Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“KEBIJAKAN MONETER”

OLEH :
KELOMPOK 5:

1. Bella Lorenza Simanjuntak (7182240002)


2. Ika Sartika Siregar (7182240012)
3. Ilham Fauzi Harahap (7182240003)

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan Rahmat-Nya, sehingga penulis beserta teman-teman kelompok 5 dapat
menyelesaikan makalah tentang “Kebijakan Moneter”.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan


oleh Dosen mata kuliah Kebijakan Moneter dan Kebanksentralan yaitu bapak Drs.
Johnson,M.Si dan Ibu Putri Sari Silaban, S.E.,M.Si.

Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita


semua, dalam hal menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang Kebijakan
moneter.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan kelompok yang


telah mendukung dan menjalin kerjasama yang baik sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.

Penulis menyadari makalah  ini terdapat banyak kekurangan, maka penulis


mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik. Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Medan, 30 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kebijakan Moneter............................................................................ 2
2.2Perlukah Kebijakan Moneter……………………………………………….....3
2.3 Perdebatan Tentang: Rules Vs Discretion....................................................... 5
2.4 Perdebatan: Moneterist Vs Keynesians........................................................... 7
2.5 Kerangka Kerja Kebijakan Moneter................................................................11
2.5.1 Inflation Targeting Framework (ITF)...................................................14
2.6 Koordinasi Kebijakan moneter dan fiscal……………………………………15
2.7 Operasi Kebijakan moneter Bank Indonesia……………………………...... 19

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan......................................................................................................20
Daftar Pustaka.......................................................................................................21

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan mengenai Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter (MTKM) masih
merupakan topik yang menarik dan menjadi perdebatan, baik di kalangan akademis maupun para
praktisi di bank sentral. Menariknya MTKM selalu dikaitkan dengan dua pertanyaan. Pertama,
apakah kebijakan moneter dapat mempengaruhi ekonomi riil di samping pengaruhnya terhadap
harga. Kedua, jika jawabannya ya, maka melalui mekanisme transmisi apa pengaruh kebijakan
moneter terhadap ekonomi riil tersebut terjadi (Bernanke dan Blinder : 1992) dan Taylor (1995).
Sejatinya penelitian MTKM memberikan penjelasan mengenai bagaimana perubahan (shock)
instrument kebijakan moneter dapat mempengaruhi variabel makroekonomi lainnya hingga
terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter. Seberapa besar pengaruhnya terhadap harga dan
kegiatan di sektor riil, semuanya sangat tergantung pada perilaku atau respons perbankan dan
dunia usaha lainnya terhadap shock instrumen kebijakan moneter yaitu Suku Bunga Sertifikat
Bank Indonesia (rSBI). Meskipun telah banyak dilakukan studi mengenai efektivitas MTKM,
baik secara parsial maupun terintegrasi, namun karena adanya faktor ketidakpastian dan
kecenderungan-kecenderungan baru yang dapat mempengaruhi MTKM, maka penelitian
lanjutan untuk masalah tersebut tetap relevan untuk dilakukan.
Efektivitas MTKM diukur dengan dua indikator yaitu (1). Berapa besar kecepatan atau
berapa tenggat waktu (time lag) dan (2). Berapa kekuatan variabel-variabel dalam merespons
adanya shock instrument kebijakan moneter (rSBI) dan variabel lainnya hingga terwujudnya
sasaran akhir kebijakan moneter. Kedua indikator tersebut diperoleh dari hasil Uji Impulse
Response Function (IRF) dan Uji Variance Decomposition (VD). Mengacu pada uraian-uraian
tersebut, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Empiris
Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga
Periode 1990:2-2007:1.
 
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Kebijakan Moneter ?
2. Tentang apa perdebatan antara Rules Vs Discreation ?

4
3. Apa perdebatan dari Moneterist Vs Keynesians ?
4. Bagaimana Kerangka Kerja Kebijakan Moneter ?
5. Bagaimana Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang kebijakan moneter
2. Untuk mengetahui tetentang perdebatan Rules Vs Keynesians
3. Untuk mengetahui perdebatan antara Moneteris Vs Keynesians
4. Untuk mengetahui bagaimana kerangka kerja kebijakan moneter
5. Untuk mengetahui Koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kebijakan Moneter

Secara umum kebijakan moneter adalah proses yang dilakukan oleh otoritas moneter
(bank sentral) suatu Negara dalam mengontrol atau mengendalikan jumlah uang beredar (JUB).
Melalui pendekatan kuantitas dan / atau pendekatan tingkat suku bunga yang bertujuan untuk
mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, sudah termasuk didalamnya stabilitas harga dan
tingkat pengangguran yang rendah.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran)
serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter
dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali
akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. 
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai
tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara
lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga,
giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank
untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

2.2 Perlukah Kebijakan Moneter


Kebijakan Moneter merupakan langkah ataupun strategi yang dilakukan oleh pemerintah
dalam bidang perekonomian khususnya tentang pengaturan suku bunga dan nilai dari mata uang

6
terhadap negara lain (pemerintah khususnya Bank Indonesia memiliki hak dan kewenangan
untuk mempertahankan nilai dari suku bunga mata uang yang dimilikinya guna menjaganya agar
bertahan dari krisis  laju inflasi. Termasuk juga pengaturan jumlah atau banyaknya uang yang
beredar di negara tersebut, lagi guna untuk mencegah laju inflasi. Apabila kebijakan ini benar
dijalankan sebagaimana idealnya kebijakan ini maka suatu negara akan berada di langkah aman
dalam mencapai kestabilan perekonomian.

Adapun cara pemerintah untuk melakukan kebijakan ini dalam hal pengaturan laju peredaran
uang di masyarakat yaitu menggunakan instrument kebijakan ekonomi diantaranya:
1. kebijakan Diskonto
2. pemberian Kredit
3. Moral suasion
4. Sario cadangan Minimum.

Kebijakan moneter berkaitan dengan kebijakan pemerintah dari sisi Bank Indonesia yang
mengkontrol jumlah uang yang beredar dan penetapan suku bunga, sedangkan kebijakan Fiskal
merupakan kebijakan yang erat kaitannya dengan pemerintah dalam bidang perpajakan dan dana 
pengeluaran pemerintah ataupun bisa juga dalam anggaran pengeluaran agregat.
kedua kebijakan di atas bisa diartikan sebagai langkah dan strategi pemerintah untuk
mewujudkan kestabilan perekonomian dalam negaranya, agar terciptanya kestabilan
perekonomian tentunya bukan hanya dengan dua kebijakakan di atas saja, pemerintah masih
perlu dan wajib untuk meninjau dari beberapa sektor yang lain (lapangan pekerjaan, kebijakan
investasi, kebijakan neraca pembayaran dll) agar terciptanya kestabilan ekonomi peran besar ada
ditangan pemerintah masyarakat sebagai support untuk penggerak kestabilan perekonomian
tersebut dan kestabilan tersebut bisa dicapai apabila ada sinergi dari pemerintah dan masyarakat.

2.3 Perdebatan Tentang: Rules Vs Discretion

Perdebatan tersebut bermula dari perbedaan cara pandang diantara aliran Klasik mengenai
penetuan inflasi (melalui teori Kuantitas Uang yaitu: MV=PT) dan aliran Keynesians mengenai
penetuan output melalui model IS=LM. Kedua aliran ini berbeda dalam hal harga atau inflasi.

7
Aliran Klasik: Menganggap bahwa perkembangan harga sangat fleksibel dan inflasi
terjadi hanya karena bertambahnya JUB: untuk alasan itu, maka kebijakan moneter harus
dilaksanakan secara ketat mengikuti aturan (rule) yang secara konsisten diikuti.
Aliran Keynesians: menganggap bahwa perkebangan harga sangat kaku dan inflasi terjadi
bukan karena bertambahnya jumlah uang yang melebihi jumlah barang, tapi lebih disebabkan
karena adanya ketidak seimbangan antara permintaan dan penawaran. Untuk alasan itu,
kebijakan moneter diarahkan untuk menjamin keseeimbangan antara sisi permintaan dan
penawaran, oleh karena itu kebijakan moneter harus dilakukan secara bijaksana (discreation)
sesuai dengan perkembangan yang ada.

2.4 Perdebatan: Moneterist Vs Keynesians


Perdebtan diantara aliran Moneterist dan aliran Keynesians sejatinya menyangkut
perdebatan tentang keberadaan variabel-variabel yang mendorong permintaan dan penawaran
agregat dalam perekonomian. Kelompok monetarist berpendapat bahwa permintaan agregat
semata-mata dipengaruhi oleh perkembangan JUB dan pengaruhnya adalah stabil. Sedangkan
aliran Keynesians berpendapat bahwa permasalahan dalam suatu perekonomian adalah sangan
kompleks, sehingga bukan hanya uang yang berperan penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi, tetapi juga variabel-variabel lain. Keynesians berpandangan bahwa dalam dunia nyata
terjadi kekakuan dan mekanisme pasar bebas tidak bekerja sempurna, misalnya karena adanya
kontrak kerja antara majikan dan karyawan. Dalam kondisi seperti ini, jika terjadi perubahan
(shock) dalam jangka pendek shock akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang
pada akhirnya memengaruhi perkembangan harga (inflasi) didalam jangka menengah panjang.
Aliran monetarist juga berpendapat bahwa uang hanya berpengaruh pada tingkat inflasi
dan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu, kebijakan moneter harus
diarahkan hanya untuk pengendalian inflasi dan tidak diarahkan untuk memengaruhi kegiatan
ekonomi riil.
Sebaliknya aliran Keynesians berpendapat bahwa uang berpengaruh, baik terhadap
ekonomi riil maupun terhadap inflasi. Implikasinya adalah kebijakan moneter dapat
dipergunakan secara aktif memengaruhi naik turunnya kegiatan ekonomi riil.

2.5 Kerangka Kerja Kebijakan Moneter

8
Secara umum, kerangka kerja kebijakan moneter terdiri dari 4(empat) komponen utama
yaitu:
o Instrumen-instrument kebijakan moneter
o Sasaran oprasional
o Sasaran antara
o Sasaran akhir kebijakan moneter

Kerangka yang umum dipergunakan dalam membahas kebijakan moneter meliputi target,
indikator, dan instrumen kebijakan moneter. Target akhir (ultimate target)adalah variabel-
variabel yang ingin dicapai oleh otoritas moneter (bank sentral). Indikator (intermediate
target) adalah variabel-variabel yang ingin dikontrol oleh bank sentral agar sasaran akhir dapat
dicapai. Sedangkan instrumen adalah seperangkat variabel yang dimiliki dan sepenuhnya dapat
digunakan oleh bank sentral untuk mengontrol indikator sedemikian rupa sehingga target yang
ditetapkan dapat dicapai. Hubungan ketiganya digambarkan sebagai berikut.

2.5.1 Inflation Targeting Framework (ITF)


Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi
kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan
oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan
secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi
apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah

9
dicanangkan.  Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan
akuntabilitas kebijakan kepada publik. 
Secara operasional,  stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga
kebijakan  (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga
deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
memengaruhi output dan inflasi. 
Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar dengan band intervensi nilai tukar
(crawling band) di tahun 1997, Bank Indonesia memerlukan jangkar nominal (nominal anchor) 
baru dalam rangka menjalankan kebijakan moneter.  Jangkar nominal adalah variabel nominal
(seperti indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar) yang ditargetkan secara eksplisit oleh bank
sentral sebagai dasar/patokan bagi pembentukan harga lainnya.  Misalnya kalau nilai tukar
dijadikan target, maka inflasi luar negeri akan menjadi inflasi domestik. 
Mengapa kebijakan moneter memerlukan jangkar nominal? Karena tanpa adanya jangkar
nominal, tidak ada kejelasan kemana kebijakan moneter akan diarahkan sehingga masyarakat
tidak memiliki pedoman dalam membuat ekspektasi inflasi.  Ibarat kapal yang mengapung di
lautan tanpa kejelasan kearah mana kapal dilabuhkan.  Sebaliknya, dengan adanya jangkar
nominal masyarakat akan membuat ekspektasi inflasi yang diperlukan dalam kalkulasi usahanya
sesuai dengan jangkar nominal tersebut.  Dengan mengumumkan sasaran inflasi dan Bank
Indonesia secara konsisten dapat mencapainya akan meningkatkan kredibilitas kebijaan moneter
yang pada gilirannya ekspektasi inflasi masyarakat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan BI. 
Ada sejumlah alasan mengapa menggunakan jangkar nominal dengan ITF.
o ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat.  Dengan sasaran inflasi secara eksplisit
masyarakat akan memahami arah inflasi.  Sebaliknya dengan sasaran base money,
apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas, masyarakat lebih sulit mengetahui
arah inflasi kedepan.
o ITF yang memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai dengan
mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia.
o ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang
memerlukan time lag.
o ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter mendorong
kredibilitas kebijakan moneter.  Aspek transparansi dan akuntabilitas serta kejelasan akan

10
tujuan ini merupakan aspek-aspek good governance dari sebuah bank yang telah
diberikan independensi.
o ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar, output dan
inflasi.  Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan
mempertimbangkan sejumlah variabel informasi tentang kondisi perekonomian.

2.6 Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal


Agar pencapaian akhir kebijakan moneter dapat efektif, maka kerjasama dan koordinasi
antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi mutlak diperlukan
untuk alasan tersebut, di tingkat pengambilan kebijakan (BI dan Pemerintah) secara rutin
menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan ekonomi terkini.
Mengingat bahwa laju inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
permintaan (demand pull) namun juga faktor penawaran (cost push), maka agar pencapaian
sasaran inflasi dapat dilakukan dengan efektif, kerjasaama dan koordinasi antara pemerintah dan
BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi sangatlah diperlukan. Sehubungan dengan
hal tersebut, di tingkat pengambil kebijakan, Bank Indonesia dan Pemerintah secara rutin
menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan ekonomi terkini. Di sisi lain, Bank
Indonesia juga kerap diundang dalam Rapat Kabinet yang dipimpin oleh Presiden RI untuk
memberikan pandangan terhadap perkembangan makroekonomi dan moneter terkait dengan
pencapaian sasaran inflasi. Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter juga dilakukan dalam
penyusunan bersama Asumsi Makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
dibahas bersama di DPR. Selain itu, Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia
dalam melakukan pengelolaan Utang Negara.
Ditataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan
membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di
tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis
terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian,
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian,
Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari
pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level
daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan

11
dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan
stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

2.7. Operasi kebijakan moneter di bank indonesia

A. Proyeksi Likuiditas

Untuk menentukan berapa jumlah likuiditas yang harus diserap (absorpsi) maupun disediakan
(injeksi) dalam rangka menjaga keseimbangan supply dan demand, Bank Indonesia melakukan
estimasi kebutuhan likuiditas perbankan sehingga dapat ditetapkan target operasi moneter setiap
harinya. Estimasi likuiditas perbankan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
otonom (autonomous factor) seperti operasi keuangan Pemerintah dan mutasi uang kartal.

Efektivitas operasi moneter berbasis suku bunga tidak terlepas dari adanya informasi yang
handal dan setara kepada seluruh pelaku pasar, sehingga tercipta persepsi yang sama untuk
mencapai tujuannya, yaitu terbentuknya suku bunga yang wajar. Oleh karena itu, sejak Oktober
2008 Bank Indonesia mulai mengumumkan kondisi likuiditas perbankan kepada pelaku pasar
dan masyarakat sebanyak dua kali setiap harinya melalui website Bank Indonesia, BI-SSSS dan
sarana lainnya. Dengan adanya informasi mengenai kondisi likuiditas, diharapkan dapat
membantu treasury bank dalam mengelola kebutuhan likuiditasnya dan meningkatkan efektifitas
pelaksanaan Operasi Moneter.

Pengumuman proyeksi likuiditas meliputi 2 (dua) materi utama yaitu:

Proyeksi Total Likuiditas Tersedia

Proyeksi Total Likuiditas adalah perkiraan ketersediaan likuiditas rupiah di pasar dan merupakan
hasil proyeksi dari net perubahan faktor otonomus yang berperan dalam menambah/mengurangi
ketersediaan likuiditas rupiah. Ketersediaan likuiditas rupiah antara lain dipengaruhi oleh net
aliran masuk/keluar uang kartal dari/ke sistem perbankan dan mutasi rekening pemerintah di
Bank Indonesia, net instrumen Operasi Moneter jatuh waktu, dan net perubahan saldo giro
perbankan di Bank Indonesia.

Proyeksi Excess Reserve

12
Proyeksi Excess Reserve adalah perkiraan selisih antara saldo giro perbankan di Bank Indonesia
dengan kewajiban pemeliharaan Giro Wajib Minimum (GWM).

B. Operasi Pasar Terbuka  

Operasi Pasar Terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi di pasar uang dalam rangka Operasi
Moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta Operasi Moneter. Operasi Pasar
Terbuka dilakukan untuk mencapai target suku bunga PUAB O/N sebagai sasaran operasional
kebijakan moneter. OPT terdiri dari 2 jenis, yaitu:

OPT Absorpsi

OPT absorpsi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku
bunga di PUAB diperkirakan mengalami kelebihan likuiditas, yang diantaranya diindikasikan
melalui penurunan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT
absorpsi ini adalah (i) Penerbitan SBI dan SBIS, (ii) Penerbitan SDBI (iii)Transaksi Reverse
Repo SBN, (iv) Transaksi Penjualan SBN secara outright, (v) Penempatan berjangka (Term
Deposit) dalam rupiah di Bank Indonesia dan (vi) Jual Valuta Asing terhadap Rupiah (dalam
bentuk spot, forward atau swap). Peserta pada OPT Absorpsi adalah bank dan/atau lembaga
perantara yang melakukan transaksi untuk kepentingan bank.

OPT Injeksi

OPT injeksi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku
bunga di PUAB diperkirakan mengalami kekurangan likuiditas, yang diantaranya diindikasikan
melalui peningkatan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT
injeksi ini adalah (i) Transaksi Repo, (ii) Transaksi Pembelian SBN secara outright dan (iii) Beli
Valuta Asing terhadap Rupiah (dalam bentuk spot, forward atau swap). Peserta pada OPT Injeksi
adalah bank dan/atau lembaga perantara yang melakukan transaksi untuk kepentingan bank.

Berikut ini adalah tabel jenis instrumen OPT dan dampaknya terhadap likuiditas serta
karakteristiknya :

13
  

   

 Keterangan:

- VRT (Variable Rate Tender)

- FRT (Fixed Rate Tender)

- FX (foreign exchange)

- SBI (Sertifikat Bank Indonesia)

- SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah)

- SBN (Surat Berharga Negara)

- SDBI (Sertifikat Deposito Bank Indonesia)

C. Standing Facilities

14
Koridor Suku Bunga atau Standing Facilities (SF) adalah kegiatan penyediaan dana rupiah
(lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit
facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. Penyediaan Standing
Facilities berfungsi untuk membatasi volatilitas suku bunga PUAB O/N. Standing facilities
terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank (lending facility), yaitu fasilitas bagi
bank yang mengalami kesulitan likuiditas dengan cara merepokan SBI/SDBI/SBN yang
dimilikinya kepada Bank Indonesia; dan

 Penempatan dana rupiah oleh Bank di Bank Indonesia (deposit facility), yaitu fasilitas bagi bank yang
memiliki kelebihan likuiditas dengan cara menempatkan dana yang dimilikinya kepada Bank Indonesia.

Penempatan Dana Penyediaan Dana

trumen dan
Keterangan Deposit
Financing
Deposit Facility Facility –Lending Facility
Facility
FASBIS

Dampak Mengurangi Mengurangi Menambah Menambah


likuiditas likuiditas likuiditas likuiditas likuiditas

Frekuensi Setiap hari Setiap hari


transaksi Setiap hari kerja kerja Setiap hari kerja kerja

overnight s.d
14 hari
Jangka waktu overnight kalender overnight overnight

15
Nominal
pengajuan
minimal Rp1.000jt Rp1.000jt Rp1.000jt Rp1.000jt

Nominal 1 unit surat1 unit surat


kelipatan Rp100jt Rp100jt berharga berharga

Mekanisme FRTAqad qardRepo Surat


transaksi Non Lelang Aqad Wadiah diikuti rahn Berharga

Setelmen T+0 T+0 T+0 T+0

Tingkat diskonto Tingkat diskonto


sebesar BI-RateTingkat sebesar BI-RateTingkat biaya
dikurangi marjinimbalan dikurangi marjinRepo
Suku bunga tertentu FASBIS tertentu SBIS/SBSN

Bank Bank
Peserta Konvensional Bank Syariah Konvensional Bank Syariah

Surat
Berharga
Yang Dapat SBI, SDBI danSBIS dan
Direpokan - - SBN SBSN

16
Keterangan :

Sebelum 7 Juli 2010, Deposit Facility disebut FASBI

Sebelum 7 Juli 2010, Lending Facility disebut Repo O/N

FASBIS: Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro.
2. Bank sentral di Indonesia dalam operasi kebijakan moneternya bisa menggunakan
pendekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga/harga.
3. Bagi aliran klasoik bahwa kebijakan moneter harus dilaksanakan secara ketat mengikuti
aturan (rule) yang secara konsisten diikuti. Sedangkan bagi aliran Keynesians kebijakan
moneter seharusnya diarahkan untuk menjamin keseeimbangan antara sisi permintaan
dan penawaran, oleh karena itu kebijakan moneter harus dilakukan secara bijaksana
(discreation) sesuai dengan perkembangan yang ada.
4. Kerangka kerja kebijakan moneter terdiri dari 4(empat) komponen utama yaitu:
o Instrumen-instrument kebijakan moneter
o Sasaran oprasional
o Sasaran antara
o Sasaran akhir kebijakan moneter
5. Kerjasaama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi
yang terintegrasi sangatlah diperlukan

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Nasir, M. 2014. Ekonomi Moneter dan Kebanksentrala. Jakarta. Mitra Wacana Media

http://meginugrahawa.blogspot.co.id/2013/06/kebijakan-moneter_28.html

(diakses: pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015)

http://www.bi.go.id/id/moneter/kerangka-kebijakan/Contents/Default.aspx
(diakses: pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015)

https://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter (diakses: pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015)

http://kebijkanmoneter.blogspot.co.id/ (diakses: pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015)

https://aeyogy.wordpress.com/tag/kerangka-umum-kebijakan-moneter/ (diakses: pada hari


Sabtu, 24 Oktober 2015)

http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-jenis-tujuan-moneter-macam-macam.html
(diakses: pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015)

19

Anda mungkin juga menyukai