diajak bicara atau diberi nasehat menganai apa
yang seharusnya ia lakukan. Ia lebih fokuss untuk berjuang
mengendalikan rasa sakit dan keinginan untuk meneran. Jika ia tidak
dapat mengendalikan rasa sakit dengan pengaturan nafas dengan
benar. Maka ia akan mulai menangis atau bahkan berteriak-teriak
dan mungkin akan meluapkan kemarahan pada suami atau orang
terdekatnya. Perhatian terhadap orang-orang disekitarnya akan
sangat sedikit berpengaruh, sehingga jika ada keluarga atau teman
yang datang untuk memberikan dukungan mental, sama sekali tidak
akan bermanfaat dan mungkin justru akan sangat mengganggunya.
Kondisi ruangan yang tenang dan tidak banyak orang akan sedikit
mengurangi perasaan kesalnya.
Hal yang paling tepat untuk dilakukan adalah membiarkan pasien
mengatasi keadaannya sendiri namun tidak meninggalkannya. Pada
beberapa kasus akan sangat membantu jika suami berada di sisinya
sambil membisikkan doa di telinganya.
Secara singkat berikut perubahan psikologis pada ibu bersalin
kala I:
1. Perasaan tidak enak.
2. Takut dan ragu akan persalinan yang akan dihadapi.
3. Sering memikirkan apakah persalinan berjalan normal.
4. Menganggap persalinan sebagai percobaan.
5. Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam
menolongnya.
6. Apakah bayinya normal apa tidak.
7. Apakah ia sanggup merawat bayinya.
8. Ibu merasa cemas.

20
2.2.2Perubahan Psikologi Persalinan Kala II
Menurut Sondakh (2013) mengungkapkan bahwa perubahan
emosional atau psikologi dari ibu bersalin pada kala II ini semakin
terlihat, diantaranya yaitu:
a) Emotional distress.
b) Nyeri menurunkan kemampuan mengendalikan emosi, dan cepat
marah.
c) Lemah.
d) Takut.
e) Kultur (respon terhadap nyeri, posisi, pilihan kerabat yang
mendampingi, perbedaan kultur juga harus diperhatikan).
2.2.3Perubahan psikologi kala III dan IV
Sesaat setelah bayi lahir hingga 2 jam persalinan, perubahan –
perubahan psikologis ibu juga masih sangat terlihat karena kehadiran
buah hati baru dalam hidupnya.
Adapun perubahan psikologis ibu bersalin yang tampak pada kala III
dan IV ini adalah sebagai berikut:
a) Bahagia
Karena saat – saat yang telah lama di tunggu akhirnya datang
juga yaitu kelahiran bayinya dan ia merasa bahagia karena merasa
sudah menjadi wanita yang sempurna (bisa melahirkan,
memberikanan anak untuk suami dan memberikan anggota keluarga
yang baru), bahagia karena bisa melihat anaknya.
b) Cemas dan Takut
Cemas dan takut kalau terjadi bahaya atas dirinya saat persalinan
karena persalinan di anggap sebagai suatu keadaan antara hidup dan
mati Cemas dan takut karena pengalaman yang lalu. Takut tidak
dapat memenuhi kebutuhan anaknya

21
2.3 Adaptasi Psikososial Selama Persalinan
Psikososial adalah hubungan interaksi sosial antara individu dan rasa
memiliki dalam satu kelompok (Rukiyah, 2006). Dengan adanya interaksi
sosial dalam satu kelompok hal ini dipengaruhi oleh adanya dukungan sosial,
motivasi, komunikasi, dan dengan adanya orang penting yang bertindak
sebagai orang yang di pertimbangkan, serta kemampuan dari individu itu
sendiri dalam menerima dan melakukan perilaku sesuai dengan norma
kesehatan yang ada (Rukiah, 2006).
Kehamilan merupakan episode yang dramatis terhadap kondisi psikologis
dari seorang wanita yang belum ataupun kehamilan yang terjadi, disinilah
wanita membutuhkan dukungan psikologis dan perhatian dari orang sekitar
untuk dapat hidup dengan pola kehidupan sosial yang normal
Ada beberapa respon emosional yang biasanya terjadi pada kehamilan
menurut Pilliteri (1999), yang meliputi:
1) Ambivalensi (mendua).
Kehamilan merupakan proses yang mengganggu yang tidak dapat
diabaikan oleh siapapun. Janin yang sedang tumbuh pada seorang wanita
dapat menyebabkan perubahan baik fisik maupun pada kejiwaannya.
Ambivalensi pada masa kehamilan merupakan suatu kejadian yang normal
dialami oleh semua wanita hamil. Kehamilan yang mungkin diinginkan
namun belum dapat diterima kehadirannya akan mengakibatkan tingkatan
ambivalensi yang berbeda-beda pada setiap individu.
Ambivalensi dapat terjadi bukan hanya pada kaum perempuan saja
namun juga dapat terjadi pada suami yang biasanya terjadi karena
timbulnya rasa takut dan khawatir yang berlebihan. Mereka mengalami
ambivalensi jika kurang kesiapan dalam menyiapkan diri untuk menjadi
orang tua. Untuk membantu pemecahan masalah ambivalensi ini maka,
harus disiapkan sarana bagi mereka untuk mendiskusikan kekhawatiran
mereka memberikan informasi tentang bagaimana menjadi orangtua,
ambivalensi ini merupakan respon yang umum terjadi pada trimester I

22
sedang pada trimester II dan III sudah tidak lagi ada karena mereka sudah
dapat menerima kehadiran bayi dan menyiapkan diri menjadi orang tua.
2) Kesedihan
Kesedihan merupakan serangkaian proses yang positif bagi ibu hamil
khususnya bagi kehamilan pertama, calon ibu akan berusaha
menggambarkan sosok ibu untuk anak yang di kandungnya yang akan
lahir nantinya. Tetapi sebelum calon ibu dapat mengambil peran sebagai
seorang ibu, calon ibu harus menerima dengan segala hal apapun dengan
perannya yang sekarang. Calon ibu tidak akan menjadi anak terus
menerus, calon ibu harus mengkolaborasikan peran barunya sebagai
seorang ibu kedalam perannya namun tidak keluar dari konteks sebagai
seorang anak, istri, atau sahabat, suami juga harus dapat menggabungkan
peran baru yang disandangnya sekarang yaitu sebagai seorang ayah yang
didalamnya juga masih adanya peran sebagai anak, suami atau sahabat.
3) Narcisme
Saat sebelum hamil, seorang wanita tidak mempertimbangkan pakaian
yang akan ia pakai dan kekhawatiran mengenai tubuhnya juga tidak ada,
namun saat wanita tersebut sedang hamil otomatis akan terjadi perubahan
pada kondisi fisiknya dari sinilah wanita hamil ini akan mulai memusatkan
perhatiannya pada kondisi tubuhnya, dari cara berpakaian, menata
makanan agar kondisi tubuhnya tetap enak dipandang, mulai mengikuti
aktifitas kesehatan, dan juga keamanan baik untuk dirinya maupun untuk
bayi yang dikandungnya. Seorang ibu terkadang akan menampakkan
narcissme dengan mengubah segala aktivitasnya yang biasanya ia lakukan,
dan bahkan bisa lebih dari yang biasanya. Para calon ayah juga
menampakkan tingkah laku yang sama, namun dengan berbeda cara yaitu
dengan cara mengurangi kegiatan yang beresiko dan mencoba untuk yakin
bahwa mereka akan menjadi seorang calon ayah yang terbaik untuk
anaknya.

23
4) Introvet vs ekstrovet
Intrvfet atau yang biasa ditampakkan dengan memusatkan perhatian
pada diri sendiri, introvet ini biasa ditemukan selama masa kehamilan.
Pada wanita hamil bereaksi secara berlawanan dan biasanya lebih
ekstrovet, namun ini hanya terjadi pada wanita yang mendapatkan
pemenuhan perhatian yang ia inginkan dalam kehamilan. Dengan
terpenuhinya perhatiannya tersebut, biasanya wanita hamil akan menjadi
lebih aktif dan tampil sehat namun, bagi mereka yang mendapatkan
pemenuhan namun tidak sesuai dengan yang mereka ingikan dalam
kehamilannya maka, mereka akan menjadi ragu-ragu akan kehamilannya.
5) Gambaran tubuh dan boundary
Perubahan gambaran tubuh dan boundary selama masa kehamilan
merupakan hal yang biasa terjadi, perubahan ini merupakan bagian dasar
dari wanita untuk manjadi narcisstic. Pada perubahan boudary, hal ini
mengarah pada perbedaan yang lebih kuat, namun saat boudary di rasa
mudah di ejek di lingkungan sekitarnya, maka seolah-olah tubuhnya secara
otomatis berubah menjadi sangat lemah dan mudah rusak, maka dari itu
banyak ibu hamil yang berusaha menjaga jarak dari sebuah obyek yang
dapat membuat tubuhnya terancam
6) Stres
Stres pada masa kehamilan dapat menimbulkan kesulitan bagi wanita
untuk melanjutkan tanggung jawabnya, jika seorang wanita mengalami
stres dan akut, maka kemungkinan akan mengalami kelahiran aterm. Pada
wanita yang mendapatkan banyak dukungan dari keluarga dan lingkungan,
ia akan lebih mudah menyesuaikan dirinya dalam penerima kehamilannya
namun sebaliknya, bagi wanita yang kurang mendapat dukungan dari
orang-orang yang ada disekitarnya ia akan lebih banyak kesulitan dalam
menyesuaikan dirinya dalam menerima kehamila
7) Syndrome cauvade
Syndrome cauvade, sindrom ini biasa di rasakan oleh kaum laki-laki
yang diakibatkan oleh stres, kecemasan, dan empati terhadap istri yang

24
sedang hamil. Laki-laki biasanya mengalami mual, muntah, dan sakit
pinggang yang normalnya di rasakan oleh wanita hamil/ istrinya. Gejala
fisik ini cukup sering terjadi pada laki-laki, hal ini terjadi jika semakin
banyak ia terlibat dan melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada
istrinya, makin banyak juga gejala yang akan ia alami.
8) Emosi labi
Keadaan suasana hati yang sering mengalami perubahan pada wanita
hamil. Perubahan suasana hati ini sebagai bagian dari manifestasi dari
narcissme dan sebagian karena efek dari adanya peningkatan hormon
esterogen dan progesteron. Suasana hati yang berubah-ubah, ini dapat
menyebabkan reaksi ibu terhadap keluarga dan perawatan kesehatan
terhadap dirinya menjadi semakin terganggu. Kejadian yang
menyenangkan yang ia lakukan hari ini ia anggap sebagai hal yang
menyenangkan namun belum tentu akan menyenangkan di hari
berikutnya, ia akan bertingkah laku baik atau bahkan menyebalkan di
waktu berikutnya. Suasana hati ini terjadi umumnya pada awal kehamilan,
sehingga pada keluarga yang sudah mengetahui maka mereka dapat
menerima sebagai bagian dari kehamilan, namun bagi keluarga baru yang
sudah hidup dengan rumah tangga sendiri perubahan suasana hati dapat
mengakibatkan emosi bagi kelaurga tersebut atau pasangannya.
9) Perubahan seksualita
Wanita hamil mengatakan bahwa hasrat seksual mengalami perubahan
selama kehamilan. Banyak wanita yang takut melakukan hubungan
seksual pada masa kehamilan kerena mereka takut akan terjadi persalinan
dini. Hasrat seksual ini menurun pada trimester pertama kehamilan karena
mual, kelelahan, dan perubahan pada payudara ibu hamil. Sedangkan pada
trimester dua, di karenakan adanya peningkatan aliran darah ke daerah
pelvic yang di gunakan untuk menompang adanya placenta, libido dan
kenikmatan seksual malah cenderung meningkat. Hal ini kemungkinan
akan tetap berlangsung sampai trimester ke tiga namun dapat juga
berkurang karena kekakuan yang ditemukan dalam menentukan posisi

25
yang nyaman. Bagi pasangan yang sudah tahu sejak awal kehamilan maka
perubahan ini dapat diartikan sebagai hal yang ringan dan akan menyita
perhatian bahkan akan dapat diatasi dengan benar.

2.4 Nyeri Persalinan Serta Cara Penangannya


2.4.1 Konsep Nyeri Persalinan
1) Pengertian Nyeri
a) Iternational association for study of pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial.
b) Nyeri adalah sesuatu yang abstrak yang ditimbulkan oleh adanya
perasaan terluka pada diri seseorang misalnya adanya stimulus yang
merusak jaringan tubuh dan nyeri merupakan pola respon yang
dilakukan seseorang untuk melindungi organisme dari kerusakan.
c) Teori specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori
spesifik yang muncul karena adanya injuri dan informasi ini didapat
melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di
saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.
d) Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial (corwin,
1997).
e) Nyeri persalinan suatu perasaan tidak nyaman berkaitan dengan
adanya kontraksi uterus, dilatasi dan effacement serviks, penurunan
presentasi, peregangan vagina dan prineum yang berakhir di kala IV
persalinan.

26
2) Fisiologi Nyeri Persalinan
Proses terjadinya nyeri persalinan terdiri dari 3 komponen fisiologis
berikut ini:
a) Resepsi: proses perjalanan nyeri
b) Persepsi: kesadaran seseorang terhadap nyeri
c) Reaksi: respon fisiologis dan prilaku setelah mempersepsikan nyeri
a) Resepsi
Proses perjalanan nyeri selama persalinan berlangsung sesuai
dengan fase persalinan. Nyeri di skala I disebabkan oleh kontraksi
uterus sehingga menyebabkan uterus tertarik dan serviks mendatar
(effacement) dan berdilatasi. Nyeri kala II disebabkan oleh
penurunan kepala ke rongga pelvis dan menyebabkan peregangan
struktur jalan lahir bagian bawah. Bentuk stimulus merangsang
pengeluaran zat kimia: histamin, bradikinin, dan kalium. Pengaruh
dari zat tersebut nosiseptor aktif mentransmisikan impuls-impuls
nyeri. Impuls-impuls nyeri dihantarkan ke arah atas menuju
substansi gelatinosa di dalam kornu dorsalis medulla spinalis di
torakal 10-12 sampai lumbar 1 (kala I) sedang impuls-impuls nyeri
selama kala II ditransmisikan oleh serabut syaraf perifer (serabut A
delta dan serabut C) ke thalamus. Thalamus sebagai girus pasca
sentralis memproyeksikan nyeri ke korteks serebri yang selanjutnya
akan dipersepsikan.
b) Persepsi
Hasil persepsi impuls nyeri ditransmisikan kembali oleh
efektor sebagai persepsi nyeri. Fase ini merupakan titik kesadaran
seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan
nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sebagai respon
yang tidak menyenangkan kemudian individu dapat bereaksi.

27
c) Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku
yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Hasil persepsi di
korteks cerebri ditransmisikan ke thalamus lalu ke sistem saraf
simpatis dan parasimpatis. Stimulasi pada cabang simpatis disaraf
otonom menghasilkan respon fisiologis dan perilaku. Apabila nyeri
berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan
bereaksi. Bentuk respon yang ditampilkan ibu selama proses
persalinan:
1. Respon fisiologis dari stimulasi syaraf simpatik (nyeri ringan,
sedang):
a. Dilatasi saluran bronkhial dan penigkatan respirasi rate
b. Peningkatan heart rate
c. Vasokontriksi perifer
d. Peningkatan tekanan darah
e. Peningkatan nilai gula darah
f. Diaphoresis
g. Penurunan motilitas gastroinstestinal
2. Respon fisiologis terhadap stimulus parasimpatik (nyeri berat
dan dalam)
a. Muka pucat
b. Otot mengeras
c. Penurunan heart rate dan tekanan darah
d. Nafas cepat dan irreguler
e. Kelahan dan keletihan
3. Respon psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman
klien terhadap nyeri yang terjadi pemahaman nyeri bagi klien
berbeda-beda. Perbedaan pemahaman terhadap nyeri
dipengaruhi oleh suku dan budaya, usia, support system.
Respon perilaku yang ditampilkan pengaruh nyeri antara lain:

28
a. Diam tidak berdaya
b. “withdrawl” (menolak)
c. Depresi
d. Marah
e. Takut
f. Tidak punya harapan
g. Tidak punya kekuatan
4. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
a. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak nafas)
b. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi,
menggigit bibir)
c. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot,
peningkatan gerakan jari dan tangan)
d. Kontak dengan orang lain /interaksi sosial (menghindari
percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang
perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri)
3) Penyebab Dan Intensitas Nyeri Persalinan
a) Kala I
Nyeri persalinan kala I merupakan nyeri visceral. Nyeri viseral
berasal dari organ-organ internal yang berada dalam rongga thorak,
abdomen dan kranium. Kejadian nyeri kala I diawali dengan
adanya kontraksi uterus yang menyebar dan membuat abdomen
kram.
Nyeri kala I disebabkan oleh meregangnya uterus dan terjadinya
effacement (pendataran) dan dilatasi serviks. Stimulus tersebut
yang dihantarkan ke medula spinalis di torakal 10-12 sampai
dengan lumbal 1. Intensitas nyeri kala I bervariasi sesuai dengan
kemajuan dari dilatasi serviks. Berikut gambaran intensitas nyeri
sesuai dengan dilatasi serviks:
1. Kala I fase laten:
Pembukaan 0-3 cm nyeri dirasakan sakit dan tidak nyaman.

29
2. Fase aktif:
a. Pembukaan 4-7 cm nyeri agak menusuk
b. Pembukaan 7-10 cm nyeri menjadi lebih hebat, menusuk
dan kaku
b) Kala II
Nyeri kala II merupakan nyeri somatic. Nyeri somatik berasal
dari lapisan dinding tubuh. Reseptor nyeri somatik meliputi
reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf,
otot, dan jaringan penyangga lainnya. Struktur reseptornya sangat
komplek. Nyeri yang ditimbulkan merupakan nyeri yang tumpul
dan sulit dilokalisasi. Nyeri kala II disebabkan oleh tekanan kepala
janin pada pelvis, distensi struktur pelvis, regangan pada organ
dasar panggul (kandung kencing, uretra, rectum, vagina, perineum)
dan tekanan pada pleksus lumbo sakralis, impuls-impuls nyeri
tersebut dibawa ke perineum ke sacrum 2,3,4 melalui saraf
pudendal. Tipe nyeri kala II seperti menyengat, tajam, tarikan,
tekanan, rasa terbakar, seperti diplintir serta kram) nyeri dirasakan
diregio lumbal 2, bagian bawah punggung, paha, tungkai, dan area
vagina dan perineum. Ibu biasanya mempunyai keinginan untuk
mengejan.
4) Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri Selama Persalinan
a) Usia
Faktor usia sangat mempengaruhi respon seseorang terhadap
sensasi nyeri. Usia dewasa menggambarkan kematangan dalam
pola berfikir dan bertindak. Respon fisiologis yang ditampilkan
oleh ibu melahirkan tergantung dari tingkat nyeri. Gambaran
tersebut menyebabkan ada perbedaan pemahaman nyeri selama
bersalin. Ibu melahirkan di usia dewasa kadang melaporkan nyeri
jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Ibu
melahirkan di usia muda akan mengungkapkan nyeri sebagai
sensasi yang sangat menyakitkan disetiap fase persalinan.

30
b) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaiman seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri misalnya suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima sebagai
seorang wanita. Wannita itu adalah orang yang harus menjalani
fisiologis reproduksinya sehingga wajar menerima apapun yang
terjadi selama hamil dan melahirkan.
c) Makna nyeri
Makna nyeri berhubungan dengan pengalaman seseorang
terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya. Jika riwayat
persalinan ibu sebelumnya pernah mengalami sensasi nyeri yang
begitu tidak menyenangkan maka persalinan saat ini, nyeri bisa
dipersepsikan sebagaimana nyeri sebelumnya. Seseorang yang
pernah berhasil mengatasi nyeri di masa lampau dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman
di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
d) Perhatian
Klien yang memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraki dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
e) Ansietas
Hubungan cemas dengan nyeri adalah hubungan timbal balik.
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas. Dampak dari cemas sendiri
terhadap impuls syaraf parasimpatis yang merangsang kelenjar
adrenal bagian medulla mensekresi hormon katekolamin.
Katekolamin menyebabkan vasokontriksi vaskuler. Sehingga
sirkulasi menjadi terganggu dan asupan oksigen ke jaringan
berkurang menimbulkan sensasi nyeri semakin kuat.

31
f) Pola Koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan
menyulitkan seseorang mengatasi nyeri. Orang akan cenderung
melukai dirinya dan meyalahkan kondisi saat ini.
g) Support Keluarga Dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan
dan perlindungan. Perhatian khusus dibutuhkan oleh seorang ibu
disaat melahirkan untuk menurunkan tingkat kecemasannya dan
memenuhi kebutuhan fisik ibu.
5) Pengukuran Skala Nyeri Persalinan
Pengukuran tipe nyeri bervariasi. Ada 3 tipe pengukuran nyeri yaitu:
pengukuran nyeri berdasarkan catatan klien (self-report measure),
pengukuran nyeri dengan observasi (observational measure), dan
pengukuran fisiologis.
a) Pengukuran Nyeri Berdasarkan Catatan Klien (Self-Report
Measure)
Self-report dianggap sebagai standar yang terbaik untuk
pengukuran nyeri karena konsisiten terhadap definisi/makna nyeri
itu sendiri. Pengukuran ini dilakukan dengan meminta klien untuk
menilai sendiri rasa nyeri yang dirasakan apakah nyeri yang berat
(sangat nyeri), nyeri sedang dan nyeri ringan. Pengukuran dapat
menggunakan alat ukur penilaian nyeri pada beberapa jenis skala
metric, menggunakan buku harian untuk memperoleh informasi
tentang nyerinya. Penilaian intensitas nyeri yang ditemukan dapat
diklarifikasi dengan melihat kondisi psikis dan emosional klien saat
ini. Alat skala metric dalam self-report measure adalah verbal
rating scale (VRS), verbal descriptor scale (VDS), verbal analog
scale (VAS), alat ukur skala nyeri lainnya: pain drawing, McGill

32
Pain Quesioner, Diary. Berikut ini gambaran skala pengukuran
metrik:
1. Verbal Rating Scale (VRS)
VRS adalah alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk
menggambarkan level intensitas nyeri yang berbeda, dengan
rentang dari tidak nyeri sampai nyeri hebat (extreme pain). VRS
merupakan alat pemeriksaan yang efektif untuk memeriksa
intensitas nyeri. VRS biasanya diskore dengan memberikan
angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat intensitas
nyerinya. Contoh skala VRS, dengan menggunakan skala 0-4.
Skala 0 adalah tidak ada nyeri kuat, skala 4 nyeri yang sangat
kuat. Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam VRS,
VRS ini mempunyai keterbatasan di dalam mengaplikasikannya.
Beberapa keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan
pasien untuk menghubungkan kata sifat yang cocok untuk level
intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang buta
huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan.
2. Verbal Descriptor Scale (VDS)
Skala deskriptor merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal
(Verbal Descriptor Scale) merupakan sebuah garis dari tiga
sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang
sama disepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari tidak ada
nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk
memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga
menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan
seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS
ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendiskripsikan nyeri. Skala ini paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi

33
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka
direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Berikut skala descriptor menurut bourbanis:
Keterangan:
a. 0: tidak nyeri.
b. 1-3: nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi
denga baik.
c. 4-6: nyeri sedang: secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
d. 7-9: nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tetapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi.
e. 10: nyeri sangat berat: pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
3. Verbal Analog Scale (VAS)
Verbal Analog Scale (VAS) adalah alat ukur lainnya yang
digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan secara khusus
meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai
dengan level intensitas nyeri, ujung kiri diberi tanda tidak ada
nyeri dan ujung kanan diberi tanda nyeri hebat. Skala ini
memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan
nyeri yang lebih sensitif karena lien dapat mengidentifikasi
setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata
atau satu angka (potter, 2005). Pasien diminta untuk menandai
di sepanjang garis tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri
yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri
sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan

34
itulah skorenya yang menunjukkan level intensitas nyer. Ada
keterbatasan dari VAS yaitu pada beberapa pasien khususnya
orang tua akan mengalami kesulitan merespon grafik VAS dari
pada verbal rating scale (VRS) (Jensen et.al, 1986; Kremel et.al,
1981).
Skala analog visual:

b) Pengukuran nyeri dengan observasi (observational measure)


Pengukuran nyeri dengan observasi adalah metode lain dari
pengukuran skala nyeri. Pengukuran ini biasanya berkaitan dengan
tingkah laku penderita selama mengalami nyeri. Beberapa
pengamatan tingkah laku terhadap respon nyeri selama persalinan
misalnya menangis, meringis, perubahan fungsi ROM,
menghindari percakapan. Pengamatan dilakukan selama ibu
mengalami nyeri. Perubahan respon tingkah laku ibu dicatat
kemudian dikelompokkan nyeri yang dialami berada dalam rentang
nyeri yang mana. Oleh karena itu untuk melihat perubahan dan
menentukan rentang skala nyeri, maka pengukuran tersebut
membutuhkan waktu yang lama. Pengukuran nyeri ini
kemungkinan kurang sensitif terhadap komponen subyektif yakni
pengukuran nyeri berdasarkan pernyataan pasien dan pengukuran
nyeri komponen afektif (toleransi nyeri), mengingat banyak faktor
yang mempengaruhi seseorang merespon nyeri. Sehingga penilaian
rentang skala nyeri akan menjadi lebih sempurna dan lebih objektif
hasilnya jika dilakukan oleh seseorang yang memiliki pengalaman
dan keahlian dari berbagai aspek nyeri. Perubahan tingkah laku
dapat dilihat dari pengamatan menggunakan pengukuran face pain

35
scale (pengukuran skala nyeri dengan melihat perubahan respon
wajah)
Keterangan:
a. Face pain scale: 0 (tidak nyeri/gembira)
b. Face pain scale: 1 (Wajah masih tampak sedikit senyum)
c. Face pain scale: 2 (Wajah tidak ada senyum, nyeri ringan
sudah tidak dapat ditoleran)
d. Face pain scale: 3 (wajah mengerut atau bermuka masam,
nyeri sedang)
e. Face pain scale: 4 (wajah mengerut, alis mata turut
mengkerut ke atas, nyeri digambarkan sebagai nyeri hebat)
f. Face pain scale: 5 (wajah dan alis mata semakin mengkerut,
air mata keluar/menangis, nyeri digambarkan sebagai nyeri
sangat hebat)
c) Pengukuran fisiologis
Bentuk respon yang ditampilkan ibu selama proses persalinan
bervariasi sesuai dari efek rangsangan syaraf simpatis dan
parasimpatis. Respon nyeri akibat perubahan biologis dapat
digunakan sebagai pengukuran tidak langsung pada nyeri akut.
Sebagai contoh: pernapasan atau tekanan darah akan menunjukkan
beberapa perubahan sebagai respon dari kontraksi uterus dan
peregangan daerah perineum dan vagina. Beberapa perubahan yang
terjadi sesuai dengan intensitas nyerinya. Dengan demikian skala
pengukuran dapat ditetapkan skala ringan, sedang, berat. Perubahan
respon biologis yang terjadi pada nyeri akut selama proses
persalinan dapat distabilkan dalam beberapa waktu karena tubuh
dapat berusaha memulihkan homeostatisnya setelah proses
persalinannya berakhir. Pengukuran fisiologis berguna dalam
keadaan dimana pengukuran secara observasi lebih sulit dilakukan.

36
2.4.2 Penatalaksanaan Nyeri Persalinan
Pengelolaan nyeri persalinan selalu diawali dengan pengkajian guna
menetapkan skala nyeri yang dialami oleh ibu. Perawat/bidan harus
menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan
pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenal
sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat dijelaskan, serta digunakan
untuk mengevaluasi tindakan perawatan dalam penatalaksanaan nyeri.
Data yang diperoleh menjadi patokan untuk mengatasi nyeri yang
ditemukan.
1) Pengkajian Nyeri Persalinan
Dalam mengumpulkan gambaran nyeri ibu maka data yang perlu
dikaji adalah sebagai berikut:
a) Ekspresi klien terhadap nyeri
Perawat mempelajari cara verbal dan non verbal ibu dalam
mengkomunikasdikan rasa ketidaknyamanan nyeri yang dialami.
Sebagian klien tidak mampu mengkomunikasikan
ketidaknyamanan yang dialami atau tidak melaporkan/
mendiskusikan kondisinya. Oleh karena itu perawat/ bidan
membutuhkan infformasi khusus ketika melakukan pengkajian
b) Klasifikasi pengalamn nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau
kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci
tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik,
perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermitten,
persisten, atau terbatas.
c) Karakteristik nyeri
1. Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan,
seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu
pada waktu yang sama.
2. Lokasi

37
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri
terasa, menetap atau terasa menyebar.
3. Intensitas nyeri
Perawat meminta klien menggambarkan intensitas nyeri
yang dirasakan. Datatersebut dapat diperoleh dengan
menggunakan alat bantu skala ukur. Klien ditunjukkan skala
ukur, kemudian disuruh memilih rentang nilai yang sesuai
dengan kondisi. Skala ukur yang digunakan bisa berupa self
report, pengukuran dengan observasi dan pengamatan
funsional sesuai dengan kemampuan pengamat
d) Kualitas nyeri
Klien diharapkan dapat menggambarkan nyeriyang dirasakan.
Klien mendeskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-
katanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi dari
pernyataan klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri
yang dirasakan. Adapun kualitas nyeri yang diobservasi antara lain:
1. Pola nyeri
Pola nyeri yang akan dideskripsikan adalah kejadian nyeri
munculnay disaat kapan, istirahat atau aktivitas. Perawat
meminta klien untuk mendeskripsikan aktivitas yang
menyebabkan nyeri dan aktivitas yang tidak menyebabkan
nyeri
2. Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila
nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan
itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri
e) Tanda lain yang menyertai nyeri
Kaji adanya penyerta nyeri , seperti mual, muntah, konstipasi,
gelisah, keinginan untuk miksi. Gejala penyerta memerlukan
prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.
f) Efek nyeri pada klien

38
Nyeri merupakan kejadian yang dapat memicu stress dan stress
dapat memicu kejadian nyeri. Sehingga kejadian nyeri dapat
memicu kesejahteraan psikologis. Perawat harus mengkaji hal-hal
berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien:
1. Tanda dan gejala fisik
Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologia, karena adanya
nyeri yang dirasakan klien bisa berpengaruh pada fungsi
normal tubuh.
2. Efek tingkah laku
Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh, ekspresi
wajah, dan interaksi sosial. Laporan verbal tentang nyeri
merupakan bagian vital dari pengkajian, perawat harus
bersedia mendengarkan dan berusaha memahami klien.Tidak
semua klien mampu mengungkapkan nyeri yang dirasakan,
oleh karena itu pereawat harus mewaspadai prilaku klien yang
mengindikasikan nyeri.
3. Efek pada ADL (Activity Daily Living)
Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi
secara rutin dalam aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini
menunjukkan sejauh mana kemampuan dan proses
penyesuaian klien berpartisipasi dalam perawatan diri. Penting
juga untuk mengkaji efek nyeri pada aktivitas sosial klien.
g) Status neurologis
Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi pengalam nyeri.
Setiap factor yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan
persepsi nyeri yang normal akan mempengaruhi respon dan
kesadaran klien tentang nyeri. Perawat perlu untuk mengkaji status
neurologis klien, karena klien yang mengalami gangguan
neurologis tidak sensitive terhadap nyeri. Tindakan preventif perlu
dilakukan pada klien dengan kelainan neurologis yang mudah
mengalami cedera.

39
2) Teori Pengontrolan Nyeri Persalinan
Sebelum melakukan tindakan mengatasi nyeri, sebaiknya perlu lebih
dulu memahami tentang teori pengontrolan nyeri. Teori ini adalah rasa
kita untuk memberikan berbagai macam metode pengontrolan nyeri non
farmakologi. Teori pengontrolan diri yang dibahas antara lain:
a) Teori pengontrolan nyeri (gate control theory)
Teori gate control theory dari melzack dan wall (1965)
mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur dihambat oleh
mekanisme pertahanan dibuka dan impuls nyeri dihambat disaat
sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut
merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Saraf berdiameter
kecil menghantarkan impuls nyeri ke hipotalamus kemudian
dipancarkan ke kortek cerebri maka akan terjadi persepsi nyeri,
sedangkan saraf berdiameter besar berusaha menghambat transmisi
impuls nyeri dari spinal cord di otak. Mekanisme ini terjadi pada
sel-sel subtansia gelatinosa pada kornu dorsalis di spinal cord.
Keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
control desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron
delta-A dan C melepaskan substansi C dan subtansi P untuk
mentransmisi impuls nyeri melalui mekanisme pertahanan. Selain
itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang
lebih cepat melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A maka akan
menutup mekanisme pertahanan. Mekanisme penutupan ini dapat
terlihat saat seorang perawat melakukan counterstimulation
didaerah punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan
akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan
membuka pertahanan tersebut dank lien mempersepsikan sensasi
nyeri.

40
b) Teori endogenous opiate
Teori ini berhubungan dengan reseptor opiate pada otak dan
tulang belakang yang dapat menentukan SSP melepaskan zat
seperti morfin (endhorpins dan enkhephalins).jika impuls nyeri
dihantarkan ke hipotalamus kemudian dipancarkan ke cortek
cerebri di otak maka alur saraf desenden melepaskan opiate
endogen, seperti endorphin dan dinorfin, suatu morfin alami yang
berasal dari tubuh, mampu menghilangkan nyeri. Neuromedulator
ini menutup mekanisme pertahanan dengan cara menghambat
pelepasan substansi P (subtancia gelatinosa) pada kornu dorsalis di
spinal cord.
3) Penatalaksanaan Nyeri Non Farmakologi
Penatalaksaan nyeri secara non farmakologi adalh metoda yang tidak
menggunakan obat serta tidak memerlukan instruksi medis. Transmisi
nyeri dapat dimodifikasi/diblok oleh counterstimulation. Stimulasi
tersebut dapat dilakukan oleh perawat/bidan dengan keterampilan yang
dimilikinya.
a) Keuntungan metoda non farmakologi
Metoda non farmakologi mempunyai beberapa keuntungan
melebihi metoda farmakologi, jika pengontrolan nyeri memadai.
Selama pemberian metoda ini tidak ditemukan efek samping atau
alergi. Proses persalinan akan berlangsung secaranormal karena ibu
mengalami rileks menghadapi kontraksi uterus, peregangan uterus
dan penekanan bagian presentasi ke dasar pelviks.
b) Keterbatasan metoda non farmakologi
Keberhasilan dari metoda non farmakologi sangat tergantung
dari kemampuan dari pemberi pertolongan, ibu melahirkan dan
lingkungan.Seorang penolong sebaiknya memiliki sertifikat
keahlian dalam melakukan metoda tersebut.Beberapa wanita yang
menggunakan metoda ini belum mampu memperoleh tingkat nyeri
yang diinginkan.Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak factor yang

41
mempengaruhi respon nyeri seseorang selama persalinan,
walaupun kehamilan tersebut sudah dipersiapkan dan mempunyai
motivasi tinggi untuk memiliki anak.
c) Persiapan untuk penatalaksanaan nyeri
Pendidikan tentang penatalaksanaan nyeri secara non
farmakologi adalh dasar pada kelas antennal dalam persiapan
persalinan. Sehingga waktu yang ideal untuk belajar untuk
mengontrol nyeri non farmakologi adalah sebelum persalinan yakni
diakhir-akhir kehamilan. Persiapan perawat/bidan dalam proses
pembelajaran terhadap pasangan di kelas antenatal adalah
mengajarkan ibu yang belum mengerti dan suaminya tentang
aspek-aspek rasa nyeri dan tehnik-tehnik non farmakologi.
Fase laten kala I persalinan merupakan waktu yang terbaik
untuk pelajaran intrapartum. Kondisi ibu saat ini biasanya sudah
mengalami cemas untuk memfokuskan perhatian dan minatnya
namun cukup merasa nyaman untuk memahami materi yang kita
sampaikan. Akhir kala I merupakan waktu yang sulit karena
biasanya ibu tidak dapat lagi memusatkan perhatiannya.
d) Tehnik-tehnik non farmakologi
Berbagai macam tehnik non farmakologi yang dapat diberikan
selama kelas antenatal dalam persiapan persalinan. Tehnik
tersdebut dibagi dalam tiga macam tehnik:
1. Tehnik relaksasi
Prinsip dari tehnik ini adalah meningkatkan relaksasi klien.
Relaksasi adalah menjadi dasar dari semua metoda termasuk
metoda farmakologi. Manfaat dari tehnik adalah:
a. Meningkatkan aliran darah pada uterus dan oksigenenisasi
janin.
b. Mengurangi ketegangan yang meningkatkan persepsi
pasien terhadap nyeri dan menurunkan toleransi nyeri.
c. Meningkatkan efisiensi kontraksi uterus

42
d. Mengurangi ketegangan yang dapat menghambat
penurunan janin ke rongga pelvis.
Berbagai tehnik relaksasi yang dapat dilakukan antara lain:
a. Hypnoterapi: membantu mengubah persepsi nyeri melalui
pengaruh sugesti positif.
b. Hydroterapi
c. Acupuncture
d. Acupressure
e. Tehnik pernapasan dan Lamaze
2. Stimulasi cutaneous
Stimulasi cutaneus didaerah punggung akan menstimulasi
mekanoreseptor yakni neuron beta-A suatu neuron yang lebih
tebal, dan lebih cepat melepaskan neurotransmiter penghambat
impuls nyeri. Beberapa tehnik stimulasi cutaneus yakni: self
message (effleurage), message dengan bantuan (counter
pressure, rubbing, deep back), stimulasi termal (kompres
panas/dingin, mandi dengan shower, mandi rendam),
transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS). Apabila
stimulasi cutaneus lebih cepat menstimulasi neuron beta-A
maka gate nyeri akan tertutup sedang impuls nyeri yang
dibawa oleh neuron delta-A dan C tidak dapat ditransmisikan
ke korteks cerebri sehingga tidak ada ditemukan adanya
persepsi nyeri.
3. Stimulasi mental
Komponen dari stimulasi mental terdiri dari : imagery,
distraksi, meditasi, aromaterapi. Kegiatan ini merupakan upaya
untuk melepaskan endorphin (potter, 2005). Pengeluaran
endorphin alami dari tubuh berlangsung disaat tubuh
mengalami rileks. Endorphin adalah morfin yang bermanfaat
yang memberikan relaksasi bagi tubuh. Endorphin mampu
menutup gerbang nyeri sehingga ibu bisa lebih tenang.Dengan

43
demikian pelaksanaan terapi sebaiknya memperhatikan
lingkungan yang aman dan tenang.
4) Penatalaksanaan Nyeri Farmakologis
Terdapat banyak cara untuk mengatasi nyeri persalinan. Biasanya,
cara untuk mengatasi nyeri persalinan di bagi menjadi cara
farmakologis (menggunakan obat-obatan) dan secaranon farmakologis
(tanpa obat-obatan). Cara mengatasi nyeri secara farmakologis ini
memerlukan intruksi medis. Namun demikian, pemberian asuhan
kesehatan yaitu bidan atau perawat perlu mengetahui karakteristik obat
yang di berikan untuk meredahkan nyeri persalinan pada ibu.
Penggunaan obat-obatan pereda nyeri persalinan harus benar-benar
sesuai indikasi, dengan alasan antara lain disamping memerlukan biaya
yang cukup tinggi, sebenarnya proses kelahiran yangn paling baik bagi
ibu dan bayi adalah proses kelahiran secara alamiah secara alamiah
tanpa obat bius.
Meskipun demikian, teknologi kedokterabn telah menemukan cara
untuk menyiasati atau mengurangi rasa nyeri persalinan ini. Terdapat
dua cara farmakologis untuk mengurangi bahkan untuk menghilangkan
rasa nyeri persalinan ini, yaitu: analgetik dan anastesi.
a) Analgetik
1. Pengertian
a. Obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit
tanpa menggangun kesadaran ibu yang mendapatkannya.
b. Obat peredah nyeri tanpa hilangnya kesadaran secara total.
c. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilang nya
perasaan secara total. Seseorang yang mengkonsumsi
analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak
selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu
meringankan rasa nyeri.

44
2. Tujuan Pemberian Analgetik
Tujuan pemberian analgetik farmakologis selama persalinan
adalah untuk memberikan pereda nyeri maksimal dengan resiko
pada ibu dan janin seminimal mungkin. Prinsip dari metode
pemberian analgesik adalah analgetik tidak menghilangkan
seluruh rasa nyeri, namun hanya berfungsi meringankan nyeri
saja. Hal ini berarti bahwa ibu tetap merasakan sakit, tetapi
kadar sakitnya dikurangi. Agar tidak membahayakan ibu dan
janin, maka jarak pemerian dan dosis obat di kurangi. Selain itu,
dalam pemberian analgetik, pemberian asuhan kesehatan juga
harus memperimbangkan sejumlah faktor, yang meliputi sebagai
berikut:
1. Semua obat sistemik yang digunakan untuk peredah nyeri
selama persalinan melintas berier plasenta secara difusi
sederhana, tetapi beberapa obat dapat melintas barier
plasenta lebih cepat dari yang lain.
2. Aksi obat dalam tubuh tergantung pada kecepatan dimana
subtansi dimetabolisme oleh enzim liver dan di ekskresikan
oleh ginjal.
3. Dosis obat yang tinggi masih tetap berada dalam tubuh
janin selama prode waktu yang lama karena enzim liver
janin dan eksresi ginjal tidak edekuat untuk memetbolisme
agent analgetik.
3. Penatalaksanaan Pemberian Analgetik
Obat–obatan analgetik memberikan pereda nyeri bagi ibu
bersalin tetapi juga dapat mempengaruhi janin dan proses
persalinan. Obat-obatan nyeri yang diberikan terlalu dini bisa
memperlama persalinan dan membuat depresi janin. Jika
diberikan terlalu lambat dalam penggunaan minimal bagi ibu
dan bisa menimbulkan depresi pernafasan pada bayi baru lahir.
Pemberi asuhan kesehatan perlu mengkaji ibu dan janin dan juga

45
mengevaluasi pola kontraksi sebelum memberikan obat-obatan
sistemik. Hal-hal yang perlu dikaji dalam pemberian obat
analgetik sistemik adalah sebagi berikut:
a. Parameter Pengkajian Ibu, meliputi:
1) Ibu mau menerima obat-obat setelah diberi penjelasan
2) Tanda-tanda vital stabil
3) Tidak ada kontraindikasi (seperti alergi obat, gangguan
pernafasan atau ketergantungan obat saat ini)
b. Parameter Pengkajian Janin, meliputi:
1) Denyut jantung janin dalam batas normal yaitu antara
120-160 kali permenit dan tidak deselerasi lambat.
2) Terdapat varibialitas jangka pendek dan variabilitas
jangka panjang rata-rata.
3) Gerakan janin normal dan terdapat aseleasi dengan
gerakan janin.
4) Janin cukup umur (aterm).
c. Pengkajian Persalinan, Meliputi:
1) Masih terdapat kontraksi
2) Membuka serviks sekitar 4-5 cm pada primipara dan 3-
4 cm multipara
3) Presentasi janin dalam posisi enggagement.
4) Terdapat penurunan progresif pada bagian presentasi
janin
Sebelum meberikan obat-obatan, pemberian asuhan
kesehatan sekali lagi haru memeriksa atau mengkaji apakah ibu
mempunyai riwayat reaksi atau alergi obata-obatan dan
memberikan informasi tentang obat-obatan ini pada ibu. Adapun
informasi yang seharusnya di berikan pada ibu sebelun
pemberian obat-obatan antara lain sebagi berikut:
a) Jenis obat yang diberikan
b) Rute /cara pemberian obat

46
c) Efek obat-obatan yang di harapkan
d) Implikasi bagi janin dan bayi baru lahir
e) Tindakan patient safety yang dibutuhkan (misalnya, tetap
berada ditempat tidur dengan terpasang penghalang
/pengaman tempat tidur)
Analgetik sistemik seringkali diberikan dalam bentuk obat
suntik yang disuntikan melalui otot (intramuskuler maupun
pembuluh darah (Intravena).Obat ini meredakan nyeri tanpa
nyebabkan hilangnya kesadaran.Analgetik sistemik bekerja pada
sistem saraf.kadang obat lainnya diberikan bersamaan dengan
analgetik sistemik untuk mengurangi ketegangan atau rasa
mual.Efek samping ringan, yaitu berupa perasaan berputar atau
sulit berkonsentrasi.Obat ini tidak diberikan sesaat sebelum
persalinan karena dapat menyebabkan refleks dan pernafasan
bayi ketika lahir menjadi lambat.
Terdapat beberapa ibu yang merasa sangat tidak nyaman
/nyeri sehingga mereka tidak menginginkan sesuatu kecuali
obat-obatan. Pada kasus ini, maka tindakan pertama dengan
memberikan obat-obatan akan menolong ibu.
b) Anestesia
1) Pengertian
a) Anastesi adalah hilangnya kemampuan untuk merasakan
sentuhan, nyeri dan sensasi nyerinya. Dapat dicapai dengan
bermacam-macam agen dan teknik. Hilangnya rasa nyeri
biasanya dihubungkan dengan anastesi umum, namun
pengertian ini tidak tepat karena hilangnya sensasi secara
total dapat dicapai dengan berbagai cara.
b) Anastesi adalah hilangnya rasa. Beberapa jenis anastesi
menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis lainnya
hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan
pemakaiannya tetap sadar.

47
c) Anastesi adalah hilangnya sensasi, yang dapat dicapai
dengan memberikan obat-obatan, baik secra regional
maupun umum
d) Anastesi adalah pembius
2) Macam-macam Anastesi
a) Anastesi lokal atau umum, yang menyebabkan hilangnya
kesadaran secara total
b) Anastesi dari bagian tubuh terntu, namun ibu tetap sadar
3) Anastesi umum
Anastesi lokal atau umum merupakan anastesia dan
pembiusan yang menyebabkan hilangnya kesadaran secara
total. saat ini, anastesia total jarang dilakukakan, kecuali ada
kondisi tertentu yang menyebabkan ibu harus dilakukan
anastesia total. Hal ini disebabkan karena anastesia total /
umum mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat, yang
menyebabkan insensivitas secara umum terdapat stimulus dan
berbagai tingkat rileksasi.
Beberapa penatalaksanaan persiapan anastesi umum yang
dapat dilakukan oleh pemberian asuhan kesehatan, antara lain:
1. Ibu dipuaskan dan dilakukan pemasangan infus
2. Sebelum dilakukan anastesi umum, tindakan yang
dilakukan antara lain dengan meletakkan sebuah ganjalan
pada bagian baawah panggul ibu untuk membuat rahim
miring ke kiri, yang tujuannya untuk mencegah aorta yang
mengganggu perfusi plasenta.
Setelah dilakukan anestesia umum, maka tindakan yang
dapat dilakukan oleh pemberi asuhan kesehatan, antara lain:
1. Memantau secara ketat sampai ibu benar-benar sadar,
meliputi: pengkajian tanda-tannda vital, tingkat kesadaran,
dan hal-hal yang perlukan diperhatikan dalam
pascapartum.

48
2. Mempertahankan saluran nafas supaya tetap terbuka
3. Mempertahankan fungsi jantung –paru
4. Mencegah perdarahan pasca-persalinan
5. Memberikan jaminan keamanan
4) Anastesi Lokal
Anastesi lokal /regional merupakan hilangnya sensasi
sementara yang ditimbulkan dengan menyuntikan agent
anestetik (lokal) langsung kejaringan saraf. Kehilangan sensasi
terjadi karena agent lokal menstabilkan membran sel, yang
mencegah inisiasi dan transmisi pada implus-implus saraf.
Anastesi regional /lokal yang paling umum digunakan pada
persalinan meliputi epidural, spinal dan cobined spinal-
epidural. Tindakan–tindakan tambahan yang mungkin
diperlukan adalah mengobservasi adanya pruritus (gatal-gatal),
mual dan muntah, serta retensi urine. Seperti halnya prosedur
lainnya, ibu juga harus diberikan penjelasan mengapa anestesia
diberikan, efek apa yang akan terjadi pada dirinya dan bayinya,
keuntungan dan kerugian anestesia lokal, dan komplekasih
yang mungkin terjadi.
a) Anastesi Epidural
1. Tentang Anestesi epidural antara lain dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Suntikan / anestesi epidural merupakan suntikan
anestesi lokal yang sesuai ke ruang epidural
b. Suntikan /anestesi epidural marupakan anestesi
yang paling populer di Indonesia
c. Anestesi epidural dapat membantu
menghilangkan nyeri akibat kontraksi dan proses
melahirkan (vagina dan abdomen)
d. Anestesi epidural sering di gunakan untuk
analgesia selama persalinan per vagina dan untuk

49
anestesia selama persalinan sectio caesarea (SC),
tindakan forsep atau alat bantu lain, melahirkan
bayi kembar atau sungsang.
e. Anestasi epidural ini memblok rasa sakit di
rahim, leher rahim, dan bagian atas vagina.
Namun demikian, otot panggul masih tetap dapat
melakukan gerakan rotasi kepala bayi untuk
keluar melalui jalan lahir.
f. Anestesi epidural akan mematikan rasa pada saraf
di tulang belakang yang kemudian menjalar
keperut. Pada anestesi epidural ini bagian yang di
bius adalah urat saraf sensori sehingga sakit saat
kontraksi di uterus tidak sampai ke otak. Dengan
demikaian, ibu tidak merasakan sakit. Bagian urat
saraf motorik tidak boleh di bius agar ibu tetap
sadar dan dapat memerintahkan otot-otot uterus
berkontraksi dan bisa mengejan pada saat
diperlukan meskipun sedang dibius
g. Anestesia epidural ini harus dilakukan oleh ahli
anestesia
2. Cara pemberian obat bius:
Cara memberikan obat anestesi /bius adalah
sebagai berikut: Jarum suntik ditusuk ke ruang antara
lapisan yang mengelilingi tulang ekor dan tulang ekor
dan tulang punggung atau melalui ruang
intervetebrata lumbar atau dari kuadal melalui hiatus
sakrum dan kanal sakrum untuk membuat area tubuh
bagian bawah manjadi mati rasa. Dengan kata lain,
bius lokal dengan dosis rendah akan di suntikan ke
bagian bawah punggung untuk mematikan rasa
melalui kateter epidural.

50
3. Posisi saat pemberian obat bius
Cara memberikan obat anestesi /bius adalah
sebagai berikut: Jarum suntik ditusuk ke ruang antara
lapisan yang mengelilingi tulang ekor dan tulang ekor
dan tulang punggung atau melalui ruang
intervetebrata lumbar atau dari kuadal melalui hiatus
sakrum dan kanal sakrum untuk membuat area tubuh
bagian bawah manjadi mati rasa. Dengan kata lain,
bius lokal dengan dosis rendah akan di suntikan ke
bagian bawah punggung untuk mematikan rasa
melalui kateter epidural.
4. Cara kerja obat bius
Nyeri mulai tidak terlalu terasa dalam waktu 15
menit sesudah suntikan. Efek obat bius akan terasa
terus hingga beberapa jam. Obat bius dapat di
tambahkan tiap beberapa jam melewati suntikan
/kateter epidural.
5. Kontraindikasi Anestesia Epidural
a. Perdarahan
b. Infeksi pada tempat suntikan
c. Kecurigaan akan kelainan sistem saraf
6. Keuntungan Penggunaan Anestesia epidural
a. Mampu mengatasi rasa sakit pada bagian besar
ibu
b. Tidak membuat kekacauan pikiran
c. Ibu cepat kembali mampu mengontrol persalinan
d. Epidural terkini tidak memberikan efek keras
kebas pada kaki dan tangan
e. Resiko infeksi kecil diarea suntikan
f. Kejadian hipotensi lebih minimal dibanding
dengan anestesi spinal

51
g. Tidak terjadi sindrom PPDPH (post Dural
Puncture Headache), atau nyeri kepala pasca
tindakan, kecuali bila terjadi kesalahan dural
puncture.
7. Kerugian Penggunaan Anestesi Epidural
a. Mati rasa hanya disebagian tubuh, sementara
sebagian perut ada yang tidak mengalami efek
pembiusan. Hal ini menyebabkan resiko nyeri
bisa datang kembali dengan cepat.
b. Tehnik yang digunakan lebih rumit dibandingkan
dengan spinal, memerlukan keterampilan dan
pengalaman ahli anestesi
c. Memerlukan waktu pemasangan yang lebih lama
dan onset yang lebih lama untuk mencapai efek
analgesik yang adekuat
d. Adanya kebutuhan akan infus intravena, i bu
harus di tempat tidur, kadang-kadang timbul
pusing, tugkai bawah lemas, kandung kemih sulit
dikosongkan, dan menggigil.
e. Komplekasi lain yang dapat terjadi berupa
hipotensi, stimulus sistem saraf pusat, demam dan
nyeri punggung.
f. Terjadinya peningktan insiden kelahiran operatif
(episotomi, forsep) apa bila ibu tidak mengedan
secara efektif.
b) Anestesi Spinal
1. Tentang anestesi spinal antara lain dijelaskan sbb:
a. Anestesi spinal sering juga disebut anestesi
subaraknoidAnestesi spinal merupakan suntikan
bius lokal, dipunggung ibu dengan jarum yang
sangat kecil.

52
b. Anestesi spinal merupakan anestesi lokal, yang di
suntikan memalui ruang antar lumbal ke-tiga, ke-
empat, ke-lima kedalam ruang subaraknoid,
tempat obat bercampur dengan cairan
serebrospinal (cairan susunan saraf tulang
belakang).
c. Anestesi spinal dapat menjadi pilihan bagi ibu
yang memiliki masalah penyakit pernafasan
berat, penyakit ginjal, hati, metabolik karena
metode ini dapat mengurangi stres pada proses
persalinan.
d. Blok spinal bagian bawah umumnya digunaka
pada proses kelahiran dengan forsep atau vakum.
2. Cara pemeberian obat bius
Obat disuntikan langsung ke dalam cairan susunan
saraf pusat tulang belakang melalui jarum suntik yang
ukuran lebih kecil dibandingkan suntikan epidural.
Obat bius dosis rendah dimasukkan, dan jarum di
keluarkan.
3. Posisi saat pemeberian obat bius
a. Suntikan spinal rendah (saddle) diberikan pada ibu
dengan posisi duduk, kedua tungkai disisi meja
bersalin, dan telapak kaki manjak bangku kecil.
Petugas kesehatan berdiri didapan ibu, dimana
dagu ibu diletakkan pada dada dan punggung di
bungkukkan. Sehinggah memudahkan jarum spinal
masuk dan membuat larutan obat bius yang berat
turun akibat gaya gravitasi.
b. Setelah obat bius di suntikan, posisi ibu tetap
dalam keadaan tegak selama 30 detik sampai 2
menit untuk menimbulan efek difusi kearah bawah.

53
c. Kemudian ibu berbaring pada posisi terlentang
d. Ibu tetap harus berbaring terlentang dengan kepala
sedkit lebih tinggi.
4. Cara kerja obat bius
Nyeri di area panggul segera berkurang begitu obat
di suntikan. Efeknya lebih cepat di banding epidural,
yaitu biasanya timbul dalam 1 – 2 menit setelah
injeksi. Obat bius dapat bertahan sampai 4 jam, tetapi
obatnya tidak bisa ditambah dosisnya.
5. Keuntungan penggunanan anestesi spinal:
a. Anestesi spinal dapat digunkan sepanjang
persalinan kala 2 atau pada saat mengejan untuk
mengatasi rasa sakit apabila ibu menggunakan
alat bantu forsep atau vakum. (anestesi spinal
jarang digunakan pada persalinan kala pertamma)
b. Sangat efektif, dimana pemberiannya mudah,
dilakukakn satu suntikan di punggung dan tidak
memerlukan pemasangan selang kateter di
kandung kemih.
c. Waktu pemberiannya singkat, onset yang cepat
dan tingkat keberhasilannya tinggi
d. Ibu tetap dalam keadaannya sadar, relaksasi otot
sangat baik, dan perdarah tidak berlebihan.
e. Ibu yang tetap sadar, dapat turut berpartisipasi
dalam proses kelahiran anaknya.
f. Tidak terjadi hipoksia janin apabila tekanan darah
ibu dipertahankan normal.
6. Kerugian penggunaan anestesi spinal:
a. Gerak ibu terbatas
b. Efeknya singkat, hanya sekitar 2 jam, dan suntikan
tidak boleh diberikan lebih dari satu kali

54
c. Adanya reaksi obat seperti alergi, hipotensi,
pusing, kejang, infeksi, (araknoiditis dan
miningitis) dan gangguan berkemih
d. Meningkatkan kebutuhan untuk kelahiran operatif
karena usah sukarela untuk mengeluarkan janin
lenyap.
7. Kontraindikasi anestesi spinal:
a. Hipotensi maternal refrakter
b. Koagulopati maternal
c. Bakteremia
d. Infeksi kulit pada tempat suntikan
e. Peningkatan tekanan intrakranial
c) Cobined Spinal–Epidural (ESC)
1. Tentang anestesi combined-spinal-epidural
(CSE)antara lain dapat dijelaskan sbb:
a. Anestesi combined –spinal-epidural (CSE) adalah
anestesi lokal yang merupaka kombinasi dari
anestesi spinal dan epidural
b. Metode ini semangkin populer dan
memungkinkan analgesia yang cepat dan efektif,
baik untk persalinan pervaginam maupun sectio
caesarea
2. Cara pemberian obat bius
a. Obat-obat epidural dan spinal disuntikkan
kecairan tulang belakang dan dialirkan keruang
antara lapisan yang mengelilingin tulang ekor dan
tulang punggung.
b. Cara lanilla: sebuah jarum di tempatkan pada
ruang epidural dan sebuah jarum lainnya lebih
kecil di tempatkan pada jarum subaraknoid, ini
disebut juga sebagai tehnik jarum melalui jarum.

55
3. Cara kerja obat bius
Obat-obat spinal langsung menghambat nyeri
selama 1-2 jam, sementara obat-obatan epidural
bekerja setelah 1 jam dan bisa meredahkan nyeri
hingga proses persalinan trakhir.
4. Keuntungan pengguna anestesi combined spinal-
epidural (CSE):
Ibu bisa tetap bangun dari tempat tidur dan berjalan
–jalan
5. Kerugian pengguna anestesi combined spinal_-
epidural (CSE):
Metode pereda nyeri ini tidak selalu ada di setiap
rumah sakit.
d) Intratchecal Labor Analgesia (IL A)
1. Tentang anestasi lokal intratchecal labor analgesi
(ILA) antara lain dapat di jelaskan sbb:
a. ILA merupakan tipe lain dari anestesi lokal
/regional.
b. Metode pengurangan rasa sakit dengan sistem
injeksi atau suntikan yang diberikan melalui
sumsum tulang belakang ibu.
c. Obat bius ini tidak berbahaya bagi janin karena
bekerja hanya pada satu saraf dan tidak masuk
pembulu darah.
d. Ibu akan tetap sadar, meskipun berada dibawah
pengaruh obat bius ILA.
2. Cara pemberia obat bius
Sebelum dilakukan IL A, ibu diberikan cairan infus
untuk mencegah penurunan tekanan darah pada saat
di berikan obat. Dilakukan penyutikan obat bius lokal

56
kedalam cairan serebrospinal dan ruang subarakhnoid
yang terdapat dalam kanalis vertebra.
3. Cara kerja obat bius
Efek ILA dapat langsung bekerja tidak lama
setelah penyutikan, dimana setelah obat bius
disuntikan, otot-otot ibu akan meras kesemutan,
kemudian lemas, Rasa sakit atau nyeri akan
berlangsung hilang. Kontraksi uterus juga dapat
melambat akibat suntikan ini, tetapi kelahiran dapat
berjalan dengan normal.
4. Posisi saat pemberian obat bius:
Pada saat aka dilakukan pemberian obat bius, ibu
diposisikan duduk atau berbaring miring kesamping di
atas meja oprasi yang datar. seegera setelah
penyuntikan obat bius, ibu di posisikan telentang datar
dengan kepala diganjal bantal.
5. Komplikasi yang dapat timbul pada penggunanaan
ILA, antara lain:
a. Komplikasi neurologis
b. Hipotensi
c. Gangguan irama jantung
d. PPDPH (Post Dural Headche/nyeri kepala pasca
tindakan)
e. Mual-mual
f. Retensi urine
6. Kontraindikasi ILA:
a. Penolakan dari pasien
b. Tekanan intrakranial meningkat
c. Curah jantung terbatas
d. Hipovolemia berat
e. Septikemia

57
f. Infeksi pada tempat suntikan
g. Gangguan pembekuan darah
h. Ibu mendrita penyakit jantung
i. Ibu dengan panggul sempit atau perna oprasi
caersar
7. Keuntungan penggunaan anestesi ILA:
a. Relatif lebih sederhana dalam pelaksanaannya,
efek yang lebih cepat, durasi, angka kegagalan
lebih rendah dan efek samping minimal
b. Karena rasa sakit dan nyeri tidak terlalu terasa,
umumnya persalinan dengan ILA dapat lebih
cepat
c. Resiko robekan di daerah vagina dapat di
kurangin
d. Janin tetap aman, karena obat bius yang diberikan
dalam dosis kecil hanya bekerja dengan susunan
saraf tulang belakang, tidak masuk sampai
kepembuluh darah janin.
e. Metode ILA tidak membuat ibu tidur selama
persalinan, sementara metode lain seringkali
membuat ibu tidur karena pengaruh obat bius.
8. Kerugian penggunaan anestesi ILA:
a. Kemungkinan kontraksi menjadi lambat, namun
umumnya hanya terjadi sebentar
b. Kejadian hipotensi lebih nyata
c. Nyeri kepala pasca tindakan

58
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1) Persalinan merupakan proses alamiah, yakni merupakan serangakaian
kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup culan atau hampir
cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari
tubuh ibu (Erawati AD, 2011).
2) ketakutan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kelancaran
persalinan, dan lahirlah gagasan dengan natural childbirth atau
Physiological Childbirth, yang kemudian diubah menjadi Childbirth
without fear.
3) Psikososial adalah hubungan interaksi sosial antara individu dan rasa
memiliki dalam satu kelompok (Rukiyah, 2006). Dengan adanya
interaksi sosial dalam satu kelompok hal ini dipengaruhi oleh adanya
dukungan sosial, motivasi, komunikasi, dan dengan adanya orang penting
yang bertindak sebagai orang yang di pertimbangkan, serta kemampuan
dari individu itu sendiri dalam menerima dan melakukan perilaku sesuai
dengan norma kesehatan yang ada (Rukiah, 2006).
4) Nyeri adalah sesuatu yang abstrak yang ditimbulkan oleh adanya
perasaan terluka pada diri seseorang misalnya adanya stimulus yang
merusak jaringan tubuh dan nyeri merupakan pola respon yang dilakukan
seseorang untuk melindungi organisme dari kerusakan.
5) Teori specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori
spesifik yang muncul karena adanya injuri dan informasi ini didapat
melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf
nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.

59
DAFTAR PUSTAKA

Asrinah, Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Yogyakarta: Graha Ilmu;


2010.

Astuti, M. Buku Pintar Kehamilan. Jakarta: EGC ;2010.

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom,
KD. Fisiologi Kehamilan. In: Hartanto Huriawati et.al (eds.) Obstetri
Williams. 21st ed. Jakarta: EGC; 2006. p180-213.

Damayanti, E. 2012. Kehamilan Dan Persalinan Yang Sehat dan


Menyenangkan Diatas Usia 30 Tahun. Yogyakarta : Araska

Hidayat, A.M. Catatan Kuliah Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Mitra


Cendika Press ; 2009.

Mandriwati, G.A. Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil.Jakarta :


EGC; 2011.

Prawirohardjo, S. Fisiologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru


Lahir. In: Saifuddin AB, Wiknjosastro GH (eds.) Ilmu Kebidanan. 4th ed.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. p174-187.

Rockenbach MI, Marinho SA, Veeck EB, Lindemann L, Shinkai RS. Salivary
Flow Rate, pH, and Concentrations of Calcium, phosphate, and sIgA in
Brazilian Pregnant and Non-pregnant Women. Head and Face Medicine.
2006;2(44).

Sultana RR, Zafarullah SN, Kirubamani NH. Salivary Signature of Normal


Pregnant Women in Each Trimester as Analyzed by FTIR Spectroscopy.
Indian Journal of Science and Technology. 2011;4(5): 481-486.

60

Anda mungkin juga menyukai