*Kadang, kita harus menjadi jahat untuk mengalahkan kejahatan yang lebih besar.
Malam itu Lizzie pulang sedikit terlambat. Ia harus menyelesaikan beberapa tugas praktikum yang
belum ia rampungkan. Sebuah karya ilmiah yang akan ia kirim ke ajang olimpiade Sains dan Tekhnologi
Februari medatang. Malam itu begitu sunyi, lembab, dan berkabut. Tanpa ia sadari, seseorang dengan mata
ungu aneh memandanginya dari luar laboratorium. Mata itu tak henti mengeluarkan darah yang berwarna
ungu pula. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Lizzie bergegas keluar lab.
“Aneh, dingin sekali malam ini. Hmm.. apa tadi hujan?. Kabutnya tebal sekali” gumam Lizzie saat ia
berjalan melalui koridor kampus yang hanya diterangi lampu berkekuatan 5 watt. Jam menunjukkan pukul
11 malam. Lizzie terlambat satu jam dari waktu maksimal yang telah ditentukan dalam batas peminjaman
kunci laboratorium. Dalam langkahnya, mata Lizzie menangkap benda aneh yang nyaris saja terinjak
kakinya. Sebuah cairan aneh berwarna ungu.
“Oh hai. Ngagetin aja lu. Iya nih masih ada urusan”
“Iya-iya..”
Sebastian Nicholas. Cowok seni rupa yang ruang kelasnya bersebelahan dengan lab kimia. Teman
SMA Lizzie. Cowok dengan poni panjang yang menjuntai sampai ke dagu. Bertubuh proporsional -tinggi
badan 180cm, berat 67kg- dan sayang sama LIzzie