Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indosesia yang terhimpun dari bermacam –
macam suku dan budaya dalam berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke
yang memliki banyak perbedaan atas potensi Sumber Daya Alam dan Sumber
Daya Manusia yang timbul karena perbedaan letak geografis suatu daerah atau
latar belakang sejarah daerah tertentu, tentunya berbagai daerah tersebut  
membutuhkan penerapan kebijakan daerah yang berbeda pula. Dalam hal ini
bangsa Indonesia kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi Daerah yang
memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur
daerahnya sendiri yang sesuai dengan karakter Sumber Daya Alam dan Sumber
Daya Manusia di daerahnya sendiri.
Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan terhadap
pemerintah daerah tetap harus berpedoman pada  undang – undang yang berlaku
secara nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada  pertentangan
antara kebijakan hukum secara nasional dengan kebijakan hukum di daerah.
Adanya perbedaan diantaranya sangat dimungkinkan terjadi selama perbedaan
tersebut tidak bertentangan dengan undang – undang karena inti dari konsep
pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan daerah yakni,
memaksimalkan hasil yang akan dicapai dan sekaligus menghindari kerumitan
dan hal – hal yang dapat menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan
demikian, tuntutan masyarakat dapat terjawab secara nyata dengan penerapan
otonomi daerah yang luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan.
Ilmu ekonomi pembangunan mengacu pada masalah-masalah perkembangan
ekonomi di daerah-daerah otonomi. Dengan berlakunya undang-undang Nomor
22 tahun 1999 dan telah di ubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Otonomi Daerah, maka terjadi pula pergeseran dalam pembangunan
ekonomi yang tadinya bersifat sentralistis, mengarah pada desentralisasi, yaitu
dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya
termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya. 

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hakikat otonomi daerah?
2.      Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia?
3.      Bagaimana hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah?
4.      Bagaimana kesalahpahaman yang muncul terhadap otonomi daerah?
..... 5.      Bagaimana Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah?
..... 6.      Apa saja Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
..... 7.      Apa saja Strategi dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
C.      Tujuan
               Mengetahu :
1.       hakikat otonomi daerah
2.       sejarah otonomi daerah di Indonesia
3.       hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah
4.       kesalahpahan yang muncul terhadap otonomi daerah
5.       Bagaimana Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah?
..... 6.       Apa saja Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
..... 7.       Apa saja Strategi dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENINGKATAN OTONOMI DAERAH
1.      Hakikat otonomi daerah
Terdapat dua undang – undang yang menjadi pedoman dasar pelaksanaan
otonomi daerah yakni, Undang - Undang Nomor 22  tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti oleh Undang -
Undang Nomor 32  tahun 2004 dan Undang - Undang Nomor 25 tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian diganti
dengan Undang - Undang Nomor 33 tahun 2004. Otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Hakikat otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban suatu daerah
untuk membentuk dan menjalakan suatu pemerintahannya sendiri sesuai dengan
peraturan undang – undang yang berlaku, sebagaimana dijelaskan mengenai
kewenangan daerah, kewajiban kepala daerah dan hal – hal yang terkait  dalam
Undang – Undang yang telah ditetapkan.
2.   Sejarah otonomi daerah
Perjalanan bangsa Indonesia melalui berbagai sistem pemerintahan dan
dipimpin berbagai macam kepala pemerintahan serta munculnya masalah –
masalah baru dalam lingkungan pemerintah ataupun lingkungan masyarakat tentu
sangat membutuhkan tatanan hukum yang berbeda dari waktu ke waktu untuk
mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Keberadaan kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah bukan merupakan hal
yang final, statis dan tetap tetapi membutuhkan pembaruan – pembaruan untuk
mengatasi berbagai keadaan dan masalah baru yang muncul. Berikut ini adalah
sejarah perkembangan undang – undang yang menjadi pedoman mengenai
otonomi daerah :
1.              UU No. 1 tahun 1945 mengatur Pemerintah Daerah yang membagi tiga jenis
daerah otonom yakni, keresidenan, kabupaten, dan kota.
2.              UU No. 22 tahun 1948 mengatur susunan Pemerintah Daerah yang demokratis,
membagi dua jenis daerah otonom yakni, daerah otonom biasa dan otonomi
istimewa, dan tiga tingkatan daerah otonom yakni, provinsi, kab/ kota dan desa.
3.              UU No. 1 tahun 1957 mengatur tunggal yang berseragam untuk seluruh
Indonesia.
4.              UU No. 18 tahun 1965 mengatur otonomi yang menganut sistem otonomi yang
riil dan seluas luasnya.
5.              UU No.5 tahun 1974 mengatur pokok – pokok penyelenggaraan pemerintahan
yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah (prinsip yang dipakai : otonomi
yang nyata dan bertanggungjawab; merupakan pembaruan dari otoda yang seluas
– luasnya dapat menimbulkan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan
NKRI, dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi).
6.              UU No. 22 tahun 1999 mengatur tentang Pemerintahan Daerah (perubahan
mendasar pada format otoda dan substansi desentralisasi).
7.              UU No. 25 tahun 1999 mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
8.              UU No. 32 tahun 2004 mengatur Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU
No. 22 tahun 1999
9.              UU No. 33 tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah ( perubahan UU didasarkan pada berbagai UU yang
terkait di bidang politik dan keuangan negara antara lain: UU  No. 12 tahun 2003
tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 22 tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU No. 23 tahun 2003 tentang
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden; UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara; UU No. 1  tahun 2004 tantang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 tahun
2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Negara ).
Sedangkan perubahan yang mendasar dari pedoman Otonomi Daerah dari UU
No. 22 tahun 1999 digantikan oleh UU No. 32 tahun 2004 adalah sebagai berikut
1.      Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 22 tahun 1999
a.       Demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
b.      Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
c.       Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah
kota.
d.      Sesuai dengan konstitusi negara.
e.       Kemandirian daerah otonom.
f.       Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah.
g.      Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
h.      Asas tugas perbantuan.
2.      Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 32 tahun 2004
a.       Demokrasi, keadilan, pemerataan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi
dan keanekaragaman daerah.
b.      Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
b.      Otonomi luas : daerah yang memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah
untuk memberi pelayanan, peningkata peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c.       Otonomi nyata : penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan
tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk
tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
d.      Otonomi yang bertanggungjawab : dalam penyelenggaraan otonomi harus sejalan
dengan tujuan dan maksud pemberian otonom, yang pada dasarnya untuk
memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
e.       Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah
kota.
f.       Sesuai dengan konstitusi negara.
g.      Kemandirian daerah otonom.
h.      Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah.
i.        Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
j.        Asas tugas perbantuan.
3.      Otonomi daerah dan pembangunan daerah
Otonomi daerah adalah sebuah agenda nasional yang diharapkan dapat
mencegah terjadinya sentralisasi yang sebenarnya sudah menimpa bangsa
Indonesia selama periode orde baru.Sejak diberlakukannya Undang-undag tentang
pemerintahan daerah, yaitu UU no.22 tahun 1999 dan UU no.25 tahun 1999
diharapkan juga dapat membawa perubahan yang signifikan bagi daerah yang
juga nantinya akan membawa kesejahteraan bagi bangsa ini sendiri.
Kebijaksanaan otonomi daerah melalui UU no.22 tahun 1999 memberikan
otonomi yang angat luas kepada daerah, khususnya Kabupaten dan Kota. Hal itu
ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat di daerah;
memberikan peluang politik dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi di
Daerahpeningkatan efisiensi pelayanan public di Daerah, peningkatan
percepatan pembangunan Daerah, dan pada akhirnya diharapkan pula
penciptaan cara berpemerintahan yang baik.
Otonomi daerah diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan
perkembangan daerah selain juga menciptakan keseimbangan antar daerah hingga
terjadi perataan kesejahteraan dan tidak adanya daerah tertinggal ataupun
sentralisasi. Untuk menciptakan pembangunan daerah yang cepat dan meningkat
maka perlu adanya prasyarat terutama bagi penyelenggara daerah tersebut. Yang
diharapkan dari pemerintahan daerah tersebut adalah sejumlah berikut:
a.       Fasilitas. pemerintah daerah sebagai pelaksana daerah sebaiknya memenuhi
fasilitas kepada masyarakatnya terutama yang berkaitan dengan masalah
ekonomi,karena memang pada dasarnya pembangunan daerah dapat terjadi karena
bantuan ekonomi(keuangan).Jadi,jika pemerintah memudahkan fasilitas maka
pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang susah pencapaiannya.
b.      Pemerintah daerah harus kreatif. Kreatif yang dimaksud di sini adalah bagaiman
cara mengalokasikan dana yang bersumber dari Dana Alokasi Umum atau yang
berasal dari PAD. Selain itu dapat menciptakan keunggulan komparatif bagi
daerahnya, sehingga pemilik modal akan beramai-ramai menanamkam modal di
daerah tersebut. Kreatifitas ini juga berkaitan dengan kepiawaian pemerintah
membuat program-program menarik sehingga pemerintah pusat akan memberikan
Dana Alokasi Khusus, sehingga banyak dana yang di sedot dari Jakarta ke
Daerah.
c.       Pemerintah daerah menjamin kesinambungan usaha.
d.      Politik lokal yang stabil.
e.       Pemerintah harus komunikatif dgn LSM/NGO, terutama dalam bidang
perburuhan dan lingkungan hidup.
Namun sebenarnya yang penting bagi daerah adalah terciptnya
lapangan kerja, serta disertai kemampuan menghadapi laju inflasi dan
keseimbangan neraca perdagangan internasional. Penciptaan lapangan kerja akan
berpengaruh pada peningkatan daya beli dan kecenderungan untuk menabung,
dengan meningkatnya daya beli berarti penjualan atas barang dan jasa juga
meningkat, artinya pajak penjualan barang dan jasa juga meningkat sehingga
Pendapatan Daerah dan Negara juga meningkat. Semuanya akan di kembalikan
pada masyarakat dalam bentuk proyek atau bantuan atau sejumlah intensif yang
lain, sehingga lambat laun kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan disitulah
pembangunan daerah benar-benar dijalankan.
4.      Kesalahpahaman terhadap otonomi daerah
Pembaruan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 25
tahun 1974 yang telah dipraktekan selama 25 tahun di indonesia kemudian
berubah menjadi Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dan diperbarui kembali
menjadi Undang – Undang No. 32 tahun 2004 yang memberikan otonomi sangat
luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota tentunya menimbulkan
berbagai kesalahpahaman yang muncul di kalangan masyarakat karena
terbatasnya pemahaman umum tentang pemerintahan daerah, dalam bukunya
yang berjudul Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Drs. H. Syaukani, HR,
Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA menyatakan
berbagai kesalahpahaman mengenai otonomi daerah yang muncul dikalangan
masyarakat diantaranya adalah
1.      Otonomi daerah dikaitkan semata – mata dengan uang. Pemahaman
otonomi daerah harus mencukupi sendiri segala kebutuhanya, terutama di bidang
keuangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang memang merupakan sesuatu yang
mutlak, namun yuang bukan satu – satunya alat dalam menggerakkan roda
pemerintahan. Kata kunci dari otonomi adalah “kewenangan”. Dengan
kewenangan uang dapat dicari dan dengan itu pula pemerintah harus mampu
menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna dan berorientasi kepada
kepentingan masyarakat.
2.      Daerah belum siap dan belum mampu. Pembuatan kebijaksanaan otonomi
daerah menurut Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dianggap tergesa- gesa
karena daerah tidak / belum siap dan tidak / belum mampu. Munculnya
pandangan seperti ini sebagai akibat dari munculnya kesalahpahaman yang
pertama karena selama ini daerah sangat bergantung pada pusat dalam bidang
keuangan, apalagi melihat kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD
rata – rata di bawah 15% untuk kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
3.      Dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggungjawabnya
untuk membantu dan membina daerah. Kekhawatiran yang muncul dari daerah –
daerah dengan adanya otonomi adalah pemerintah pusat melepaskan sepenuhnya
terhadap daerah, terutama di bidang keuangan. Padahal dalam Undang – Undang
No. 22 tahun 1999 menganut falsafah yang sudah sangat umum dikenal di
berbagai negara, yaitu setiap pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat
kepada daerah harus disertai dengan dana yang jelas dan cukup, apakah dalam
bentuk Dana Alokasi Umum atau Dana Alokasi Khusus serta bantuan keuangan
yang lainya dari pemerintah pusat pada daerah.
4.      Dengan otonomi maka daerah dapat melakukan apa saja. Kesalahpahaman
adanya otonomi daerah berarti bebas melakukan apa saja tanpa terbatas. Padahal
otonomi yang diselenggarakan adalah dalam rangka memperkuat NKRI dan
pemerataan kesejahteraan di seluruh daerah, Daerah memang dapat melakukan
apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang –
undang yang berlaku secara nasional. Disamping itu kepentingan masyarakat
merupakan patokan yang paling utama dalam mengambil atau menentukan suatu
kebijaksanaan di daerah.
5.      Otonomi daerah akan menciptakan raja – raja kecil di daerah dan
memindahkan korupsi di daerah. Otonomi daerah dapat memindahkan KKN
dengan menciptakan raja – raja kecil di daerah dapat terjadi apabila dilakukan
tanpa kontrol sama sekali  dari masyarakat seperti yang telah dialami bangsa
Indonesia oleh pemerintahan Orde Baru ataupun Orde Lama. Sedangkan otonomi
daerah saat ini mendasarkan pada demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan
daerah, tidak ada lagi penguasa tunggal seperti pada masa lampau.
B.    PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
“Pembangunan
ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan”. Artinya,
ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu Negara
pada saat tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang
berlaku dari tahun ketahun, tetapi juga harus diukur dari perubahan lain yang
berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidika
n, perkembangan teknologi, penigkatan dalam kesehatan,
peningkatan dalam infrastuktur yang
tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat.
Oleh karena pembangunan ekonomi meliputi berbagai aspek perubahan dalam ke
giatan ekonomi, maka sampai dimana taraf pembangunan ekonomi yang
dicapai suatu Negara telah meningkat,
tidak mudah diukur secara kuantitatif. Berbagai jenis data
perlu dikemukakan untuk menunjukan prestasi pembangunan yang dicapai suatu
Negara.
Walaupun memahami kekurangan-kekurangan dari data pendapatan per kapita
(pendapatan rata-rata penduduk)
sebagai alat ukur mengukur tingkat kelajuan pembangunan ekonomi dan taraf ke
makmuran masyarakat, hingga saat ini data pendapatan per
kapita selalu digunakan untuk memberikan gambaran mengenai pembangunan ek
onomi.
      Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mancakup
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa
yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan teknologi,
serta pengembangan usaha-usaha baru.
Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi daerah adalah untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-
sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah dengan partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan sumber daya yang
ada harus mampu menghitung potensi sumber daya-sumber daya yang diperlukan
untuk merancang dan membangun ekonomi daerahnya.

B.    Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah


           a.      Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar
daerah. Pertumbuhan ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi
cenderung pesat, sedangkan daerah yang konsentrasi ekonominya rendah ada
kecenderungan tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonominya juga rendah.
Industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang secara potensial sangat
produktif, hal ini dapat dilihat dari sumbangan terhadap pembentukan PDB atau
PDBR. Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau tingkat
industrialisasi antar daerah adalah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya
ketimpangan ekonomi antar daerah. Kurang berkembangnya sektor industri di
luar Jawa merupakan salah satu penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi antara
Jawa dengan wilayah di luar Jawa. Pada daerah di luar Jawa, seperti sumatera,
kalimantan timur, papua, bisa menjadi wilayah-wilayah yang sangat potensial
untuk pengembangan sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dilihat dari dua hal
yaitu (1) Ketersediaan bahan baku, (2) Letak Geografis yang dekat dengan negara
tetangga yang bisa menjadi potensi pasar yang besar yang baru di samping pasar
domestik.
           b.      Kurang Meratanya Investasi
Harrod-Domar ada korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju
pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangny dengan kurangnya investasi di
suatu daerah membuat pertumbuhan dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat
di daerah tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak adanya kegiatan-kegiatan
ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.
Terhambatnya perkembangan investasi di daerah disebabkan banyak faktor,
diantaranya kebijakan dan birokrasi yang selama orde baru terpusat, keterbatasan
infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah-daerah luar jawa.
           c.       Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapitas
antar daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional.
Hal ini karena perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah membuat
terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar daerah, dengan asumsi
bahwa mekanisme pasar output dan  input bebas (tanpa distorsi yang direkayasa,
misalnya kebijakan pemerintah) memengaruhi mobilitas faktor produksi antar
daerah. Menurut A. Lewis, jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak
ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar
daerah akan tercapai dan semua daerah akan menjadi lebih baik (dalam
pengertian pareto optimal: semua daerah mengalami better off).
           d.      Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)
Pemikiran klasik yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah
yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan
dengan daerah yang miskin SDA. Hingga tingkat tertentu pendapat tersebut dapat
dibenarkan, dalam arti sumber daya manusia dilihat hanya sebagai modal awal
untuk pembangunan, dan selanjutnya harus dikembangkan terus-menerus. Dan
untuk itu diperlukan faktor-faktor lain, di antaranya adalah faktor teknologi dan
sumber daya manusia.
Dengan penguasaa teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
maka lambat laun factor endowment tidak relevan lagi. Hal ini dapat kita lihat
negara-negara maju seperti Jepang, Korea selatan, Taiwan, dan Singapura yang
sangat miskin SDA.
           e.       Perbedaan Demografis
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan
kondisi geografis antar daerah. Kondisi ini berpengaruh terhadap jumlah dan
pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan,
kedisiplinan, dan etos kerja. Faktor-fator ini mempengaruhi tingkat pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran.
Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi
pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan
ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan pendidikan
dan kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerrja yang tinggi merupakan aset
penting bagi produksi.
            f.       Kurang lancarnya Perdagangan antar Daerah
            Kurang lancarnya perdagangan antara daerah (intra-trade) juga
merupakan faktor yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional
Indonesia. Tidak lancarnya intra trade  disebabkan oleh keterbatasan transportasi
dan komunikasi. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah
mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari sisi
permintaan dan penawaran.
C.         Strategi yang harus dilakukan dalam pengembang ekonomi daerah
a.       Strategi Pengembangan Fisik  (Locality Or Physical Development Strategy)
b.      Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Bussines Development Strategi)
c.       Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources
Development            Strategy)
d.      Strategi Pengembangan Masyarakat (Community-Based Development Strategy)

BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa otonomi
daerah dibentuk sebagai jalan pintas pemerintah pusat  untuk melaksanakan
pengontrolan dan pelaksanaan pemerintahan secara langsung di daerah yang
sesuai dengan karakteristik masing – masing daerah dan kemudian semua
kebijakan atau hukum yang akan dibentuk di daerah tersebut adalah merupakan
bentuk aplikasi langsung terhadap sistem demokratisasi yang mengikutsertakan
rakyat melalui lembaga atau partai politik di daerah. Tujuan daripada pengadaan
kebijakan otonomi daerah adalah untuk pengembangan daerah dan masyarakat
daerah menuju kesejahteraa dengan cara dan jalannya masing – masing.
                  Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul Gaffar, 2003, Kompleksitas Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Syaukani, dkk,  2009, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka
 Pelajar.
Widjaja, HAW, 2004, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : PT Grafindo
Persada.
 PPT OTODA Bahan ceramah Direktorat Jendral Otonomi Daerah pada KRA XXXVII
Lemhannas 2004
Jhingan. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. 2012. Jakarta: RajaGrafindo
Mulyadi S. Ekonomi Sumber Daya Manusia. 2012. Jakarta: Rajawali Pers
Subandi. Ekonomi Pembangunan. 2012. Bandung: AlfaBeta
Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan. 2011. Jakarta: Kecana

Anda mungkin juga menyukai