Anda di halaman 1dari 16

PERDARAHAN HAMIL MUDA DAN LANJUT

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kegawatdaruratan


Maternal dan Neonatal
Dosen Pengampu: Desi Hidayanti, S.ST., MPH.

Disusun oleh :
Kelompok 3
Clarissa Putri Shalsabilla P17324118022
Gita Mustika Fitri P17324118040
Katrina Sifa Nurahmah P17324118042
Lidya Rizky Ramdhanisa P17324118049
Maria Violensa Florentika Putri P17324118056
Salsabila Nur Syahbani P17324118003

Tingkat II-A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG


PRODI DIII JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas nikmat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai “Atonia Uteri” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Dalam
penulisan makalah ini tentunya ada pihak-pihak yang turut serta mendukung
kelancarannya, maka dari itu penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Allah SWT. yang senantiasa memberi kemudahan bagi penulis dalam setiap
langkah kehidupan, serta Nabi Muhammad SAW. sebagai uswatun hasanah
yang memberikan contoh dan motivator penulis dalam menyusun makalah
ini.
2. Orang tua kami tercinta yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan
dukungan baik moril maupun materil.
3. Ibu Yulinda, S.ST., M.PH selaku ketua jurusan Kebidanan Bandung
Poltekkes Kemenkes Bandung.
4. Ibu Desi Hidayanti, S.ST., MPH. selaku dosen pengampu mata kuliah
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal yang senantiasa meluangkan waktu
untuk memberikan arahan, dorongan, dan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini.
5. Rekan-rekan kelompok satu yang senantiasa mampu bekerja dalam tim untuk
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk hasil penyusunan makalah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi para pembaca.

Bandung, Maret 2020

2
Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................4
B. Tujuan...........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................6
A. Pengertian......................................................................................................6
B. Etiologi..........................................................................................................7
C. Gambaran Klinis...........................................................................................7
D. Manifestasi Klinis........................................................................................9
E. Pencegahan Atonia Uteri..............................................................................9
F. Manajemen Atonia Uteri..............................................................................11
BAB IV PENUTUP..............................................................................................15
A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah
persalinan atau kelahiran terjadi di negara–negara berkembang. Rasio
kematian ibu di negara berkembang merupakan yang tertinggi, dengan 450
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan rasio
kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara berkembang
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap
tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai
meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam
setelah melahirkan. Di Inggris pada tahun 2000, separuh kematian ibu hamil
akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum (Nizam, 2010).
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum
dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
Atonia uteri dapat disebabkan oleh overdistention uterus seperti:
gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi. Umur yang terlalu
muda atau terlalu tua. Multipara dengan jarak keahiran pendek.Partus lama /
partus terlantar.Malnutrisi, Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha
melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.

4
B.  Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang perdarahan post partum
akibat atonia uteri, baik dari pengertian, penyebab, gejala klinis, pencegahan
dan penanganannya.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Atonia Uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah
lahir) (Depkes Jakarta, 2002).
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawiroharjo,
2011).

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium


uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab
perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera
setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat
menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok
hipovolemik (Ai Yeyeh, Lia, 2010).

6
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Apri, 2009).
Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan
pasca persalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik
setelah persalinan.

B. Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara
lain: overdistention uterus seperti gemeli, makrosomia, polihidramnion,
atau paritas tinggi, umur terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan
jarak kelahiran pendek, partus lama atau partus terlantar, malnutrisi, dapat
juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta,
sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus (Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Grandemultipara: uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil
ganda, anak besar berat badan lebih dari 4000 gr, kelainan uterus (miom
uteri, bekas operasi), plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan
antepartum), partus lama, partus presipitatus, hipertensi dalam kehamilan,
infeksi uterus, anemia berat, penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam
persalinan (induksi partus), riwayat perdarahan pasca persalinan

7
sebelumnya atau riwayatmanual plasenta, pimpinan kala III yang salah,
dengan memijit-mijit dan mendorong uterus sebelum plasenta terlepas,
IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban, tindakan
operatif dengan anastesi umum terlalu dalam (Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Pasien yang mengalami atonia uteri bisa mengalami syok. Terdapat
tanda-tanda syok meliputi nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau
lebih),  tekanan darah sangat rendah: tekanan sistolik < 90 mmHg,   pucat,
keriangat/ kulit terasa dingin dan lembab, pernafasan cepat frekuensi30
kali/ menit atau lebih,   gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran, urine
yang sedikit ( < 30 cc/ jam).

C. Gambaran Klinis
Gambaran klinisnya berupa perdarahan terus-menerus dan
keadaan pasien secara berangsur-angsur menjadi semakin jelek. Denyut
nadi menjadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, pasien berubah
pucat dan dingin, dan napasnya menjadi sesak, terengah-engah,
berkeringat dan akhirnya coma serta meninggal dunia. Situasi yang
berbahaya adalah kalau denyut nadi dan tekanan darah hanya
memperlihatkan sedikit perubahan untuk beberapa saat karena adanya
mekanisme kompensasi vaskuler. Kemudian fungsi kompensasi ini tidak
bisa dipertahankan lagi, denyut nadi meningkat dengan cepat, tekanan
darah tiba-tiba turun, dan pasien dalam keadaan shock. Uterus dapat terisi
darah dalam jumlah yang cukup banyak sekalipun dari luar hanya terlihat
sedikit. Bahaya perdarahan post partum ada dua, pertama : anemia yang
berakibat perdarahan tersebut memperlemah keadaan pasien, menurunkan
daya tahannya dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infekol nifas.
Kedua: Jika kehilangan darah ini tidak dihentikan, akibat akhir tentu saja
kematian. Tanda dan gejala atonia uteri di antaranya:
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa
sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan

8
disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti
pembeku darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik    
4. Terdapat tanda-tanda syok, yaitu:
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. pucat
d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit (< 30 cc/ jam)                       

D. Manifestasi Klinis
Menurut Ai Yeyeh dan Lia (2010), tanda gejala yang khas pada
atonia uteri jika kita menemukan: uterus tidak berkontraksi dan lembek,
perdarahan segera setelah anak lahir.

E. Pencegahan Atonia Uteri


Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
- Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita
yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan
pasca persalinan akibat atonia uteri.
- Pemberian misoprostol perora 2-3 tablet (400 – 600 µg) segera setelah
bayi lahir (Prawiroharjo, 2011).
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan post partum lebih dari 40 %, dan juga dapat mengurangi
kebetulan obat tersebut sebagai terapi. Memejemen aktif kala III dapat

9
mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
tranfusi darah (Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu
onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti ergometrin. Pembrian oksitosin paling bermanfaat
untuk mencegah atonia uteri. Pada menejemen kala III harus dilakukan
pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10
unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-500 cc/jam
(Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti
sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan postpartum
dini. Karbetosin merupakan obat obat long-action dan onset kerjanya
cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10
menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian oksitosin
bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin (Ai Yeyeh, Lia,
2010).
- Pemberian ASI awal
Bayi sangat siap segera setelah kelahiran. Hal ini sangat tepat
untuk memulai memberikan ASI. Menyusui juga membantu uterus
berkontraksi. Pemberian ASI awal dengan cara Inisiasi Menyusu Dini.
Langkah Inisiasi menyusu Dini (IMD)
1. Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya segera
lahir selama sedikit satu jam. Dianjurkan agae tetap melakukan
kontak kulit ibu-bayi selama 1 jam pertama kelahirannya
w/alaupun bayi telah berhasil menghisap putting susu ibu dalam
waktu kurang dari 1 jam.
2. Bayi harus menggunakan naluri alamiyahnya untuk melakukan
Inisiasi Menyusu Dini dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk
menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan.

10
3. Menunda semua prosedur lainnya harus dilakukan kepada bayi
baru lahir hingga menyusu selesai dilakukan, proseedur tersebut
seperti : menimbang, pemberian antibiotika salep mata, vitamin
K1 dan lain-lain.
 Prinsip menyusu/pemberian ASI adalah dimulai sendini mungkin
dan secara ekslusif (Asuhan Persalinan Normal, 2008).

F. Manajemen Atonia Uteri


Menurut Ai Yeyeh dan Lia (2010), menejemen atonia uteri
meliputi:
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan
awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, monitoring
saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu
dilakukan untuk persiapan tranfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus
yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera
lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan
evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum/vagina dan serviks mengalami laserasi dan
jahit atau rujuk segera.
3. Jika uterus tidak berkontraksi
Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan
lubang servik, pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan
kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. Jika uterus
berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-
lahan dan pantau kala IV dengan ketat. Jika uterus tidak berkontraksi
maka anjurkan keluarga untuk memulai melakukan kompresi bimanual
eksterna, keluarkan tangan perlahan-lahan, berikan ergometrin 0,2 mg

11
LM (jangan diberikan jika hipertensi), pasang infus menggunakan
jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 oksitosin.
Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin, ulangi KBI jika uterus
berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala IV. Jika uterus
tidak berkontraksi maka rujuk segera.
4. Pemberian uterotonika
Oksitosin merrupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis.obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan
timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan
kontraksi dan meningkatkan frekuensi tetapi pada dosis tinggi
menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV,
untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus ringer laktat 20 IU perliter,
jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal
9IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan
yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan
jarang ditemukan.
5. Operatif (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen
bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang
besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina,
masuk ke miometrium ke luar bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina
dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu
penting untuk menyertakan 2-3 cm miometriom. Jahitan kedua dapat
dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan
pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi
kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bawah, 3-4 cm dibawah
ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar
cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri

12
uterina menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
6. Histerektomi (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering
dilakukan jika terjadi perdarahan post partum masif yang membutuhkan
tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan
lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
7. Kompresi bimanual (boleh dilakukan oleh bidan yang sudah
berpengalaman)
Menurut Ai Yeyeh, Lia (2010) kompresi uterus bimanual dapat
ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat
baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna. Bila uterus refrakter oksitosin, dan
perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka
histerektomi merupakan tindakan terakhir.
Peralatan yang digunakan meliputi sarung tangan steril dan
keadaan sangat gawat lakukan dengan tangan telanjang dengan tangan
yang telah dicuci. Tekniknya yaitu basuh genetalia eksterna dengan
lakukan desinfektan dalam kedaruratan tidak diperlukan. Eksplorasi
dengan tangan kiri sisipkan tinju dalam vornik anterior vagina, tangan
kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap dari belakang atas, tamgan dalam menekan uterus keatas
terhadap tangan luar, itu tidak hanya menekan uterus tetapi juga
meregangkan pembuluh aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Alasan dilakukan KBI adalah atonia uteri seringkali bisa diatasi
dengan KBI. Jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan
tindakan-tindakan lain seperti :
a. Berikan 0,2 ergometrin secara IM atau misoprostrol 600-1000 mcg
dan jangan berikan ergometrin pada ibu dengan hipertensi karena
ergometrin bisa menaikkan tekanan darah.

13
b. Gunakan jarum dengan ukuran besar (16 atau 18). Pasang infus dan
berikan 500 cc larutan RL yang mengandung 20 IU oksitosin.
c. Pakai sarung tangan steril atau DTT dan ulangi KBI.
d. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit seger rujuk ibu
karena ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu memebutuhkan tindakan
gawat darurat difasilitas kesehatan rujukan mampu melakukan
operasi dan transfusi darah.
e. Teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu tiba di tempat
rujukan.
f. Infus 500 ml perjam pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit dan
berikan tambahan 500 ml per jam hingga tiba ditempat rujukan atau
hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian
lanjutkan dalam jumlah 125 cc / jam.
g. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan cairan 500 ml (botol ke 2)
cairan infus dengan tetesan sedang dan ditambah dengan cairan
secara oral untuk rehidarasi.
Berikut merupakan cara kompresi bimanual eksterna (hanya boleh
dilakukan oleh bidan yang sudah berpengalaman) menurut Ai Yeyeh dan
Lia (2010) seperti :
a. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan
korpus uteri dan diatas simpisis pubis.
b. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang
korpus uteri. Usahakan untuk mencakup atau memegang bagian
uterus seluas mungkin.
c. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan
depan dan belakang agar pembuluh darah dalam anyaman
miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit
pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi.

14
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim
yangmenyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Atonia uteri
banyak disebabkan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, kelelahan
saat persalinan, grande-multipara, anak terlalu besar, dan ada riwayat
atona uteri pada persalinan yang sebelumnya.
Atonia uteri dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif
kala III pada semua ibu yang bersalin. Sedangkan manajemen atonia uteri
dilakukan dengan masase dan kompresi bimanual yang akan menstimulasi
kontraksi uterus dan menghentikan perdarahan.

B. Saran
Mahasiswa sebagai calon tenaga kesehatan mampu menguasai baik
secara teori maupun skill untuk dapat diterapkan kepada masyarakat secara
menyeluruh.

15
DAFTAR PUSTAKA

Benson Ralph C, Pernoll Martin L, 2009, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi,
EGC, Jakarta
Cunningham, F. G. 2006. Wiliam Obstetrics 21th edition. Jakarta : EGC.
Manuaba .I.G.B, dkk, 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, EGC, Jakarta
Marmi, dkk, 2014, Asuhan Kebidanan Patologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Prawiroharjo, 2011, Ilmu Kandungan, Bina Pustaka, Jakarta
Rukiyah Ai Yeyeh, Yulianti Lia, 2010, Asuhan Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan), Trans Info Media, Jakarta
Nijam. 2010. Pengaruh Atonia Uteri Pada Ibu Perdarahan
Postpartum. http://depkominfo.go.id.

16

Anda mungkin juga menyukai