Anda di halaman 1dari 121

PAPARAN PORNOGRAFI DARI MEDIA SOSIAL DAN PERILAKU

BERPACARAN PADA SISWA SMK X, KELURAHAN CEMPAKA

PUTIH, KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG

SELATAN TAHUN 2015

Skripsi

Oleh:
Richo Agung Nugroho NIM: 1110101000083

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

2016 M/1437 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PROMOSI KESEHATAN
Skripsi, Maret 2016

Richo Agung Nugroho, NIM : 1110101000083

Paparan Pornografi Dari Media Sosial Dalam Perilaku Berpacaran Pada


Siswa SMK X Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015

(xiv + 77 halaman, 3 gambar, 21 tabel, 2 lampiran)

ABSTRAK

Media sosial memberikan kemudahan bagi semua orang untuk


melakukan interaksi tanpa adanya halangan. Penyebaran informasi melalui
media social dapat memberikan efek positif dan negatif terhadap karakter
moral penggunanya. Salah satu efek negatif dalam penggunaan media sosial
adalah penyebaran konten video porno. Hasil seminar profesi peminatan
promosi kesehatan pada SMP dan SMA di Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan yang dilakukan oleh mahasiswa promosi kesehatan tahun
2013, diketahui bahwa 338 siswa atau 48,3% dari siswa SMP dan SMA
mendapatkan paparan pornografi melalui media sosial. Terbesar pertama
dari 8 sekolah yang menjadi objek penelitian adalah SMK X yaitu sebesar
58 siswa (17,1%).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui paparan pornografi dari


media sosial dalam perilaku berpacaran pada siswa SMK X tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan desain
penelitian cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Mei Hingga
September 2015.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54,3% responden terpapar media


sosial, 64,9% pernah menonton video porno, dan 33,9% pernah mengunduh
video porno. Dari seluruh responden, 82,4% pernah berpacaran dengan
87,1% diantaranya berpegangan tangan, 23,3%, bersentuhan, 34,7%
berciuman, 13,4% bercumbu mesra dan 5,4% mengaku pernah berhubungan
seksual.

Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat memberikan hasil yang


kualitatif dengan pendekatan intensif melalui wawancara kepada siswa atau
mencari faktor lain yang dapat berhubungan dengan perilaku seks remaja.
Bagi orang tua perlu meningkatkan komunikasi kepada anak, supaya
mereka bisa terbuka untuk menanyakan tentang perkembangan seksualnya.

Kata kunci : Media sosial, remaja, perilaku berpacaran, SMK


Daftar bacaan : 41 (1987-2014)

ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH MAJOR
HEALTH PROMOTION
Undergraduate Thesis, March 2016

Richo Agung Nugroho, NIM : 1110101000083

Exposure Of Pornography Of Social Media In Courting Behavior


Students Of SMK X, Cempaka Putih, East Ciputat, South Tangerang
2015

(xiv + 77 pages, 3 images, 21 tables, 2 attachments)

ABSTRACT

Social media gives an easier way for everyone to interact with each
other without having any barrier. Information disseminating through social
media could give positive and negative effects toward morality of user
character. One of negative effects of social media is pornography
disseminating. The result of seminar profession of health promotion on
junior and senior high school at Cempaka Putih subdistrict Tangerang
Selatan who have done by students of health promotion in 2013 shows that
338 (48,3%) of 700 students have got exposure to pornography through
social media. The largest percentage (17,1%) of schools that became the
object of research is SMK X.

This research conducted to determine the exposure of pornography of


social media on students dating behavior at SMK X, Cempaka Putih
subdistrict, East Ciputat district, South Tangerang. This research is
quantitative descriptive cross sectional study design that held from May to
September 2015.

The result shows that 54,3% of respondents exposed to social media,


64,9% watched porn, and 33,9% had downloaded pornographic videos. Of
all respondents, 82,4% had been going out with 87,1% of them holding
hands, 23,3% touching, 34,7% kissing, 13,4% flirting and 5,4% having sex.

Further research is expected to provide a qualitative results by intensive


interview to students or look for other factors that may be associated with
adolescent sexual behavior. Besides, parents need to improve the way they
communication to their children, hopefully they could be open to inquire
about they sexual knowledge.

Keywords : Social media, teenager, courting behavior, SMK

Bibliography : 41 (1987-2014)

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap: Richo Agung Nugroho Laki-laki


Jenis Kelamin: Tempat, tanggal
Jakarta,
lahir 27
: Warganegara:
September 1991 Indonesia
Agama: Islam
Alamat: Reni Jaya B9 No.8 RT06 RW06, Pondok Petir, Bojongsari, Depok, 16517
:+6285691431466 / +6185215501310
:

Telepon
Email

Pendidikan Formal:
1997-2003
: SDS Tadika Puri

2003-2006 : SMP Dharma Karya UT

2006-2009 : SMK Penerbangan Dirghantara

2010-2016 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan kehadirat Allah SWT,
Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah - Nya jualah maka
penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Paparan Pornografi dari
Media Sosial dan Perilaku Berpacaran pada Siswa SMK X, Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun
2015”.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad


Rasulullah SAW, yang atas perkenan Allah, telah mengantarkan umat manusia ke
pintu gerbang pengetahuan Allah yang Maha luas.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan


dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Keluarga tercinta, kedua orang tua serta kakak yang selalu turut
memberikan doa dan restu serta dukungan yang diberikan tanpa mengenal
batas waktu hingga akhirnya penulis mampu mencapai pendidikan di
jenjang universitas.
2. Ibu Fase Badriah, Ph.D dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS selaku
pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan serta motivasi dan
doa kepada penulis agar senantiasa berupaya maksimal dalam
penyelesaian sayarat akhir untuk kelulusan.
3. Ibu Raihana Nadra Alkaff selaku dosen pemegang Peminatan Promosi
Kesehatan yang telah memberikan arahan, masukan dan doa kepada
penulis agar senantiasa berupaya maksimal dalam penyelesaian laporan
magang, kompetensi dan perkuliahan.
4. Para Dosen Program Studi Kesehatan Masayarakat, atas semua ilmu yang
telah diberikan.

vii
5. Teman - teman Peminatan Promosi Kesehatan 2010 yang selalu
mendukung penulis Icha, Prima, Siva, Ayu, Randika, Sari, Alul, Ilmi,
Dita, Yuli, Nita, Fury, Supriadi, dan Hervina.
6. Sahabat dan teman - teman penulis yang sudah memotivasi dan
mendukung penyusunan skripsi ini.
7. Nadya Zahrayny yang sudah membantu penulis dan memberikan semangat
dalam menyelesaikan penelitiannya untuk mendapatkan gelar sarjana.

Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap,
semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan
menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan
masukan di waktu mendatang.

Semoga skripsi ini dapat mendatangkan manfaat kepada penulis khususnya,


dan kepada seluruh pembaca secara keseluruhan.

Jakarta, Februari 2016

Penulis

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN...............................................................................i

ABSTRAK..........................................................................................................ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI.................................................v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP..........................................................................vi

KATA PENGANTAR........................................................................................vii

DAFTAR ISI......................................................................................................ix

DAFTAR TABEL..............................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

1.1. Latar Belakang.........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah....................................................................................5

1.3. Pertanyaan Penelitian...............................................................................5

1.4. Tujuan......................................................................................................6

1.4.1. Tujuan Umum..............................................................................6

1.4.2. Tujuan Khusus.............................................................................6

1.5. Manfaat Penelitian...................................................................................7

1.5.1. Manfaat Teoritis

ix
1.5.2. Manfaat Praktis

1.6. Ruang Lingkup.........................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................9

2.1. Pornografi................................................................................................9

2.1.1 Definisi Pornografi.......................................................................9

2.1.2. Jenis – Jenis Pornografi...............................................................10

2.2. Video Porno.............................................................................................11

2.2.1. Definisi Video Porno..................................................................11

2.2.2. Dampak Negatif Video Porno......................................................12

2.3. Media Elektronik.....................................................................................13

2.4. Media Sosial.............................................................................................15

2.4.1. Definisi Media Sosial...................................................................15

2.4.2. Jenis – Jenis Media Sosial...........................................................17

2.4.3. Penggunaan Media Sosial............................................................18

2.4.4. Pengaruh Sumber Informasi terhadap Perilaku Seksual Pranikah 20

2.5 Remaja......................................................................................................21

2.5.1. Definisi Remaja...........................................................................21

2.5.2. Kategori Remaja..........................................................................22

2.5.3. Karakteristik Perkembangan Remaja...........................................23

x
2.6. Pacaran.....................................................................................................25

2.6.1. Definisi Pacaran...........................................................................25

2.6.2. Tahapan Pacaran..........................................................................26

2.6.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pacaran..............................27

2.8.4. Dampak Pacaran..........................................................................29

2.7. Perilaku Seksual Remaja..........................................................................31

2.7.1. Peran Orang Tua..........................................................................33

2.7.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Pranikah.....35

2.7.3. Peran Teman Sebaya....................................................................37

2.7.4. Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Pranikah....38

2.8. Model S-O-R............................................................................................39

2.9. Kerangka Teori........................................................................................42

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...........45

3.1. Kerangka Konsep.....................................................................................46

3.2. Definisi Operasional................................................................................47

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN............................................................53

4.1. Desain Penelitian.....................................................................................53

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................53

4.2.1. Waktu Penelitian..........................................................................53

xi
4.2.2. Tempat Penelitian........................................................................53

4.3. Populasi dan Sampel................................................................................53

4.3.1. Populasi Penelitian.......................................................................53

4.3.2. Sampel Penelitian........................................................................54

4.4. Instrumen Penelitian................................................................................55

4.5. Pengumpulan Data...................................................................................56

4.6. Manajemen Data......................................................................................56

4.7. Analisis Data............................................................................................57

BAB V HASIL PENELITIAN..........................................................................58

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................................58

5.2. Gambaran Stimulus Paparan Media Social Pada Siswa SMK X, Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun
2015.........................................................................................................58

5.3. Gambaran Organisme Berdasarkan Karakteristik Individu Pada Siswa


SMK X, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015...............................................................64

5.4. Gambaran Respon perilaku berpacaran yang terdiri dari bersentuhan


(touching),berciuman (kissing), bercumbu (petting), dan berhubungan
seksual (sexual intercourse) pada siswa SMK X, Kelurahan Cempaka
Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2015 65

BAB VI PEMBAHASAN..................................................................................68

6.1. Keterbatasan Penelitian............................................................................68

xii
6.2. Gambaran Stimulus Paparan Media Sosial Pada Siswa SMK X, Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun
2015.........................................................................................................68

6.2.1. Gambaran Paparan Media Sosial Pada Siswa SMK X................68

6.2.2. Gambaran Sumber Mengunduh Video Porno Pada Siswa


SMK X.........................................................................................69

1.2.3. Gambaran Frekuensi Menonton Video Porno Pada Siswa


SMK X.........................................................................................70

6.2.4. Gambaran Perangkat Teknologi Yang Digunakan Siswa SMK X


Untuk Menonton Dan Mengunduh Video Porno........................71

6.2.5. Gambaran Tempat Yang Digunakan Siswa SMK X Untuk


Menonton Dan Mengunduh Video Porno....................................72

6.2.6. Gambaran Teman Sebaya............................................................73

6.3. Gambaran Organisme Berdasarkan Karakteristik Individu Pada Siswa


SMK X, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015................................................................74

6.3.1. Gambaran Variabel Umur Pada Siswa SMK X...........................74

6.3.2. Gambaran Variabel Jenis Kelamin Pada Siswa SMK X.............75

6.4. Gambaran Respon perilaku berpacaran yang terdiri dari bersentuhan


(touching), berciuman (kissing), bercumbu (petting), dan berhubungan
seksual (sexual intercourse) pada siswa SMK X, Kelurahan Cempaka
Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2015 76

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................80

7.1. Kesimpulan..............................................................................................80

xiii
7.2. Saran........................................................................................................81

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................83

xiv
Daftar Tabel

Tabel 3.1. Definisi Operasional...........................................................................47


Tabel 5.1 Jumlah Responden Terpapar Media Sosial..........................................59
Tabel 5.2 Jenis Laman Internet Yang Dibuka Responden...................................59
Tabel 5.3 Karakteristik Responden yang pernah mengunduh video porno.........60
Tabel 5.4 Laman Internet Yang Digunakan Responden Untuk Mengunduh Video
Porno....................................................................................................................60
Tabel 5.5 Karakteristik Frekuensi Responden Mengunduh video porno............61
Tabel 5.6 Tempat Responden yang pernah mengunduh video porno..................61
Tabel 5.7 Alat Yang digunakan Responden yang pernah mengunduh video porno
............................................................................................................................. 61
Tabel 5.8 Karakteristik Responden yang pernah menonton video porno............62
Tabel 5.9 Karakteristik Frekuensi Responden Menonton video porno...............62
Tabel 5.10 Tempat Responden yang Menonton video porno..............................62
Tabel 5.11 Laman Internet Yang Digunakan Responden Untuk Menonton Video
Porno....................................................................................................................63
Tabel 5.12 Alat Yang digunakan Responden menonton video porno.................63
Tabel 5.13 Karakteristik Pengaruh Teman Sebaya Untuk Menonton Video Porno
............................................................................................................................. 63
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengaruh Teman Sebaya
............................................................................................................................. 64
Tabel 5.15 Karakteristik Jenis Kelamin Responden............................................65
Tabel 5.16 Karakteristik Umur Responden.........................................................65
Tabel 5.17 Distribusi Frekuensi Responden yang Pernah Pacaran.....................65
Tabel 5.18 Karakteristik Frekuensi Pacaran Responden.....................................66
Tabel 5.19 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Seksual.......66
Tabel 5.20 Karakteristik Frekuensi Pacaran Responden yang berpegangan tangan
............................................................................................................................. 67

xv
Daftar Lampiran

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Output

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mengakses internet di era informasi saat ini sudah menjadi rutinitas


kebanyakan masyarakat, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, maupun
pekerja. Sejumlah kemudahan akses internet membuat masyarakat dengan
mudah mengakses berita, berjejaring sosial media, mengunduh video atau
bahkan menuliskan jurnal pribadinya di dunia maya hanya dengan
menggunakan telepon selular saja. Kemudahan inilah yang membuat
masyarakat cenderung lebih memilih untuk berkomunikasi di dunia maya
melalui jejaring sosial media dibandingkan dengan komunikasi secara
langsung.

Media sosial memberikan pengaruh terhadap perubahan pola kehidupan


manusia, budaya, sosial, dan pola fikir. Media sosial memberikan kemudahan
bagi semua orang untuk melakukan interaksi tanpa ada halangan masalah jarak
yang jauh. Penyebaran informasi ini memberikan efek positif dan negatif
terhadap pembangunan karakter moral penggunanya (Nasution, 2012). Salah
satu efek negatif dalam penggunaan media sosial adalah penyebaran konten
video porno melalui web, blog, online social network, dan online forum.

Berdasarkan Undang-Undang No 44 tahun 2008 tentang Pornografi,


penyebaran video porno di dunia yang sangat cepat menimbulkan efek negatif
terhadap pembentukan mental dan karakter masyarakat dunia terutama anak-
anak, remaja dan wanita seperti aborsi, kehamilan tidak diinginkan dan HIV-
AIDS. Pornografi adalah segala sesuatu yang secara material baik berupa film,
surat kabar, tulisan, foto, atau lain-lainnya, menyebabkan timbulnya atau
munculnya hasrat-hasrat seksual termasuk video porno (Mariani, 2010).

1
2

Efek negatif yang ditimbulkan oleh video porno membuat banyak negara
mulai serius untuk mengendalikan penyebaran pornografi di televisi, gedung-
gedung film, dan internet (Sudrajat, 2006). Akibat dari pengaruh negatif video
porno dan konten pornografi ini membuat beberapa negara seperti Amerika dan
Inggris memberikan pembatasan terhadap pertunjukan-pertunjukan cabul
dengan memperkuat undang-undang percabulan atau undang-undang anti
pornografi (Sudrajat, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak


(KPA) tahun 2007, pada 4500 remaja di 12 kota besar di Indonesia
mengungkapkan bahwa 97 % remaja tersebut pernah menonton film porno
(Gatra, 2 Maret 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa pemaparan pornografi
pada remaja di Indonesia diduga mempunyai skala nasional.

Pornografi dapat menjadi materi yang merugikan terhadap perilaku anak


sekolah. Siswa atau remaja yang sering terpapar pornografi mempunyai
keinginan tinggi untuk menirukan adegan porno yang pernah ditontonnya
(Haggstrom-Nordin dkk., 2005). Penelitian terhadap 1000 wanita muda di
Stockholm, Swedia, melaporkan sekitar 47% dari wanita tersebut telah
melakukan hubungan anal (anal intercourse) dan 80% dari mereka menyatakan
bahwa perilaku seksual mereka dipengaruhi pornografi yang ditontonnya
(Rogala & Tydén, 2003).

Pengaruh negatif ini juga berimbas pada pola kehidupan remaja di


Indonesia. Survei KPA (2010), mengungkapkan bahwa perilaku seksual pra
nikah pada remaja didapatkan 97% remaja pernah menonton atau mengakses
materi pornografi, 93% remaja pernah berciuman, 62,7% remaja pernah
berhubungan badan dan 21% remaja Indonesia telah melakukan aborsi.
Penelitian yang dilakukan Supriati dan Fikawati tahun 2009 mencatat bahwa
83,3% remaja SMP telah terpapar pornografi di Kota Pontianak. Selanjutnya di
Kota Mataram menunjukkan bahwa pada salah satu
SMP Negeri menunjukkan bahwa 96,8% siswa telah terpapar terhadap materi
pornografi (Mariani & Bachtiar, 2009).

Kebiasaan membuka situs porno di internet dapat menimbulkan


kecanduan pornografi yang dapat memberikan dampak negatif. Dari segi
finansial, orang-orang tersebut bisa menghabiskan banyak uang dan waktunya
hanya untuk mengakses situs porno sehingga menjadi pribadi yang kurang
produktif. Bagi perkembangan kepribadian, pornografi dapat memberikan
dampak negatif seperti malas bekerja, suka berfantasi, menjadi budak nafsu,
hingga kehilangan oreintasi tentang masa depan.

Masa pacaran adalah masa pendekatan antara dua individu yang


berlawanan jenis yang ditandai dengan pengenalan kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki individu masing-masing (Dariyo, 2004). Pacaran sering dimaknai
sebagai suatu proses pendekatan tanpa disertai dengan kontak fisik baik dalam
bentuk tindakan kekerasan maupun kontak fisik yang dapat mempengaruhi
terjadinya perilaku seksual pra nikah. Salah satu akibat dari perilaku seks pra
nikah ini adalah meningkatnya probabilitas seseorang terinfeksi HIV dan
AIDS, gonore, atau penyakit infeksi menular seksual lainnya. Infeksi menular
seksual (IMS) adalah penyakit yang dapat ditularkan dari seseorang kepada
orang lain melalui hubungan seksual (Dien, 2007).

Usia remaja awal (12-15 tahun) merupakan subyek pertama kali


mengalami menstruasi, pertama kali berpacaran, pertama kali berkencan dan
pertama kali menonton film porno. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rheza
tahun 2008 mendapatkan bahwa remaja putri yang berpacaran telah melakukan
hubungan seksual (sexual intercourse), seks oral (oral seks), berkencan
(dating), berfantasi, berdandan, merayu dan menggoda, pemaksaan perlakuan
seksual terhadap pasangan (date rape) dan seduksi, phone sex, bercumbuan
(petting), berciuman (kissing) dan bersentuhan (touching). Hal ini sangat
menghawatirkan mengingat perilaku seksual diusia remaja yang dilakukan
secara tidak bertanggung jawab dapat meningkatkan jumlah remaja putri yang
hamil diluar nikah dan terjangkit IMS yang kemudian dapat berpengaruh
terhadap masa depannya.

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah
laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku
berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2005). Remaja yang telah
berpacaran memiliki peluang yang lebih besar melakukan hubungan seksual
akibat dari intensitas mengakses situs porno (Lestari, 2007). Pada penelitian
yang dilakukan Mariani (2010) diketahui bahwa terdapat hubungan
korelasional antara berpacaran dengan paparan pornografi. Dalam penelitian
tersebut dikatakan bahwa adanya hubungan antara paparan pornografi dengan
perilaku berpacaran yang dilakukan oleh remaja.

Berdasarkan hasil penelitian pada Sekolah Menengah Tingkat Pertama


dan Sekolah Menengah Tingkat Atas di Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan yang dilakukan oleh mahasiswa promosi kesehatan prodi
kesehatan masyarakat FKIK Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013 diketahui bahwa sebanyak 338 siswa atau 48,3% dari siswa
SMP dan SMA yang berada di Kecamatan Ciputat Timur mendapatkan paparan
pornografi dari media sosial. Dari hasil tersebut diketahui bahwa sebanyak 58
siswa (17,1%) merupakan siswa SMK X yang terpapar pornografi dari media
sosial dan merupakan terbesar pertama dari 8 sekolah yang menjadi objek
penelitian. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti juga diketahui bahwa,
penggunaan media sosial dijadikan oleh siswa sebagai tempat untuk
mendapatkan konten pornografi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
mengetahui paparan pornografi dari media sosial dalam perilaku berpacaran
pada siswa SMK X.
1.2. Rumusan Masalah

Dampak keterpaparan video pornografi sangat buruk terhadap remaja


yang berpacaran karena mereka cenderung memiliki peluang untuk melakukan
perilaku seksual pranikah. Remaja yang yang pernah pacaran di usia dini akan
lebih permisif terhadap perilaku seksual pra nikah dan memiliki keterpaparan
yang cukup tinggi terhadap video pornografi sehingga berpacaran dapat
menyebabkan siswa lebih mudah terpapar pornografi dan pemaparan pornografi
juga dapat mendorong siswa untuk lebih cepat berpacaran. Padahal, remaja
merupakan masa yang paling penting untuk menanamkan perilaku seksual pra
nikah yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian pada Sekolah Menengah Tingkat Pertama


dan Sekolah Menengah Tingkat Atas di Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan yang dilakukan oleh mahasiswa promosi kesehatan tahun
2013 diketahui bahwa sebanyak 338 siswa (48,3%) yang berasal dari SMP dan
SMA yang berada di Kecamatan Ciputat Timur mendapatkan paparan
pornografi dari media sosial dan dari hasil tersebut diketahui bahwa sebanyak
58 siswa (17,1%) merupakan siswa SMK X yang terpapar pornografi dari
media sosial. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti juga diketahui
bahwa, penggunaan media sosial dijadikan oleh siswa sebagai tempat untuk
mendapatkan konten pornografi. Sehingga peneliti ingin melakukan survei
dampak video pornografi terhadap perilaku pacaran di SMK X, Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2015.

1.3. Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka peneliti merumuskan
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.3.1. Bagaimana gambaran stimulus (paparan media sosial, sumber,
frekuensi, teknologi, tempat, dan teman sebaya) pada siswa SMK X,
Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan tahun 2015?
1.3.2. Bagaimana gambaran organisme (umur dan jenis kelamin) pada siswa
SMK X, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan tahun 2015?
1.3.3. Bagaimana gambaran perilaku berpacaran (bersentuhan (touching),
berciuman (kissing), bercumbu (petting), dan berhubungan seksual
(sexual intercourse)) pada siswa SMK X, Kelurahan Cempaka Putih,
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2015?

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran paparan
pornografi dari media sosial dan perilaku berpacaran pada siswa SMK
X, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan tahun 2015.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran stimulus paparan media sosial yang
terdiri dari sumber, frekuensi, teknologi, tempat, dan teman sebaya
pada siswa SMK Xa, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2015.
2. Untuk mengetahui gambaran organisme yang terdiri dari umur dan
jenis kelamin pada siswa SMK X, Kelurahan Cempaka Putih,
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2015.
3. Untuk mengetahui gambaran respon perilaku berpacaran yang terdiri
dari bersentuhan (touching), berciuman (kissing), bercumbu (petting),
dan berhubungan seksual (sexual intercourse) pada siswa SMK X,
Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan tahun 2015.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1.5.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian bermanfaat untuk mengembangkan
ilmu promosi kesehatan dalam kesehatan masyarakat, terutama
mengenai perilaku sosial remaja. Hal lain yang dapat digali dari
penelitian ini adalah kemungkinan munculnya strategi-strategi baru
dalam promosi kesehatan.
1.5.2. Manfaat Praktisi
Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat:
1. Bagi peneliti
Sebagai pengembangan praktis dari ilmu-ilmu tentang promosi
kesehatan terutama perilaku sosial dan kesehatan reproduksi.
2. Bagi Sekolah
Sebagai bahan evaluasi dan pengembangan kepribadian
berperilaku sosial peserta didik. Sekaligus sebagai evaluasi
kebijakan terkait dengan penggunaan ponsel bagi peserta didik.
3. Bagi Kecamatan Ciputat Timur
Sebagai bahan evaluasi anak didik, serta meningkatkan
kepedulian terhadap perilaku sosial remaja.
4. Bagi Pembaca
Dapat memberikan informasi tentang gambaran penggunaan
media sosial oleh pelajar serta perbedaan perilaku sosial remaja
pengguna media sosial dan bukan pengguna. Selain itu, laporan
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan
dokumen ilmiah yang bermanfaat dalam mengembangkan ilmu
serta dapat digunakan dan bahan perbandingan penelitian
selanjutnya terutama untuk penelitian yang serupa di daerah lain.
1.6. Ruang Lingkup

gerang Selatan pada bulan Mei hingga September 2015tahun 2015. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester 10 Pemi

wa SMK X Kelas X, XI dan XII. Sampel diambil menggunakan metode Proportional Random Sampling dengan jumlah sampel se
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pornografi
2.1.1 Definisi Pornografi

Kata pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu pornographos yang terdiri
dari dua kata porne (=a prostitute) berarti prostitusi, pelacuran dan graphein (= to
write, drawing) berarti menulis atau menggambar. Secara harfiah dapat diartikan
sebagai tulisan atau gambar tentang pelacur (terkadang juga disingkat menjadi
"porn," atau "porno"). Pornografi kini tersedia lebih beragam dan dapat dijangkau
dengan sangat mudah bahkan murah oleh siapa pun termasuk anak-anak dan remaja.

Bicara masalah pornografi, berarti kita harus menyiapkan diri untuk


mengetahui mulai dari efek kecanduan sampai efek pelampiasan hasrat seksual yang
diakibatkan materi-materi pornografis. Pornografi sendiri tidak bisa kita lepaskan dari
masalah-masalah perilaku-perilaku seksual sampai kejahatan-kejahatan seksual.
Pornografi adalah segala bentuk produk media yang bernuansa seksual atau yang
mengeksploitasikan perilaku seksual manusia (Soebagijo, 2008). Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia pornografi dirumuskan menjadi: (1) gambaran
tingkah laku yang secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan
nafsu birahi; (2) bahan bacaan yang sengaja dan semata-mata dirancang untuk
membangkitkan nafsu birahi/seks. Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi “pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,
bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka
umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma
kesusilaan dalam masyarakat”.

9
10

Pada bab II dalam pasal 4 undang-undang pornografi disebutkan lebih jauh bahwa
setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit.

2.1.2. Jenis – Jenis Pornografi

Media pornografis yang saat ini banyak berkembang telah menjadi referensi
pengetahuan dan pemahaman anak-anak dan remaja, juga telah menjadi sumber
pembelajaran utama mengenai seks dan kehidupan seksual. Pesan-pesan kehidupan
seksual, seperti gaya hidup seks bebas, yang banyak terdapat di media perlahan
membentuk remaja dan anak-anak menjadi pribadi yang terobsesi secara seksual.
media yang bernuansa seksual juga dapat mengeksploitasikan perilaku seksual
manusia.

Sekarang pornografi yang telah berkembang didalam masyarakat memiliki


berbagai macam wujud ataupun jenis. Hal ini dikarenakan bentuk pornografi
sesungguhnya tidaklah tunggal akan tetapi bisa sangat beragam. Jenis muatan
pornografi yang terdapat di masyarakat, diantaranya:

1. Sexually violent material,


Pornografi dengan menyertakan kekerasan.
2. Nonviolent material depiciting degradation, domination, subordinaton
or humiliation.
Meskipun tidak mengunakan unsur kekerasan dalam materi seks yang
disajikan akan tetapi di dalamnya terdapat unsur melecehkan
perempuan.
3. Nonviolent and nondegrading materials
Produk pornografi yang memuat adegan hubungan seksual tanpa unsur
kekerasan ataupun pelecehan terhadap perempuan.
4. Nudity
Pornografi dalam bentuk fiksi.
5. Child Pornography
Pornogarafi yang menampilkan anak-anak dan remaja sebagai
modelnya (Soebagijo, 2008).

Menurut undang-undang pornografi tahun 2008 bab II pasal 4 pemerintah


juga menjelaskan larangan tentang pornografi yang menayangkan atau menyajikan
adegan porno secara eksplisit, antara lain:

a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;


b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.

2.2. Video Porno

2.2.1. Definisi Video Porno

Definisi yang jelas tentang video porno belum banyak berkembang secara
signifikan. Definsi masih mengacu pada definisi video dan porno secara terpisah.
Menurut Hanson (1973) tentang video adalah bentuk unik dari komunikasi visual
yang telah dipengaruhi oleh faktor sejarah, pengembangan teknis, dan kritik yang
diberikan kepada bentuk media lainnya.

Mendefinisikan video sulit karena kita telah diperkenalkan ke media melalui


sejumlah teknologi yang terkait - yang sebagian besar tumbuh dari perkembangan
bentuk media lainnya. Definisi diatas masih terlalu umum untuk menggambarkan
video secara tekhnis sehingga definisi video adalah teknologi untuk menangkap,
merekam, memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak.
Pornografi menurut Undang-Undang No 44 Tahun 2008 menjelaskan bahwa
pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya
melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum,
yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan
dalam masyarakat.

Sehingga definisi video porno adalah bentuk unik dari komunikasi visual yang
merekam, menangkap, memproses, mentransmisi dan menata ulang gambar
bergerak yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma
kesusilaan dalam masyarakat.

2.2.2. Dampak Negatif Video Porno

Dampak menonton film yang bersifat pornografi terhadap perilaku remaja


adalah terjadinya peniruan yang memprihatinkan. Peristiwa dalam film memotivasi
dan merangsang kaum remaja untuk meniru atau mempraktikkan hal yang dilihatnya
(Supriati, 2008).

Menurut Wallmyr dan Welin (2006), remaja yang sering terpapar video porno
(lebih dari 1× per bulan) memiliki pemikiran berbeda tentang cara memperoleh
informasi seks dengan remaja yang tidak pernah terpapar media pornografi dan
remaja yang jarang terpapar media pornografi (1× per bulan). Remaja yang jarang
dan tidak pernah terpapar media pornografi menganggap informasi tentang seks tidak
harus didapatkan dari media pornografi karena informasi tersebut dapat diperoleh
dengan bertanya pada teman, guru, maupun orang tua.

Penelitian Nursalam (2008) mendapatkan hasil bahwa responden yang


terpapar media elektronik mempunyai peluang 3,06 kali untuk berperilaku seksual
berisiko berat dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar dengan media
elektronik, sedangkan responden yang terpapar media cetak mempunyai peluang 4,44
kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibanding tidak terpapar dengan media
cetak.

Menurut Santrock (2003), remaja yang terpapar media pornografi secara


terus-menerus, semakin besar hasrat seksualnya. Remaja menerima pesan seksual dari
media pornografi secara konsisten berupa kissing, petting, bahkan hubungan seksual
pra nikah, tapi jarang dijelaskan akibat dari perilaku seksual yang disajikan seperti
hamil di luar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini membuat remaja
tidak berpikir panjang untuk meniru apa yang mereka saksikan. Remaja menganggap
keahlian dan kepuasan seksual adalah yang sesuai dengan yang mereka lihat.

Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Zilmann dan Bryan (2002) yang
menyatakan bahwa ketika seseorang yang terpapar pornografi berulangkali, mereka
akan menunjukkan kecenderungan untuk memiliki persepsi menyimpang mengenai
seksualitas dan juga terjadi peningkatan kebutuhan akan tipe pornografi yang lebih
keras dan menyimpang. Pornografi dapat menghasilkan rangsangan fisiologis dan
emosional serta peningkatan tingkat rangsangan kemungkinan akan menghasilkan
beberapa bentuk perilaku seksual seperti kissing, petting, masturbasi maupun sexual
intercourse.

2.3. Media Elektronik

Media elektronik adalah media yang menggunakan elektronik atau energi


elektromekanis bagi pengguna akhir untuk mengakses isinya. Istilah ini merupakan
kontras dari media statis (terutama media cetak), yang meskipun sering dihasilkan
secara elektronis tapi tidak membutuhkan elektronik untuk diakses oleh pengguna
akhir. Sumber media elektronik yang familier bagi pengguna umum antara lain
adalah rekaman video, rekaman audio, presentasi multimedia. Media elektronik dapat
berbentuk analog maupun digital walaupun media baru pada umumnya berbentuk
digital. Contoh media elektronik yaitu televisi, radio, HP, VCD/DVD, internet
(Febrian, 2011).
Ciri-ciri media elektronik yaitu: menggunakan media massa dengan organisasi
(lembaga media) yang jelas, komunikator memiliki keahlian tertentu, pesan searah
dan umum serta melalui proses produksi dan terencana, khalayak yang dituju
heterogen dan anonim, kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan, ada
pengaruh yang dikehendaki, dalam konteks sosial terjadi saling memengaruhi antara
media dan kondisi masyarakat serta sebaliknya, seperti halnya media yang dapat
memengaruhi remaja terutama dalam perilaku seksualnya (Febrian, 2011).

Rasa ingin tahu dari remaja terutama dalam hal seks kurang disertai dengan
pertimbangan rasional dan pengetahuan yang cukup tentang akibat yang didapat dari
perbuatan yang dilakukannya. Selain itu rasa ingin tahu dianggap sebagai manusia
dewasa, kaburnya nilai-nilai yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua
berkembangnya naluri seks akibat berkembangnya alat-alat kelamin sekunder,
kurangnya informasi seks menyebabkan para remaja sering mengambil keputusan –
keputusan yang kurang tepat. Hal ini pulalah yang mendorong remaja melakukan hal
– hal yang tidak seharusnya dilakukan pada masa remaja (Asfriyati, 2005).

Calzo dan Suzuki (2004) menyebutkan bahwa media elektronik sering


digunakan oleh remaja sebagai sumber informasi dan sebagai media komunikasi
dengan teman sebayanya. Kenneavy et.al. (2006) menyebutkan bahwa pada usia
remaja, pencarian informasi merupakan salah satu hal yang paling penting, terutama
informasi mengenai seks dan aturan orang dewasa. Media elektronik merupakan
sumber pencarian informasi yang paling banyak digunakan oleh remaja karena media
masa sangat mudah diakses dan pesan yang disampaikan oleh media elektronik juga
sangat efektif dan atraktif. Selain memberikan informasi mengenai seks secara bebas,
media elektronik juga memberikan contoh perilaku kekerasan bagi remaja (Ghozaly,
2011).

Banyak sekali informasi melalui media massa seperti media elektronik yang
ditayangkan secara gencar, vulgar (seronok), dan bersifat tidak mendidik tetapi lebih
cenderung mempengaruhi dan mendorong perilaku seksual yang tidak
bertanggungjawab. Keterpaparan remaja terhadap pornografi dalam bentuk film
porno semakin meningkat. Konsultasi seks yang diberikan melalui media elektronik
yang disebut sebagai pendidikan sekolah, penayangan film tertentu di televisi dapat
menyebabkan salah persepsi/pemahaman yang kurang tepat terhadap kesehatan
reproduksi. Di sisi lain penerangan melalui media bersifat audio visual sangat terbatas
dan kalaupun ada bentuknya kurang menarik remaja (Pinem, 2009).

Sarwono (2011) mengatakan bahwa kecenderungan pelanggaran terhadap


perilaku seksual remaja makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi
dan rangsangan seksual melalui media massa dengan adanya teknologi canggih
(video cassette, fotokopi, satelit, VCD, telepon genggam, internet, dan lain-lain)
menjadi tak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin
mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa, khususnya
karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara
lengkap dari orang tuanya.

2.4. Media Sosial

2.4.1. Definisi Media Sosial

Media sosial adalah sebuah media online yang para penggunanya bisa dengan
mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial,
wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media
sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain
mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang mendukung interaksi
sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah
komunikasi menjadi dialog interaktif.

Menurut Afriani (2011) Media massa online tidak pernah menghilangkan


media massa lama tetapi mensubtitusinya. Media online merupakan tipe baru
jurnalisme karena memiliki sejumlah fitur dan karakteristik dari jurnalisme
tradisional. Fitur-fitur uniknya mengemuka dalam teknologinya, menawarkan
kemungkinan-kemungkinan tidak terbatas dalam memproses dan menyebarkan berita.
Santana (2005: 137).

Media sosial adalah sebuah media online dimana para penggunanya bisa
dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, sosial
network atau jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial
dan wiki mungkin merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan
oleh masyarakat di seluruh dunia. Afriani (2011). Andreas Kaplan dan Michael
Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah kelompok aplikasi
berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan
yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content".

Media sosial (Social Networking) adalah sebuah media online dimana para
penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi
meliputi blog, sosial network atau jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.
Media sosial online merupakan media yang didesain untuk memudahkan interaksi
sosial bersifat interaktif dengan berbasis teknologi internet yang mengubah pola
penyebaran informasi dari sebelumnya bersifat broadcast media monologue (satu ke
banyak audiens) ke social media dialogue (banyak audiens ke banyak audiens). Jenis
serta komposisi media sosial online di dunia virtual sangat beragam, antara lain
jejaring sosial (Facebook, Friendster,Linkedln, dan sebagainya), microblogging
platform (Twitter, Plurk, Koprol, dan lain-lain), jejaring berbagi foto serta video
(Flickr, Youtube,dan sebagainya), Podcast, Chat rooms, Message board, Forum,
Mailing list, serta masih banyak lainnya.

Media sosial seperti Twitter mengalami masalah serius karena di sana banyak
beredar konten pornografi. Analis Robert Peck dari lembaga konsultan finansial
SunTrust Robinson Humphrey, pekan lalu menerbitkan laporan yang memprediksi
ada sekitar 10 juta akun dari 300 juta pengguna Twitter, yang berbagi konten
pornografi. (Aditya Panji,2015)
Perkembangan teknologi informasi yang salah satu variannya adalah internet,
sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Internet yang pada mulanya hanya
dikembangkan untuk kepentingan militer, riset dan pendidikan, terus berkembang
memasuki seluruh aspek kehidupan manusia. Internet sebagai media pelayanan
informasi tanpa batas content, waktu, wilayah, usia dan jenis kelamin, telah menjadi
paradigma baru komunikasi dunia maya di semua negara.

Di Indonesia, ICT Watch dalam seminar Online Child Pornography yang


diselenggarakan di kampus Universitas Indonesia (UI) beberapa waktu lalu, melansir
temuannya bahwa setiap kali mengetik password seperti "SMP" atau "SMA" pada
mesin pencari Google, maka akan selalu ditemukan hal-hal yang mengacu pada
aktivitas atau foto-foto porno anak-anak Indonesia.

2.4.2. Jenis – Jenis Media Sosial

Media sosial teknologi mengambil berbagai bentuk termasuk majalah, forum


internet, weblog, blog sosial, microblogging, wiki, podcast, foto atau gambar, video,
peringkat dan bookmark sosial. Dengan menerapkan satu set teori-teori dalam bidang
media penelitian (kehadiran sosial, media kekayaan) dan proses sosial (self-
presentasi, self-disclosure) Kaplan dan Haenlein menciptakan skema klasifikasi untuk
berbagai jenis media sosial dalam artikel Horizons Bisnis mereka yang diterbitkan
2010. Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial, antara lain:

1. Proyek Kolaborasi
Website mengijinkan usernya untuk dapat mengubah, menambah, ataupun
me-remove konten – konten yang ada di website ini. Contohnya
Wikipedia.
2. Blog dan microblog
User lebih bebas dalam mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti curhat
ataupun mengkritik kebijakan pemerintah. Contohnya Twitter.
3. Konten
para user dari pengguna website ini saling meng-share konten – konten
media, baik seperti video, ebook, gambar, dan lain – lain. Contohnya
Youtube.
4. Situs jejaring sosial
Aplikasi yang mengizinkan user untuk dapat terhubung dengan cara
membuat informasi pribadi sehingga dapat terhubung dengan orang lain.
Informasi pribadi itu bisa seperti foto – foto. Contoh Facebook.
5. Virtual game World
Dunia virtual, dimana mengreplikasikan lingkungan 3D, dimana user bisa
muncul dalam bentuk avatar – avatar yang diinginkan serta berinteraksi
dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. contohnya game online.
6. Virtual social World
Dunia virtual yang dimana penggunanya merasa hidup di dunia virtual,
sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun,
Virtual Social World lebih bebas, dan lebih ke arah kehidupan, contohnya
Second Life.

2.4.3. Penggunaan Media Sosial

Media sosial menjadi salah satu media yang dipergunakan oleh banyak
kalangan, termasuk remaja. Untuk melihat perilaku seseorang dalam menggunakan
media sosial dapat menggunakan model Uses and Gratification. Model ini tidak
tertarik pada apa yang dilakukan media terhadap khalayaknya tetapi lebih tertarik
pada apa yang dilakukan khalayak terhadap media. Model ini berasumsi bahwa
anggota khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi
kebutuhannya. Efek media dianggap sebagai situasi ketika kebutuhan itu terpenuhi,
karena penggunaan media hanya salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan
psikologis.
Penggunaan Media
Antesenden
Motif - frekuensi,
- Variabel
- Personal - durasi,
individua
- Diversi - biaya,
l
- sarana
- Persona
- Variabel
- konten isi
l
lingkunga
Efek
- Kepuasan
- Pengetahuan

Gambar 2.6 Model Uses and Gratification, Rakhmat (2004:65)

Anteseden meliputi variabel individu dan variabel lingkungan. Blumer


menyebutkan tiga orientasi motif, yaitu: orientasi kognitif (kebutuhan selain
informasi, surveilans, atau eksplorasi realitas), diversi (kebutuhan akanpelepasan dari
tekanan dan kebutuhan akan hiburan), serta identitas personal (menggunakan isi
media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yangpenting dalam kehidupan
atau situasi orang itu sendiri). Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang
digunakan dalam berbagai media jenis isi media yang dikonsumsi dan berbagai
hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau
dengan media secara keseluruhan. Efek media dapat dioperasionalkan sebagai
evaluasi kemampuan media untuk memberikan kepuasan, sebagai depedensi media,
dan sebagai pengetahuan (Rakhmat, 2004).

Pada penelitian ini, penggunaan media dijabarkan sebagai pola penggunaan


media sosial dengan variabel frekuensi, durasi, biaya, dan sarana mengakses media
sosial. Frekuensi penggunaan media sosial dapat diartikan sebagai seberapa sering
seseorang mengakses atau menggunakan media sosial. Durasi penggunaan media
sosial, memiliki arti lama waktu seseorang dalam mengakses media sosial. Sarana
yang dipergunakan dalam mengakses media sosial dapat melalui warung internet,
telepon genggam dengan akses internet, serta melalui wireless atau modem.
2.4.4. Pengaruh Sumber Informasi terhadap Perilaku Seksual Pranikah

Media massa sebagai sumber informasi merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual pranikah. Media baik
elektronik maupun media cetak banyak disorot sebagai salah satu penyebab utama
menurunnya moral umat manusia termasuk remaja. Berbagai tayangan yang sangat
menonjolkan aspek pornografi, yaitu gambar dan foto-foto dengan pakaian minim di
sampul depan majalah, kisah-kisah yang menggambarkan hubungan seks di koran
atau majalah, adegan persetubuhan yang dapat diakses dengan mudah di internet,
Video Compact Disk (VCD), bioskop, dan lain-lain merangsang remaja untuk
melakukan adegan seperti yang dilihat, dibaca, ataupun ditontonnya tersebut. Pada
saat ini, media massa baik media cetak maupun media elektronik banyak
menampilkan seksualitas secaran vulgar yang dapat merangsang birahi terutama
remaja (Juliastuti, 2009).

Menurut Hovland (Mortense, 2009), komunikasi adalah suatu proses di mana


individu (komunikator) menyampaikan rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang
(simbol) bahasa dan gerak untuk mengubah tingkah laku individu-individu yang lain
(komunikan).

Steven (2009) menambahkan bahwa disamping adanya penyampaian stimulus


dari komunikator kepada komunikan, komunikasi adalah respon terhadap stimulus
oleh organisme. Sehingga jika tidak ada respon, berarti tidak ada komunikasi. Dalam
proses komunikasi yang terpenting adalah bagaimana caranya sehingga pesan
komunikator menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Dampak yang
timbul dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu :

1. Dampak kognitif yaitu dampak yang menyebabkan komunikan menjadi


tahu atau meningkatkan intelektualitasnya, tujuan komunikator adalah
untuk mengubah pikiran komunikan.
2. Dampak afektif yaitu lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif,
tujuan komunikator selain supaya tahu, juga dapat tergerak hatinya,
menimbulkan perasaan tertentu (iba, haru, sedih, gembira, dll).
3. Dampak behavioral yaitu dampak yang paling tinggi kadarnya, yakni
dampak yang timbul dalam komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan
dan kegiatan.

2.5 Remaja

2.5.1. Definisi Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence (kata
bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa.
Adolescence artinya berangsur-angsur menuju kematangan secara fisik, akal,
kejiwaan dan sosial serta emosional. Masa remaja merupakan masa transisi di mana
seseorang mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja
terdapat beberapa proses perubahan diantaranya perubahan biologik, perubahan
psikologik, dan perubahan sosial.

Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ-organ


tubuh termasuk organ reproduksi. Sedangkan secara psikologis perkembangan ini
nampak pada perkembangan kematangan pribadi dan kemandirian. Ciri khas
kematangan psikologis ini antara lain ditandai dengan ketertarikan terhadap lawan
jenis yang biasanya muncul dalam bentuk misalnya lebih senang bergaul dengan
lawan jenis dan sampai pada perilaku yang sudah menjadi semakin umum umum saat
ini, yaitu berpacaran (Sofia, 2011).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),mendefinisikan (adolescence) adalah


mereka yang berusia 10-24 tahun. Sedangkandalam terminologi lain, PBB
menyebutkan anak muda (youth) untuk mereka yangberusia 15-24 tahun. Ini
kemudian disatukan dalam sebuah terminologi kaum muda (young people) yang
mencakup 10-24 tahun. Sementara itu dalam program BKKBN disebutkan bahwa
remaja adalah mereka yang berusia antara 10-24 tahun. Rentang usiaini remaja masih
dalam masa sekolah sampai kuliah.

2.5.2. Kategori Remaja

Remaja pada umumnya dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu remaja awal (11-15
tahun), remaja menengah (16-18 tahun), dan remaja akhir (19-20 tahun). Seorang
remaja mencapai tugas-tugas perkembangannya dapat dipisahkan menjadi tiga tahap
secara berurutan (Sarwono, 2006):
a. Remaja Awal (Early Adolescence)
Remaja awal adalah remaja dengan usia 11-15 tahun. Pada masa ini remaja
mengalami perubahan fisik yang sangat drastis, misal pertambahan berat badan,
tinggi badan, panjang organ tubuh dan pertumbuhan fisik yang lainnya. Pada
masa remaja awal memiliki karakteristik sebagai berikut lebih dekat dengan
teman sebaya, lebih bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berpikir abstrak. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang
bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang
berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”.
b. Remaja Madya (Middle Adolescence)
Pada masa remaja menengah atau madya, adalah masa remaja dengan usia
sekitar 16-18 tahun. Pada masa ini remaja ingin mencapai kemandirian dan
otonomi dari orangtua, terlibat dalam perluasan pertemanan dan keintiman dalam
sebuah hubungan pertemanan. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan
kawan-kawan, Pada masa remaja menengah ini memiliki karakteristik sebagai
berikut mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan, mempunyai
rasa cinta yang mendalam, mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari
lawan jenis, mengembangkn kemampuan berpikir abstrak, dan berkhayal tentang
aktifitas seks.
c. Remaja Akhir (Late Adolescence)
Tahap ini (18-20 tahun) adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini.

1. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.


2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
dalam pengalaman-pengalaman baru.
3. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public).

Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga
seringkali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Remaja
diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh
menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya diri dan mampu
bertanggung jawab. Lily (2002)

Berdasarkan penelitian juga terdapat perbedaan perilaku, sikap dan nilai-nilai


pada awal masa remaja dan akhir masa remaja dan didasarkan pada perbedaan
kecepatan perubahan pada masa awal dan akhir remaja, maka secara umum remaja
dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja (Hurlock,
1980).

2.5.3. Karakteristik Perkembangan Remaja

Perubahan – perubahan atau perkembangan yang terjadi pada saat seorang anak
memasuki usia remaja antara lain dapat dilihat dari 3 tahapan yaitu perubahan
biologis, perubahan kognitif, dan perubahan Psikososial.
1. Perubahan Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun mimpi basah pada remaja
putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas
menjadikan seorang anak memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada
saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mendapat menstruasi,
sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi
juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, panggul mulai
membesar, timbul jerawat dan tumbuh rambut pada daerah kemaluan. Anak
lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya kumis,
jakun, alat kelamin menjadi lebih besar, otot-otot membesar, timbul jerawat
dan perubahan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat
sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2. Perubahan Kognitif
Teori perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Wong (2008),
remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang merupakan ciri
periode berpikir konkret; mereka juga memerhatikan terhadap kemungkinan
yang akan terjadi. Pada saat ini mereka lebih jauh ke depan. Tanpa
memusatkan perhatian pada situasi saat ini, mereka dapat membayangkan
suatu rangkaian peristiwa yang mungkin terjadi, seperti kemungkinan kuliah
dan bekerja; memikirkan bagaimana segala sesuatu mungkin dapat berubah di
masa depan, seperti hubungan dengan orang tua, dan akibat dari tindakan
mereka, misalnya dikeluarkan dari sekolah. Remaja secara mental mampu
memanipulasi lebih dari dua kategori variabel pada waktu yang bersamaan.
Misalnya, mereka dapat mempertimbangkan hubungan antara kecepatan, jarak
dan waktu dalam membuat rencana perjalanan wisata. Mereka dapat
mendeteksi konsistensi atau inkonsistensi logis dalam sekelompok pernyataan
dan mengevaluasi sistem, atau serangkaian nilai-nilai dalam perilaku yang
lebih dapat dianalisis.
3. Perubahan Psikososial
Teori perkembangan psikososial menurut Erikson dalam Wong
(2008), menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja
menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja awal dimulai dengan
awalan pubertas dan berkembangnya stabilitas emosional dan fisik yang
relatif pada saat atau ketika hampir lulus dari SMU. Pada periode ini dimana
seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di
lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
Remaja juga dihadapkan pada krisis identitas kelompok versus pengasingan
diri. Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus membebaskan diri
mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri
dari wewenang orang tua. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan
pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini
diajarkan dan ditanamkan kepadanya.

2.6. Pacaran

2.6.1. Definisi Pacaran

Pacaran bagi sebagian kalangan remaja sudah bukan hal yang asing lagi.
Bahkan banyak remaja memiliki anggapan bahwa kalau masa remaja adalah masa
berpacaran, jadi remaja yang tidak berpacaran justru dianggap sebagai remaja yang
kuno, kolot, tidak mengikuti perubahan jaman dan dianggap kuper atau kurang
pergaulan (Novita, 2008).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacaran ialah kekasih atau teman
lawan jenis yang tetap mempunyai hubungan berdasarkan cinta dan kasih. Berpacaran
: bercintaan, berkasih – kasihan. Memacari adalah menjadikan sebagai pacar atau
mengencani.

Pacaran adalah masa pendekatan antar individu dari kedua lawan jenis, yaitu
ditandai dengan saling pengenalan pribadi baik kekurangan dan kelebihan dari
masing-masing individu. Bila berlanjut, masa pacaran dianggap sebagai masa
persiapan individu untuk dapat memasuki masa pertunangan atau masa pernikahan.
(Agus, 2004). Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004), keintiman meliputi adanya
rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan informasi penting
mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure) menjadi elemen utama dari
keintiman.

Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu


hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama
agar dapat saling mengenal satu sama lain. Menurut Williams, dkk. (2006), dating
(pacaran) adalah sebuah proses pertemuan dengan orang lain secara sosial untuk
membangun tujuan hubungan jangka panjang yang ekslusif. DeGenova dan Rice
(2008) juga menambahkan bahwa pacaran adalah perbuatan yang melibatkan
perasaan romantic di mana dua orang bertemu dan berpartisipasi dalam kegiatan
bersama dengan tujuan saling mengenal lebih dekat satu sama lainnya.

Menurut pernyataan-pernyatan para ahli, dapat disimpulkan bahwa berpacaran


adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa
kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya ketertarikan emosi antara pria dan
wanita yang belum menikah dengan tujuan saling mengenal dan melihat kesesuaian
antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.

2.6.2. Tahapan Pacaran

Menurut Duvall & Miller (1985) ada beberapa tingkatan dalam pacaran :

a. Casual Dating
Tahap ini biasanya dimulai dengan “pacaran keliling” pada orang muda.
Orang dalam tahap ini biasanya berpacaran dengan beberapa orang dalam satu
waktu.
b. Regular Dating
Ketika seseorang untuk alasan yang bermacam-macam memilih sebagai
pasangan yang lebih disukai, kemungkinan besar hubungan itu akan menetap.
Pasangan pada tahap ini seringkali pergi bersama dengan pasangannya dan
mengurangi atau menghentikan hubungan dengan pasangan yang lain. Tahap
perkembangan hubungan ini terjadi ketika seorang atau kedua pasangan
berharap bahwa mereka akan saling melihat satu sama lain lebih sering
dibanding yang lain. Jika hubungan ini dapat memenuhi kebutuhan
pasangannya, hubungan ini akan meningkat secara eksklusif (terpisah dari
yang lain).
c. Steady Dating
Tahap ini adalah fase yang serius dan lebih kuat dari fase dating regularly.
Pasangan dalam tahap ini biasa memberikan beberapa simbol nyata sebagai
bentuk komitmen mereka terhadap pasangannya. Mahasiswa pria bisa
memberikan pasangannya berupa pin persaudaraan, kalung, dll sebagai wujud
keseriusan mereka dalam hubungan tersebut.
d. Engagement (Tunangan)
Tahap pengakuan kepada publik bahwa pasangan ini berencana untuk
menikah.

2.6.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pacaran

Menurut DeGenova & Rice (2005) ada beberapa faktor yang menyebabkan
individu – individu berpacaran, antara lain:

a. Pacaran sebagai bentuk rekreasi.


Sebuah alasan bagi yang berpasangan adalah untuk keluar bersama seperti
bersantai, menikmati diri mereka sendiri dan untuk memperoleh kesenangan.
Pacaran juga merupakan sebuah bentuk hiburan bagi mereka dan hiburan
inilah yang menjadi tujuan individu – individu tersebut untuk berpacaran.
b. Pacaran memberikan pertemanan, persahabatan dan keintiman pribadi
banyak anak muda dengan cara berpacaran mereka memiliki dorongan untuk
mengembangkan kedekatan dan hubungan yang intim.
c. Pacaran adalah bentuk sosialisasi.
Pacaran dapat membantu seorang individu untuk mempelajarai keahlian –
keahlian social individu lainnya. Serta juga dapat menambah kepercayaan diri
dan ketenangan, dan mulai menjadi ahli dalam seni berbicara, bekerjasama,
dan perhatian terhadap orang lain.
d. Pacaran berkontribusi untuk pengembangan kepribadian.
Salah satu cara seseorang untuk mengembangkan identitas diri mereka yaitu
dengan cara menjalin hubungan dengan orang lain. Kesuksesan seseorang
dalam melakukan suatu hubungan merupakan bagian dari perkembangan
kepribadian. Satu dari alasan – alasan anak muda berpacaran adalah karena
hubungan tersebut memberi mereka rasa aman dan dihargai secara pribadi.
e. Pacaran memberikan kesempatan untuk mencoba peran gender.
Peran gender harus dipraktekkan dalam situasi kehidupan nyata dengan
pasangan. Pacaran membantu mereka mengetahui hal – hal baru dalam peran
gender dalam hubungan yang dekat.
f. Pacaran, cara untuk memenuhi kebutuhan cinta dan kasih
Kebutuhan akan rasa kasih sayang dan cinta dari lawan jenisnya adalah satu
dari alasan individu berpacaran.
g. Pacaran memberikan kesempatan untuk mendapatkan kepuasan
seksual.
Remaja dalam berpacaran akan lebih berorientasi kepada hal – hal seksual
karena semakin banyaknya remaja yang ingin melakukan hubungan intim
seperti suami istri.
h. Pacaran merupakan cara menyeleksi pasangan
Pacaran merupakan cara penyeleksian untuk mencari kesesuaian dan
kecocokan terhadap setiap pasangan dan juga untuk mengenal karakteristik
individu. Karena kecocokan dapat meningkatkan kemungkinan mereka untuk
membangun hubungan yang lebih serius (pernikahan).
i. Pacaran mempersiapkan individu menuju pernikahan.
Pacaran dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang sikap dan
perilaku setiap pasangan. Mereka dapat saling belajar cara bagaimana untuk
mempertahankan sebuah hubungan dan bagaimana cara untuk menyelesaikan
permasalahan yang timbul dalam sebuah hubungan.

Sedangkan faktor pemicu yang lain adalah adanya perubahan - perubahan


hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan
hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual
tertentu. Akan tetapi, penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya
penundaan usia perkawinan yang diatur oleh UU. Faktor lainnya bisa disebabkan oleh
media massa, dengan adanya teknologi canggih (video cassete, foto copy, satelit,
VCD, telepon genggam, internet, dan lain-lain) rangsangan seksual (Sarwono, 2011).

2.6.4. Dampak Pacaran

Pada saat remaja manusia mengalami perkembangan terhadap kelenjar –


kelenjar yang terdapat dalam tubuhnya tak terkecuali kelenjar kelamin remaja.
Akibatnya mereka akan mulai timbul rasa perhatian terhadap lawan jenisnya. Hal ini
merupakan tanda bahwa masa remaja telah dimulai. Proses percintaan remaja dimulai
dari, crush (membenci), Hero-worshiping (suka dengan yang lebih tua), Boy Crasy
and Gril Crasy (mulai menunjukkan rasa saying kepada teman sebaya), Puppy Love
(Cinta Monyet) dan Romantic Love (Percintaan yang berakhir pada pernikahan).

Pacaran sendiri memiliki dampak positif dan negatif yang mencakup berbagai
aspek dari kehidupan remaja, meliputi pergaulan sosial, mengisi waktu luang,
ketertarikan pacaran dengan seks, penuh masalah sehingga berakibat stres, kebebasan
pribadi berkurang (Arifin, 2002).
Pacaran juga bisa mengarah ke hal – hal negatif seperti pacaran yang berisiko,
dimana pacaran yang beresiko itu meliputi kissing, necking, petting, intercourse.
Biasanya para remaja melakukan pacaran tidak sehat ini bertujuan untuk menunjukan
rasa cinta sebenarnya dapat ditunjukan dengan beragam cara dan tidak harus dengan
aktifitas seksual. Biasanya perilaku mencemaskan ini dimulai dengan berciuman
(kissing) dengan pasangan, yang lama-lama berlanjut ke necking (mencium leher
sampai meraba-raba tubuh). Jika sudah sampai ketahap necking maka sangat
mungkin untuk berlanjut ke petting (saling menggosok- gosokkan alat kelamin).
Apabila telah melakukan petting maka biasanya aktivitas ini berlanjut pada tahap
intercourse. Hal ini disebabkan rangsangan yang dihasilkan oleh petting
menimbulkan motivasi yang sangat besar bagi pasangan untuk melakukan
intercourse. Dengan terjadinya intercourse, tentu resiko terjadinya kehamilan akan
sangat besar (Iwan, 2010).

Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rheza tahun 2008
mendapatkan bahwa remaja putri yang berpacaran telah melakukan hubungan seksual
pranikah seperti berhubungan seks (sexual intercourse), seks oral (oral seks),
berkencan (dating), berfantasi, berdandan, merayu dan menggoda, pemaksaan
perlakuan seksual terhadap pasangan (date rape) dan seduksi, phone sex, bercumbuan
(petting), berciuman (kissing) dan bersentuhan (touching).

Dijaman sekarang dengan gaya pacaran modern perlu adanya upaya untuk
mengatasi gaya pacaran remaja yang negatif diantaranya adalah dengan
meningkatkan iman dan takwa. Orang tua juga harus memahami perubahan pada
anaknya yang tumbuh menjadi remaja (bukan lagi anak yang selalu perlu dibantu)
serta penyuluhan tentang pendidikan seks. Pendidikan seks sendiri adalah suatu cara
untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks. Khususnya untuk mencegah
dampak - dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak
direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa (Sarwono,
2011).
2.7. Perilaku Seksual Remaja

Menurut Sarwono (2005), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenisnya. Seperti yang kita ketahui umumnya remaja laki-laki lebih mendominasi
dalam melakukan tindak perilaku seksual bila dibandingkan dengan remaja
perempuan. Hal ini di karenakan banyaknya faktor yang membuat remaja laki-laki
untuk menyalurkan hasrat seksualitasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di beberapa negara maju menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih
banyak melakukan hubungan seksual pada usia lebih muda bila dibandingkan dengan
remaja perempuan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
yang terjadi pada remaja, antara lain :

1) Faktor Internal
a. Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)
Dimana perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku
seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda
dengan anak 13 tahun.
b. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang
kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif
cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya.
c. Motivasi
Perilaku yang pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi
untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual seseorang memiliki
tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan
perlindungan, atau untuk memperoleh uang misalnya pekerja seks seksual
(PSK).
1) Faktor Eksternal
a. Keluarga
Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja
dapat memperkuat munculnya perilaku menyimpang pada remaja.
b. Pergaulan
Pada masa pubertas, perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh
lingkungan pergaulannya dimana pengaruh dari teman sebaya sebagai
pemicu terbesar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lainnya.
c. Media massa
Kemajuan teknologi mengakibatkan maraknya timbul berbagai macam
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan yang paling
dicari oleh remaja adalah internet. Dari internet, remaja dapat dengan
mudah mengakses informasi yang tidak dibatasi umur, tempat dan waktu.
Informasi yang diperoleh biasanya akan diterapkan dalam kehidupan
kesehariannya.

Banyaknya perilaku seksual yang terjadi muncul karena adanya dorongan


seksual atau kegiatan yang tujuannya hanya untuk mendapatkan kesenangan organ
seksual melalui berbagai perilaku.

Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudi (2004), beberapa perilaku seksual
secara rinci dapat berupa:

a. Berfantasi merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan


aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.
b. Pegangan tangan dimana perilaku ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan
seksual yang begitu kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba
perilaku lain.
c. Cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir
d. Cium basah berupa sentuhan bibir ke bibir.
e. Meraba merupakan kegiatan pada bagian-bagian sensitive rangsang seksual
seperti leher, dada, paha, alat kelamin dan lain-lain.
f. Berpelukan perilaku ini hanya menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman
disertai rangsangan seksual (apabila mengenai daerah sensitif).
g. Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki) merupakan perilaku merangsang
organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual dan dilakukan sendiri.
h. Oral seks merupakan perilaku seksual dengan cara memasukkan alat kelamin
ke dalam mulut lawan jenis.
i. Petting merupakan seluruh perilaku yang non intercourse (hanya sebatas pada
menggesekkan alat kelamin).
j. Intercourse (senggama) merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat
kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.

2.7.1 Peran Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu
ditiru oleh anak-anaknya (Mardiya, 2000). Dalam pendidikan seks orang tua
mempunyai peranan yang sangat penting bagi remaja untuk menerangkan pengertian
dan penghayatan pada remaja tentang identitas seksual mereka. Para ahli
beranggapan, bahwa pendidik terbaik bagi anak dalah kedua orang tuanya sendiri
termasuk dalam pendidikan seksual. Namun kebanyakan orang tua sulit untuk
membicarakan permasalahan seksualitas dengan anak remajanya. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh pengetahuan orang tua mengenai seksualitas kurang dibandikan
dengan anaknya (Gunarsa, 1991).

Kadang kala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja muncul
akibat ketidak-harmonisan hubungan ayah dan ibu, sikap orang tua yang menabuhkan
pertanyaan anak tentang reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido),
serta adanya tindak kekerasa terhadap anak (child physical abuse). Membuat orang
tua merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan pengetahuan yang memadai
tentang seksualitas kepada anak (Iskandar, 1997). Hubungan orang tua yang kurang
akrab dengan anak karena kesibukan orang tua oleh pekerjaannya, menyebabkan
makin sedikitnya waktu bagi remaja untuk mendiskusikan masalah kehidupan
seksualitasnya kepada orang tua, sehingga membuat kehidupan seksualitasnya
menjadi tidak bertanggung jawab dan terkontrol (Nurhayati, 2002).

Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli dalam
Retnowati (2010), antara lain:

1. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)


2. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan
anak di rumah
3. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak
baik (buruk)
4. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi
daripada kejiwaan (psikologis).

Kemajuan pembangunan dibidang ekonomi dan meningkatnya industrialisasi


membuat remaja untuk hidup konsumtif, hedonistik dan kesempatan untuk tinggal
diluar pengawasan orang tua. Hal ini dapat diikuti dengan dengan meningkatnya
kehidupan seksual mereka, yang sulit dihentikan dengan melarang dan mengajari
tentang moralitas, karena disisi lain produsen akan merayu remaja dengan
memanfaatkan perkembangan biologis dan seksualitasnya (Mohammad, 1998).
Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih menabuhkan pembicaraan seks
dengan anak dan cenderung membuat jarak dengan anak, akibatnya pengetahuan
remaja tentang seksualitas sangat kurang.

Orang tua mempunyai peranan yang penting sebagai sumber informasi


sehingga harus memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan terbuka mengenai
permasalahan yang dialami oleh anak-anak remaja dan lingkungan sekitarnya
terhadap masalah seks.
2.7.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Pranikah

Menurut Hyde (2006) semakin muda umur seseorang saat mengalami


pubertas makasemakin besar risiko terjadinya perilaku seks pranikah dikarenakan
perubahan pada hormone yang terjadi seiring dengan masa pubertasberkontribusi
pada meningkatnya keterlibatanseksual pada sikap dan hubungan dengan lawan jenis.
Hal ini dikarenakan pada umur ini adalah potensial aktif bagi mereka untuk
melakukan perilaku seks bebas.

Menurut Soetjiningsih (2010), hubungan seksual yang pertama dialami oleh


remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :

1. Waktu/saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami


tentang apa yang akan dialaminya.
2. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.
3. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk
melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga
hubungan akan makin mendalam.
4. Hubungan antar mereka makin romantis.
5. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak untuk
memasuki masa remaja dengan baik.
6. Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga perhatian
terhadap anak kurang baik.
7. Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan akan
mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan
adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok yang
ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan/tuntutan, mereka mencari
kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan
sesuatu.
8. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain
sering mempergunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ke tempat-
tempat sepi.
9. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin
menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan
kematangannya, misal mereka ingin menunjukkan bahwa mereka sudah
mampu membujuk seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksualnya.
10. Pengaruh media massa yang menampilkan perilaku seks bebas. Informasi
seksual dari media cetak seperti gambar dan cerita menjurus porno di
majalah, koran. Sedangkan informasi pornografi media elektronik seperti
menonton film porno, melihat gambar porno, dan cerita-cerita porno di
internet, menonton film di VCD/ DVD, melalui hand phone.
11. Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol. Peningkatan penggunaan obat
terlarang dan alkohol makin lama makin meningkat.
12. Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu akan batas-batasnya mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh.
13. Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktivitas seksual sebab sudah
merasa matang secara fisik.
14. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya.
15. Penerimaan aktivitas seksual pacarnya.
16. Sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya.
17. Terjadi peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan kadar hormon
reproduksi/seksual.

Sedangkan menurut BKKBN (2007) faktor-faktor yang meningkatkan


dorongan seksual pada remaja yaitu menonton film porno, melihat gambar porno,
mendengar cerita porno, berduaan ditempat sepi, berkhayal tentang seksual,
menggunakan zat perangsang atau napza. Cara mengendalikannya yaitu dengan taat
beribadah, remaja memahami tugas utamanya misalnya belajar dan bekerja, mengisi
waktusesuai bakat, minat dan kemampuan misalnya olahraga, kesenian dan
berorganisasi.

Dari faktor-faktor yang memengaruhi remaja melakukan perilaku seksual


pranikah di atas, terdapat pengaruh teman sebaya dan media massa sebagai sumber
informasi seksual. Hal ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian terdahulu yang
membuktikan bahwa adanya pengaruh variabel teman sebaya dan sumber informasi
seksual terhadap perilaku seksual pranikah.

2.7.3. Peran Teman Sebaya

Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau
kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan
sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan
diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan
terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting.

Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya
adalah :

a. Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.


b. Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan.
c. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.

Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja


mempelajari modus relasi yang timbal-balik secara simetris. Bagi beberapa remaja,
pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan
bersikap bermusuhan. Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa teman sebaya
sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting bagi
perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para
remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri (Piaget
dan Sullivan dalam Santrock, 2007).
2.7.4. Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Pranikah

Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-
kira sama. Dalam pembentukan kelompok teman sebaya selain diperhatikan
persamaan usia, para remaja juga memperhatikan persamaan-persamaan lainnya,
seperti hobi, status sosial, ekonomi, latar belakang keluarga, persamaan sekolah,
tempat tinggal, agama dan juga ras (Ghozaly, 2011).

Dalam perkembangan sosial remaja maka remaja mulai memisahkan diri dari
orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya. Pada umumnya
remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya (peer group). Kelompok sebaya
menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial remaja.
Kelompok sebaya juga merupakan wadah untuk belajar kecakapan-kecakapan sosial,
karena melalui kelompok remaja dapat mengambil berbagai peran. Di dalam
kelompok sebaya, remaja menjadi sangat bergantung kepada teman sebagai sumber
kesenangannya dan keterikatannya dengan teman sebaya begitu kuat. Kecenderungan
keterikatan (kohesi) dalam kelompok tersebut akan bertambah dengan meningkatnya
frekuensi interaksi di antara anggota-anggotanya (Soetjiningsih, 2004).

Horrocks dan Benimoff dalam Hurlock (2003) menjelaskan bahwa kelompok


sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan panggung dimana ia
dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya ia merumuskan
dan memperbaiki konsep dirinya, di sinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar
dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang
justru ingin dihindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat remaja
melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-
nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman sebayanya.
Jadi, dalam kelompok sebaya ini remaja memperoleh dukungan untuk
memperjuangkan emansipasi dan di situ pula ia dapat menemukan dunia yang
memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin apabila ia mampu melakukannya.
Dalam kelompok sebaya (peer group), individu merasakan adanya kesamaan
satu dengan yang lain, seperti di bidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang dapat
memperkuat kelompok itu. Dalam kelompok sebaya tidak dipentingkan adanya
struktur organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya
tanggungjawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Dalam kelompok
sebaya, individu merasa menemukan dirinya (pribadi) serta dapat mengembangkan
rasa sosialnya sejalan dengan perkembangan kepribadiannya. Dalam teman sebaya
pengaruh pola hubungan, konformitas, kepemimpinan kelompok, adaptasi sangat
besar terhadap remaja (Santosa, 2009).

Penelitian Suharsa (2006) meneliti interaksi teman sebaya dengan perilaku


seksual siswa SMA di Kabupaten Pandeglang menunjukkan bahwa responden yang
aktif berinteraksi dengan teman sebaya berpeluang melakukan perilaku seksual
pranikah 7 kali lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak aktif berinteraksi
dengan teman sebayanya.

2.8. Model S-O-R

Perubahan perilaku remaja dapat dasarkan pada teori perubahan perilaku dari
Skiner (1938) yang dikembangkan oleh Hosland (1953) dalam Notoatmodjo (2010)
yang teori tersebut terkenal dengan teori Stimulus – Organism – Response (SOR).
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa perubahan perilaku tergantung pada kualitas
rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme, maksudnya kualitas
yang diberikan dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas
kepemimpinan, dan gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan
perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat.

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), seorang ahli psikologi,


merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon,
maka teori skiner disebut teori "S-O-R" atau stimulus - organisme- respon. Dalam
teori ini Skiner membedakan dua jenis respon, yaitu :

1. Respondent respons atau refleksif, yaitu respon yang ditimbulkan oleh


rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut dengan eliciting
stimuli, karena menimbulkan respon yang relatif tetap. Sebagai contoh
makanan yang lezat akan menimbulkan keinginan seseorang untuk
memakannya.
2. Operant respons atau atau instrumental respons, yaitu respons yang timbul
dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan lain.
Perangsang ini disebut dengan reinforcing stimuli atau reinfocer, karena
berfungsi sebagai penguat respons seseorang. Sebagai contoh ketika
seorang tenaga kesehatan mendapatkan penghargaan dari atasannya
(stimuli baru), maka kedepannya tenaga kesehatan tersebut akan lebih
baik lagi melakukan tugasnya.

Menurut Thorndike (1949), belajar merupakan peristiwa terbentuknya


asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut Stimulus (S) dengan Respon
(R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda
untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari
adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.

Menurut Effendy dalam buku Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi (2003:
254), juga mengatakan bahwa teori dan model komunikasi yang tampil pada dekade
1940-an dan 1950-an adalah Teori S-O-R singkatan dari Stimulus – Organism –
Response teori ini berasal dari psikologi. Obyek material dari psikologi dan ilmu
komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen
seperti sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi. Unsur-unsur dalam model ini
adalah :
a. Pesan (Stimulus, S)
b. Komunikasi (Organism, O)
c. Efek (Response, R)

Asumsi dasar dari model ini adalah: media massa menimbulkan efek yang
terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau S-
R theory. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi.
Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal,
simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara
tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif; misal jika
orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan reaksi positif, namun jika
tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model
inilah yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic
Needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan
model S-O-R, yakni bahwa media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat
tehadap komunikan. Artinya media diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang
memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan menghasilkan tanggapan (R) yang
kuat pula.

Hovland, et al (1953) dalam notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa proses


perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan
perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau


ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti
stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti
disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian
dari individu dan stimulus tersebut efektif.
2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima)
maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi
kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya
(bersikap).
4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku).

Menurut Stimulus-Response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus


terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikasi. Unsur- unsur dalam
model ini adalah pesan (stimulus, S), komunikan (organism, O), Efek (Response, R)
(Uchjana, 1933).

2.9. Kerangka Teori

Perilaku pacaran pada remaja sering menimbulkan dampak negatif yang tidak
disadari. Seperti kehamilan remaja, aborsi, putus sekolah, perkawinan dini,
perceraian, tertular penyakit kelamin, dan lain-lain. Banyak faktor yang memengaruhi
terjadinya perilaku seks pada remaja terutama faktor eksternal, karena pada masa
remaja mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari luar dirinya seperti teman
sebaya dan sumber informasi dari media massa yang kurang tepat.

Cinta dan seks merupakan salah satu problem terbesar remaja di seluruh
dunia. Pada saat ini banyak remaja beranggapan bahwa cinta dan seks merupakan
dua hal yang berhubungan erat. Bila cinta terhadap seseorang harus dibumbui dengan
perilaku seks, dan seks yang dilakukan dengan pasangan harus berlandaskan cinta.
Tidak jarang masa depan remaja hancur karena masalah cinta dan seks.

Dalam teori S-O-R, pengaruh eksternal dapat menjadi stimulus dan dapat
memberikan rangsangan sehingga berubahnya sikap dan perilaku seseorang. Untuk
keberhasilan dalam mengubah sikap maka komunikator perlu memberikan tambahan
stimulus (penguatan) agar penerima berita mau mengubah sikap. Dengan cara
demikian penerima informasi akan mempersepsikannya sebagai suatu arti yang
bermanfaat bagi dirinya dan adanya sanksi jika hal ini dilakukan atau tidak.

Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku merupakan bentuk respon


atau reaksi terhadap stimulus atau rangsang dari luar organisme (orang), namun
dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain
dari orang yang bersangkutan (determinan perilaku). Faktor determinan perilaku ada
dua yaitu: 1) faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, 2) faktor
eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik
dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang
mewarnai perilaku seseorang.

Stimulus yang memengaruhi remaja berperilaku seksual pranikah berupa


rangsangan yang datang dari luar dan dalam diri remaja tersebut seperti karakteristik
individu, peer group (teman sebaya), pengetahuan, lingkungan, budaya, ekonomi,
dan media. Organisme akan memberi perhatian, pengertian, persepsi dan penerimaan
terhadap stimulus. Akhirnya reaksi organisme direspons dalam bentuk perilaku yang
dibedakan dalam perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt
behavior). Perilaku tertutup masih dalam bentuk sikap remaja, sedangkan perilaku
terbuka yaitu perilaku seksual pranikah yang nyata.

Perilaku seseorang dapat berubah apabila stimulus (rangsang) yang diberikan


benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus
semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam
meyakinkan organisme faktor reinforcement memegang peranan penting. Proses
perubahan perilaku berdasarkan teori SOR dan teori uses and gratification
digambarkan sebagai berikut :
Stimulus
1. Paparan
Media Sosial
2. Sumber
Mengunduh
Video Porno
3. Penggunaan Media :
frekuensi,
durasi,
biaya,
sarana
konten isi
4. Tempat
5. Peer group Organisme
(Teman Sebaya)
Umur
6. Media Elektronik Respons
Jenis kelamin
7. Lingkungan pengetahuan
8. Orang tua Perilaku berpacaran

Gambar 2.10. Modifikasi kerangka teori berdasarkan Stimulus


Organise Respons Rakhmat (2002), Widarti (2008) dan Murti
(2008)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

Berdasarkan kerangka teori tersebut peneliti ingin melihat gambaran


paparan pornografi dari media sosial dalam perilaku berpacaran pada siswa SMK
X, peneliti membuat kerangka konsep berdasarkan variabel-variabel yang bisa
diukur oleh peneliti yaitu variabel stimulus yang terdiri dari paparan media sosial,
sumber media sosial, frekuensi, teknologi, tempat, dan peer group. Dalam
organisme, faktor yang mempengaruhi paparan pornografi yaitu faktor internal,
yang terdiri dari variabel umur dan jenis kelamin (Widarti, 2008 dan Murti, 2008).
Variabel respon perilaku berpacaran yang terdiri dari bersentuhan, berciuman,
bercumbuan, dan berhubungan seksual. Sedangkan variabel lainnya yang tidak
dimasukkan kedalam kerangka konsep ini seperti, lingkungan, budaya, ekonomi,
biaya, sarana, konten isi, dan pengetahuan tidak diteliti karena kecenderungan
variabel tersebut homogen yaitu berasal dari satu lingkungan sekolah yang sama
seperti ekonomi yang pada siswa tersebut tidak bervariasi karena sekolah tersebut
adalah sekolah swasta dan tingkat ekonomi yang tidak berbeda signifikan antar
siswa, lingkungan, budaya dan sarana masyarakat perkotaan di sekolah tersebut
cenderung sama seperti akses internet yang mudah didapat jika dibandingkan
dengan sekolah di pedesaan. Konten isi video porno tidak diteliti karena sudah
dijelaskan definisi video porno berdasarkan undang-undang pornografi sehingga
tidak ada perbedaan jenis konten isi video tersebut dan pengetahuan juga tidak
diteliti pada penelitian ini karena kecenderungan siswa sudah banyak mengetahui
video porno.

45
46

3.1. Kerangka Konsep

Stimulus
1. Paparan Media
Sosial
2. Sumber
Mengunduh
Video Porno
3. Frekuensi
Menonton
Video Porno
4. Media
Elektronik :
- Perangkat Organisme
Respons
Mengunduh
- Umur Perilaku berpacaran
- Perangkat - Jenis kelamin
Menonton
5. Tempat :
- Mengunduh
Video Porno
- Menonton
Video Porno
6. Peer group
(Teman Sebaya)
47

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional Penelitian
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Stimulus

1 Paparan Media Keterpaparan siswa Angket Kuesioner 1. Ya, jika siswa Ordinal
Sosial dengan satu atau lebih terpapar oleh satu atau
media social, seperti lebih media sosial
youtube, website, dan lain- lebih dari satu kali
lain yang mengaksesnya dalam seminggu
lebih dari satu kali dalam 2. Tidak, jika siswa tidak
seminggu pernah terpapar media
sosial
2 Sumber Laman/sumber yang Angket Kuesioner 1. Youtube Nominal
Mengunduh digunakan untuk
2. Website porno
Video Porno mengunduh video porno
3. Blog / Forum

4. Jejaring Sosial
5. Lainnya

3 Frekuensi Jumlah / banyaknya Angket Kuesioner Dalam satu minggu terakhir … Rasio
Menonton Video mengunduh video porno kali
Porno dari internet.

4 Perangkat Alat berbasis komputer Angket Kuesioner 1. Handphone/SmartPhone Nominal


Teknologi yang digunakan orang 2. Komputer PC
Mengunduh untuk bekerja dengan 3. Televisi
informasi dan mendukung 4. Laptop
informasi dan kebutuhan 5. Lainnya
pemrosesan informasi dari
suatu organisasi. Baik
menangkap,
menyampaikan,
menciptakan, menyimpan
dan mengkomunikasikan
informasi.
5 Perangkat Alat yang digunakan untuk Angket Kuesioner 6. Handphone/SmartPhone Nominal
Teknologi menonton video porno 7. Komputer PC
Menonton 8. Televisi
9. Laptop
10. Lainnya

6 Tempat Lokasi/tempat responden Angket Kuesioner 1. Warung Internet Nominal


mengunduh mengunduh video porno 2. Rumah Sendiri
video porno dari internet 3. Sekolah
Lainnya

7 Tempat Lokasi/tempat responden Angket Kuesioner 4. Warung Internet Nominal


menonton video menonton video porno 5. Rumah Sendiri
porno 6. Sekolah
7. Lainnya
8 Teman sebaya Teman sebaya/peer group Angket Kuesioner 1. Baik, jika responden Nominal
adalah orang lain dengan memperoleh nilai <
tingkat umur dan 3 dari total 5 soal
kedewasaan yang 2. Buruk, jika responden
perkembangan emosi yang memperoleh nilai ≥ 3
relatif sama dengan dari total 5 soal
remaja.

Organisme

9 Jenis kelamin Adalah tanda fisik yang Angket Kuesioner 1. Laki – laki Nominal
teridentifikasi pada 2. Perempuan
responden dan dibawa sejak
dilahirkan.

10 Umur Adalah masa hidup responden Angket Kuesioner Usia dalam tahun Interval
yang dihitung sejak ia lahir
sampai dengan penelitian
dilaksanakan yang dinyatakan
dalam bentuk tahun.

Respons

11 Perilaku Serangkaian aktivitas Angket Kuesioner 1. Ya, jika siswa Nominal


Berpacaran bersama yang diwarnai memiliki perilaku
keintiman (seperti adanya berpacaran
rasa kepemilikan dan 2. Tidak
keterbukaan diri) serta
adanya ketertarikan emosi
antara pria dan wanita yang
belum menikah dengan
tujuan saling mengenal dan
melihat kesesuaian antara
satu sama lain sebagai
pertimbangan sebelum
menikah.
12 Bersentuhan Melakukan kontak kulit Angket Kuesioner Dalam satu minggu terakhir Rasio
(touching) secara disengaja atas … kali
dorongan hasrat seksual

13 Berciuman Melekatkan bibir secara Angket Kuesioner Dalam satu minggu terakhir Rasio
(kissing) disengaja atas dorongan … kali
hasrat seksual kepada lawan
jenis

14 Bercumbuan Mengucapkan kata-kata Angket Kuesioner Dalam satu minggu terakhir Rasio
(petting), manis yang dipakai untuk … kali
membujuk lawan jenis atas
dorongan hasrat seksual

15 Berhubungan Melakukan hubungan Angket Kuesioner Berapa kali selama pacaran Rasio
seksual seksual seperti hubungan
(sexual suami istri di luar
intercourse) pernikahan
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan desain


penelitian cross sectional. Hal ini dikarenakan variabel independen
(penggunaan media sosial) dan variabel dependen (perilaku seksual pra
nikah) diukur dalam waktu yang bersamaan pada saat pengumpulan data
penelitian berlangsung.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 sampai


September 2015

4.2.2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini adalah SMK X Kelurahan Cempaka Putih,


Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMK X kelas


10 sampai kelas 12 yang terdaftar di dalam absen di dalam kelas.
Jumlah siswa-siswi SMK X kelas 10 sampai kelas 12 sebanyak 1023
siswa.

53
54

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini didapatkan dari perhitungan besar sampel


roporsi pada satu populasi. Hal ini dikarenakan penelitian ini hanya bertujuan untuk menggambarkan kondisi penggunaan
mpel penelitian ini adalah :

𝑁 Z2𝑃 (1−𝑃)
𝑛 =1−𝑎/2
Besar sampel (N−1)𝑑2+Z2𝑃 (1−𝑃)
1−𝑎/2

710 . (1,962 . 0,417 . 0,583)


𝑛= 709 . 0.12 + 1,962 . 0,417 . 0,583

663,094
2,70649

= 245

𝑛 = besar sampel minimum

𝑍𝑎= 5% nilai distribusi normal baku (tabel Z)

𝑃 = 41,7% (0,417) Proporsi perilaku seksual pranikah berisiko pada


remaja SMP-SMA/Sederajat di Kecamatan Ciputat Timur. (Peminatan Promosi Kesehatan, 2010)

𝑑 = 5% (0,05) kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir.

N = jumlah populasi (Jumlah siswa SMK X Kelas 10 dan kelas 11


sebanyak 710 siswa).

Jumlah sampel penelitian sebesar 245 responden. Tehnik


pengambilan sampel dilakukan dengan proporsional random sampling.
Selanjutnya pembagian sampel berdasarkan kelas adalah sebagai
berikut:

1. Besar sampel siswa kelas 10 =

= (Jumlah siswa kelas 10/Jumlah seluruh siswa) * sampel penelitian

= (365/710) * 245

= 126

2. Besar sampel siswa kelas 11 =

= (Jumlah siswa kelas 11/Jumlah seluruh siswa) * sampel penelitian

= (345/710) * 245

= 119

Kemudian pengambilan sampel menggunakan metode simple


random sampling, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyusun frame sampling yang berisi daftar nama seluruh siswa-


siswi SMK X Kota Tangerang Selatan pada masing-masing kelas
dengan jumlah kelas 10 sebanyak 126 siswa dan kelas 11 sebanyak
119 siswa.
2. Melakukan pengambilan secara acak/pengundian terhadap beberapa
siswa di kelas tersebut sebagaimana terdaftar dalam kerangka
sampel sampai terambil 245 orang. Nama-nama siswa tersebut yang
terpilih secara acak akan dijadikan sampel dalam penelitian ini.

4.4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh


peneliti. Sebelum kuesioner dipakai untuk mengukur variabel yang telah
ditetapkan di definisi operasional, kuesioner akan diuji validitas dan
reabilitasnya terlebih dahulu di sekolah yang memiliki karakteristik yang
sama dengan sampel penelitian. Kuesioner penelitian akan menjawab
pertanyaan tentang frekuensi, tempat dan waktu mengunduh serta menonton
film. Kemudian juga digunakan untuk mengukur perilaku seksual pra nikah
pada remaja seperti bersentuhan, berciuman, bercumbu dan melakukan
hubungan seksual.

4.5. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan sistem random sampling yaitu


responden penelitian akan dipilih secara acak berdasarkan jumlah siswa pada
tiap kelas. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang dibagikan kepada
responden terpilih dan meminta kesediaanya untuk menjadi responden
penelitian dengan menandatangani informed consent yang terlampir di depan
kuesioner. Responden mengisi kuesioner penelitian ini sendiri dengan tidak
mencantumkan identitas responden seperti nama. Responden diminta
mengembalikan lagi kuesioner yang telah diberikan kepada peneliti maksimal
2 hari setelah kuesioner ini dibagikan ke responden.

4.6. Manajemen Data

Setelah data dikumpulkan, tahapan selanjutnya adalah proses


manajemen data yang dimulai dari tahap memeriksa kelengkapan data
(editing data), pemberian kode data sesuai dengan definisi operasional yang
telah ditetapkan (coding data), memasukkan data ke dalam software pengolah
data (entry data) dan memastikan data yang telah dimasukkan ke dalam
software pengolah data dilakukan pengecekan kembali jika terjadi data yang
masih belum masuk ke dalam software dan memiliki kesalahan dalam entry
data (cleanning data). Setelah data dipastikan sudah tepat masuk di dalam
software, maka data yang telah ada siap untuk dilakukan analisis data.
4.7. Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat


gambaran paparan pornografi dari media sosial terhadap perilaku seksual pra
nikah pada remaja sehingga analisis data yang digunakan adalah analisis
univariat. Data penggunaan video porno dan perilaku seksual pra nikah akan
dianalisis berdasarkan frekuensi dan proporsi variabel.
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi SMK X berada di jalan Ir. H. Djuanda Ciputat Tangerang dengan


bantuan masyarakat dan swadaya murni, SMK X dibangun di atas lahan seluas
2800 m2 dengan luas bangunan sebesar 1291 m2.

SMK X Ciputat Tangerang adalah sekolah menengah kejuruan yang


memakai KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pengajaran), ini dikarenakan
pemerintah telah menetapkan KTSP di Indonesia, jadi SMK X Ciputat Tangerang
memakai kurikulum tersebut. Disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan dunia usaha
dan dunia industri pada saat ini. Ada lima jurusan yang dibuka, yaitu jurusan
Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik, Teknik Mekanik Otomotif, Teknik Mekanik
Industri, Administrasi Perkantoran dan Akuntansi.

SMK X Ciputat Tangerang merupakan sekolah kejuruan yang mempunyai


sistem pendidikan yang berbeda dengan sekolah-sekolah lain yang ada
disekitarnya, hal ini dikarenakan SMK X Ciputat Tangerang adalah sekolah
kejuruan dalam bidang teknologi dan industri. Yang mempunyai tujuan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil dalam bidang teknologi dan
industri yang pada saat itu sangat dibutuhkan oleh dunia usaha dan usaha industri.

5.2 Gambaran Stimulus Paparan Media Sosial Pada Siswa SMK X,


Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015.

Stimulus awal paparan media sosial para responden adalah internet.


Stimulus paparan media sosial dapat diketahui dari karakteristik responden yang
menggunakan internet. Seluruh responden menggunakan internet untuk kegiatan
sehari-hari. Hal yang wajar memang seluruh responden menggunakan internet
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan responden menggunakan
fasilitas internet untuk mengerjakan tugas sekolah. Tetapi selain memanfaatkan

58
59

internet untuk mengerjakan tugas sekolah, responden memanfaatkan fasilitas


internet untuk kegiatan lain yaitu membuka media sosial. Paparan media sosial
yang responden dalam penelitian ini seperti membuka youtube, website,
blog/forum dan jejaring sosial. Berikut tabel yang menjelaskan paparan media
sosial responden.

Tabel 5.1
Jumlah Responden Terpapar Media Sosial
Terpapar N Persentase
Iya 133 54.3
Tidak 112 45.7
Total 245 100.0

54,3%. Responden menggunakan fasilitas internet dengan membuka jejaring sosial. Laman jejaring sosial ini digunakan un

Tabel 5.2
Jenis Laman Internet Yang Dibuka Responden
Laman Internet N Persentase
Youtube
Iya 101 41.2
Tidak 144 58.8
Website
Iya 74 30.2
Tidak 171 69.8
Blog/Forum
Iya 41 16.7
Tidak 204 83.3
Jejaring Sosial
Iya 204 83.3
Tidak 41 16.7
Email
Iya 2 0.82
Tidak 243 99.18
Game Online
Iya 16 6.5
Tidak 229 93.5
Online Shop
Iya 1 0.41
Tidak 244 99.59

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa responden yang memanfaatkan


internet untuk membuka laman youtube sebesar 41,2%, website 30,2%,
blog/forum 16,7%, jejaring sosial 83,3%, email, 0,82%, game online 6,5% dan
online shop 0,41%. Seluruh responden mengaku menggunakan internet dalam
kehidupan sehari-hari, juga dimanfaatkan oleh responden lain untuk melakukan
hal negatif. Salah satu hal negatif dari internet adalah menonton video porno.
Selain menonton video porno, responden juga mengaku pernah mengunduh video
porno di internet. Berikut tabel responden yang mengunduh video porno.

Tabel 5.3
Karakteristik Responden yang pernah mengunduh video porno
Pernah Mengunduh N Persentase
Iya 83 33.9
Tidak 162 66.1
Total 245 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 33,9% responden


mengaku pernah mengunduh video porno tersebut. Laman yang digunakan
responden untuk mengunduh video porno berdasarkan tabel dibawah ini.

Tabel 5.4
Laman Internet Yang Digunakan Responden Untuk Mengunduh Video
Porno
Tempat N Persentase
Youtube 19 22.9
Website Porno 35 42.2
Jejaring Sosial 18 21.7
Teman 11 13.3
Total 83 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa responden mengunduh video


porno di laman video porno dengan presentase sebesar 42,9%. Selanjutnya
frekuensi responden mengunduh video porno dapat dijelaskan dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 5.5
Karakteristik Frekuensi Responden Mengunduh video porno
Variabel N Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum
Frekuensi 48 2,04 1,502 0 7

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa rata-rata responden mengunduh


video porno sebanyak 2,04 kali dengan standar deviasi sebesar 1,502 kali serta
nilai maksimum sebanyak 7 kali. Berdasarkan hal tersebut, rata-rata 1 orang
responden pernah mengunduh video porno sebanyak 2 kali. Berikutnya tempat
responden mengunduh video porno dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.6
Tempat Responden yang pernah mengunduh video porno
Tempat N Persentase
Warung 19 22.9
Internet
Rumah 35 42.2
Sekolah 18 21.7
Lainnya 11 13.3
Total 83 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa tempat yang responden sering


gunakan untuk mengunduh video porno adalah rumah (42,2%). Selanjutnya alat
yang digunakan untuk mengunduh video porno dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.

Tabel 5.7
Alat Yang digunakan Responden yang pernah mengunduh video porno
Alat N Persentase
Handphone 67 80.7
Komputer 16 19.3
Total 83 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa mayoritas responden


menggunakan handphone untuk menguduh video porno (80,7%). Selanjutnya
selain mengunduh, menonton video porno juga diteliti pada penelitian ini.
Tabel 5.8
Karakteristik Responden yang pernah menonton video porno
Pernah Menonton N Persentase
Iya 159 64.9
Tidak 86 35.1
Total 245 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 64,9% responden


mengaku pernah menonton video porno. Hal ini berarti bahwa lebih dari setengah
populasi pernah menonton video porno. Selanjutnya frekuensi menonton video
porno dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.9
Karakteristik Frekuensi Responden Menonton video porno
Variabel N Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum
Frekuensi 159 2,39 3,375 0 30
(Kali Dalam
Seminggu)

Pada tabel diatas, diketahui bahwa rata-rata responden pernah menonton


video porno sebanyak 2,39 kali dengan standar deviasi 3,375 kali. Tingkat
keseringan responden menonton video porno sebanyak 30 kali. Berikut tempat
responden menonton video porno.

Tabel 5.10
Tempat Responden yang Menonton video porno
Tempat N Persentase
Warung Internet 19 11.9
Rumah 127 79.9
Sekolah 9 5.7
Rumah Teman 4 2.5
Total 159 100.0

Pada tabel diatas, diketahui bahwa rumah menjadi tempat paling sering
responden menonton video porno (79,9%). Selanjutnya asal laman internet dari
video porno yang ditonton dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.11
Laman Internet Yang Digunakan Responden Untuk Menonton Video Porno
Tempat N Persentase
Youtube 23 14.5
Website Porno 33 20.8
Jejaring Sosial 24 15.1
Teman 76 47.8
VCD 3 1.9
Total 159 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa teman memiliki pengaruh yang


signifikan terhadap responden untuk menonoton video porno (47,8%). Alat yang
digunakan responden untuk menonton video porno dijelaskan pada tabel dibawah
ini.

Tabel 5.12
Alat Yang digunakan Responden menonton video porno
Alat N Persentase
Handphone 129 81.1
Komputer 24 15.1
Televisi 6 3.8
Total 159 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa mayoritas responden


menggunakan handphone untuk menonton video porno. Pengaruh teman sebaya
sebagai sumber informasi menjadi penting dalam memutuskan seseorang
menonton video porno. Berikut tabel yang menjelaskan pengaruh teman sebaya
dalam menonton video porno.

Tabel 5.13
Karakteristik Pengaruh Teman Sebaya Untuk Menonton Video Porno
Terpapar N Persentase
Baik 133 54.3
Buruk 112 45.7
Total 245 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pengaruh teman sebaya


cenderung menjadi sumber informasi yang baik sebesar 54.3%. Pengaruh teman
sebaya dalam menonton video porno dapat dilihat dari seringnya responden
mendengar informasi tentang masalah seks, diajak melihat dan mengakses video
porno, menyaksikan adegan seks di VCD, mengejek teman yang tidak mau
berhubungan seksual dan terbuka membicarakan masalah seksual. Berikut tabel
yang menjelaskan hal tersebut.

Tabel 5.14
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengaruh Teman Sebaya
Pengaruh Teman Sebaya N Persentase
Mendengar Informasi Tentang Masalah Seks
Ya 205 83.7
Tidak 40 16.3
Pernah Diajak Melihat Dan Mengakses Video Porno
Ya 133 54.3
Tidak 112 45.7
Menyaksikan Adegan Seks Melalui VCD
Ya 100 40.8
Tidak 145 59.2
Mengejek Teman Yang Tidak Mau Berhubungan Seksual
Ya 14 5.7
Tidak 231 94.3
Terbuka Membicarakan Masalah Seksual
Ya 59 24.1
Tidak 186 75.9

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa teman responden yang sering


bercerita tentang masalah seks sebesar 83,7%, Mengajak melihat dan mengakses
video porno sebesar 54,3%, menyaksikan adegan seks melalui VCD sebesar
40,8%, mengejek teman yang tidak mau berhubungan seksual sebesar 5,7% dan
terbuka membicarakan masalah seksual sebesar 24,1%. Besarnya pengaruh teman
sebaya terkait dengan masalah seksual ini akan mempengaruhi stimulus
responden untuk melakukan tindakan perilaku seksual.

5.3. Gambaran Organisme Berdasarkan Karakteristik Individu Pada Siswa


SMK X, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015.

Karakteristik organisme yang diteliti pada penelitian ini adalah jenis


kelamin, umur, agama dan pendidikan orang tua. Karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin dan menonton video porno adalah
Tabel 5.15
Karakteristik Jenis Kelamin Responden
Menonton Video Porno
Jenis Kelamin Iya Tidak Total
N % N % N %
Laki-Laki 79 81.4 18 18.6 92 100
Perempuan 80 54.1 68 45.9 148 100
Total 159 64.9 86 35.1 245 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa laki-laki yang menonton video


porno sebesar 81.4% dan perempuan sebesar 54.1%. Selanjutnya berdasarkan
umur responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.16
Karakteristik Umur Responden
Menonton Video Porno
Umur Iya Tidak Total
N % N % N %
< 17 Tahun 109 66.9 54 33.1 163 100
≥ 17 Tahun 50 61.0 32 39.0 82 100
Total 159 64.9 86 35.1 245 100

Berdasarkan kelompok umur, diketahui bahwa responden yang berusia


kurang dari 17 tahun dan menonton video porno sebesar 109 orang dengan
persentase 66,9% sedangkan responden yang kurang dari 17 tahun dan tidak
menonton video porno sebesar 33,1%.

5.4. Gambaran Respon perilaku berpacaran yang terdiri dari bersentuhan


(touching), berciuman (kissing), bercumbu (petting), dan berhubungan
seksual (sexual intercourse) pada siswa SMK X, Kelurahan Cempaka
Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2015.

Gambaran perilaku pacaran diawali dengan perilaku pacaran yang dialami


responden. Berikut tabel distribusi responden yang pacaran.

Tabel 5.17
Distribusi Frekuensi Responden yang Pernah Pacaran
Pacaran N Persentase
Iya 202 82.4
Tidak 43 17.6
Total 245 100.0
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa distribusi responden pernah
pacaran sebesar 82.4%. Selanjutnya frekuensi pacaran responden dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.18
Karakteristik Frekuensi Pacaran Responden
Variabel N Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum
Frekuensi 202 4,91 4,722 1 32

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa tiap responden memiliki rata-rata


pernah berpacaran sebanyak 4,91 kali dengan standar deviasi sebesar 4,72 kali.
Selanjutnya jumlah minimum pacar yang dimiliki sebesar 1 orang dan paling
banyak 32 orang. Pada responden yang berpacara, diketahui bahwa ada perilaku
seksual seperti berpegangan tangan, bersentuhan dengan pacar, berciuman dengan
pacar, bercumbu mesra dan berhubungan seksual. Berikut tabel tentang distribusi
frekuensi responden yang memiliki perilaku seksual pranikah.

Tabel 5.19
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Seksual
Perilaku Seksual N Persentase
Berpegangan Tangan
Ya 176 87.1
Tidak 26 12.9
Bersentuhan Dengan Pacar
Ya 47 23.3
Tidak 155 76.7
Berciuman Dengan Pacar
Ya 70 34.7
Tidak 132 65.3
Bercumbu Mesra
Ya 27 13.4
Tidak 175 86.6
Berhubungan Seksual
Ya 11 5.4
Tidak 191 94.6
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa responden berpacaran yang
berpegangan tangan sebesar 87,1%, bersentuhan dengan pacar 23,3%, berciuman
dengan pacar 34,7%, bercumbu mesra 13,4% dan berhubungan seksual sebesar
5,4%. Frekuensi responden melakukan hal tersebut dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 5.20
Karakteristik Frekuensi Pacaran Responden yang berpegangan tangan
Perilaku Seksual N Mean Standar Minimum Maksimum
Deviasi
Berpegangan Tangan 176 3,99 4,582 1 49
Bersentuhan Dengan 47 2,98 1,343 1 7
Pacar
Berciuman Dengan 69 3.26 2,842 1 19
Pacar
Bercumbu Mesra 27 2,78 1,311 1 6
Dengan Pacar
Berhubungan Seksual 11 2,18 1,779 1 7
Dengan Pacar

Berdasarkan hal diatas, diketahui bahwa rata-rata responden berpacaran


yang berpegangan tangan dengan pacarnya sebanyak 3,99 kali, bersentuhan
dengan pacarnya sebanyak 2,98 kali, berciuman dengan pacar sebanyak 3,26 kali,
bercumbu mesra dengan pacar sebanyak 2,78 kali dan berhubuungan seksual
dengan pacar sebanyak 2,18 kali.
BAB VI

PEMBAHASA

6.1 Keterbatasan Penelitian

Kuesioner yang digunakan merupakan tipe pertanyaan mengingat ingatan


(memory call) sehingga dapat memungkinkan untuk terjadinya bias respon yaitu
kecenderungan responden untuk memberikan jawaban yang mungkin tidak sesuai
dengan kondisi aktualnya dikarenakan responden lupa atau tidak jujur dalam
mengisi kuesioner. Selain itu keterbatasan dari penelitian ini adalah peneliti tidak
menjadikan varorang tua sebagai variable untuk diukur, karena dalam kuesioner
peneliti tidak menanyakan kepada responden bagai mana peranan orang tua di
dalam rumah.

6.2 Gambaran Stimulus Paparan Media Sosial Pada Siswa SMK X,


Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015.
6.2.1. Gambaran Paparan Media Sosial Pada Siswa SMK X

Media sosial bisa di akses melalui internet, internet merupakan salah satu
media yang sekarang ini banyak digemari oleh remaja untuk mencari informasi
terbaru ataupun untuk menjalin hubungan dengan orang lain di tempat yang
berbeda. Hal ini selaras dengan data yang diperoleh dari hasil survey Google pada
tahun 2015 yang menunjukkan bahwa 82% pengguna internet di Indonesia berusia
dibawah 25 tahun. (consumerbarometer.com, 2015)

Berdasarkan tabel 5.1, sebanyak 54,3% responden terpapar media sosial


dengan 83,3% diantaranya membuka laman jejaring sosial dan 41,2% membuka
laman Youtube. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah
responden sudah terpapar oleh media sosial. Hal ini disebabkan oleh kemajuan
teknologi yang dapat memudahkan siapa saja untuk terkoneksi dengan internet.
Mudahnya mengakses internet dan frekuensi yang tinggi dapat menyebabkan
seseorang berpeluang mengidap IAD atau Internet Addiction Disorder (IAD) atau

68
69

gangguan kecanduan internet meliputi segala macam hal yang berhubungan


dengan internet seperti jejaring sosial, email, website, pornografi, judi online,
game online, chatting dan lain-lain. Jenis gangguan ini memang tidak tercantum
dalam manual diagnostik dan statistik gangguan mental, atau yang biasa disebut
dengan DSM, namun gangguan ini sama dengan kecanduan akibat judi, selain itu
Badan Himpunan Psikolog di Amerika Serikat secara formal menyebutkan bahwa
kecanduan ini termasuk dalam salah satu bentuk gangguan. (Siwi, 2004).

6.2.2. Gambaran Sumber Mengunduh Video Porno Pada Siswa SMK X

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sumber mengunduh video porno yang paling
sering digunakan remaja adalah laman website porno dengan persentase sebesar
42,9%. Kedua, youtube dengan persentase sebesar 22,9%. Ketiga, remaja
mendapatkan unduhan dari jejaring social sebesar 21,7%. Dan sisanya sebesar
13,3% remaja memperoleh dari temannya. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Kirana (2014) pada pelajar SMA Yayasan Perguruan Kesatria Medan
menunjukkan sebanyak 88 responden (82,2%) sering mengakses situs porno
melalui internet dan hanya 19 responden (17,8%) yang jarang mengakses situs
porno melaui internet. Hasil analisis bivariat yang dilakukan oleh Kirana (2014)
tersebut menunjukkan adanya hubungan antara akses situs porno dengan perilaku
seksual remaja. Responden yang terpapar media elektronik memiliki peluang 3,06
kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan dengan responden
yang tidak terpapar dengan media elektronik, sedangkan responden yang terpapar
media cetak mempunyai peluang 4,44 kali untuk berperilaku seksual berisiko
berat dibanding tidak terpapar dengan media cetak (Nursalam, 2008).

Dorongan seksual yang merupakan kebutuhan dasar setiap individu ditambah


dengan berkembangnya hormon-hormon pertumbuhan pada masa remaja serta
tingginya rasa ingin tahu meningkatkan ketertarikan remaja akan pornografi
(Supriati et al, 2009). Remaja ini kemudian mencari tahu melalui media yang
paling mudah mereka dapatkan dan gunakan yaitu internet. Tingginya pesentase
mengunduh konten porno melalui situsnya dalam penelitian ini mengindikasikan
mudahnya seseorang dalam mengakses situs tersebut. Sehingga perilaku seksual
dapat dengan mudah ditiru dan dicontoh oleh remaja dikarenakan adanya
dorongan pribadi dan kemudahan memperoleh informasi.

6.2.3 Gambaran Frekuensi Menonton Video Porno Pada Siswa SMK X

Data yang diperoleh pada tabel 5.9 diketahui bahwa rata-rata frekuensi
responden menonton video porno dalam seminggu sebanyak 2,39 kali dengan
standar deviasi 3,375 kali. Artinya, satu kali sampai dengan 5 kali dalam
seminggu responden yang sudah terpapar pornografi menghabiskan waktunya
untuk menonton video porno. Ada empat efek paparan yang terjadi pada mereka
yang terpapar pornografi dan mengalami paparan yang meliputi adiksi, eskalasi,
desensitisasi dan act out. Adiksi adalah adanya efek ketagihan. Sekali orang
menyukai materi pornografi maka ia akan memiliki keinginnan untuk melihat dan
mendapatkan kembalai materi tersebut.

Eskalasi adalah terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap materi seks yang


lebih berat, lebih eksplisit, lebih sensasional dan lebih menyimpang dari yang
sebelumnya dikonsumsi. Desensitisasi adalah tahap ketika materi seks yang
tadinya tabu, tidak bermoral, dan merendahlan martabat manusia pelan-pelan
dianggap menjadi sesuatu yang biasa bahkan tidak sensitive bagi korban.
Sedangkan Act out terjadi ketika ada peningkatan kecendrungan untuk melakukan
perilaku seksual pornografi yang selama ini hanya dilihat untuk diaplikasikan ke
kehidupan nyata (Cline, 1986 dalam Supriati et al, 2009).

Belum adanya angka yang pasti untuk mengukur efek tingkat paparan
pornografi di atas menyebabkan peneliti sulit untuk mengelompokkan frekuensi
responden siswa SMK X ke dalam tahapan efek paparan. Tetapi, semakin tinggi
perilaku mengkonsumsi media pornografi, maka akan semakin tinggi intensi
seseorang untuk melakukan masturbasi (Indrieyani, 2007). Dengan kata lain,
frekuensi menonton pornografi berbanding lurus dengan perilaku seksual
seseorang. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Santrock (2003) yang
menyatakan bahwa remaja yang terpapar media pornografi secara terus menerus,
semakin besar hasrat seksualnya. Remaja menerima pesan seksual dari media
pornografi secara konsisten berupa kissing, petting, bahkan hubungan seksual pra
nikah.

Jadi dari hasil ini kita bisa mengetahui bahwa semakin tingkat konsumsi
remaja menonton video porno memang dapat mempengaruhi perilaku seksual
pada remaja. Sebagai bentuk dari menonton video porno, remaja melakukan
percobaan adegan pornografi untuk mendapatkan rangsangan fisiologis dan
emosional serta peningkatan tingkat rangsangan kemungkinan akan menghasilkan
beberapa bentuk perilaku seksual seperti kissing, petting, masturbasi maupun
sexual intercourse. Peristiwa dalam film memotivasi dan merangsang kaum
remaja untuk meniru atau mempraktikkan hal yang dilihatnya, akibatnya remaja
menjadi semakin permisif terhadap perilaku dan norma yang ada (Rosadi, 2001).

6.2.4 Gambaran Perangkat Teknologi Yang Digunakan Siswa SMK X


Untuk Menonton Dan Mengunduh Video Porno

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 diketahui bahwa perangkat atau
alat yang paling banyak digunakan remaja untuk mengunduh video porno adalah
handphone yaitu sebesar (80,7%). Teknologi canggih yang memudahkan
seseorang untuk mengakses internet melalui handphone merupakan kemudahan
yang kemudian disalahgunakan oleh remaja. Selain itu pada tabel 5.12
handphone masih menjadi perangkat terbanyak yang digunakan untuk menonton
video porno yaitu sebesar 81,1%, sedangkan terbanyak kedua adalah komputer
sebesar 12,1%, dan yang terakhir televisi sebesar 3.8%. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mariani Ani (2010) yang menyatakan bahwa
media pemaparan pornografi yang paling utama pada siswa sekolah sebanyak
44,2% adalah telpon genggam (HP, hanphone). Dibandingkan dengan VCD/DVD
dan internet, telepon genggam memang memiliki keunggulan yang jauh lebih baik
karena penikmat pornografi menyukai media yang mudah diakses dan mudah
dinikmati secara pribadi. Telepon genggam menyediakan keduanya. Ketika siswa
sedang menikmati pornografi dalam telepon genggamnya, maka orang lain
cenderung tidak menaruh curiga karena adanya fitur lain yang disajikan telepon
genggam seperti layanan chat atau SMS.
Calzo dan Suzuki (2004) menyebutkan bahwa media elektronik sering
digunakan oleh remaja sebagai sumber informasi dan sebagai media komunikasi
dengan teman sebayanya. Dan pada usia ini, pencarian informasi merupakan salah
satu hal yang paling penting untuk mengatasi rasa keingintahuan mereka akan
berbagai informasi terutama yang terkait akan seks dan aturan orang dewasa
(Kenneavy et.al. 2006).

Kurangnya pertimbangan rasional dan pengetahuan yang cukup tentang


seksual dan akibat yang didapat dari perbuatan yang dilakukannya, membuat
remaja cenderung tidak memikirkan hal-hal yang akan terjadi kepada mereka.
Menurut Sekarrini (2011) responden yang memiliki paparan terhadap media
elektronik, memiliki perilaku seksual yang berisiko berat sebesar 66,7%,
sedangkan responden yang tidak memiliki paparan terhadap media elektronik
memiliki perilaku seksual berisiko sebesar 40%.

6.2.5 Gambaran Tempat Yang Digunakan Siswa SMK X Untuk


Menonton Dan Mengunduh Video Porno

Pada tabel 5.10, diketahui bahwa rumah menjadi tempat paling sering
responden gunakan untuk menonton video porno (79,9%). Tabel 5.6 juga
menjelaskan bahwa tempat yang paling sering responden gunakan untuk
mengunduh video porno adalah rumah (42,2%). Dari hasil penelitian ini, rumah
merupakan tempat yang nyaman bagi remaja untuk menonton ataupun
mengunduh video porno karena kurangnya pengawasan dan bimbingan orang tua
terhadap anak mereka. Kekurangan ini memberikan peluang yang besar bagi
remaja untuk memenuhi hasrat seksualnya. Rumah merupakan lingkungan
terdekat yang dimiliki seseorang untuk membentuk gaya hidupnya. Gaya hidup
menurut Kotler (2002) dalam Simamora (2009) adalah pola hidup seseorang di
dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Gaya hidup remaja yang banyak dipengaruhi oleh kemajuan
teknologi yang kemudian disalahartikan dengan menggunakan teknologi sebagai
alat memperoleh informasi negative dan didukung kurangnya pengawasan orant
tua tentu memberikan kontribusi pada perubahan gaya hidup remaja yang dapat
berisiko melakukan perilaku seksual pranikah.

6.2.6. Gambaran Teman Sebaya

Berdasarkan tabel 5.13, diketahui bahwa pengaruh teman sebaya cenderung


menjadi sumber informasi yang baik sebesar 54.3%. Pengaruh teman sebaya
dalam menonton video porno dapat dilihat dari seringnya responden mendengar
informasi tentang masalah seks, diajak melihat dan mengakses video porno,
menyaksikan adegan seks di VCD, mengejek teman yang tidak mau berhubungan
seksual dan terbuka membicarakan masalah seksual. Besarnya pengaruh teman
sebaya terkait dengan masalah seksual ini akan mempengaruhi stimulus
responden untuk melakukan tindakan perilaku seksual.

Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh


Damanik (2012) beliau menyatakan bahwa konformitas teman sebaya
berpengaruh signifikan dengan perilaku seks bebas pada remaja. Menurut Astuti
(2009) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik
antara peran teman sebaya dengan kecenderungan melakukan hubungan seksual
pranikah. Teman sebaya berpengaruh terhadap perilaku seks yaitu bahwa remaja
yang memiliki kelompok bermain buruk berpeluang untuk berperilaku seks berat
2 kali lebih besar dibanding dengan remaja yang memiliki kelompok bermain
baik.

Menurut Darmasih (2009), remaja sering sekali mendapatkan informasi tidak


akurat tentang seksual dari teman sebayanya. Pada masa ini teman sebaya juga
merupakan sumber informasi tidak terkecuali dalam perilaku seksual, sayangnya
informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah. Hal ini sesuai
dengan penelitian Suharsa (2006) aktif berinteraksi dengan teman sebaya
berpeluang melakukan perilaku seksual 7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
yang tidak aktif berinteraksi dengan teman sebayanya.

Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negatif pada remaja.
Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan risiko remaja menjadi nakal
pula (Santrock 2007). Pada masa remaja mereka berusaha menemukan konsep
dirinya di dalam kelompok bermain. Disini remaja dinilai oleh temannya tanpa
memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Dari hasil di atas bahwa Teman
sebaya memberikan suatu lingkungan, dimana remaja memiliki tempat untuk
dapat melakukan sosialisasi untuk mencari konsep diri mereka. Dimana nilai yang
berlaku pada kelompok teman sebaya bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang
dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak dimana berbahayanya bagi
para remaja, karena mereka tidak mengetahui perilaku tersebut baik ataupun
buruk bagi dirinya dan orang lain.

6.3 Gambaran Organisme Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Pada Siswa
SMK X, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015.

6.3.1 Gambaran Variabel Umur Pada Siswa SMK X

Penelitian ini mengambil sampel dengan usia remaja madya (Middle


Adolescence). Usia responden didominasi oleh usia sekitar 16-18 tahun.
Sehingga pada masa ini remaja ingin mencapai kemandirian dan otonomi dari
orangtua, terlibat dalam perluasan pertemanan dan keintiman dalam sebuah
hubungan pertemanan. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-
kawan, Pada masa remaja menengah ini memiliki karakteristik sebagai berikut
mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan, mempunyai rasa
cinta yang mendalam, mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lawan
jenis, mengembangkn kemampuan berpikir abstrak, dan berkhayal tentang
aktifitas seks. Pada saat penelitian semua tingkatan kelas dari kelas X-XII ikut
dijadikan populasi dari penelitian.

Berdasarkan data yang didapatkan pada tabel 5.16, diketahui bahwa


responden yang berusia kurang dari 17 tahun dan memonton video porno
sebesar 109 orang dengan persentase 66,9% sedangkan responden yang
kurang dari 17 tahun dan tidak menonton video porno sebesar 33,1%. Jadi dari
hasil ini diketahui bahwa responden yang menonton video porno sudah mulai
menonton sejak usia dibawah 17 tahun. Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan ICM yang dikutip dari laman liputan6.com edisi 11 April 2014
bahwa dari 1000 responden yang berusia 16 – 21 tahun lebih dari setangahnya
atau sebanyak 74% mengaku telah melihat pornografi online mempengaruhi
kehidupan sosial mereka.

Penelitian lain yang dilakukan oleh BKKBN di 4 (empat) kota di


Provinsi Jawa Barat tahun 2002 menunjukkan hasil bahwa remaja usia 15-19
tahun hampir 60% diantaranya pernah melihat film porno dan 18,4% remaja
putri mengaku pernah membaca buku porno. Survei juga mencatat bahwa
40% remaja mengaku pernah berhubungan seks sebelum nikah. Menurut
remaja laki-laki yang sudah pernah berhubungan seks, salah satu faktor yang
menyebabkan mereka melakukannya adalah karena pengaruh menonton film
porno (BKKBN, 2004).

Pada siswa sekolah menengah yang berusia rata-rata 18 tahun,


pemaparan terhadap pornografi sangat berkaitan dengan hubungan seksual
dengan teman sebaya dan berkaitan dengan hubungan anal pada remaja
(Haggstrom-Nordin, dkk., 2005). Jadi dari hasil penelitian yang diambil di
lapangan dan juga dari penelitian-penelitian terdahulu dapat simpulkan bahwa
remaja mulai menonton video porno pada saat umur mereka belum mincapai
17 tahun, mereka sudah pernah menonton atau melihat pornografi yang bisa
mendorong hasrat untuk melakukan perbuatan seksual pranikah. Yang kita
ketahui bahwa film porno adalah film yang diperuntukkan untuk usia 17 tahun
keatas tapi pada kenyataannya anak dengan usia dibawah 17 tahun, mereka
sudah mengkonsumsi film porno.

6.3.2 Gambaran Variabel Jenis Kelamin Pada Siswa SMK X

Berdasarkan tabel 5.15, diketahui bahwa laki-laki yang menonton video porno
sebesar 81.4% dan perempuan sebesar 54.1%. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa
jenis kelamin memang berpengaruh pada tingkat keseringan seseorang menonton
video porno. Dimana hasilnya diketahui bahwa laki – laki lebih sering atau
dominan untuk menonton video porno dibandingkan dengan perempuan. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ani Mariani (2010) menyatakan
bahwa Siswa laki-laki memiliki keterpaparan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa perempuan. Pada setiap kelas, siswa laki-laki yang telah terpapar
pornografi rata-rata 96,0% sedangkan siswa perempuan yang terpapar pornografi
rata-rata 84,6%. Perbedaan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh sifat remaja
laki-laki yang relatif lebih aktif dan agresif dalam mencari atau berbagi materi
pornografi.

Jenis kelamin merupakan salah satu variable demografis yang


mempengaruhi respon seseorang (Hariyani, 2009). Sehingga variable ini akan
mempengaruhi respon individu dan perlu untuk dilihat. Secara tahap
perkembangan remaja memiliki perkembangan fisik yang membedakan secara
jenis kelamin. Yaitu perkembangan biologis / fisik yang ditandai dengan ciri
perimer dan sekunder.Laki-laki yang baru membaca buku porno dan kemudian
menonton video porno berpikir bahwa perempuan turut menikmati hubungan
seksual yang dipaksakan (pemerkosaan) terhadap dirinya (Milburn dkk., 2000).

Sesuai dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin


memang merupakan variable demografi yang bisa mempengaruhi respon
seseorang terhadap apa yang dia lakukan. Karena pada masa remaja ini, remaja
memiliki pertumbuhan yang ada dalam dirinya, baik itu fisik maupun seksualnya.
Jadi jenis kelamin laki-laki lebih sering melihat pornografi dikarenakan laki – laki
lebih memiliki sifat keingintahuan yang tinggi tentang permasalahan seksual
dibandingkan dengan perempuan. Seharusnya pendidikan terkait seksual telah
diberikan kepada remaja, untuk menghindari remaja mencari pengetahuan seksual
secara individu dikarenakan pengaruh yang bahaya terhadap konten pornografi.

6.4 Gambaran Respon perilaku berpacaran yang terdiri dari bersentuhan


(touching), berciuman (kissing), bercumbu (petting), dan berhubungan
seksual (sexual intercourse) pada siswa SMK X, Kelurahan Cempaka
Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2015.

Priode remaja merupakan masa yang sangat labil, terutama pada rentang
antara 14 – 21 tahun sesuai dengan batasan dari World Health Organization
(WHO) (Sarwono, 2004). Pada masa tersebut keadaan fisik, psikologis, dan
seksualitas seorang remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Sehingga perilaku pacaran pada usia remaja tersebut cenderung
mengalami banyak permasalahan (Andan, 2002). Munculnya dorongan seksual
karena pada masa remaja cenderung memiliki tingkat seksual yang tinggi
sehubungan dengan mulai matangnya hormone seksual dan oragan – organ
reproduksi.

Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.18 di


dapatkan bahwa dari seluruh responden yaitu 245 orang. Distribusi frekuensi
perilaku responden yang pernah berpacaran sebesar 82.4% atau sebanyak 202
responden mengatakan dirinya pernah berpacaran sedangkan responden yang
mengaku tidak pernah pacaran sebesar 17.6% atau sebanyak 43 responden
mengaku tidak pernah pacaran. Dan jika dilihat dari frekuensi berpacarannya pada
tabel 5.19 tiap responden memiliki jumlah rata-rata pernah berpacaran sebanyak
4,91 kali. Dengan jumlah minimum pacar yang dimiliki sebesar 1 orang dan
paling banyak jumlah pacar adalah sebanyak 32 orang.

Hasil penelitian juga didukung oleh penelitian lain yang dilakukan Komisi
Penaggulagan AIDS Indonesia (KPAI) di 12 kota di Indonesia tahun 2010,
menunjukan bahwa dari 2.800 responden pelajar, 76% perempuan dan 72% laki-
laki pernah mengaku berpacaran (Andri Haryanto, 2010). Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa dalam perilaku berpacaran siswa terdapat perilaku
seksual seperti berpegangan tangan, bersentuhan dengan pacar, berciuman dengan
pacar, bercumbu mesra dan berhubungan seksual.

Ini dapat dilihat bahwa Pacaran bagi sebagian kalangan remaja sudah
bukan hal yang asing lagi. Bahkan banyak remaja memiliki anggapan bahwa
kalau masa remaja adalah masa berpacaran, jadi remaja yang tidak berpacaran
justru dianggap sebagai remaja yang kuno, kolot, tidak mengikuti perubahan
jaman dan dianggap kuper atau kurang pergaulan (Novita, 2008). Seusai dengan
pernyataan Novita bahwa pada zaman sekarang pacaran bukan lagi hal yang tabu
untuk dilakukan, karena jika seorang remaja tidak pacaran bagi sebagian kalangan
remaja di anggap remaja tersebut adalah kuno, hal ini sesuai dengan hasil dari
lapangan dimana sebagian besar siswa menyatakan dirinya pernah berpacaran.

Berpacaran dapat memberikan kontribusi positif maupun negative bagi


remaja yang berpacaran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saadatun Nisa
(2008), menunjukkan bahwa berpacaran dapat memberikan kontribusi positif bagi
remaja yang berpacaran. Hasil positif yang didapatkan oleh remaja berpacaran
adalah ketika mereka dihadapkan pada suatu konflik, maka jalan untuk
menyelesaikan konflik adalah dengan pengendalian diri di antara mereka.
Sedangkan masa remaja juga merupakan masa yang rentan untuk terpengaruh hal
negatif, misalnya melakukan bentuk – bentuk perilaku pacaran remaja yang
beresiko : gaya pacaran yang tidak sesuai norma, seks pranikah, kehamilan tidak
diinginkan (KTD), aborsi, kekerasan dalam berpacaran (KDP).

Pada penelitian ini, responden atau siswa yang berpacaran diketahui


mempunyai perilaku seksual dalam pacarannya, seperti berpegangan tangan,
bersentuhan dengan pacar, berciuman dengan pacar, bercumbu mesra dan
berhubungan seksual. Ini dapat di lihat dari hasil yang ada pada tabel 5.20
diketahui bahwa responden yang berpegangan tangan sebesar 87,1%, bersentuhan
dengan pacar 23,3%, berciuman dengan pacar 34.7%, bercumbu mesra 13,4% dan
berhubungan seksual sebesar 5,4%.

Berdasarkan survei kesehatan reproduksi yang dilakukan Badan Kesehatan


Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2010, sekitar 92% remaja yang
berpacaran, saling berpegangan tangan, ada 82% yang saling berciuman, dan 63%
remaja yang berpacaran tidak malu untuk saling meraba (petting) bagian tubuh
kekasih mereka yang seharusnya tabu untuk dilakukan. Ada perbedaan gaya
pacaran remaja sekarang dengan dulu. Remaja saat ini lebih permisif untuk
melakukan apa pun demi keseriusan pada pasangannya. Semua aktivitas itu yang
akhirnya mempengaruhi niat untuk melakukan seks lebih jauh.

Lembaga Fakta yang diperoleh dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia


(PKBI), United Nations Populations Fund (UNFPA) dan Badan Koordonasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), melakukan poling terhadap 1.000 remaja di
Bandung, di mana hasil poling yang diperoleh menunjukkan 20% telah
melakukan seks pranikah (Agupena, 2011). Senada dengan hal tersebut penelitian
yang dilakukan oleh Taufiq dan Nisa Rachmah (2010) tentang perbedaan seksualitas
pada remaja juga menunjukkan bahwa 13,12% remaja telah melakukan hubungan
seksual.

Di Jakarta Pusat, Medan, Surabaya dan di Manado, melaporkan bahwa perilaku


pacaran pada pelajar SMU yaitu 35,9% mempunyai teman yang sudah melakukan
hubungan seks pranikah (Utomo, dkk., 2003). Sebagian besar subyek melakukan
hubungan seksual pranikah karena sebagai bukti rasa cinta terhadap pasangan, pengaruh
teman-teman lain, dan tergoda oleh pasangan (rayuan) serta tidak memiliki kemampuan
untuk menolak rayuan pasangan.

Perilaku berpacaran ini adalah merupakan manifestasi untuk melakukan


seksual pranikah yang mana sesuai dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh
DeGenova & Rice (2005) faktor yang menyebabkan individu ingin melakukan
pacaran salah satunya adalah karena pacaran memberikan kesempatan untuk
mendapatkan kepuasan seksual. Remaja dalam berpacaran akan lebih berorientasi
kepada hal – hal seksual karena semakin banyaknya remaja yang ingin melakukan
hubungan intim seperti suami istri.

Sesuai dengan teori S-O-R yang di ungkapkan oleh Notoatmodjo (2007)


mengatakan bahwa perilaku merupakan bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsang dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan
respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan (determinan perilaku). Faktor determinan perilaku ada dua yaitu: 1)
faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, 2) faktor eksternal
yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan
sebagainya. Sesuai dengan hasil dari data penelitian yang didapatkan dilapangan,
bahwa perilaku pacaran siswa di SMK X mengarah pada hal perilaku seks
pranikah. Perilaku seks yang terjadi oleh siswa termasuk dalam perilaku
Respondent Respons, karena siswa mendapatkan rangsangan dari adegan-adegan
porno yang siswa lihat dan memunculkan hasrat untuk dilakukan kepada
pacarnya.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada siswa SMK X diketahui bahwa media sosial, sumber, frekuensi,


teknologi, tempat, dan teman sebaya mempunyai potensi terhadap pola
perilaku dalam hal menggunakan media sosial dan perilaku berpacaran
pada siswa SMK X. Dengan 54,3% siswa terpapar media sosial, 42,9%
siswa mengunduh video porno langsung dari website porno, sebanyak
80,7% menggunakan handphone untuk mengunduh dan menonton
video porno, 79,9% menggunakan rumah sebagai tempat menonton
dan mengunduh video porno, dan sebesar 54,3% menyatakan bahwa
teman sebaya mempunyai pengaruh dalam hal menonton atau
mengunduh video porno.

2. Jenis kelamin dan umur berpengaruh pada seringnya remaja melihat


video porno. Sebanyak 66,9% penonton video porno dibawah usia 17
tahun. Sebesar 81,4% koresponden yang menonton berjenis kelamin
laki-laki.

3. Perilaku berpacarannya siswa SMK X, sebanyak 5,4% siswa SMK X


pernah melakukan hubungan badan dengan pasangannya, berpegangan
tangan sebesar 87,1%, bersentuhan dengan pacar 23,3%, berciuman
dengan pacar 34,7%, bercumbu mesra 13,4%.

80
81

7.2. Saran

1. Bagi Sekolah

Adanya kebijakan hukuman bagi siswa yang membawa HP ke sekolah


seperti penyitaan, guna meminimalisir terjadinya penyalahgunaan media
tersebut ke hal-hal yang negatif dan perlunya mengadakan penyuluhan
tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja agar siswa lebih paham
dan mengerti tentang reproduksi serta dapat menghargai dirinya sendiri
yang dapat disampaikan oleh tenaga kesehatan atau tenaga pengajar yang
memiliki kompetensi dibidang kesehatan untuk menghindari perilaku seks
pra nikah. Selain itu pihak sekolah juga dapat mengadakan penyuluhan
atau kampanye tentang internet sehat dan dapat berkolaborasi dengan
pihak-pihak yang terkait.

2. Bagi Siswa

Siswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi


remaja dengan mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh pihak sekolah,
proaktif dalam mencari informasi yang positif dan bermanfaat,
menggunakan internet secara sehat dan bijak, serta mengikuti berbagai
kegiatan yang positif untuk membangun kepercayaan diri dan
meningkatkan kemampuan pribadi.

3. Bagi Orang Tua

Orang tua dapat memberikan pengetahuan reproduksi sejak dini


kepada anaknya, memberikan pemahaman agama yang baik, dan
mendampingi perkembangan anak-anak mereka. Selain itu orang tua juga
perlu meningkatkan komunikasi kepada anak, supaya mereka bisa terbuka
untuk menanyakan tentang perkembangan seksualnya.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti lain dapat melanjutkan penelitian ini secara


kualitatif dengan pendekatan intensif melalui wawancara mendalam
kepada siswa untuk mencari faktor-faktor selain media sosial yang
mempengaruhi perilaku berpacaran.
Daftar Pustaka

Pornografi Jadi Masalah Serius di Twitter.


http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150506203625-185-51691/pornografi-
jadi-masalah-serius-di-twitter/
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150506203625-
185-51691/pornografi-jadi-masalah-serius-di-twitter/

http://www.bin.go.id/awas/detil/151/4/18/10/2012/mewaspadai-
terpaan-pornografi-di-internet

http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150430070915-
185-50187/menkominfo-minta-warga-laporkan-prostitusi-online/

Akhira, Ilmy., et la. 2013. Laporan Penilitan Peminatan Promosi Kesehatan,


Hubungan Penggunaan Jejaring Media Sosial Terhadap Perilaku Kesehatan
Remaja Smp-Sma/Sederajat Di Kecamatan Ciputat Timur. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

BKKBN Makassar. Anak Indonesia rentan pornografi. Makassar: Badan


Koordinasi Keluarga Berencana; 2014.

Boyd, d. 2008. Why youth (heart) social network sites: The role of networked
publics in teenage social life. In D. Buckingham (Ed.), Youth, Identity, and
Digital Media (pp. 119–142). Cambridge, MA: MIT Press.

Carrington, P., Scott, J., & Wasserman, S. 2005. Models and methods in social
Networks analysis. New York: Cambridge University Press.

Damanik, H. 2012. Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya


Terhadap Perilaku SeksnBebas Pada Remaja SMA XYZ Tahun 2012. Tesis.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Darmasih, R. 2009. Faktor yang mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada


Remaja SMA di Surakarta. Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

83
84

Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.


Dien G. A. Nursal.2007. Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja.(Skripsi) Fakultas
Psikologi

Univeristas Gunadarma., Depok.

Downs, Donald A. 2005. Pornography. Microsoft Encarta Reference Library


2005. Microsoft Corporation.

Dyah Agustin, Triyono. 2012. Pemanfaatan Blackberry Sebagai Sarana


Komunikasi Dan Penjualan Batik Online Dengan Sistem Dropship Di Batik Solo
85 Smk Pgri Sukoharjo.

Furwasyih Dian. 2011. Hubungan Frekuensi Keterpaparan Informasi Erotis Di


Televisi Dan Internetdengan Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran Di Smk
Satya Widya Kota Surabaya Tahun 2011.

Gatra (2009, 2 Maret). Pornografi rusak jaringan otak. Diunduh 21 Oktober 2015
dari http://www.gatra.com/2009-03-02/versi_cetak.php?id= 123596.

Gunarsa, S.D. 1991. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Gunung
Mulia. Jakarta

Haggstrom-Nordin, E., Hanson, U., & Tydén, T. 2005. Associations between


pornography consumption and sexual practices among adolescents in Sweden.
International Journal of STD and AIDS, 16, 102-107.

Hanson, J. (1987). Understanding Video Applications, Impact, and theory.


California: SAGE Publications, Inc.

Indrieyani, C.K.S. (2007). Hubungan antara perilaku mengkonsumsi media


pornografi dengan intensi melakukan masturbasi pada remaja laki-laki kelas 1 dan
2 di SMKN 5 Semarang. Thesis, Universitas Diponegoro. Semarang.

Iskandar, A.M. 1997. Sikap Orang Tua dan Remaja terhadap Pergaulan Bebas
Heteroseksual. Thesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Program Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada.Iwan, Dr. 2012. Masturbasi. Yogyakarta : C.V Andi
offset.

Juliastuti, 2009. Pengaruh Karakteristik Siswa dan Sumber Informasi terhadap


Kecenderungan melakukan Hubungan Seksual Pranikah pada Siswa SMA di
Banda Aceh. Tesis, Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera
Utara.

Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein (2010) "Users of the world, unite! The
challenges and opportunities of Social Media". Business Horizons 53(1): 59–68.

Kartono, K. (2003). Patologi sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kementerian Hukum dan HAM RI. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia


No 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.

Kirana Uci,, Yusad Yusniwarti., Dkk. 2014. pengaruh akses situs porno dan
teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja di sma yayasan perguruan
kesatria medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Kisriyati.2013. Makna Hubungan Seksual Dalam Pacaran Bagi Remaja Di


Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Paradigma Volume1, No 1,
2013 Universitas Negeri Surabaya.

Lestari, S. 2007. Perilaku Pacaran Ditinjau dari Intensitas Mengakses Situs


Porno dan Komunikasi Seksualitas dengan Orang Tua. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Mardiya. 2000. Kiat-kiat Khusus Membangun Keluarga Sejahtera. Jakarta :


BKKBN Pusat.

Mardiya. 2013. Perlu Sosialisasi Pacaran Sehat. Artikel Sub Bid Advokasi Konseling
dan Pembinaan Kelembagaan KB dan Kesehatan Reproduksi pada BPMPDPKB
Kabupaten Kulon Progo.
Mariani, A. dan Bachtiar, I. 2009. Epidemi pornografi pada anak sekolah: studi
kasus di SMPN7 Mataram. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 16, 49-57.

Mariani, Ani dan Imam Bachtiar. 2010. Keterpaparan Materi Pornografi Dan
Perilaku Seksual Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri, MAKARA, SOSIAL
HUMANIORA, VOL. 14, NO. 2, DESEMBER 2010: 83-90.

Merdeka.com. 6 Desember 2012. Pelajar SMA di Situbondo gelar arisan seks,


hadiahnya PSK. (Online). (http://www.merdeka.com/peristiwa/pelajar-sma-di-
situbondo-gelar-arisan-seks-hadiahnya-psk.html).

Notosoedirdjo, Moeljono dan Latipun. (2005). Kesehatan Mental: Konsep


dan Penerapan. Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.

Novita.2008.Hubungan Lingkungan Sosial Dengan Perilaku Seksual Pada


Mahasiswa Keperawatan Politeknik Kesehatan Masyarakat Makassar Tahun
2208. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar

Nurhayati, S. 2002. Hubungan Keterpaparan Media Massa, Orang Tua, dan


Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa Kelas 3di SLTP “X”
Depok Tahun 2002. FKM UI. Depok.

Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Rezha, Muhammad. 2008. Perilaku Seksual Pada Remaja Putri Yang Berpacaran.
Depok : Universitas Gunadarma.

Retnowati, 2010. Remaja dan Permasalahannya. Yogyakarta: Fakultas


Psikologi UGM.
Rogala, C., & Tydén, T. 2003. Does pornography influence young women’s
sexual behavior?. Women’s Health Issues, 13, 39–43.

Rosadi, I. (2001). Hukum Islam tentang sewa menyewa kaset video compac disk
(VCD) (Studi di rental VCD Kelurahan Sukarame I Bandar Lampung. Diunduh
15 oktober 2015 dari http://digilib.gunadarma.ac.id/go.php?id=laptiain-gdl-s1-
2001-ismail-650-hukum.

Sarwono, S. W. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Sekarrini Loveria. 2011. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku


Seksual Remaja Di SMK Kesehatan Di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Jakarta.

Soebagijo, Azimah, 2008, Pornografi, Dilarang Tapi Dicari !, Jakarta : Gema


Insani.

Sudrajat, Ajat. 2006. Pornografi Dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta; Program


Studi Ilmu Sejarah FISE Universitas Negeri Yogyakarta.

Suharno, A. W. 1992. Hubungan Tingkat Kesepian dan Ketaatan Beragama


dengan Perilaku Seksual Remaja yang Beragama Kristiani. Skripsi. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi UGM.

Supriati, E. dan Fikawati, S. 2009. Efek paparan pornografi pada remaja SMP
Negeri Pontianak tahun 2008. Makara Sosial Humaniora, 13, 48-56.

Suyanto, Tri. 2011. Pengaruh Pornografi Terhadap Perilaku Belajar Siswa (Studi
Kasus : Sekolah Menengah X). Jurnal Pendidikan Dompet Dhuafa edisi I/ 2011.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44. Tahun 2008. Tentang Pornografi.

Walther, J. B., Van Der Heide, B., Kim, S. Y., & Westerman, D. (in press). The
role of friends’appearance and behavior on evaluations of individuals on
Facebook: Are we known by the company we keep? Human Communication
Research.

Widyastuti, E. 2009. Personal dan Sosial yang Memengaruhi Sikap Remaja


terhadap Hubungan Seks. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Volume 4, No. 2,
Agustus 2009.
Lampiran
1
Inform Consent

(Informasi Kesediaan Menjadi Responden Penelitian)

PAPARAN PORNOGRAFI DARI MEDIA SOSIAL DALAM PERILAKU

BERPACARAN PADA SISWA SMK X, KELURAHAN CEMPAKA PUTIH,

KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Saya Richo Agung Nugroho dari Peminatan Promosi Kesehatan Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang melakukan
survei untuk mengetahui gambaran penggunaan video porno dalam perilaku berpacaran.
Pengisian kuesioner ini akan berlangsung tidak lebih dari 10 menit.

Jawaban kamu akan kami rahasiakan dengan anda tidak perlu mencantumkan nama, alamat
dan kelas di kuesioner ini sehingga tidak seorang pun akan mengetahuinya. Kuesioner ini
kemudian akan dibawa dan disimpan, dan hanya beberapa orang dari Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang diizinkan melihatnya. Setelah penelitian selesai,
kuesioner ini akan dimusnahkan. Jawaban kamu tidak akan berdampak negatif terhadap
pelayanan sekolah dan kegiatan belajar mengajar di sekolah yang selama ini anda terima.

Apakah kamu bersedia untuk menjawab kuesioner ini?

1. Ya
2. Tidak, silahkan kamu tanda tangan

(Tanda tangan Responden)


Kode Nomor Responden [ ]

Pilihlah jawaban dibawah ini dengan cara dilingkari pada pilihan jawaban kamu. Tidak ada
jawaban benar atau salah dalam pertanyaan ini sehingga anda dapat mengisi dengan
menggambarkan kebiasaan yang sering anda lakukan.

No Pertanyaan Jawaban Diisi


Oleh
Peneliti
IRT1 Apa jenis kelamin kamu ? 1. Laki-Laki [ ]
2. Perempuan
IRT2 Berapa usia kamu ? ................. tahun [ ]
IRT3 Apa agama kamu ? 1. Islam [ ]
2. Kristen
3. Hindu
4. Budha
5. Konfghucu
6. Lainnya,
Sebutkan

IRT4 Apa pendidikan terakhir ayah kamu ? 1. Tidak Sekolah [ ]


2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Perguruan Tinggi
IRT5 Apa pendidikan terakhir Ibu kamu ? 1. Tidak Sekolah [ ]
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Perguruan Tinggi
A1 Apakah kamu pernah menggunakan internet ? 1. Iya [ ]
2. Tidak
Jika tidak lanjut kepertanyaan B1
A2 Laman apa yang sering kamu buka di internet? 1. Youtube [ ]
(Boleh lebih dari satu) 2. Website
3. Blog / Forum
4. Jejaraing Sosial
5. Lainnya,
Sebutkan

A3 Seberapa sering kamu menggunakan media [ ]


sosial ?
A4 Apakah kamu pernah mengunduh video porno ? 1. Iya [ ]
2. Tidak
Jika tidak lanjut kepertanyaan B1
A5 Dimana sumber kamu mengunduh video porno 1. Youtube [ ]
tersebut ? 2. Website resmi
3. Blog / Forum
4. Jejaraing Sosial
5. Lainnya,
Sebutkan

A6 Jika Iya, Berapa kali kamu mengunduh video [ ]


porno dalam seminggu terakhir ?

A7 Alat apa yang kamu gunakan untuk mengunduh 1. Handphone/smartphone [ ]


video porno tersebut ? 2. Komputer
3. Televisi
4. Lainnya,
Sebutkan

A8 Dimana kamu mengunduh video porno tersebut 1. Warung Internet (Warnet) [ ]


? 2. Rumah
3. Sekolah
4. Lainnya,
Sebutkan

B1 Apakah kamu pernah menonton video porno 1. Iya [ ]


(gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, 2. Tidak
gerak tubuh, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual)?

Jika tidak lanjut kepertanyaan C1


B2 Jika Ya, Seberapa sering kamu menonton video ….. [ ]
itu dalam seminggu terakhir?
B3 Alat apa yang kamu gunakan untuk menonton 1. Handphone/smartphone [ ]
video tersebut ? 2. Komputer
3. Televisi
4. Lainnya,
Sebutkan
B4 Dimana kamu menonton video tersebut ? 1. Warung Internet (Warnet) [ ]
2. Rumah
3. Sekolah
4. Lainnya,
Sebutkan

B5 Berasal dari mana video yang kamu tonton 1. Youtube [ ]


tersebut ? 2. Website Porno
3. Jejaring Sosial
4. Teman
5. Lainnya,
sebutkan

C1 Saya sering mendengar cerita dari teman- 1. Iya [ ]


teman sebaya tentang masalah seks 2. Tidak

C2 Saya pernah diajak oleh teman-teman saya untuk 1. Iya [ ]


melihat dan mengakses situs porno/seks. 2. Tidak

C3 Saya dan teman-teman pernah menonton/ 1. Iya [ ]


menyaksikan adegan seks melalui VCD/ video 2. Tidak
menggunakan televisi/komputer.

C4 Saya sering mengejek teman sebaya saya yang 1. Iya [ ]


tidak mau melakukan hubungan seks dengan 2. Tidak
pacarnya.

C5 Saya dengan teman-teman sering terbuka 1. Iya [ ]


membicarakan masalah seks yang pernah 2. Tidak
dilakukan bersama pacarnya.

D1 Apakah kamu pernah pacaran ? 1. Iya [ ]


2. Tidak
Jika tidak pertanyan kamu selesai sampai disini
D2 Jika Iya, berapa kali kamu pacaran ? [ ]
…..
D3 Pada waktu kamu pacaran, pernahkah anda 1. Iya [ ]
berpegangan tangan dengan pacar anda ? 2. Tidak

Jika tidak lanjut ke pertanyaan D5


D4 Jika Iya, Seberapa sering kamu melakukan itu ? ….. [ ]
(Dalam seminggu terakhir)
D5 Pada waktu kamu pacaran, pernahkah anda 1. Iya [ ]
bersentuhan dengan pacar kamu sehingga 2. Tidak
menimbulkan hasrat seksual ?
Jika tidak lanjut ke pertanyaan D7
D6 Jika Iya, Seberapa sering kamu melakukan itu ? [ ]
(Dalam seminggu terakhir) …..
D7 Pada waktu kamu pacaran, pernahkah anda 1. Iya [ ]
berciuman dengan pacar kamu ? 2. Tidak

Jika tidak lanjut kepertanyaan D9


D8 Jika Iya, Seberapa sering kamu melakukan itu ? [ ]
(Dalam seminggu terakhir) …..
D9 Pada waktu kamu pacaran, pernahkah kamu 1. Iya [ ]
bercumbu mesra (mengucapkan kata-kata manis 2. Tidak
yg dipakai untuk membujuk pacar atas
dorongan hasrat seksual) ?

Jika tidak lanjut kepertanyaan D11


D10 Jika Iya, Seberapa sering kamu melakukan itu ? [ ]
(Dalam seminggu terakhir) ……
D11 Pada waktu anda pacaran, pernahkah kamu 1. Iya [ ]
melakukan hubungan seksual dengan 2. Tidak
pacar kamu ?

Jika tidak pertanyaan kamu selesai sampai disini


D12 Jika Iya, Seberapa sering kamu melakukan itu ? [ ]
(Berapa kali selama pacaran) …..

Terima Kasih Atas Partisipasinya


Lampiran
2.

Statistics

{A1} Apakah kamu {C1} sering {C2} pernah diajak {C4} mengejek
pernah mendengar cerita melihat dan {C3} menyaksikan teman yang tidak {C5} terbuka {B1} pernah
{IRT1} apa jenis {IRT3} apa agama menggunakan {D1} pernah tentang masalah mengakses video adegan seks melalui mau berhubungan membicarakan menonton video
kelamin kamu ? kamu ? internet ? pacaran seks porno VCD seks masalah seks porno ?

N Valid 245 245 245 245 245 245 245 245 245 245

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table

{IRT1} apa jenis kelamin kamu ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 97 39.6 39.6 39.6

2 148 60.4 60.4 100.0

Total 245 100.0 100.0

{IRT3} apa agama kamu ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 242 98.8 98.8 98.8

2 3 1.2 1.2 100.0

Total 245 100.0 100.0

{A1} Apakah kamu pernah menggunakan internet ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 245 100.0 100.0 100.0


{D1} pernah pacaran

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 202 82.4 82.4 82.4

2 43 17.6 17.6 100.0

Total 245 100.0 100.0

{C1} sering mendengar cerita tentang masalah seks

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 205 83.7 83.7 83.7

2 40 16.3 16.3 100.0

Total 245 100.0 100.0

{C2} pernah diajak melihat dan mengakses video porno

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 133 54.3 54.3 54.3

2 112 45.7 45.7 100.0

Total 245 100.0 100.0

{C3} menyaksikan adegan seks melalui VCD

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 100 40.8 40.8 40.8

2 145 59.2 59.2 100.0

Total 245 100.0 100.0

{C4} mengejek teman yang tidak mau berhubungan seks


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 14 5.7 5.7 5.7

2 231 94.3 94.3 100.0

Total 245 100.0 100.0

{C5} terbuka membicarakan masalah seks

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 59 24.1 24.1 24.1

2 186 75.9 75.9 100.0

Total 245 100.0 100.0

{B1} pernah menonton video porno ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 159 64.9 64.9 64.9

2 86 35.1 35.1 100.0

Total 245 100.0 100.0

Statistics

{A2A} laman {A2B} {A2C} laman {A2D} laman


youtube ? laman blog/forum ? jejaring sosial ?
website ?

N Valid 245 245 245 245

Missing 0 0 0 0

Frequency Table

{A2A} laman youtube ?


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 101 41.2 41.2 41.2

2 144 58.8 58.8 100.0

Total 245 100.0 100.0

{A2B} laman website ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 74 30.2 30.2 30.2

2 171 69.8 69.8 100.0

Total 245 100.0 100.0

{A2C} laman blog/forum ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 41 16.7 16.7 16.7

2 204 83.3 83.3 100.0

Total 245 100.0 100.0

{A2D} laman jejaring sosial ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 204 83.3 83.3 83.3

2 41 16.7 16.7 100.0

Total 245 100.0 100.0

Frequency Table

{A4} apakah pernah mengunduh video porno ?


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 83 33.9 33.9 33.9

2 162 66.1 66.1 100.0

Total 245 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{IRT2} berapa usia anda ? 245 13 18 16.00 .925


{A3} seberapa sering
245 7 70 41.21 20.082
menggunakan media sosial ?

Valid N (listwise) 245

Statistics

{A6} berapa kali {A7} alat apa yang


{A5} dimana ? mengunduh ? kamu gunakan ?

N Valid 83 83 83

Missing 0 0 0

Frequency Table

{A5} dimana ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 19 22.9 22.9 22.9

2 35 42.2 42.2 65.1

3 18 21.7 21.7 86.7

4 11 13.3 13.3 100.0

Total 83 100.0 100.0


{A6} berapa kali mengunduh ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0 4 4.8 4.8 4.8

1 35 42.2 42.2 47.0

2 19 22.9 22.9 69.9

3 17 20.5 20.5 90.4

4 2 2.4 2.4 92.8

5 2 2.4 2.4 95.2

6 1 1.2 1.2 96.4

7 3 3.6 3.6 100.0

Total 83 100.0 100.0

{A7} alat apa yang kamu gunakan ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 67 80.7 80.7 80.7

2 16 19.3 19.3 100.0

Total 83 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{A6} berapa kali mengunduh ? 83 0 7 2.04 1.502

Valid N (listwise) 83

Statistics

{B1} pernah menonton video porno


?
N Valid 245

Missing 0

{B1} pernah menonton video porno ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 159 64.9 64.9 64.9

2 86 35.1 35.1 100.0

Total 245 100.0 100.0

Statistics

{B3} alat apa yang {B5} berasal dari


digunakan untuk {B4} dimana mana video yang
menonton ? menonton ? ditonton ?

N Valid 159 159 159

Missing 0 0 0

Frequency Table

{B3} alat apa yang digunakan untuk menonton ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 129 81.1 81.1 81.1

2 24 15.1 15.1 96.2

3 6 3.8 3.8 100.0

Total 159 100.0 100.0

{B4} dimana menonton ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 19 11.9 11.9 11.9

2 127 79.9 79.9 91.8

3 9 5.7 5.7 97.5

4 4 2.5 2.5 100.0

Total 159 100.0 100.0

{B5} berasal dari mana video yang ditonton ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 23 14.5 14.5 14.5

2 33 20.8 20.8 35.2

3 24 15.1 15.1 50.3

4 76 47.8 47.8 98.1

5 3 1.9 1.9 100.0

Total 159 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{B2} seberapa sering 159 0 30 2.39 3.375

Valid N (listwise) 159

Statistics

{D1} pernah pacaran

N Valid 245

Missing 0

{D1} pernah pacaran


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 202 82.4 82.4 82.4

2 43 17.6 17.6 100.0

Total 245 100.0 100.0

Statistics

{D3} pernah {D5} pernah {D11} pernah


berpegangan besentuhan {D7} pernah {D9} pernah berhubungan
tangan dengan pacar berciuman bercumbu mesra seksual

N Valid 202 202 202 202 202

Missing 0 0 0 0 0

Frequency Table

{D3} pernah berpegangan tangan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 176 87.1 87.1 87.1

2 25 12.4 12.4 99.5

3 1 .5 .5 100.0

Total 202 100.0 100.0

{D5} pernah besentuhan dengan pacar

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 47 23.3 23.3 23.3

2 155 76.7 76.7 100.0

Total 202 100.0 100.0


{D7} pernah berciuman

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 70 34.7 34.7 34.7

2 132 65.3 65.3 100.0

Total 202 100.0 100.0

{D9} pernah bercumbu mesra

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 27 13.4 13.4 13.4

2 175 86.6 86.6 100.0

Total 202 100.0 100.0

{D11} pernah berhubungan seksual

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 11 5.4 5.4 5.4

2 191 94.6 94.6 100.0

Total 202 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{D4} berapa kali 176 1 49 3.99 4.582

Valid N (listwise) 176

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{D6} berapa kali 47 1 7 2.98 1.343


Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{D6} berapa kali 47 1 7 2.98 1.343

Valid N (listwise) 47

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{D8} berapa kali 69 1 19 3.26 2.842

Valid N (listwise) 69

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{D10} berapa kali 27 1 6 2.78 1.311

Valid N (listwise) 27

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{D12} berapa kali 10 1 7 2.30 1.829

Valid N (listwise) 10

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

{D2} berapa kali 202 1 32 4.91 4.755

Valid N (listwise) 202

Anda mungkin juga menyukai