Skripsi
Oleh:
Richo Agung Nugroho NIM: 1110101000083
HIDAYATULLAH JAKARTA
2016 M/1437 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PROMOSI KESEHATAN
Skripsi, Maret 2016
ABSTRAK
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH MAJOR
HEALTH PROMOTION
Undergraduate Thesis, March 2016
ABSTRACT
Social media gives an easier way for everyone to interact with each
other without having any barrier. Information disseminating through social
media could give positive and negative effects toward morality of user
character. One of negative effects of social media is pornography
disseminating. The result of seminar profession of health promotion on
junior and senior high school at Cempaka Putih subdistrict Tangerang
Selatan who have done by students of health promotion in 2013 shows that
338 (48,3%) of 700 students have got exposure to pornography through
social media. The largest percentage (17,1%) of schools that became the
object of research is SMK X.
Bibliography : 41 (1987-2014)
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Telepon
Email
Pendidikan Formal:
1997-2003
: SDS Tadika Puri
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan kehadirat Allah SWT,
Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah - Nya jualah maka
penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Paparan Pornografi dari
Media Sosial dan Perilaku Berpacaran pada Siswa SMK X, Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun
2015”.
1. Keluarga tercinta, kedua orang tua serta kakak yang selalu turut
memberikan doa dan restu serta dukungan yang diberikan tanpa mengenal
batas waktu hingga akhirnya penulis mampu mencapai pendidikan di
jenjang universitas.
2. Ibu Fase Badriah, Ph.D dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS selaku
pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan serta motivasi dan
doa kepada penulis agar senantiasa berupaya maksimal dalam
penyelesaian sayarat akhir untuk kelulusan.
3. Ibu Raihana Nadra Alkaff selaku dosen pemegang Peminatan Promosi
Kesehatan yang telah memberikan arahan, masukan dan doa kepada
penulis agar senantiasa berupaya maksimal dalam penyelesaian laporan
magang, kompetensi dan perkuliahan.
4. Para Dosen Program Studi Kesehatan Masayarakat, atas semua ilmu yang
telah diberikan.
vii
5. Teman - teman Peminatan Promosi Kesehatan 2010 yang selalu
mendukung penulis Icha, Prima, Siva, Ayu, Randika, Sari, Alul, Ilmi,
Dita, Yuli, Nita, Fury, Supriadi, dan Hervina.
6. Sahabat dan teman - teman penulis yang sudah memotivasi dan
mendukung penyusunan skripsi ini.
7. Nadya Zahrayny yang sudah membantu penulis dan memberikan semangat
dalam menyelesaikan penelitiannya untuk mendapatkan gelar sarjana.
Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap,
semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan
menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan
masukan di waktu mendatang.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN...............................................................................i
ABSTRAK..........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................vii
DAFTAR ISI......................................................................................................ix
DAFTAR TABEL..............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.4. Tujuan......................................................................................................6
ix
1.5.2. Manfaat Praktis
2.1. Pornografi................................................................................................9
2.5 Remaja......................................................................................................21
x
2.6. Pacaran.....................................................................................................25
xi
4.2.2. Tempat Penelitian........................................................................53
5.2. Gambaran Stimulus Paparan Media Social Pada Siswa SMK X, Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun
2015.........................................................................................................58
BAB VI PEMBAHASAN..................................................................................68
xii
6.2. Gambaran Stimulus Paparan Media Sosial Pada Siswa SMK X, Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun
2015.........................................................................................................68
7.1. Kesimpulan..............................................................................................80
xiii
7.2. Saran........................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................83
xiv
Daftar Tabel
xv
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Output
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Efek negatif yang ditimbulkan oleh video porno membuat banyak negara
mulai serius untuk mengendalikan penyebaran pornografi di televisi, gedung-
gedung film, dan internet (Sudrajat, 2006). Akibat dari pengaruh negatif video
porno dan konten pornografi ini membuat beberapa negara seperti Amerika dan
Inggris memberikan pembatasan terhadap pertunjukan-pertunjukan cabul
dengan memperkuat undang-undang percabulan atau undang-undang anti
pornografi (Sudrajat, 2006).
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah
laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku
berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2005). Remaja yang telah
berpacaran memiliki peluang yang lebih besar melakukan hubungan seksual
akibat dari intensitas mengakses situs porno (Lestari, 2007). Pada penelitian
yang dilakukan Mariani (2010) diketahui bahwa terdapat hubungan
korelasional antara berpacaran dengan paparan pornografi. Dalam penelitian
tersebut dikatakan bahwa adanya hubungan antara paparan pornografi dengan
perilaku berpacaran yang dilakukan oleh remaja.
gerang Selatan pada bulan Mei hingga September 2015tahun 2015. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester 10 Pemi
wa SMK X Kelas X, XI dan XII. Sampel diambil menggunakan metode Proportional Random Sampling dengan jumlah sampel se
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pornografi
2.1.1 Definisi Pornografi
Kata pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu pornographos yang terdiri
dari dua kata porne (=a prostitute) berarti prostitusi, pelacuran dan graphein (= to
write, drawing) berarti menulis atau menggambar. Secara harfiah dapat diartikan
sebagai tulisan atau gambar tentang pelacur (terkadang juga disingkat menjadi
"porn," atau "porno"). Pornografi kini tersedia lebih beragam dan dapat dijangkau
dengan sangat mudah bahkan murah oleh siapa pun termasuk anak-anak dan remaja.
9
10
Pada bab II dalam pasal 4 undang-undang pornografi disebutkan lebih jauh bahwa
setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit.
Media pornografis yang saat ini banyak berkembang telah menjadi referensi
pengetahuan dan pemahaman anak-anak dan remaja, juga telah menjadi sumber
pembelajaran utama mengenai seks dan kehidupan seksual. Pesan-pesan kehidupan
seksual, seperti gaya hidup seks bebas, yang banyak terdapat di media perlahan
membentuk remaja dan anak-anak menjadi pribadi yang terobsesi secara seksual.
media yang bernuansa seksual juga dapat mengeksploitasikan perilaku seksual
manusia.
Definisi yang jelas tentang video porno belum banyak berkembang secara
signifikan. Definsi masih mengacu pada definisi video dan porno secara terpisah.
Menurut Hanson (1973) tentang video adalah bentuk unik dari komunikasi visual
yang telah dipengaruhi oleh faktor sejarah, pengembangan teknis, dan kritik yang
diberikan kepada bentuk media lainnya.
Sehingga definisi video porno adalah bentuk unik dari komunikasi visual yang
merekam, menangkap, memproses, mentransmisi dan menata ulang gambar
bergerak yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma
kesusilaan dalam masyarakat.
Menurut Wallmyr dan Welin (2006), remaja yang sering terpapar video porno
(lebih dari 1× per bulan) memiliki pemikiran berbeda tentang cara memperoleh
informasi seks dengan remaja yang tidak pernah terpapar media pornografi dan
remaja yang jarang terpapar media pornografi (1× per bulan). Remaja yang jarang
dan tidak pernah terpapar media pornografi menganggap informasi tentang seks tidak
harus didapatkan dari media pornografi karena informasi tersebut dapat diperoleh
dengan bertanya pada teman, guru, maupun orang tua.
Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Zilmann dan Bryan (2002) yang
menyatakan bahwa ketika seseorang yang terpapar pornografi berulangkali, mereka
akan menunjukkan kecenderungan untuk memiliki persepsi menyimpang mengenai
seksualitas dan juga terjadi peningkatan kebutuhan akan tipe pornografi yang lebih
keras dan menyimpang. Pornografi dapat menghasilkan rangsangan fisiologis dan
emosional serta peningkatan tingkat rangsangan kemungkinan akan menghasilkan
beberapa bentuk perilaku seksual seperti kissing, petting, masturbasi maupun sexual
intercourse.
Rasa ingin tahu dari remaja terutama dalam hal seks kurang disertai dengan
pertimbangan rasional dan pengetahuan yang cukup tentang akibat yang didapat dari
perbuatan yang dilakukannya. Selain itu rasa ingin tahu dianggap sebagai manusia
dewasa, kaburnya nilai-nilai yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua
berkembangnya naluri seks akibat berkembangnya alat-alat kelamin sekunder,
kurangnya informasi seks menyebabkan para remaja sering mengambil keputusan –
keputusan yang kurang tepat. Hal ini pulalah yang mendorong remaja melakukan hal
– hal yang tidak seharusnya dilakukan pada masa remaja (Asfriyati, 2005).
Banyak sekali informasi melalui media massa seperti media elektronik yang
ditayangkan secara gencar, vulgar (seronok), dan bersifat tidak mendidik tetapi lebih
cenderung mempengaruhi dan mendorong perilaku seksual yang tidak
bertanggungjawab. Keterpaparan remaja terhadap pornografi dalam bentuk film
porno semakin meningkat. Konsultasi seks yang diberikan melalui media elektronik
yang disebut sebagai pendidikan sekolah, penayangan film tertentu di televisi dapat
menyebabkan salah persepsi/pemahaman yang kurang tepat terhadap kesehatan
reproduksi. Di sisi lain penerangan melalui media bersifat audio visual sangat terbatas
dan kalaupun ada bentuknya kurang menarik remaja (Pinem, 2009).
Media sosial adalah sebuah media online yang para penggunanya bisa dengan
mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial,
wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media
sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain
mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang mendukung interaksi
sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah
komunikasi menjadi dialog interaktif.
Media sosial adalah sebuah media online dimana para penggunanya bisa
dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, sosial
network atau jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial
dan wiki mungkin merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan
oleh masyarakat di seluruh dunia. Afriani (2011). Andreas Kaplan dan Michael
Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah kelompok aplikasi
berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan
yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content".
Media sosial (Social Networking) adalah sebuah media online dimana para
penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi
meliputi blog, sosial network atau jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.
Media sosial online merupakan media yang didesain untuk memudahkan interaksi
sosial bersifat interaktif dengan berbasis teknologi internet yang mengubah pola
penyebaran informasi dari sebelumnya bersifat broadcast media monologue (satu ke
banyak audiens) ke social media dialogue (banyak audiens ke banyak audiens). Jenis
serta komposisi media sosial online di dunia virtual sangat beragam, antara lain
jejaring sosial (Facebook, Friendster,Linkedln, dan sebagainya), microblogging
platform (Twitter, Plurk, Koprol, dan lain-lain), jejaring berbagi foto serta video
(Flickr, Youtube,dan sebagainya), Podcast, Chat rooms, Message board, Forum,
Mailing list, serta masih banyak lainnya.
Media sosial seperti Twitter mengalami masalah serius karena di sana banyak
beredar konten pornografi. Analis Robert Peck dari lembaga konsultan finansial
SunTrust Robinson Humphrey, pekan lalu menerbitkan laporan yang memprediksi
ada sekitar 10 juta akun dari 300 juta pengguna Twitter, yang berbagi konten
pornografi. (Aditya Panji,2015)
Perkembangan teknologi informasi yang salah satu variannya adalah internet,
sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Internet yang pada mulanya hanya
dikembangkan untuk kepentingan militer, riset dan pendidikan, terus berkembang
memasuki seluruh aspek kehidupan manusia. Internet sebagai media pelayanan
informasi tanpa batas content, waktu, wilayah, usia dan jenis kelamin, telah menjadi
paradigma baru komunikasi dunia maya di semua negara.
1. Proyek Kolaborasi
Website mengijinkan usernya untuk dapat mengubah, menambah, ataupun
me-remove konten – konten yang ada di website ini. Contohnya
Wikipedia.
2. Blog dan microblog
User lebih bebas dalam mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti curhat
ataupun mengkritik kebijakan pemerintah. Contohnya Twitter.
3. Konten
para user dari pengguna website ini saling meng-share konten – konten
media, baik seperti video, ebook, gambar, dan lain – lain. Contohnya
Youtube.
4. Situs jejaring sosial
Aplikasi yang mengizinkan user untuk dapat terhubung dengan cara
membuat informasi pribadi sehingga dapat terhubung dengan orang lain.
Informasi pribadi itu bisa seperti foto – foto. Contoh Facebook.
5. Virtual game World
Dunia virtual, dimana mengreplikasikan lingkungan 3D, dimana user bisa
muncul dalam bentuk avatar – avatar yang diinginkan serta berinteraksi
dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. contohnya game online.
6. Virtual social World
Dunia virtual yang dimana penggunanya merasa hidup di dunia virtual,
sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun,
Virtual Social World lebih bebas, dan lebih ke arah kehidupan, contohnya
Second Life.
Media sosial menjadi salah satu media yang dipergunakan oleh banyak
kalangan, termasuk remaja. Untuk melihat perilaku seseorang dalam menggunakan
media sosial dapat menggunakan model Uses and Gratification. Model ini tidak
tertarik pada apa yang dilakukan media terhadap khalayaknya tetapi lebih tertarik
pada apa yang dilakukan khalayak terhadap media. Model ini berasumsi bahwa
anggota khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi
kebutuhannya. Efek media dianggap sebagai situasi ketika kebutuhan itu terpenuhi,
karena penggunaan media hanya salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan
psikologis.
Penggunaan Media
Antesenden
Motif - frekuensi,
- Variabel
- Personal - durasi,
individua
- Diversi - biaya,
l
- sarana
- Persona
- Variabel
- konten isi
l
lingkunga
Efek
- Kepuasan
- Pengetahuan
Media massa sebagai sumber informasi merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual pranikah. Media baik
elektronik maupun media cetak banyak disorot sebagai salah satu penyebab utama
menurunnya moral umat manusia termasuk remaja. Berbagai tayangan yang sangat
menonjolkan aspek pornografi, yaitu gambar dan foto-foto dengan pakaian minim di
sampul depan majalah, kisah-kisah yang menggambarkan hubungan seks di koran
atau majalah, adegan persetubuhan yang dapat diakses dengan mudah di internet,
Video Compact Disk (VCD), bioskop, dan lain-lain merangsang remaja untuk
melakukan adegan seperti yang dilihat, dibaca, ataupun ditontonnya tersebut. Pada
saat ini, media massa baik media cetak maupun media elektronik banyak
menampilkan seksualitas secaran vulgar yang dapat merangsang birahi terutama
remaja (Juliastuti, 2009).
2.5 Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence (kata
bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa.
Adolescence artinya berangsur-angsur menuju kematangan secara fisik, akal,
kejiwaan dan sosial serta emosional. Masa remaja merupakan masa transisi di mana
seseorang mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja
terdapat beberapa proses perubahan diantaranya perubahan biologik, perubahan
psikologik, dan perubahan sosial.
Remaja pada umumnya dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu remaja awal (11-15
tahun), remaja menengah (16-18 tahun), dan remaja akhir (19-20 tahun). Seorang
remaja mencapai tugas-tugas perkembangannya dapat dipisahkan menjadi tiga tahap
secara berurutan (Sarwono, 2006):
a. Remaja Awal (Early Adolescence)
Remaja awal adalah remaja dengan usia 11-15 tahun. Pada masa ini remaja
mengalami perubahan fisik yang sangat drastis, misal pertambahan berat badan,
tinggi badan, panjang organ tubuh dan pertumbuhan fisik yang lainnya. Pada
masa remaja awal memiliki karakteristik sebagai berikut lebih dekat dengan
teman sebaya, lebih bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berpikir abstrak. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang
bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang
berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”.
b. Remaja Madya (Middle Adolescence)
Pada masa remaja menengah atau madya, adalah masa remaja dengan usia
sekitar 16-18 tahun. Pada masa ini remaja ingin mencapai kemandirian dan
otonomi dari orangtua, terlibat dalam perluasan pertemanan dan keintiman dalam
sebuah hubungan pertemanan. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan
kawan-kawan, Pada masa remaja menengah ini memiliki karakteristik sebagai
berikut mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan, mempunyai
rasa cinta yang mendalam, mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari
lawan jenis, mengembangkn kemampuan berpikir abstrak, dan berkhayal tentang
aktifitas seks.
c. Remaja Akhir (Late Adolescence)
Tahap ini (18-20 tahun) adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga
seringkali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Remaja
diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh
menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya diri dan mampu
bertanggung jawab. Lily (2002)
Perubahan – perubahan atau perkembangan yang terjadi pada saat seorang anak
memasuki usia remaja antara lain dapat dilihat dari 3 tahapan yaitu perubahan
biologis, perubahan kognitif, dan perubahan Psikososial.
1. Perubahan Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun mimpi basah pada remaja
putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas
menjadikan seorang anak memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada
saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mendapat menstruasi,
sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi
juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, panggul mulai
membesar, timbul jerawat dan tumbuh rambut pada daerah kemaluan. Anak
lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya kumis,
jakun, alat kelamin menjadi lebih besar, otot-otot membesar, timbul jerawat
dan perubahan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat
sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2. Perubahan Kognitif
Teori perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Wong (2008),
remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang merupakan ciri
periode berpikir konkret; mereka juga memerhatikan terhadap kemungkinan
yang akan terjadi. Pada saat ini mereka lebih jauh ke depan. Tanpa
memusatkan perhatian pada situasi saat ini, mereka dapat membayangkan
suatu rangkaian peristiwa yang mungkin terjadi, seperti kemungkinan kuliah
dan bekerja; memikirkan bagaimana segala sesuatu mungkin dapat berubah di
masa depan, seperti hubungan dengan orang tua, dan akibat dari tindakan
mereka, misalnya dikeluarkan dari sekolah. Remaja secara mental mampu
memanipulasi lebih dari dua kategori variabel pada waktu yang bersamaan.
Misalnya, mereka dapat mempertimbangkan hubungan antara kecepatan, jarak
dan waktu dalam membuat rencana perjalanan wisata. Mereka dapat
mendeteksi konsistensi atau inkonsistensi logis dalam sekelompok pernyataan
dan mengevaluasi sistem, atau serangkaian nilai-nilai dalam perilaku yang
lebih dapat dianalisis.
3. Perubahan Psikososial
Teori perkembangan psikososial menurut Erikson dalam Wong
(2008), menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja
menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja awal dimulai dengan
awalan pubertas dan berkembangnya stabilitas emosional dan fisik yang
relatif pada saat atau ketika hampir lulus dari SMU. Pada periode ini dimana
seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di
lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
Remaja juga dihadapkan pada krisis identitas kelompok versus pengasingan
diri. Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus membebaskan diri
mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri
dari wewenang orang tua. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan
pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini
diajarkan dan ditanamkan kepadanya.
2.6. Pacaran
Pacaran bagi sebagian kalangan remaja sudah bukan hal yang asing lagi.
Bahkan banyak remaja memiliki anggapan bahwa kalau masa remaja adalah masa
berpacaran, jadi remaja yang tidak berpacaran justru dianggap sebagai remaja yang
kuno, kolot, tidak mengikuti perubahan jaman dan dianggap kuper atau kurang
pergaulan (Novita, 2008).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacaran ialah kekasih atau teman
lawan jenis yang tetap mempunyai hubungan berdasarkan cinta dan kasih. Berpacaran
: bercintaan, berkasih – kasihan. Memacari adalah menjadikan sebagai pacar atau
mengencani.
Pacaran adalah masa pendekatan antar individu dari kedua lawan jenis, yaitu
ditandai dengan saling pengenalan pribadi baik kekurangan dan kelebihan dari
masing-masing individu. Bila berlanjut, masa pacaran dianggap sebagai masa
persiapan individu untuk dapat memasuki masa pertunangan atau masa pernikahan.
(Agus, 2004). Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004), keintiman meliputi adanya
rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan informasi penting
mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure) menjadi elemen utama dari
keintiman.
Menurut Duvall & Miller (1985) ada beberapa tingkatan dalam pacaran :
a. Casual Dating
Tahap ini biasanya dimulai dengan “pacaran keliling” pada orang muda.
Orang dalam tahap ini biasanya berpacaran dengan beberapa orang dalam satu
waktu.
b. Regular Dating
Ketika seseorang untuk alasan yang bermacam-macam memilih sebagai
pasangan yang lebih disukai, kemungkinan besar hubungan itu akan menetap.
Pasangan pada tahap ini seringkali pergi bersama dengan pasangannya dan
mengurangi atau menghentikan hubungan dengan pasangan yang lain. Tahap
perkembangan hubungan ini terjadi ketika seorang atau kedua pasangan
berharap bahwa mereka akan saling melihat satu sama lain lebih sering
dibanding yang lain. Jika hubungan ini dapat memenuhi kebutuhan
pasangannya, hubungan ini akan meningkat secara eksklusif (terpisah dari
yang lain).
c. Steady Dating
Tahap ini adalah fase yang serius dan lebih kuat dari fase dating regularly.
Pasangan dalam tahap ini biasa memberikan beberapa simbol nyata sebagai
bentuk komitmen mereka terhadap pasangannya. Mahasiswa pria bisa
memberikan pasangannya berupa pin persaudaraan, kalung, dll sebagai wujud
keseriusan mereka dalam hubungan tersebut.
d. Engagement (Tunangan)
Tahap pengakuan kepada publik bahwa pasangan ini berencana untuk
menikah.
Menurut DeGenova & Rice (2005) ada beberapa faktor yang menyebabkan
individu – individu berpacaran, antara lain:
Pacaran sendiri memiliki dampak positif dan negatif yang mencakup berbagai
aspek dari kehidupan remaja, meliputi pergaulan sosial, mengisi waktu luang,
ketertarikan pacaran dengan seks, penuh masalah sehingga berakibat stres, kebebasan
pribadi berkurang (Arifin, 2002).
Pacaran juga bisa mengarah ke hal – hal negatif seperti pacaran yang berisiko,
dimana pacaran yang beresiko itu meliputi kissing, necking, petting, intercourse.
Biasanya para remaja melakukan pacaran tidak sehat ini bertujuan untuk menunjukan
rasa cinta sebenarnya dapat ditunjukan dengan beragam cara dan tidak harus dengan
aktifitas seksual. Biasanya perilaku mencemaskan ini dimulai dengan berciuman
(kissing) dengan pasangan, yang lama-lama berlanjut ke necking (mencium leher
sampai meraba-raba tubuh). Jika sudah sampai ketahap necking maka sangat
mungkin untuk berlanjut ke petting (saling menggosok- gosokkan alat kelamin).
Apabila telah melakukan petting maka biasanya aktivitas ini berlanjut pada tahap
intercourse. Hal ini disebabkan rangsangan yang dihasilkan oleh petting
menimbulkan motivasi yang sangat besar bagi pasangan untuk melakukan
intercourse. Dengan terjadinya intercourse, tentu resiko terjadinya kehamilan akan
sangat besar (Iwan, 2010).
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rheza tahun 2008
mendapatkan bahwa remaja putri yang berpacaran telah melakukan hubungan seksual
pranikah seperti berhubungan seks (sexual intercourse), seks oral (oral seks),
berkencan (dating), berfantasi, berdandan, merayu dan menggoda, pemaksaan
perlakuan seksual terhadap pasangan (date rape) dan seduksi, phone sex, bercumbuan
(petting), berciuman (kissing) dan bersentuhan (touching).
Dijaman sekarang dengan gaya pacaran modern perlu adanya upaya untuk
mengatasi gaya pacaran remaja yang negatif diantaranya adalah dengan
meningkatkan iman dan takwa. Orang tua juga harus memahami perubahan pada
anaknya yang tumbuh menjadi remaja (bukan lagi anak yang selalu perlu dibantu)
serta penyuluhan tentang pendidikan seks. Pendidikan seks sendiri adalah suatu cara
untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks. Khususnya untuk mencegah
dampak - dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak
direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa (Sarwono,
2011).
2.7. Perilaku Seksual Remaja
Menurut Sarwono (2005), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenisnya. Seperti yang kita ketahui umumnya remaja laki-laki lebih mendominasi
dalam melakukan tindak perilaku seksual bila dibandingkan dengan remaja
perempuan. Hal ini di karenakan banyaknya faktor yang membuat remaja laki-laki
untuk menyalurkan hasrat seksualitasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di beberapa negara maju menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih
banyak melakukan hubungan seksual pada usia lebih muda bila dibandingkan dengan
remaja perempuan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
yang terjadi pada remaja, antara lain :
1) Faktor Internal
a. Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)
Dimana perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku
seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda
dengan anak 13 tahun.
b. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang
kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif
cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya.
c. Motivasi
Perilaku yang pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi
untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual seseorang memiliki
tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan
perlindungan, atau untuk memperoleh uang misalnya pekerja seks seksual
(PSK).
1) Faktor Eksternal
a. Keluarga
Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja
dapat memperkuat munculnya perilaku menyimpang pada remaja.
b. Pergaulan
Pada masa pubertas, perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh
lingkungan pergaulannya dimana pengaruh dari teman sebaya sebagai
pemicu terbesar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lainnya.
c. Media massa
Kemajuan teknologi mengakibatkan maraknya timbul berbagai macam
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan yang paling
dicari oleh remaja adalah internet. Dari internet, remaja dapat dengan
mudah mengakses informasi yang tidak dibatasi umur, tempat dan waktu.
Informasi yang diperoleh biasanya akan diterapkan dalam kehidupan
kesehariannya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudi (2004), beberapa perilaku seksual
secara rinci dapat berupa:
Orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu
ditiru oleh anak-anaknya (Mardiya, 2000). Dalam pendidikan seks orang tua
mempunyai peranan yang sangat penting bagi remaja untuk menerangkan pengertian
dan penghayatan pada remaja tentang identitas seksual mereka. Para ahli
beranggapan, bahwa pendidik terbaik bagi anak dalah kedua orang tuanya sendiri
termasuk dalam pendidikan seksual. Namun kebanyakan orang tua sulit untuk
membicarakan permasalahan seksualitas dengan anak remajanya. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh pengetahuan orang tua mengenai seksualitas kurang dibandikan
dengan anaknya (Gunarsa, 1991).
Kadang kala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja muncul
akibat ketidak-harmonisan hubungan ayah dan ibu, sikap orang tua yang menabuhkan
pertanyaan anak tentang reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido),
serta adanya tindak kekerasa terhadap anak (child physical abuse). Membuat orang
tua merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan pengetahuan yang memadai
tentang seksualitas kepada anak (Iskandar, 1997). Hubungan orang tua yang kurang
akrab dengan anak karena kesibukan orang tua oleh pekerjaannya, menyebabkan
makin sedikitnya waktu bagi remaja untuk mendiskusikan masalah kehidupan
seksualitasnya kepada orang tua, sehingga membuat kehidupan seksualitasnya
menjadi tidak bertanggung jawab dan terkontrol (Nurhayati, 2002).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli dalam
Retnowati (2010), antara lain:
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau
kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan
sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan
diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan
terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting.
Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya
adalah :
Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-
kira sama. Dalam pembentukan kelompok teman sebaya selain diperhatikan
persamaan usia, para remaja juga memperhatikan persamaan-persamaan lainnya,
seperti hobi, status sosial, ekonomi, latar belakang keluarga, persamaan sekolah,
tempat tinggal, agama dan juga ras (Ghozaly, 2011).
Dalam perkembangan sosial remaja maka remaja mulai memisahkan diri dari
orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya. Pada umumnya
remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya (peer group). Kelompok sebaya
menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial remaja.
Kelompok sebaya juga merupakan wadah untuk belajar kecakapan-kecakapan sosial,
karena melalui kelompok remaja dapat mengambil berbagai peran. Di dalam
kelompok sebaya, remaja menjadi sangat bergantung kepada teman sebagai sumber
kesenangannya dan keterikatannya dengan teman sebaya begitu kuat. Kecenderungan
keterikatan (kohesi) dalam kelompok tersebut akan bertambah dengan meningkatnya
frekuensi interaksi di antara anggota-anggotanya (Soetjiningsih, 2004).
Perubahan perilaku remaja dapat dasarkan pada teori perubahan perilaku dari
Skiner (1938) yang dikembangkan oleh Hosland (1953) dalam Notoatmodjo (2010)
yang teori tersebut terkenal dengan teori Stimulus – Organism – Response (SOR).
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa perubahan perilaku tergantung pada kualitas
rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme, maksudnya kualitas
yang diberikan dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas
kepemimpinan, dan gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan
perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat.
Menurut Effendy dalam buku Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi (2003:
254), juga mengatakan bahwa teori dan model komunikasi yang tampil pada dekade
1940-an dan 1950-an adalah Teori S-O-R singkatan dari Stimulus – Organism –
Response teori ini berasal dari psikologi. Obyek material dari psikologi dan ilmu
komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen
seperti sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi. Unsur-unsur dalam model ini
adalah :
a. Pesan (Stimulus, S)
b. Komunikasi (Organism, O)
c. Efek (Response, R)
Asumsi dasar dari model ini adalah: media massa menimbulkan efek yang
terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau S-
R theory. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi.
Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal,
simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara
tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif; misal jika
orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan reaksi positif, namun jika
tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model
inilah yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic
Needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan
model S-O-R, yakni bahwa media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat
tehadap komunikan. Artinya media diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang
memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan menghasilkan tanggapan (R) yang
kuat pula.
Perilaku pacaran pada remaja sering menimbulkan dampak negatif yang tidak
disadari. Seperti kehamilan remaja, aborsi, putus sekolah, perkawinan dini,
perceraian, tertular penyakit kelamin, dan lain-lain. Banyak faktor yang memengaruhi
terjadinya perilaku seks pada remaja terutama faktor eksternal, karena pada masa
remaja mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari luar dirinya seperti teman
sebaya dan sumber informasi dari media massa yang kurang tepat.
Cinta dan seks merupakan salah satu problem terbesar remaja di seluruh
dunia. Pada saat ini banyak remaja beranggapan bahwa cinta dan seks merupakan
dua hal yang berhubungan erat. Bila cinta terhadap seseorang harus dibumbui dengan
perilaku seks, dan seks yang dilakukan dengan pasangan harus berlandaskan cinta.
Tidak jarang masa depan remaja hancur karena masalah cinta dan seks.
Dalam teori S-O-R, pengaruh eksternal dapat menjadi stimulus dan dapat
memberikan rangsangan sehingga berubahnya sikap dan perilaku seseorang. Untuk
keberhasilan dalam mengubah sikap maka komunikator perlu memberikan tambahan
stimulus (penguatan) agar penerima berita mau mengubah sikap. Dengan cara
demikian penerima informasi akan mempersepsikannya sebagai suatu arti yang
bermanfaat bagi dirinya dan adanya sanksi jika hal ini dilakukan atau tidak.
45
46
Stimulus
1. Paparan Media
Sosial
2. Sumber
Mengunduh
Video Porno
3. Frekuensi
Menonton
Video Porno
4. Media
Elektronik :
- Perangkat Organisme
Respons
Mengunduh
- Umur Perilaku berpacaran
- Perangkat - Jenis kelamin
Menonton
5. Tempat :
- Mengunduh
Video Porno
- Menonton
Video Porno
6. Peer group
(Teman Sebaya)
47
Tabel 3.1
Definisi Operasional Penelitian
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Stimulus
1 Paparan Media Keterpaparan siswa Angket Kuesioner 1. Ya, jika siswa Ordinal
Sosial dengan satu atau lebih terpapar oleh satu atau
media social, seperti lebih media sosial
youtube, website, dan lain- lebih dari satu kali
lain yang mengaksesnya dalam seminggu
lebih dari satu kali dalam 2. Tidak, jika siswa tidak
seminggu pernah terpapar media
sosial
2 Sumber Laman/sumber yang Angket Kuesioner 1. Youtube Nominal
Mengunduh digunakan untuk
2. Website porno
Video Porno mengunduh video porno
3. Blog / Forum
4. Jejaring Sosial
5. Lainnya
3 Frekuensi Jumlah / banyaknya Angket Kuesioner Dalam satu minggu terakhir … Rasio
Menonton Video mengunduh video porno kali
Porno dari internet.
Organisme
9 Jenis kelamin Adalah tanda fisik yang Angket Kuesioner 1. Laki – laki Nominal
teridentifikasi pada 2. Perempuan
responden dan dibawa sejak
dilahirkan.
10 Umur Adalah masa hidup responden Angket Kuesioner Usia dalam tahun Interval
yang dihitung sejak ia lahir
sampai dengan penelitian
dilaksanakan yang dinyatakan
dalam bentuk tahun.
Respons
13 Berciuman Melekatkan bibir secara Angket Kuesioner Dalam satu minggu terakhir Rasio
(kissing) disengaja atas dorongan … kali
hasrat seksual kepada lawan
jenis
14 Bercumbuan Mengucapkan kata-kata Angket Kuesioner Dalam satu minggu terakhir Rasio
(petting), manis yang dipakai untuk … kali
membujuk lawan jenis atas
dorongan hasrat seksual
15 Berhubungan Melakukan hubungan Angket Kuesioner Berapa kali selama pacaran Rasio
seksual seksual seperti hubungan
(sexual suami istri di luar
intercourse) pernikahan
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
53
54
𝑁 Z2𝑃 (1−𝑃)
𝑛 =1−𝑎/2
Besar sampel (N−1)𝑑2+Z2𝑃 (1−𝑃)
1−𝑎/2
663,094
2,70649
= 245
= (365/710) * 245
= 126
= (345/710) * 245
= 119
HASIL PENELITIAN
58
59
Tabel 5.1
Jumlah Responden Terpapar Media Sosial
Terpapar N Persentase
Iya 133 54.3
Tidak 112 45.7
Total 245 100.0
54,3%. Responden menggunakan fasilitas internet dengan membuka jejaring sosial. Laman jejaring sosial ini digunakan un
Tabel 5.2
Jenis Laman Internet Yang Dibuka Responden
Laman Internet N Persentase
Youtube
Iya 101 41.2
Tidak 144 58.8
Website
Iya 74 30.2
Tidak 171 69.8
Blog/Forum
Iya 41 16.7
Tidak 204 83.3
Jejaring Sosial
Iya 204 83.3
Tidak 41 16.7
Email
Iya 2 0.82
Tidak 243 99.18
Game Online
Iya 16 6.5
Tidak 229 93.5
Online Shop
Iya 1 0.41
Tidak 244 99.59
Tabel 5.3
Karakteristik Responden yang pernah mengunduh video porno
Pernah Mengunduh N Persentase
Iya 83 33.9
Tidak 162 66.1
Total 245 100
Tabel 5.4
Laman Internet Yang Digunakan Responden Untuk Mengunduh Video
Porno
Tempat N Persentase
Youtube 19 22.9
Website Porno 35 42.2
Jejaring Sosial 18 21.7
Teman 11 13.3
Total 83 100.0
Tabel 5.6
Tempat Responden yang pernah mengunduh video porno
Tempat N Persentase
Warung 19 22.9
Internet
Rumah 35 42.2
Sekolah 18 21.7
Lainnya 11 13.3
Total 83 100.0
Tabel 5.7
Alat Yang digunakan Responden yang pernah mengunduh video porno
Alat N Persentase
Handphone 67 80.7
Komputer 16 19.3
Total 83 100.0
Tabel 5.9
Karakteristik Frekuensi Responden Menonton video porno
Variabel N Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum
Frekuensi 159 2,39 3,375 0 30
(Kali Dalam
Seminggu)
Tabel 5.10
Tempat Responden yang Menonton video porno
Tempat N Persentase
Warung Internet 19 11.9
Rumah 127 79.9
Sekolah 9 5.7
Rumah Teman 4 2.5
Total 159 100.0
Pada tabel diatas, diketahui bahwa rumah menjadi tempat paling sering
responden menonton video porno (79,9%). Selanjutnya asal laman internet dari
video porno yang ditonton dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.11
Laman Internet Yang Digunakan Responden Untuk Menonton Video Porno
Tempat N Persentase
Youtube 23 14.5
Website Porno 33 20.8
Jejaring Sosial 24 15.1
Teman 76 47.8
VCD 3 1.9
Total 159 100.0
Tabel 5.12
Alat Yang digunakan Responden menonton video porno
Alat N Persentase
Handphone 129 81.1
Komputer 24 15.1
Televisi 6 3.8
Total 159 100
Tabel 5.13
Karakteristik Pengaruh Teman Sebaya Untuk Menonton Video Porno
Terpapar N Persentase
Baik 133 54.3
Buruk 112 45.7
Total 245 100.0
Tabel 5.14
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengaruh Teman Sebaya
Pengaruh Teman Sebaya N Persentase
Mendengar Informasi Tentang Masalah Seks
Ya 205 83.7
Tidak 40 16.3
Pernah Diajak Melihat Dan Mengakses Video Porno
Ya 133 54.3
Tidak 112 45.7
Menyaksikan Adegan Seks Melalui VCD
Ya 100 40.8
Tidak 145 59.2
Mengejek Teman Yang Tidak Mau Berhubungan Seksual
Ya 14 5.7
Tidak 231 94.3
Terbuka Membicarakan Masalah Seksual
Ya 59 24.1
Tidak 186 75.9
Tabel 5.16
Karakteristik Umur Responden
Menonton Video Porno
Umur Iya Tidak Total
N % N % N %
< 17 Tahun 109 66.9 54 33.1 163 100
≥ 17 Tahun 50 61.0 32 39.0 82 100
Total 159 64.9 86 35.1 245 100
Tabel 5.17
Distribusi Frekuensi Responden yang Pernah Pacaran
Pacaran N Persentase
Iya 202 82.4
Tidak 43 17.6
Total 245 100.0
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa distribusi responden pernah
pacaran sebesar 82.4%. Selanjutnya frekuensi pacaran responden dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.18
Karakteristik Frekuensi Pacaran Responden
Variabel N Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum
Frekuensi 202 4,91 4,722 1 32
Tabel 5.19
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Seksual
Perilaku Seksual N Persentase
Berpegangan Tangan
Ya 176 87.1
Tidak 26 12.9
Bersentuhan Dengan Pacar
Ya 47 23.3
Tidak 155 76.7
Berciuman Dengan Pacar
Ya 70 34.7
Tidak 132 65.3
Bercumbu Mesra
Ya 27 13.4
Tidak 175 86.6
Berhubungan Seksual
Ya 11 5.4
Tidak 191 94.6
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa responden berpacaran yang
berpegangan tangan sebesar 87,1%, bersentuhan dengan pacar 23,3%, berciuman
dengan pacar 34,7%, bercumbu mesra 13,4% dan berhubungan seksual sebesar
5,4%. Frekuensi responden melakukan hal tersebut dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 5.20
Karakteristik Frekuensi Pacaran Responden yang berpegangan tangan
Perilaku Seksual N Mean Standar Minimum Maksimum
Deviasi
Berpegangan Tangan 176 3,99 4,582 1 49
Bersentuhan Dengan 47 2,98 1,343 1 7
Pacar
Berciuman Dengan 69 3.26 2,842 1 19
Pacar
Bercumbu Mesra 27 2,78 1,311 1 6
Dengan Pacar
Berhubungan Seksual 11 2,18 1,779 1 7
Dengan Pacar
PEMBAHASA
Media sosial bisa di akses melalui internet, internet merupakan salah satu
media yang sekarang ini banyak digemari oleh remaja untuk mencari informasi
terbaru ataupun untuk menjalin hubungan dengan orang lain di tempat yang
berbeda. Hal ini selaras dengan data yang diperoleh dari hasil survey Google pada
tahun 2015 yang menunjukkan bahwa 82% pengguna internet di Indonesia berusia
dibawah 25 tahun. (consumerbarometer.com, 2015)
68
69
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sumber mengunduh video porno yang paling
sering digunakan remaja adalah laman website porno dengan persentase sebesar
42,9%. Kedua, youtube dengan persentase sebesar 22,9%. Ketiga, remaja
mendapatkan unduhan dari jejaring social sebesar 21,7%. Dan sisanya sebesar
13,3% remaja memperoleh dari temannya. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Kirana (2014) pada pelajar SMA Yayasan Perguruan Kesatria Medan
menunjukkan sebanyak 88 responden (82,2%) sering mengakses situs porno
melalui internet dan hanya 19 responden (17,8%) yang jarang mengakses situs
porno melaui internet. Hasil analisis bivariat yang dilakukan oleh Kirana (2014)
tersebut menunjukkan adanya hubungan antara akses situs porno dengan perilaku
seksual remaja. Responden yang terpapar media elektronik memiliki peluang 3,06
kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan dengan responden
yang tidak terpapar dengan media elektronik, sedangkan responden yang terpapar
media cetak mempunyai peluang 4,44 kali untuk berperilaku seksual berisiko
berat dibanding tidak terpapar dengan media cetak (Nursalam, 2008).
Data yang diperoleh pada tabel 5.9 diketahui bahwa rata-rata frekuensi
responden menonton video porno dalam seminggu sebanyak 2,39 kali dengan
standar deviasi 3,375 kali. Artinya, satu kali sampai dengan 5 kali dalam
seminggu responden yang sudah terpapar pornografi menghabiskan waktunya
untuk menonton video porno. Ada empat efek paparan yang terjadi pada mereka
yang terpapar pornografi dan mengalami paparan yang meliputi adiksi, eskalasi,
desensitisasi dan act out. Adiksi adalah adanya efek ketagihan. Sekali orang
menyukai materi pornografi maka ia akan memiliki keinginnan untuk melihat dan
mendapatkan kembalai materi tersebut.
Belum adanya angka yang pasti untuk mengukur efek tingkat paparan
pornografi di atas menyebabkan peneliti sulit untuk mengelompokkan frekuensi
responden siswa SMK X ke dalam tahapan efek paparan. Tetapi, semakin tinggi
perilaku mengkonsumsi media pornografi, maka akan semakin tinggi intensi
seseorang untuk melakukan masturbasi (Indrieyani, 2007). Dengan kata lain,
frekuensi menonton pornografi berbanding lurus dengan perilaku seksual
seseorang. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Santrock (2003) yang
menyatakan bahwa remaja yang terpapar media pornografi secara terus menerus,
semakin besar hasrat seksualnya. Remaja menerima pesan seksual dari media
pornografi secara konsisten berupa kissing, petting, bahkan hubungan seksual pra
nikah.
Jadi dari hasil ini kita bisa mengetahui bahwa semakin tingkat konsumsi
remaja menonton video porno memang dapat mempengaruhi perilaku seksual
pada remaja. Sebagai bentuk dari menonton video porno, remaja melakukan
percobaan adegan pornografi untuk mendapatkan rangsangan fisiologis dan
emosional serta peningkatan tingkat rangsangan kemungkinan akan menghasilkan
beberapa bentuk perilaku seksual seperti kissing, petting, masturbasi maupun
sexual intercourse. Peristiwa dalam film memotivasi dan merangsang kaum
remaja untuk meniru atau mempraktikkan hal yang dilihatnya, akibatnya remaja
menjadi semakin permisif terhadap perilaku dan norma yang ada (Rosadi, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 diketahui bahwa perangkat atau
alat yang paling banyak digunakan remaja untuk mengunduh video porno adalah
handphone yaitu sebesar (80,7%). Teknologi canggih yang memudahkan
seseorang untuk mengakses internet melalui handphone merupakan kemudahan
yang kemudian disalahgunakan oleh remaja. Selain itu pada tabel 5.12
handphone masih menjadi perangkat terbanyak yang digunakan untuk menonton
video porno yaitu sebesar 81,1%, sedangkan terbanyak kedua adalah komputer
sebesar 12,1%, dan yang terakhir televisi sebesar 3.8%. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mariani Ani (2010) yang menyatakan bahwa
media pemaparan pornografi yang paling utama pada siswa sekolah sebanyak
44,2% adalah telpon genggam (HP, hanphone). Dibandingkan dengan VCD/DVD
dan internet, telepon genggam memang memiliki keunggulan yang jauh lebih baik
karena penikmat pornografi menyukai media yang mudah diakses dan mudah
dinikmati secara pribadi. Telepon genggam menyediakan keduanya. Ketika siswa
sedang menikmati pornografi dalam telepon genggamnya, maka orang lain
cenderung tidak menaruh curiga karena adanya fitur lain yang disajikan telepon
genggam seperti layanan chat atau SMS.
Calzo dan Suzuki (2004) menyebutkan bahwa media elektronik sering
digunakan oleh remaja sebagai sumber informasi dan sebagai media komunikasi
dengan teman sebayanya. Dan pada usia ini, pencarian informasi merupakan salah
satu hal yang paling penting untuk mengatasi rasa keingintahuan mereka akan
berbagai informasi terutama yang terkait akan seks dan aturan orang dewasa
(Kenneavy et.al. 2006).
Pada tabel 5.10, diketahui bahwa rumah menjadi tempat paling sering
responden gunakan untuk menonton video porno (79,9%). Tabel 5.6 juga
menjelaskan bahwa tempat yang paling sering responden gunakan untuk
mengunduh video porno adalah rumah (42,2%). Dari hasil penelitian ini, rumah
merupakan tempat yang nyaman bagi remaja untuk menonton ataupun
mengunduh video porno karena kurangnya pengawasan dan bimbingan orang tua
terhadap anak mereka. Kekurangan ini memberikan peluang yang besar bagi
remaja untuk memenuhi hasrat seksualnya. Rumah merupakan lingkungan
terdekat yang dimiliki seseorang untuk membentuk gaya hidupnya. Gaya hidup
menurut Kotler (2002) dalam Simamora (2009) adalah pola hidup seseorang di
dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Gaya hidup remaja yang banyak dipengaruhi oleh kemajuan
teknologi yang kemudian disalahartikan dengan menggunakan teknologi sebagai
alat memperoleh informasi negative dan didukung kurangnya pengawasan orant
tua tentu memberikan kontribusi pada perubahan gaya hidup remaja yang dapat
berisiko melakukan perilaku seksual pranikah.
Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negatif pada remaja.
Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan risiko remaja menjadi nakal
pula (Santrock 2007). Pada masa remaja mereka berusaha menemukan konsep
dirinya di dalam kelompok bermain. Disini remaja dinilai oleh temannya tanpa
memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Dari hasil di atas bahwa Teman
sebaya memberikan suatu lingkungan, dimana remaja memiliki tempat untuk
dapat melakukan sosialisasi untuk mencari konsep diri mereka. Dimana nilai yang
berlaku pada kelompok teman sebaya bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang
dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak dimana berbahayanya bagi
para remaja, karena mereka tidak mengetahui perilaku tersebut baik ataupun
buruk bagi dirinya dan orang lain.
6.3 Gambaran Organisme Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Pada Siswa
SMK X, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015.
Berdasarkan tabel 5.15, diketahui bahwa laki-laki yang menonton video porno
sebesar 81.4% dan perempuan sebesar 54.1%. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa
jenis kelamin memang berpengaruh pada tingkat keseringan seseorang menonton
video porno. Dimana hasilnya diketahui bahwa laki – laki lebih sering atau
dominan untuk menonton video porno dibandingkan dengan perempuan. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ani Mariani (2010) menyatakan
bahwa Siswa laki-laki memiliki keterpaparan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa perempuan. Pada setiap kelas, siswa laki-laki yang telah terpapar
pornografi rata-rata 96,0% sedangkan siswa perempuan yang terpapar pornografi
rata-rata 84,6%. Perbedaan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh sifat remaja
laki-laki yang relatif lebih aktif dan agresif dalam mencari atau berbagi materi
pornografi.
Priode remaja merupakan masa yang sangat labil, terutama pada rentang
antara 14 – 21 tahun sesuai dengan batasan dari World Health Organization
(WHO) (Sarwono, 2004). Pada masa tersebut keadaan fisik, psikologis, dan
seksualitas seorang remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Sehingga perilaku pacaran pada usia remaja tersebut cenderung
mengalami banyak permasalahan (Andan, 2002). Munculnya dorongan seksual
karena pada masa remaja cenderung memiliki tingkat seksual yang tinggi
sehubungan dengan mulai matangnya hormone seksual dan oragan – organ
reproduksi.
Hasil penelitian juga didukung oleh penelitian lain yang dilakukan Komisi
Penaggulagan AIDS Indonesia (KPAI) di 12 kota di Indonesia tahun 2010,
menunjukan bahwa dari 2.800 responden pelajar, 76% perempuan dan 72% laki-
laki pernah mengaku berpacaran (Andri Haryanto, 2010). Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa dalam perilaku berpacaran siswa terdapat perilaku
seksual seperti berpegangan tangan, bersentuhan dengan pacar, berciuman dengan
pacar, bercumbu mesra dan berhubungan seksual.
Ini dapat dilihat bahwa Pacaran bagi sebagian kalangan remaja sudah
bukan hal yang asing lagi. Bahkan banyak remaja memiliki anggapan bahwa
kalau masa remaja adalah masa berpacaran, jadi remaja yang tidak berpacaran
justru dianggap sebagai remaja yang kuno, kolot, tidak mengikuti perubahan
jaman dan dianggap kuper atau kurang pergaulan (Novita, 2008). Seusai dengan
pernyataan Novita bahwa pada zaman sekarang pacaran bukan lagi hal yang tabu
untuk dilakukan, karena jika seorang remaja tidak pacaran bagi sebagian kalangan
remaja di anggap remaja tersebut adalah kuno, hal ini sesuai dengan hasil dari
lapangan dimana sebagian besar siswa menyatakan dirinya pernah berpacaran.
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
80
81
7.2. Saran
1. Bagi Sekolah
2. Bagi Siswa
http://www.bin.go.id/awas/detil/151/4/18/10/2012/mewaspadai-
terpaan-pornografi-di-internet
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150430070915-
185-50187/menkominfo-minta-warga-laporkan-prostitusi-online/
Boyd, d. 2008. Why youth (heart) social network sites: The role of networked
publics in teenage social life. In D. Buckingham (Ed.), Youth, Identity, and
Digital Media (pp. 119–142). Cambridge, MA: MIT Press.
Carrington, P., Scott, J., & Wasserman, S. 2005. Models and methods in social
Networks analysis. New York: Cambridge University Press.
83
84
Gatra (2009, 2 Maret). Pornografi rusak jaringan otak. Diunduh 21 Oktober 2015
dari http://www.gatra.com/2009-03-02/versi_cetak.php?id= 123596.
Gunarsa, S.D. 1991. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Gunung
Mulia. Jakarta
Iskandar, A.M. 1997. Sikap Orang Tua dan Remaja terhadap Pergaulan Bebas
Heteroseksual. Thesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Program Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada.Iwan, Dr. 2012. Masturbasi. Yogyakarta : C.V Andi
offset.
Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein (2010) "Users of the world, unite! The
challenges and opportunities of Social Media". Business Horizons 53(1): 59–68.
Kirana Uci,, Yusad Yusniwarti., Dkk. 2014. pengaruh akses situs porno dan
teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja di sma yayasan perguruan
kesatria medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Mardiya. 2013. Perlu Sosialisasi Pacaran Sehat. Artikel Sub Bid Advokasi Konseling
dan Pembinaan Kelembagaan KB dan Kesehatan Reproduksi pada BPMPDPKB
Kabupaten Kulon Progo.
Mariani, A. dan Bachtiar, I. 2009. Epidemi pornografi pada anak sekolah: studi
kasus di SMPN7 Mataram. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 16, 49-57.
Mariani, Ani dan Imam Bachtiar. 2010. Keterpaparan Materi Pornografi Dan
Perilaku Seksual Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri, MAKARA, SOSIAL
HUMANIORA, VOL. 14, NO. 2, DESEMBER 2010: 83-90.
Rezha, Muhammad. 2008. Perilaku Seksual Pada Remaja Putri Yang Berpacaran.
Depok : Universitas Gunadarma.
Rosadi, I. (2001). Hukum Islam tentang sewa menyewa kaset video compac disk
(VCD) (Studi di rental VCD Kelurahan Sukarame I Bandar Lampung. Diunduh
15 oktober 2015 dari http://digilib.gunadarma.ac.id/go.php?id=laptiain-gdl-s1-
2001-ismail-650-hukum.
Supriati, E. dan Fikawati, S. 2009. Efek paparan pornografi pada remaja SMP
Negeri Pontianak tahun 2008. Makara Sosial Humaniora, 13, 48-56.
Suyanto, Tri. 2011. Pengaruh Pornografi Terhadap Perilaku Belajar Siswa (Studi
Kasus : Sekolah Menengah X). Jurnal Pendidikan Dompet Dhuafa edisi I/ 2011.
Walther, J. B., Van Der Heide, B., Kim, S. Y., & Westerman, D. (in press). The
role of friends’appearance and behavior on evaluations of individuals on
Facebook: Are we known by the company we keep? Human Communication
Research.
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Saya Richo Agung Nugroho dari Peminatan Promosi Kesehatan Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang melakukan
survei untuk mengetahui gambaran penggunaan video porno dalam perilaku berpacaran.
Pengisian kuesioner ini akan berlangsung tidak lebih dari 10 menit.
Jawaban kamu akan kami rahasiakan dengan anda tidak perlu mencantumkan nama, alamat
dan kelas di kuesioner ini sehingga tidak seorang pun akan mengetahuinya. Kuesioner ini
kemudian akan dibawa dan disimpan, dan hanya beberapa orang dari Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang diizinkan melihatnya. Setelah penelitian selesai,
kuesioner ini akan dimusnahkan. Jawaban kamu tidak akan berdampak negatif terhadap
pelayanan sekolah dan kegiatan belajar mengajar di sekolah yang selama ini anda terima.
1. Ya
2. Tidak, silahkan kamu tanda tangan
Pilihlah jawaban dibawah ini dengan cara dilingkari pada pilihan jawaban kamu. Tidak ada
jawaban benar atau salah dalam pertanyaan ini sehingga anda dapat mengisi dengan
menggambarkan kebiasaan yang sering anda lakukan.
Statistics
{A1} Apakah kamu {C1} sering {C2} pernah diajak {C4} mengejek
pernah mendengar cerita melihat dan {C3} menyaksikan teman yang tidak {C5} terbuka {B1} pernah
{IRT1} apa jenis {IRT3} apa agama menggunakan {D1} pernah tentang masalah mengakses video adegan seks melalui mau berhubungan membicarakan menonton video
kelamin kamu ? kamu ? internet ? pacaran seks porno VCD seks masalah seks porno ?
N Valid 245 245 245 245 245 245 245 245 245 245
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Missing 0 0 0 0
Frequency Table
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Frequency Table
Descriptive Statistics
Statistics
N Valid 83 83 83
Missing 0 0 0
Frequency Table
{A5} dimana ?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Descriptive Statistics
Valid N (listwise) 83
Statistics
Missing 0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Missing 0 0 0
Frequency Table
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 19 11.9 11.9 11.9
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Descriptive Statistics
Statistics
N Valid 245
Missing 0
Statistics
Missing 0 0 0 0 0
Frequency Table
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
3 1 .5 .5 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Descriptive Statistics
Descriptive Statistics
Valid N (listwise) 47
Descriptive Statistics
Valid N (listwise) 69
Descriptive Statistics
Valid N (listwise) 27
Descriptive Statistics
Valid N (listwise) 10
Descriptive Statistics