Anda di halaman 1dari 20

Dosen Pengampu: Islamiah, S.Kep.,Ns.M.Kep.,Sp.

Anak

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN BAWAAN PADA


SISTEM DIGESTIV

“ATRESIA ANI PADA ANAK”

Disusun Oleh:

KELOMPOK I

ADILAH NISSYAH SAFFINULFAH (P202102003) ANGGI INTAN (P202102006)

MUH. BAYU YUSRIL ALHASAN (P201901038) NUR AISYAH (P201901025)

ORPA PUSPITASARI (P202102009) ANA PERTIWI (P201901032)

MUHAMMAD ILHAM IDRIS (P201901024) YAMIN (P201901014)

ARISTA GUSTIATI PUTRI (P201901029) ANJELI. S (P201901011)

ANDRIANI CAHYA SAPUTRI (P201901026)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2021
DAFTAR ISI

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan masalah...............................................................................................2
C. Tujuan penulisan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian...........................................................................................................3
B. Etiologi...............................................................................................................3
C. Manifestasi klinis................................................................................................4
E. Diagnosis/Pemeriksaan.......................................................................................4
F. Penatalaksanaan Medis.......................................................................................5
G. Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................................5
H. Konsep Tumbuh Kembang Yang Sesuai............................................................9
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan.......................................................................................................14
B. Saran.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

i
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh

Puji syukur kehadirat allah SWT. Yang telah memberikan kesehatan serta
kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat
waktu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan


dan jauh dari kata sempurna baik dari mater maupun teknik penyusunan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca guna menambah
wawasasan tentang konsep medis dan konsep asuhan keperawatan pada penyakit
atresia ani pada anak.

Kendari, 26 Oktober 2021

Penyusun

ii
BAB I

1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Beberapa
kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani,
namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni down
syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya
fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,
hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson
dkk, 1990).

Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani.
Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap tahunnya
ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki: perempuan
adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika
adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian  1,5 dalam 10.000 kelahiran dan
Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran (Holschneider dan Ure, 2005; Kartono,1993).
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada
penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).

2
Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran
kemih yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah),
komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis), masalah atau k elambatan yang berhubungan
dengan toilet training, inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi), prolaps
mukosa anorektal dan fistula (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi).
Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas kesehatan baik berupa
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan pendidikan
kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai program dan memotivasi klien agar
cepat pulih sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.

B. Rumusan masalah.

1. Apa pengertian dari atresia ani ?


2. Apa etiologi dari atresia ani ?
3. Apa manifestasi klinis dari atresia ani ?
4. Apa saja diagnosis/pemeriksaan dari atresia ani ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari atresia ani ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit Atresia ani ?
7. Apa konsep tumbuh kembang yang sesuai?

C. Tujuan penulisan.

1. Mengetahui pengertian dari atresia ani.


2. Mengetahui etiologi dari atresia ani.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari atresia ani.
4. Mengetahui diagnosis/pemeriksaan dari atresia ani.
5. Mengetahui penatalaksanaan dari atresia ani.
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien penyakit atresia ani.
7. Mengetahui konsep tumbuh kembang yang sesuai.

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi

Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang


atau saluran anus (Wong, D. L, 2003). Atresia ani adalah kelainan kongenital
yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya
(Betz, C. L and Sowden, L. A, 2002). Atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal
(Suriadi & Yuliani, R, 2001).

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa atresia ani adalah suatu
kelainan bawaan dimana tidak terdapatnya lubang atau saluran anus.

B. Etiologi

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi,
dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu


atau 3 bulan.

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah


usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

4. Berkaitan dengan sindrom down.

5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

4
C. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal, adanya
membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi & Yuliani, R, 2001).
Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar
sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen,
pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol. Bayi muntah-muntah
pada usia 24-48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis
atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu
atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

D. Diagnosis/Pemeriksaan

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai


berikut :

1. Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis

5
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius
E. Penatalaksanaan Medis

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya.
Untuk kelainan dilakukan kolostomi setelah beberapa hari kelahiran lahir,
kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan
perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini
dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis
untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status
nutrisnya. Jenis tindakan pembedahan yang dapat dilakukan adalah:

1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan).


2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen).

F. Konsep Asuhan keperawatan

1. Pengkajian
a. Biodata klien.
b. Riwayat keperawatan.
1) Riwayat keperawatan/ kesehatan sekarang.
2) Riwayat kesehatan masa lalu.
3) Riwayat psikologis.
c. Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
d. Riwayat tumbuh kembang anak.
1) BB lahir abnormal.
2) Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
3) Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.

6
4) Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
e. Riwayat sosial.
f. Pemeriksaan fisik.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah
anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus
obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh
jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. (Doengoes
Merillyn, E. 2010)
2. Analisa Data
DATA OBYEKTIF (DO) FAKTOR YANG MASALAH
DATA SUBYEKTIF (DS)
BERHUBUNGAN/RISIK KEPERAWATAN
O (E) (SDKI)
DS : : Keluarga mengatakan Aganglion Konstipasi
perut kembung dan membuncit,
tidak bisa buang air besar.

DO :
- Distensi abdomen
- Perut membuncit
- Tidak bisa buang
air besar

DS : Keluarga mengatakan Resiko infeksi


meconium keluar dari vagina atau
meconium terdapat dalam urin

7
DO :
- Pasien terlihat lemas
- Meconium keluar dari
vagina
- Pasien muntah

3. Diagnosa keperawatan
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion ditandai dengan keluarga
mengatakan perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
distensi abdomen, perut membuncit,tidak bisa buang air besar
2) Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan peristaltic ditandai
dengan keluarga mengatakan meconium keluar dari vagina atau
meconium terdapat dalam urin, pasien terlihat lemas, meconium keluar
dari vagina, pasien muntah
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran Intervensi
1. Setelah dilakukan
Konstipasi Manajemen Konstipasi
berhubungan intervensi selama
Observasi
dengan 3x24 jam maka
aganglion • Periksa
Eliminasi Fekal pergerakan usus
ditandai dengan
keluarga membaik dengan • Monitor tanda
mengatakan dan gejala
kriteria hasil: rupture dan/atau
perut kembung
 Keluhan peritonitis
dan membuncit,
tidak bisa buang defekasi Terapeutik
air besar, menurun • Lakukan diet
distensi tinggi serat
abdomen, perut  Distensi
• Lakukan masase
membuncit,tidak abdomen abdomen
bisa buang air cukup Edukasi
besar
menurun • Anjarukan
peningkatan
 Frekuensi
asupan cairan
feses sedang

8
 Peristaltic usus Kolaborasi
cukup • Kolaborasi
membaik dengan tim
medis masalah
konstipasi

Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


Resiko infeksi
berhubungan intervensi selama
Observasi
dengan 3x24 jam maka • Monitor tanda
gangguan
Tingkat Infeksi dan gejala
peristaltic
infeksi local dan
ditandai dengan menurun dengan
sistemik
keluarga kriteria hasil:
mengatakan Terapeutik
meconium  Nafsu makan
• Berikan
keluar dari cukup perawatan kulit
vagina atau meningkat • Cuci tangan
meconium sebelum dan
terdapat dalam  Demam cukup
sesudah kontrak
urin, pasien menurun dengan pasien
terlihat lemas, dan lingkungan
 Kemerahan
meconium Edukasi
keluar dari cukup
vagina, pasien menurun • Jelaskan tanda
muntah dan gejala
infeksi
• Ajarkan
mencuci tangan
dengan benar
• Ajarkan cara
memeriksan
kondisi atau

9
luka operasi 
Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
• Kolaborasi
pemberian
imunsasu jika
perlu

G. Konsep Tumbuh Kembang yang Sesuai


a. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Todler (1-3 tahun)
Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel di
seluruh tubuh yang secara kuantitatif dapat di ukur, sedangkan
perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh
yang dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar (Whalley & Wong,
2000). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur atau
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel,
jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI,
2002). Dengan demikian, aspek perkembangan ini bersifat kualitatif,
yaitu kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh. Hal ini
diawali dengan berfungsinya jantung untuk memompa darah, kemampuan
untuk bernafas, sampai kemampuan anak untuk tengkurap, duduk,
berjalan, bicara, memungut benda–benda disekelilingnya, serta
kematangan emosi dan sosial anak. Tahap perkembangan awal akan

10
menentukan tahap perkembangan selanjutnya. Pada dasarnya, manusia
dalam kehidupannya mengalami berbagai tahapan tumbuh kembang dan
setiap tahap mempunyai ciri tertentu.
Pertumbuhan melambat selama masa todler. Rata-rata pertambahan
berat badan adalah 1,8 sampai 2,7 kg/tahun. Berat rata-rata pada usia 2
tahun adalah 12 kg. Berat badan menjadi empat kali berat badan lahir
pada usia 2½ tahun. Kecepatan pertambahan tinggi badan juga melambat.
Penambahan tinggi yang biasa adalah bertambah 7,5 cm/tahun dan
terutama terjadi dalam perpanjangan tungkai dan bukan batang tubuh.
Tinggi badan rata-rata anak usia 2 tahun adalah 86,6 cm. Secara umum,
tinggi badan orang dewasa sekitar dua kali tinggi badannya sewaktu
berusia 2 tahun.
Kecepatan pertambahan lingkar kepala melambat pada akhir masa
bayi, dan lingkar kepala biasanya sama dengan lingkar dada pada usia 1-2
tahun. Total pertambahan lingkar kepala umumnya selama tahun kedua
adalah 2,5 cm. Kemudian kecepatan pertambahan melambat sampai usia
5 tahun, pertambahan tinggi badan menjadi kurang dari 1,25 cm/tahun.
Fontanale anterior menutup antara usia 12 sampai 18 bulan.
Keterampilan motorik kasar mayor selama masa todler adalah
perkembangan lokomosi. Pada usia 12 sampai 13 bulan todler sudah
dapat berjalan sendiri dengan jarak kedua kaki melebar untuk
keseimbangan ekstra dan pada 18 bulan mereka berusaha lari tetapi
mudah terjatuh. Antara usia 2 dan 3 tahun, posisi tegak dengan dua kaki
menunjukan peningkatan koordinasi dan keseimbangan. Pada usia 2
tahun todler dapat berjalan menaiki dan menuruni tangga, dan pada usia
2½ tahun mereka dapat melompat, menggunakan kedua kaki, berdiri pada
satu kaki selama satu atau dua detik, dan melakukan beberapa langkah
dengan berjinjit. Pada akhir tahun kedua mereka dapat berdiri dengan
satu kaki, berjalan jinjit, dan menaiki tangga dengan berganti-ganti kaki.

11
Perkembangan motorik halus diperlihatkan dengan meningkatnya
keterampilan deksteritas manual. Misalnya, pada usia 12 bulan todler
mampu menggenggam sebuah benda yang sangat kecil tetapi tidak
mampu melepaskan sesuai keinginannya. Pada 15 bulan mereka dapat
menjatuhkan kelereng ke dalam botol berleher sempit. Menangkap atau
melempar benda dan menangkapnya kembali menjadi aktivitas yang
hampir obsesif pada usia sekitar 15 bulan. Pada usia 18 bulan todler
dapat melempar bola dari tangan tanpa kehilangan keseimbangan.
Todler dihadapkan pada penguasaan beberapa tugas penting. Apabila
kebutuhan untuk membentuk dasar kepercayaan telah terpuaskan, mereka
siap meninggalkan ketergantungannya menjadi memiliki kontrol, mandiri,
dan otonomi. Tugas mayor periode todler adalah diferensiasi diri dari
orang lain, terutama ibu. Proses diferensiasi terdiri atas dua fase:
perpisahan, kemunculan anak dari kesatuan simbiosis dengan ibunya, dan
individualisasi, pencapaian tersebut menandai asumsi anak mengenai
karakteristik individual mereka di dalam lingkungan. Meskipun proses
ini dimulai selama paruh waktu masa bayi, pencapaian terbesar terjadi
selama masa todler.
Karakteristik perkembangan bahasa yang paling mengejutkan selama
masa kanak-kanak awal adalah meningkatnya tingkat pemahaman.
Meskipun jumlah kata yang dikuasai sekitar 4 pada usia 1 tahun menjadi
300 pada usia 2 tahun-perlu dicatat, kemampuan untuk memahami dan
mengerti percakapan jauh lebih besar dibandingkan jumlah kata yang
dapat diucapkan anak. Ini terjadi terutama pada keluarga yang
menggunakan dua bahasa, yang perbendaharaan katanya bisa terlambat
dikuasai tetapi kedua bahasa dapat dipahami dengan tepat (Chiocca, 1998
dikutip dari Wong, D. L, et.al, 2009).

12
b. Konsep Hospitalisasi Anak Usia Todler (1-3 Tahun)
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah
(Supartini, 2004). Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian
ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan
stress. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas,
marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000 dikutip dari Supartini,
2004). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang
baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak
nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan sesuatu
yang dirasakan menyakitkan.
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress
pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin
meningkat (Supartini, 2004). Anak adalah bagian dari kehidupan orang
tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu
kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress (Brewis, 1995
dikutip dari Supartini, 2004). Dengan demikian, asuhan keperawatan
tidak bisa hanya berfokus pada anak, tetapi juga pada orang tuanya.
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stressnya. Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan.
Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap protes,
putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau
menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa,
perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif,
kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih dan apatis.
Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar

13
mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan
anak mulai terlihat menyukai lingkungannya.
Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan
kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi
tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur
pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Terhadap perlukaan yang
dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasif,
seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan menangis, menggigit
bibirnya, dan memukul. Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan
lokasi rasa nyeri dan mengkomunikasikan rasa nyerinya.

14
BAB III

KESIMPULAN
A. Kesimpulan

Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang


atau saluran anus (Wong, D. L, 2003).

Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, C. L and Sowden, L. A, 2002).

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga


bayi lahir tanpa lubang dubur.

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu


atau 3 bulan.

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah


usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

4. Berkaitan dengan sindrom down.

5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

B. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu
mendiagnosis secara dini mengenai penyakit hernia pada anak, sehingga kita
mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap anak tersebut.

Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan


sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat,Agung . 2019. http//Askep Atresia Ani Pada Anak « Hidayat2's


Blog.com yang diakses pada tanggal 19 Mei 2012 pada pukul 09.45

Hidayat, A. Azis Alimul. (2016). Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa
Sjabana

Purwanto, Fitri (2011). Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan Bedah


Anak.Jakarta : Amarta Jakarta.

Wong, Donna L. 2013. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri

Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai