Anda di halaman 1dari 28

1.

Kajian Provinsi Sulawesi Utara Dalam Angka

a. Geografis

Provinsi Sulawesi Utara dengan IbuKota Manado terletak pada 0°15’–5°34’


Lintang Utara dan 123°07-27°10’ Bujur Timur. Provinsi Sulawesi Utara
Mempunyai batas sebagai berikut :
1) Batas Utara : Laut Sulawesi, Republik Filipina, dan Lautan
Pasifik
2) Batas Timur : Laut Maluku
3) Batas Selatan : Teluk Tomini
4) Batas Barat : Provinsi Gorontalo
Wilayah Sulawesi Utara seluas 15.273,560km2 dengan Kabupaten
Bolaang Mongondow sebagai kabupaten terluas, yaitu 3.547,49 km2 atau
23,22%. Luas wilayah hanya sebesar 0,72% dari luas wilayah Indonesia.
Jumlah pulau cukup banyak yaitu mencapai 668 pulau. Jumlah desa yang
terletak di daerah pesisir sebanyak 627 desa dan bukan pesisir jumlahnya
sebanyak 867 desa.

Tabel :
Luas Wilayah Provinsi Sulawesi Utara

LUAS WILAYAH
NO KABUPATEN/KOTA 2 PROSENTASE
(Km )
Kabupaten
1 Bolaang Mongondow 2.871,65 20,73
2 Minahasa 1.114,87 8,05
3 Kepulauan Sangihe 461,11 3,33
4 Kepulauan Talaud 1.240,40 8,95
5 Minahasa Selatan 1.409,97 10,18
6 Minahasa Utara 918,49 6,63
7 Bolaang Mongondow Utara 1.680,00 12,13
8 Siau Tagulandang Biaro 275,86 1,99
9 Minahasa Tenggara 710,83 5,13
10 Bolaang Mongondow Selatan 1.615,86 11,67
11 Bolaang Mongondow Timur 910,18 6,57
Kota
1 Manado 157,27 1,14
2 Bitung 302,89 2,19
3 Tomohon 114,20 0,82
4 Kotamobagu 68,06 0,49
Jumlah 13.851,64 100,00
Sumber : SULUT Dalam Angka Tahun 2018

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 1
Gambar :
Peta Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara

Posisi strategis yang dimiliki dapat menciptakan lokasi suatu daerah


semakin menarik dan aman untuk dapat dikunjungi para wisatawan, pelaku
bisnis, dan investor domestik serta internasional. Semakin unggul lagi,
lokasi suatu daerah jika terletak pada posisi strategis di sekitar pusat
beredarnya perdagangan dunia dan pusat pertumbuhan ekonomi regional
di Asia Timur (Cina, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan ASEAN) dan
Pasifik, seperti posisi yang dimiliki Sulawesi Utara dan berhadapan
langsung dengan wilayah Asia Timur dan Pasifik.

Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara yang terletak di tepian


samudra Pasifik, diapit oleh dua Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI II)
yang melewati Selat Makassar antara Pulau Kalimantan dan Pulau
Sulawesi, dan ALKI III yang melewati Laut Maluku antara Pulau Sulawesi
dan Kepulauan Maluku Utara dan Maluku. Posisi strategis ini menciptakan
keunikan dan keunggulan khusus bagi Sulawesi Utara. Kondisi ini yang

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 2
membuat posisi Sulawesi Utara yang sangat dekat dengan pasar Asia
Timur dan Pasifik, dan relatif sulit untuk ditandingi oleh provinsi lainnya di
Indonesia.

Gambar :
Peta Posisi Sulawesi Utara Sebagai Gerbang Utara Indonesia

Dari kondisi topografi, Provinsi Sulawesi Utara mempunyai wilayah gunung.


Sebagian besar wilayah dataran Sulawesi Utara terdiri dari pegunungan
dan bukit-bukit diselingi oleh lembah yang membentuk dataran. Gunung-
gunung terletak berantai dengan ketinggian di atas 1000m dari permukaan
laut. Beberapa gunung di Sulawesi Utara yaitu, Gunung Klabat (1895m),
Gunung Lokon (1579m), Gunung Mahawu (1331m), Gunung Soputan
(1789m), Gunung Dua Saudara (1468m) (wilayah Bitung), Gunung Awu
(1784m), Gunung Ruang (1245m), Gunung Karangetan (1320m), Gunung
Dalage (1165m), Gunung Ambang (1689m), Gunung Gambula (1954m),
dan Gunung Batu-Balawan (1970m). Dataran rendah dan dataran tinggi
secara potensial mempunyai nilai ekonomi bagi daerah. Dibawah ini
beberapa dataran yang terdapat di daerah ini antara lain: Tondano
(2.850ha), Langowan (2.381ha), Modoinding (2.350ha), Tompaso Baru
(2.587ha) di Kabupaten Minahasa serta Taruna (265ha) di Kabupaten
Kepulauan Sangihe Talaud.

Kawasan cagar alam geologi di Provinsi Sulawesi Utara terletak di Kota


Tomohon (Lahendong dan sekitarnya); Kabupaten Minahasa (Leilem, Bukit
Kasih Kanonang dan sekitarnya). Kawasan cagar alam geologi di wilayah
Sulawesi Utara berupa kawasan yang memiliki keunikan proses geologi,
yakni dengan kemunculan solfatara dan fumarola, air atau uap panas
(fluida). Para ahli keilmu-bumian menyatakan bahwa kekayaan geologi
yang sangat unik di miliki Indonesia utamanya di daerah SULUT yaitu
keberadaan tumbukan antara 2 (dua) insland arc ( Sangihe dan Halmahera)
yang menumpang diatas lempeng laut Maluku, sementara di tempat-tempat
lain dibagian dunia ini : lempeng benua bertumbukan dengan lempeng
samudera. Hal ini menjadikan SULUT memiliki keunggulan geologi yang

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 3
unik untuk dijadikan dayatarik wisata tetapi juga sebagai pusat studi keilmu-
bumian dibandingkan dengan daerah lainnya.

Danau-danau di Sulawesi Utara secara potensial mempunyai nilai ekonomi


bagi pengembangan bidangbidang kepariwisataan, pengairan, dan energi.
Danau-danau tersebut adalah Danau Tondano luas 4.278ha di Kabupaten
Minahasa, Danau Moat seluas 617ha di Kabupaten Bolaang Mongondow.
Pada umumnya sungai-sungai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
antara lain untuk irigasi juga sebagai sumber tenaga listrik disamping
dimanfaatkan sumber air minum. Sungai-sungai tersebut terletak di
Kabupaten Minahasa yaitu: Sungai Tondano (40km), Sungai Poigar
(54,2km), Sungai Ranoyapo (51,9km), Sungai Talawaan (34,8km). Sungai
besar lainnya terdapat di daerah Kabupaten Bolaang Mongondow yaitu
Sungai Dumoga (87,2km), Sungai Sangkup (53,6km), Sungai Ongkaw
(42,1km), dan lainnya.

Iklim daerah Sulawesi Utara termasuk tropis yang dipengaruhi oleh angin
muzon. Pada bulan-bulan November sampai dengan April bertiup angin
barat yang membawa hujan di pantai utara, sedangkan dalam bulan Mei
sampai Oktober terjadi perubahan angin selatan yang kering. Curah hujan
tidak merata dengan angka tahunan berkisar antara 2000-3000mm, dan
jumlah hari hujan antara 90-139 hari. Suhu udara berada pada setiap
tingkat ketinggian makin ke atas makin sejuk seperti daerah Kota Tomohon,
Langowan di Kabupaten Minahasa, Modoinding di Kabupaten Minahasa
Selatan, Modayag di Kota Kotamobagu, dan Pasi di Kabupaten Bolaang
Mongondow. Daerah yang paling banyak menerima curah hujan adalah
Kabupaten Minahasa. Suhu udara rata-rata 25°C. Suhu udara maksimum
rata-rata tercatat 30°C dan suhu udara minimum rata-rata 22,1°C dan
kelembaban udara tercatat 73,4%.

b. Kependudukan

Berdasarkan Data Provinsi Sulawesi Utara Dalam Angka Tahun 2018,


jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2017 sebesar
2.461.028 jiwa. Kota Manado merupakan wilayah kabupaten/kota dengan
jumlah penduduk paling besar, yaitu 430.133 jiwa, sedangkan Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan, merupakan kabupaten dengan jumah
penduduk paling kecil yaitu sebesar 64.171 jiwa. Gambaran jumlah
penduduk per kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2017
tersebut, secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 4
Tabel :
Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Utara
Tahun 2017

PENDUDUK
NO KECAMATAN JUMLAH
Laki-laki Perempuan
Kabupaten
1 Bolaang Mongondow 124.970 115.535 240.505
2 Minahasa 171.418 163.903 335.321
3 Kepulauan Sangihe 66.011 64.482 130.493
4 Kepulauan Talaud 46.311 44.367 90.678
5 Minahasa Selatan 107.328 100.685 208.013
6 Minahasa Utara 102.127 98.858 200.985
7 Bolaang Mongondow Utara 40.097 38.340 78.437
8 Siau Tagulandang Biaro 32.576 33.400 65.976
9 Minahasa Tenggara 54.720 50.994 105.714
10 Bolaang Mongondow Selatan 33.615 30.556 64.171
11 Bolaang Mongondow Timur 36.796 33.814 70.610
Kota
1 Manado 215.832 214.301 430.133
2 Bitung 108.481 103.928 212.409
3 Tomohon 52.314 51.397 103.711
4 Kotamobagu 63.075 60.797 123.872
Jumlah 1.255.671 1.205.357 2.461.028
Sumber : SULUT Dalam Angka, 2018

Tabel :
Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Utara
Tahun 2017

LUAS WILAYAH PENDUDUK KEPADATAN


NO KECAMATAN 2
(Km ) (jiwa) (jiwa/km3)
Kabupaten
1 Bolaang Mongondow 2.871,65 240.505 84
2 Minahasa 1.114,87 335.321 301
3 Kepulauan Sangihe 461,11 130.493 283
4 Kepulauan Talaud 1.240,40 90.678 73
5 Minahasa Selatan 1.409,97 208.013 148
6 Minahasa Utara 918,49 200.985 219
7 Bolaang Mongondow Utara 1.680,00 78.437 47
8 Siau Tagulandang Biaro 275,86 65.976 239
9 Minahasa Tenggara 710,83 105.714 149
10 Bolaang Mongondow Selatan 1.615,86 64.171 40
11 Bolaang Mongondow Timur 910,18 70.610 78
Kota
1 Manado 157,27 430.133 2735
2 Bitung 302,89 212.409 701
3 Tomohon 114,20 103.711 908
4 Kotamobagu 68,06 123.872 1820
PROVINSI SULUT 13.851,64 2.461.028 178
Sumber : SULUT Dalam Angka, 2018

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 5
Dari aspek kepadatan penduduk, Provinsi Sulawesi Utara mempunyai
kepadatan penduduk sebesar 178 jiwa per kilometer persegi. Kota Manado,
sebagai Kota dengan luas wilayah 157,27 km2 dengan jumlah penduduk
sebesar 430.133 jiwa, merupakan kota dengan kepadatan penduduk paling
tinggi, yaitu sebesar 2.735 jiwa per kilometer persegi. Adapun kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan, dengan luas wilayah sebesar 1615,86 km2
dengan jumlah penduduk sebesar 64.171 jiwa, merupakan kabupaten
dengan kepadatan penduduk paling rendah, yaitu sebesar 40 jiwa per
kilometer persegi.

c. Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan Provinsi Sulawesi Utara dan Kawasan Indonesia


Timur lainnya pada umumnya adalah hasil perikanan dan komoditas
rempah-rempah yang sudah dikenal sejak dahulu seperti cengkeh, pala dan
lain-lain. Berdasarkan data Provinsi Sulawesi Dalam Angka, produksi
komoditas perkebunan pada tahun 2017 adalah sebagai berikut :
1) Kelapa 255.239,53 ton
2) Cengkeh 4.441,31 ton
3) Pala 11.219,48 ton
4) Kopi 3.478,20 ton
5) Coklat 4.748,01 ton

Tabel :
Produksi Komoditas Perkebunan Unggulan
Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2017
(ton/tahun)

PRODUKSI (ton/tahun)
NO KECAMATAN
Kelapa Cengkeh Pala Kopi Coklat
Kabupaten
1 Bolaang Mongondow 28.733,26 - 25,25 2.673,42 2.516,34
2 Minahasa 21.347,70 3,70 63,87 115,93 30,31
3 Kepulauan Sangihe 22.612,62 1.566,17 3.753,16 - -
4 Kepulauan Talaud 18.577,38 1.017,70 3.956,00 - -
5 Minahasa Selatan 35.016,84 - 24,75 - 334,15
6 Minahasa Utara 40.375,47 - 72,05 - -
7 Bolaang Mongondow Utara 15.435,38 20,92 2,38 6,36 825,15
8 Siau Tagulandang Biaro 3.280,28 218,37 3.195,98 - -
9 Minahasa Tenggara 34.462,61 54,89 36,19 47,43 21,73
10 Bolaang Mongondow Selatan 10.900,57 654,23 7,81 5,10 402,25
11 Bolaang Mongondow Timur 8.921,72 879,56 13,78 581,62 472,42
Kota
1 Manado 2.745,11 0,75 - - -
2 Bitung 11.776,71 23,34 60,98 - -
3 Tomohon 361,78 - - - -
4 Kotamobagu 692,10 1,68 7,23 48,34 145,66
PROVINSI SULUT 255.239,53 4.441,31 11.219,43 3.478,20 4.748,01
Sumber : SULUT Dalam Angka, 2018

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 6
Untuk produksi perikanan tangkap di wilayah Provinsi Sulawesi Utara pada
tahun 2017 adalah sebesar 394.696,97 ton. Jumlah tersebut meningkat
sebesar 29,85% dari jumlah produksi perikanan tangkap pada tahun
sebelumnya, yaitu tahun 2016 sebesar 303.954,70 ton. Gambaran
selengkapnya dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel :
Produksi Perikanan Tangkap di Provinsi Sulawesi Utara
Tahun 2017 (ton/tahun)

PERIKANAN LAUT (ton) PERIKANAN DARAT (ton) JUMLAH (ton)


NO KECAMATAN
2016 2017 2016 2017 2016 2017
Kabupaten
1 Bolaang Mongondow 21.690,50 21.089,33 37,10 - 21.727,60 21.089,33
2 Minahasa 13.089,80 18.618,82 1.087,30 1.248,94 14.177,10 19.867,76
3 Kepulauan Sangihe 29.186,10 31.123,22 4,70 - 29.190,80 31.123,22
4 Kepulauan Talaud 14.649,80 13.224,30 - - 14.649,80 13.224,30
5 Minahasa Selatan 16.000,60 18.256,40 18,10 - 16.018,70 18.256,40
6 Minahasa Utara 36.634,40 48.849,34 - - 36.634,40 48.849,34
7 Bolaang Mongondow Utara 12.823,70 14.204,50 - - 12.823,70 14.204,50
8 Siau Tagulandang Biaro 13.977,50 14.992,73 3,80 - 13.981,30 14.992,73
9 Minahasa Tenggara 40.758,50 49.001,99 - - 40.758,50 49.001,99
10 Bolaang Mongondow Selatan 8.242,00 8.408,89 - - 8.242,00 8.408,89
11 Bolaang Mongondow Timur 6.223,90 7.327,08 - - 6.223,90 7.327,08
Kota -
1 Manado 33.354,20 49.481,16 - - 33.354,20 49.481,16
2 Bitung 56.167,40 98.870,27 - - 56.167,40 98.870,27
3 Tomohon - - 5,30 - 5,30 -
4 Kotamobagu - - - - - -
PROVINSI SULUT 302.798,40 393.448,03 1.156,30 1.248,94 303.954,70 394.696,97
Sumber : SULUT Dalam Angka, 2018

Pada umumnya komoditas unggulan tersebut dilakukan ekspor ke banyak


negara di dunia ini. Berdasarkan data Sulawesi Utara Dalam Angka Tahun
2018, terdapat 96 negara tujuan di berbagai di belahan benua mulai dari
Asia, Australia, Eropa, Afrika dan Amerika. Namun demikian, terdapat 11
negara tujuan ekspor dengan catatan volume ekspor lebih dari 10.000 ton
per tahun, yaitu sebagai berikut :
1) Jepang
2) Korea Selatan
3) Tiongkok
4) Philipina
5) Malaysia
6) Vietnam
7) India
8) Amerika
9) Brazil
10) Belanda
11) Spanyol

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 7
Total ekspor ke-11 negara tersebut sebesar 936.874,09 ton pada tahun
2016 dan turun sebesar 10,52 % pada tahun 2017 yaitu sebesar 841.226,42
ton. Gambaran negara tujuan ekspor komoditas unggulan Provinsi
Sulawesi Utara tersebut, secara lengkap dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel :
Negara Tujuan Ekspor Komoditas Unggulan
Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2017
(Ton)

VOLUME EKSPOR (ton)


NO KECAMATAN
2016 2017
1 Jepang 60.207,05 82.786,89
2 Korea Selatan 150.230,83 148.631,58
3 Tiongkok 159.205,79 182.206,61
4 Philipina 44.223,31 7.360,49
5 Malaysia 4.531,13 12.095,98
6 Vietnam 27.100,73 9.176,21
7 India 100.947,50 98.377,66
8 Amerika Serikat 226.687,43 217.108,86
9 Brazil 20.603,68 582,01
10 Belanda 132.608,28 82.323,16
11 Spanyol 10.528,36 576,97
TOTAL 936.874,09 841.226,42
Sumber : SULUT Dalam Angka, 2018

d. PDRB

Pertumbuhan PDRB di Provinsi Sulawesi Utara dari tahun ke tahun


menunjukkan trend yang meningkat. Untuk kurun waktu 2016-2017, angka
pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Utara adalah 6,32%. Total PDRB
Provinsi Sulawesi Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2017, Dalam
Milyaran Rupiah, adalah sebesar Rp. 110.164,49 milyar. 5 lapangan usaha
dengan kontribusi terbesar pada PDRB Atas Harga Berlaku di Provinsi
Sulawesi Utara Tahun 2017 adalah sebagai berikut :
1) Pertanian, kehutanan dan perikanan 21,52%
2) Perdagangan Besar dan Eceran, dll. 12,13%
3) Konstruksi 11,49%
4) Transportasi dan Pergudangan 10,87%
5) Industri Pengolahan 9,36%

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 8
Tabel :
PDRB Provinsi Sulawesi Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2017
Dalam Milyaran Rupiah

NO LAPANGAN USAHA PDRB (Rp. Milyar) PROSENTASE


1 Pertanian, kehutanan, dan perikanan 23.704,40 21,52%
2 Pertambangan dan penggalian 5.329,46 4,84%
3 Industri pengolahan 10.310,61 9,36%
4 Pengadaan Listrik, Gas 104,62 0,09%
5 Pengadaan Air,Sampah dan Daur Ulang 135,45 0,12%
6 Konstruksi 12.653,99 11,49%
7 Perdagangan Besar dan Eceran, dll 13.366,67 12,13%
8 Transportasi dan Pergudangan 11.974,63 10,87%
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.445,73 2,22%
10 Informasi dan Komunikasi 4.322,10 3,92%
11 Jasa Keuangan 4.414,40 4,01%
12 Real Estate 3.799,34 3,45%
13 Jasa Perusahaan 102,18 0,09%
14 Adminisrasi Pemerintah, Pertahanan,Dll 8.924,54 8,10%
15 Jasa Pendidikan 3.020,93 2,74%
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.835,44 3,48%
17 Jasa Lainnya 1.720,00 1,56%
Jumlah 110.164,49 100%
Sumber : SULUT Dalam Angka, 2018

Sedangkan Atas Dasar Harga Tetap 2010 Provinsi Sulawesi Utara pada
tahun 2017, Dalam Milyaran Rupiah, adalah sebesar Rp. 79.495,34 milyar.
5 lapangan usaha dengan kontribusi terbesar pada PDRB Atas Harga
Konstan 2010 di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2017, adalah sebagai
berikut :
1) Pertanian, kehutanan dan perikanan 19,89%
2) Konstruksi 13,33%
3) Perdagangan Besar dan Eceran, dll. 12,75%
4) Industri Pengolahan 10,08%
5) Transportasi dan Pergudangan 8,71%

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 9
Tabel :
PDRB Provinsi Sulawesi Utara Atas Dasar Harga Konstan 2010
Tahun 2017 Dalam Milyaran Rupiah

NO LAPANGAN USAHA PDRB (Rp. Milyar) PROSENTASE


1 Pertanian, kehutanan, dan perikanan 15.811,34 19,89%
2 Pertambangan dan penggalian 3.991,18 5,02%
3 Industri pengolahan 8.010,19 10,08%
4 Pengadaan Listrik, Gas 99,14 0,12%
5 Pengadaan Air,Sampah dan Daur Ulang 100,83 0,13%
6 Konstruksi 10.598,03 13,33%
7 Perdagangan Besar dan Eceran, dll 10.134,73 12,75%
8 Transportasi dan Pergudangan 6.922,67 8,71%
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.848,84 2,33%
10 Informasi dan Komunikasi 3.744,31 4,71%
11 Jasa Keuangan 3.186,64 4,01%
12 Real Estate 2.995,50 3,77%
13 Jasa Perusahaan 67,49 0,08%
14 Adminisrasi Pemerintah, Pertahanan,Dll 5.581,65 7,02%
15 Jasa Pendidikan 1.985,36 2,50%
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.113,68 3,92%
17 Jasa Lainnya 1.303,76 1,64%
Jumlah 79.495,34 100%
Sumber : SULUT Dalam Angka, 2018

2. Kajian Kota Bitung Dalam Angka

a. Geografis

Kota Bitung adalah salah satu kota di Provinsi Sulawesi Utara. Kota ini
memiliki perkembangan yang cepat karena terdapat pelabuhan laut yang
mendorong percepatan pembangunan. Posisi astronomis Kota Bitung yang
terletak antara 1°23’ 23‘ - 1°35’ 39” Lintang Utara dan 125°1‘ 43” - 125° 18’
13” Bujur Timur. Kota Bitung berbatasan dengan :
- Sebelah utara dengan : Kecamatan Likupang (Kota Bitung
dan Laut Maluku);
- Sebelah Timur dengan : Laut Maluku dan Samudra Pasifik;
- Sebelah Selatan dengan : Laut Maluku;
- Sebelah Barat dengan : Kecamatan Kauditan (Kota Bitung).

Dilihat dari aspek topografis, keadaan tanah sebagian besar daratan Kota
Bitung 45,06 persen berbukit dan 32,73 persen bergunung. Hanya 4,18
persen merupakan dataran landai serta sisanya 18,03 persen berombak.
Mulai dari bagian Timur, dari pesisir pantai Aertembaga,sampai dengan
Tanjung Merah di Bagian Barat merupakan dataran yang relatif cukup datar
dengan kemiringan 0 – 15 derajat sehingga secara fisik dapat
dikembangkan sebagai wilayah perkotaan, industri, perdagangan dan jasa

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 10
serta pemukiman. Pada bagian utara, keadaan topografi semakin
bergelombang dan berbukit-bukit. Bagian utama dari lahan tersebut
merupakan kawasan pertanian, perkebunan, hutan lindung, taman
margasatwa dan cagar alam. Di bagian selatan terdapat sebuah pulau yakni
Pulau Lembeh. Keadaan tanahnya secara umum kasar dan ditutupi oleh
tanaman kelapa, hortikultura serta palawija.

Pulau Lembeh memiliki pesisir pantai yang indah dan mempunyai potensi
untuk dikembangkan menjadi daerah wisata bahari. Kemiringan lereng di
kota Bitung sebagian besar didominasi oleh kelerengan antara 25 – 40 %.
Hal ini terlihat dari luas wilayah kelerengan 25 – 40 % yang mempunyai
wilayah terluas yaitu sebesar 11.759 Ha atau sekitar 37,52 % dari total luas
kota Bitung saat ini Daerah pesisir pulau Lembeh ini pada titik-titik tertentu
dan daerah yang dianggap rawan di kota Bitung merupakan daerah rawan
gelombang pasang/abrasi. Hampir setiap tahun daerah ini dilanda
gelombang pasang. Gelombang pasang dapat mengakibatkan mundurnya
garis pantai.

Di kota Bitung, umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di
atas normal, sehingga sistem pengaliran air terutama sungai dan anak
sungai alamiah tidak mampu menampung akumulasi air hujan. Tanah
bertekstur pasir yang mendominasi kota Bitung seringkali menambah daya
rusak banjir karena sebagian material pasir ikut terangkut oleh aliran
permukaan. Berkurangnya vegetasi pada daerah resapan air juga
berkontribusi pada meningkatnya debit banjir, karena jika terjadi curah
hujan tinggi, sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang
langsung masuk ke dalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya
terlampaui dan terjadi banjir.

Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air cepat berubah/tertutup


akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah
manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya. Penggundulan hutan
di daerah tangkapan airhujan (catchment area) juga menyebabkan
peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke dalam
sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan
menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang selanjutnya
menyebabkan sedimentasi di sistem pengaliran air dan badan air lainnya.
Di samping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas
meningkatnya debit banjir.

Dilihat dari aspek Geologi secara visual terlihat bahwa kota Bitung hampir
seluruh wilayahnya merupakan daerah perbukitan atau pegunungan. Dan
Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 11
hasil perhitungan menunjukkan bahwa daerah yang datar yaitu kemiringan
lereng antara 0 – 8 % hanya memiliki luas paling kecil, yaitu 2.274 % atau
sebesar 7,89 % dari total luas kota Bitung. Secara umum wilayah kota
Bitung dan sekitarnya disusun oleh batuan vulkanik yang berumur Kuarter
(Qv) yang terdiri atas lava, bom, lapili dan abu yang sebagian kecil ditutupi
oleh endapan (Qs) yang terdiri atas pasir lanau, konglomerat dan lempung
napalan (Efendi, 1976). Berdasarkan pemetaan geologi permukaan dan
pendugaan reseistivitas bawah permukaan, wilayah kota Bitung umumnya
disusun oleh batuan vulkanik dan vulkaniklastik yang sebagian ditutupi oleh
endapan permukaan.

Di kota Bitung terdapat delapan gunung, yaitu Gunung Duasudara (1.351


m), Gunung Tangkoko (774 m), Gunung Batuangus (1.099 m), Gunung
Klabat (1.990 m), Gunung Woka (370 m), Gunung Lembeh (430 m),
Gunung Temboan Sela (430 m), Gunung Wiau (861 m). Gunung Batuangus
masih tercatat sebagai gunung berapi namun tidak aktif. Juga terdapat lima
buah sungai kecil yang bermuara di Selat Lembeh, yaitu Girian, Sagerat,
Tanjung Merah, Tewaan, Rinondoran. Kota Bitung merupakan satu-
satunya kota di Sulawesi Utara dan bahkan kedua sesudah kota Pontianak
di Indonesia yang memiliki kawasan hutan yang sangat luas. Sebagian
besar hutan di kota Bitung berdasarkan data BPS tahun 2003 dapat
diklasifikasikan dengan hutan lindung seluas 4.611 Ha, hutan wisata
1.271,5 Ha, hutan cagar alam 7.495 Ha.

Iklim di kota Bitung hanya terdiri dari 2 musim, yaitu musim kemarau dan
musim penghujan. Keadaan ini berkaitan erat dengan arus angin yang
bertiup di wilayah ini. Pada bulan Oktober sampai dengan bulan April
biasanya terjadi hujan karena angin yang bertiup dari arah Barat/Barat Laut
banyak mengandung air. Sedangkan pada bulan Juni sampai dengan bulan
September biasanya terjadi musim kemarau karena angin yang bertiup dari
arah Timur tidak banyak mengandung air. Jumlah curah hujan di kota
Bitung cukup beragam menurut bulan. Menurut catatan Stasiun Meteorologi
Bitung, curah hujan tertinggi selama tahun 2009 terjadi pada bulan
November yang mencapai 312,4 mm. Sedangkan pada bulan September
curah hujan mengalami titik terendah yakni hanya 5 mm. Namun sepanjang
tahun 2009 curah hujan rata-rata di kota Bitung adalah sebesar 133.3 mm.
Jika melihat perbandingan curah hujan sepuluh tahun terakhir, yaitu dari
tahun 2000 sampai dengan tahun 2009, terlihat bahwa rata-rata curah hujan
yang terjadi adalah sebesar 152.03 mm/tahun. Selama selang 10 tahun
terakhir, dari data yang ada terlihat bahwa bulan September memiliki curah
hujan yang kecil, yaitu rata-rata 35.26 mm/tahun. Sedangkan curah hujan

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 12
Januari dalam selang waktu 10 tahun terakhir ini memiliki curah hujan
tertinggi, yaitu rata-rata sebesar 241.24 mm/tahun.

Wilayah daratan mempunyai luas 313,50 km2 atau 31.350 Ha sedangkan


luas wilayah perairan 439,80 Km2 atau 43.980 Ha. Dengan total panjang
garis pantai 143,2 Km2, terdiri dari 46,3 Km daratan utama dan 96,9 Km
keliling pulau Lembeh serta pulau-pulau kecil lainnya. Gambaran Kota
Bitung secara lengkap dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini.

Gambar :
Wilayah Administratif Kota Bitung

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 13
Tabel :
Luas Wilayah Kota Bitung

LUAS WILAYAH
NO KECAMATAN 2 PROSENTASE
(Km )
1 Madidir 20,83 6,64
2 Matuari 33,96 10,83
3 Girian 5,17 1,65
4 Lembeh Selatan 25,53 8,14
5 Lembeh Utara 27,66 8,82
6 Aertembaga 33,09 10,56
7 Maesa 9,70 3,09
8 Ranowulu 157,57 50,26
Jumlah 313,50 100,00
Sumber : Kota Bitung Dalam Angka, 2018

b. Kependudukan

Berdasarkan data Kabupaten Minahasa Utara Dalam Angka Tahun 2018,


jumlah penduduk Kabupaten Minahasa Utara tahun 2017 adalah sebesar
200.985 jiwa. Kecamatan Likupang Selatan, merupakan wilayah
kecamatan dengan jumlah penduduk paling kecil, yaitu sebesar 4.818 jiwa,
sedangkan Kecamatan Kalawat merupakan wilayah kecamatan dengan
penduduk paling besar yaitu sebesar 31.973 jiwa. Kabupaten Minahasa
Utara mempunyai tingkat kepadatan rata-rata penduduk per km2 sebesar
190 orang per km2. Wilayah dengan tingkat kepadatan rata-rata penduduk
paling rendah adalah Kecamatan Likupang Timur, yaitu sebesar 53 orang
per km2, sedangkan wilayah dengan kepadatan paling besar adalah di
Kecamatan Kalawat, yaitu sebesar 819 orang per km2. Gambaran
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel :
Kepadatan Penduduk Kota Bitung Tahun 2017

LUAS WILAYAH PENDUDUK KEPADATAN


NO KECAMATAN 2 2
(Km ) (jiwa) (Jiwa/Km )
1 Madidir 20,83 34.087 1.636
2 Matuari 33,96 51.237 1.509
3 Girian 5,17 31.224 6.045
4 Lembeh Selatan 25,53 8.780 344
5 Lembeh Utara 27,66 7.314 264
6 Aertembaga 33,09 25.354 766
7 Maesa 9,70 33.821 3.488
8 Ranowulu 157,57 20.592 131
Jumlah 313,50 212.409 678
Sumber : Kota Bitung Dalam Angka, 2018

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 14
c. PDRB

Pertumbuhan PDRB di Kota Bitung dari tahun ke tahun menunjukkan trend


yang meningkat. Untuk kurun waktu 2016-2017, angka pertumbuhan PDRB
Kota Bitung adalah 6,51%. Total PDRB Kota Bitung Atas Dasar Harga
Berlaku Tahun 2017, Dalam Jutaan Rupiah, adalah sebesar Rp.
14.084.447,14 juta. 5 lapangan usaha dengan kontribusi terbesar pada
PDRB Atas Harga Berlaku di Kota Bitung Tahun 2017 adalah sebagai
berikut :
1) Industri Pengolahan 33,63%
2) Pertanian, kehutanan dan perikanan 19,66%
3) Transportasi dan Pergudangan 14,67%
4) Konstruksi 9,19%
5) Perdagangan Besar dan Eceran, dll. 8,39%

Tabel :
PDRB Kota Bitung Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2017
Dalam Jutaan Rupiah

NO LAPANGAN USAHA PDRB %


A Pertanian, kehutanan, dan perikanan 2.769.194,36 19,66%
B Pertambangan dan penggalian 61.948,93 0,44%
C Industri pengolahan 4.736.607,63 33,63%
D Pengadaan Listrik, Gas 11.967,86 0,08%
E Pengadaan Air,Sampah dan Daur Ulang 27.244,29 0,19%
F Konstruksi 1.293.936,64 9,19%
G Perdagangan Besar dan Eceran 1.181.036,66 8,39%
H Transportasi dan Pergudangan 2.065.935,73 14,67%
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 110.677,98 0,79%
J Informasi dan Komunikasi 240.022,44 1,70%
K Jasa Keuangan 496.358,16 3,52%
L Real Estate 301.609,01 2,14%
M,N Jasa Perusahaan 3.293,64 0,02%
O Adminisrasi Pemerintah 310.469,59 2,20%
P Jasa Pendidikan 100.543,84 0,71%
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 277.586,82 1,97%
R,S,T,U Jasa Lainnya 96.013,56 0,68%
Jumlah 14.084.447,14 100,00%
Sumber : Kota Bitung Dalam Angka, 2018

Sedangkan Atas Dasar Harga Tetap 2010 Kota Bitung pada tahun 2017,
Dalam Jutaan Rupiah, adalah sebesar Rp. 10.128.304,45 juta. 5 lapangan
usaha dengan kontribusi terbesar pada PDRB Atas Harga Konstan 2010 di
Kota Bitung Tahun 2017, adalah sebagai berikut :

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 15
1) Industri Pengolahan 35,49%
2) Pertanian, kehutanan dan perikanan 15,76%
3) Transportasi dan Pergudangan 13,14%
4) Konstruksi 10,99%
5) Perdagangan Besar dan Eceran, dll. 9,24%

Tabel :
PDRB Kota Bitung Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2017
Dalam Jutaan Rupiah

NO LAPANGAN USAHA PDRB %


A Pertanian, kehutanan, dan perikanan 1.596.458,01 15,76%
B Pertambangan dan penggalian 51.917,77 0,51%
C Industri pengolahan 3.594.639,31 35,49%
D Pengadaan Listrik, Gas 11.874,77 0,12%
E Pengadaan Air,Sampah dan Daur Ulang 19.643,64 0,19%
F Konstruksi 1.113.029,36 10,99%
G Perdagangan Besar dan Eceran 935.592,98 9,24%
H Transportasi dan Pergudangan 1.330.536,27 13,14%
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 85.866,02 0,85%
J Informasi dan Komunikasi 209.035,39 2,06%
K Jasa Keuangan 357.873,38 3,53%
L Real Estate 243.307,84 2,40%
M,N Jasa Perusahaan 2.282,48 0,02%
O Adminisrasi Pemerintah 197.902,90 1,95%
P Jasa Pendidikan 78.498,92 0,78%
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 226.642,09 2,24%
R,S,T,U Jasa Lainnya 73.203,32 0,72%
Jumlah 10.128.304,45 100,00%
Sumber : Kota Bitung Dalam Angka, 2018

d. Pelabuhan Bitung

Sebagaimana diketahui bahwa kontribusi PDRB baik dalam skala Provinsi


Sulawesi Utara maupun skala Kota Bitung, sektor transportasi dan
pergudangan berkontribusi sangat besar, dimana pada skala Provinsi
Sulawesi Utara berada di urutan nomor 4 terbesar dan dalam skala Kota
Bitung menempati urutan nomor 3 terbesar. Namun demikian, berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik, tercatat lalu lintas kapal masuk pada kurun
waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2017 terjadi fluktuatif dan
cenderung menurun sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2017. Hal ini
juga berpengaruh pada aktivitas bongkar muat barang serta turun naik
penumpang di Pelabuhan Bitung. Gambaran secara lengkap tentang data
produksi Pelabuhan Bitung tersebut dapat dilihat pada tabel dan gambar
berikut ini.

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 16
Tabel :
Lalu Lintas Kapal, Bongkar Muat Barang dan Turun Naik Penumpang
di Pelabuhan Bitung Tahun 2000-2017

KAPAL BARANG (TON) PENUMPANG (Orang)


TAHUN
KELUAR-MASUK Muat Bongkar Turun Naik
2000 3234 2.209.899 2.327.714 174.586 150.422
2001 4037 760.927 1.923.207 176.928 157.954
2002 5217 1.532.299 2.854.586 108.838 143.792
2003 3264 911.473 253.870 113.014 75.578
2004 3699 1.190.914 2.255.818 93.973 70.799
2005 4615 1.379.251 2.390.251 93.198 69.964
2006 4490 1.598.388 2.672.108 108.128 98.339
2007 4513 1.786.285 3.101.834 115.309 104.530
2008 4013 1.618.442 3.309.262 117.106 100.585
2009 4143 1.746.830 3.381.329 114.402 79.085
2010 3297 1.635.084 5.226.637 58.604 54.331
2011 4712 2.993.877 2.929.128 125.542 101.760
2012 3776 1.294.629 3.015.339 104.574 132.947
2013 5588 1.592.394 3.256.566 98.300 124.970
2014 6158 3.181.280 3.918.933 110.434 840.323
2015 4591 1.079.239 1.087.240 47.931 48.220
2016 2802 278.782 1.056.905 53.817 50.358
2017 2513 543.168 1.162.550 56.054 46.155
Sumber : Kota Bitung Dalam Angka, 2018

7000

6000

5000

4000

3000

2000

1000

KAPAL KELUAR-MASUK

Gambar :
Grafik Lalu Lintas Kapal di Pelabuhan Bitung
Tahun 2000-2017

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 17
6.000.000

5.000.000

4.000.000

3.000.000

2.000.000

1.000.000

BARANG (TON) Muat BARANG (TON) Bongkar

Gambar :
Grafik Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Bitung
Tahun 2000-2017

200.000
180.000
160.000
140.000
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
-

PENUMPANG (Orang) Turun PENUMPANG (Orang) Naik

Gambar :
Grafik Turun Naik Penumpang di Pelabuhan Bitung
Tahun 2000-2017

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 18
3. Kajian Kelembagaan

Saat ini, pengelolaan dan pemanfaatan pulau-pulau di Indonesia menjadi suatu


tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Karakteristik wilayah yang terpisah-pisah
berpengaruh pada koordinasi dan konektivitas antar pulau di Indonesia. Salah
satu pulau yang direncanakan mempunyai peran strategis dalam mendukung
KEK Bitung dan pengembangan wilayah Indonesia bagian tengah dan timur
adalah Pulau Lembeh yang terletak disisi timur Kota Bitung (masuk wilayah
administrasi dari Kota Bitung). Keterpaduan pengembangan KEK Bitung dan
Kawasan Pulau Lembeh diyakini merupakan strategi yang tepat untuk dapat
mempercepat pembangunan wilayah. Pelabuhan Bitung, baik sebagai simpul
kegiatan ekspor impor maupun transhipment port (shortcut pergerakan kapal
internasional) harus didukung wilayah hinterland yang handal, baik sebagai
bagian dari rencana pengembangan fasilitas kepelabuhanan maupun
pengembangan wilayah.

Pulau Lembeh sebagai bagian dari wilayah administrasi Kota Bitung dan
mempunyai lokasi yang hanya berjarak 1 km dari Pelabuhan Bitung
(dihubungkan dengan Selat Lembeh), akan dikembangkan sebagai kawasan
hinterland KEK Bitung dan kawasan wisata alam dunia (segitiga wisata
Bunaken – Likupang - Lembeh). Untuk mendukung hal tersebut, di Pulau
Lembeh akan dibangun fasilitas infrastruktur transportasi bertaraf nasional dan
internasional, diantaranya adalah:
1) Jembatan Bitung – Pulau Lembeh;
2) Pelabuhan Ferry dan Kapal Pesiar;
3) Bandar Udara Internasional; dan
4) Kereta Kabel/Cable Car Trikora – Lembeh Peak);

Diharapkan dengan dibangun dan dioperasikannya layanan transportasi di atas


dapat mendukung kawasan Pulau Lembeh sebagai kawasan wisata berkelas
internasional, yang didukung dengan fasilitas commercial hub, cultural hub, dan
green torism hub. Guna mewujudkan hal tersebut di atas, dibutuhkan badan
atau lembaga yang mampu melakukan optimalisasi pengelolaan,
pengembangan, dan pembangunan transportasi di kawasan Pulau Lembeh ini,
yang tidak hanya fokus pada sisi transportasi saja tetapi bagaimana bisa
mengintegrasikan sistem transportasi (link dan node) dan tata ruang guna
(area). Tujuan akhirnya, integrasi sistem transportasi dan tata ruang tersebut
mampu mewujudkan Pulau Lembeh sebagai kawasan wisata berkelas
internasional.

Tujuan pembentukan lembaga dalam pengelolaan transportasi di Pulau


Lembeh adalah untuk memastikan dilakukan langkah-langkah yang
Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 19
terkoordinasi, sistematis, terarah, dan terpadu dalam mempercepat
pengembangan dan pembangunan Kawasan Pulau Lembeh ini. Pemerintah
mengembangkan skema kelembagaan untuk menjalankan delivery
mechanisme transportasi di Pulau Lembeh. Skema kelembagaan transportasi
menggunakan pendekatan stratejik, taktis dan operasional. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Van de Velde, yang membedakan tanggung jawab dan
kompetensi dalam penyelenggaraan transportasi menjadi level stratejik, taktis
dan operasional. Penjabaran mengenai ketiga tingkatan ini adalah sebagai
berikut :

a. Tingkatan Stratejik
Level stratejik berisi tujuan dan sasaran kebijakan transportasi secara luas.
Pertanyaan yang dikembangkan adalah apakah yang menjadi tujuan
jangka menengah dan panjang. Fokusnya adalah mengidentifikasikan
kebijakan untuk memenuhi tujuan pemerintah yang high level seperti
mewujudkan transportasi yang handal, berwawasan lingkungan dan
berskala manusia guna mendukung Pulau Lembeh sebagai tujuan wisata
bertaraf internasional , meningkatkan kunjungan wisata di Pulau Lembeh
dan wilayah sekitarnya (Likupang dan Bunaken), dan mensejahterakan
masyarakat melalui pembangunan infrastruktur dan layanan transportasi
dan pariwisata di Pulau Lembeh.

b. Tingkatan Taktis
Level taktis memuat tujuan untuk mendesain dan merencanakan sistem
transportasi guna mewujudkan tujuan yang bersifat outcome. Fokusnya
adalah infrastruktur dan layanan transportasi yang dapat mendukung tujuan
pada level stratejik (wisata berkelas internasional), layanan transportasi
dengan tarif yang terjangkau dan mempunyai standar pelayanan yang
tinggi.

c. Tingkatan Operasional
Tingkat operasional hanya menekankan pada proses penyediaan
infrastruktur dan layanan transportasi yang dibatasi oleh tujuan pada tingkat
stratejik dan taktis. Misalnya, sistem apa yang dikembangkan agar
infrastruktur dan layanan transportasi di Pulau Lembeh dapat memenuhi
tujuan pada tingkat taktis.

Alternatif model kelembagaan transportasi di Pulau Lembeh menekankan


kepada lingkup kewenangan teknis dan penganggaran dari badan/lembaga
yang berkontrak atau contracting agency adalah sebagai berikut:

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 20
a. Unit Pelaksana Teknis/ Unit Pelaksana Teknis Daerah

Unit Pelaksana Teknis Daerah atau UPTD merupakan unit teknis dari Dinas
Perhubungan Provinsi (Sulawesi Utara – project strategis provinsi) atau
Pemerintah Kabupaten (Bitung – sesuai wilayah). Sebagai unit teknis,
UPTD diarahkan sebagai badan atau lembaga transisi karena masih
menjalankan sebagian tugas pengaturan layanan transportasi wilayah.
Pilihan lembaga UPTD memiliki kelebihan, yaitu:
1) Pembentukan UPTD mudah dan cepat;
2) Resistensi pembentukan UPT/UPTD relatif kecil;
3) Sebagai unit teknis Dinas Perhubungan, UPTD memudahkan
koordinasi dalam menjalankan fungsi regulator dan operator.

Sebaliknya, UPTD memiliki kekurangan, yaitu:


1) Lingkup kewenangan UPTD terbatas, karena menjalankan kebijakan
teknis dari Direktorat atau Dinas Perhubungan;
2) Pengelolaan anggaran menjadi bagian dari SKPD Dinas Perhubungan
Provinsi atau APBD; dan
3) Kapasitas lembaga untuk mengelola pendapatan operasional dan non
operasional terbatas.

Implikasi, pada tahap awal pengembangan sistem, UPTD dapat digunakan


untuk menjalankan peran sebagai contracting agency. Pertimbangannya
adalah Pengelolaan transportasi di Pulau Lembeh (masih merupakan
bagian dari Kabupaten Bitung/ Provinsi Sulawesi Utara) masih memerlukan
dukungan dari instansi teknis dalam hal ini dinas perhubungan. UPTD
sebagai unit teknis dari Dinas Perhubungan dapat menjembatani Misi
Pemerintah Daerah (kabupaten/provinsi) dalam penyediaan sistem
transportasi wilayah. Sementara itu, dengan memperhatikan kewenangan
dalam penganggaran UPTD yang tergantung pada SKPD, pada tahap
berikutnya, UPTD dapat diarahkan kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah
dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum atau UPTD
PPK-BLU.

b. UPTD PPK-BLU

Sejalan dengan perkembangan kapasitas kelembagaan dalam tahap


transisi, UPTD dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan badan
layanan umum atau PPK-BLU. Berdasarkan Permendagri No. 79 Tahun
2018 Tentang Badan Layanan Umum Daerah, Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis
dinas/badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 21
yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. PPK-
BLUD memiliki kelebihan dibandingkan UPTD, yaitu fleksibilitas
pengelolaan keuangan secara mandiri. Selain itu, UPTD PPK-BLU sebagai
satuan kerja dinas perhubungan provinsi (Sulawesi Selatan – project
strategis provinsi) atau pemerintah kabupaten/kota (Bitung – wilayah
administrasi), dapat menjalankan koordinasi teknis penyelenggaraan
transportasi di Pulau Lembeh. Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah
dapat menerapkan PPK-BLU jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Substantif: Persyaratan substantif terpenuhi apabila tugas dan fungsi
Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah bersifat operasional dalam
menyelenggarakan layanan umum yang menghasilkan semi
barang/jasa publik.
2) Teknis: Persyaratan teknis, terpenuhi apabila:
a) karakteristik tugas dan fungsi Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan
Daerah dalam memberikan pelayanan lebih layak apabila dikelola
denganmenerapkan BLUD, sehingga dapat meningkatkan
pencapaian target keberhasilan; dan
b) berpotensi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
kinerja keuangan apabila dikelola dengan menerapkan BLUD.
3) administratif: Persyaratan administratif terpenuhi, apabila Unit
Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah membuat dan menyampaikan
dokumen, meliputi:
a) surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja;
b) pola tata kelola;
c) Renstra;
d) standar pelayanan minimal;
e) laporan keuangan atau prognosis/proyeksi keuangan; dan
f) laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit oleh
pemeriksa eksternal pemerintah.

Kewenangan untuk memberikan rekomendasi atas penerapan BLUD


dilaksanakan oleh kepala SKPD melalui sekretaris daerah untuk Unit
Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD.
Bentuk kelembagaan UPTD PPK-BLUD memiliki kelebihan yang meliputi :
1) Pembentukan UPTD PPK-BLUD merupakan hasil pengembangan
model kelembagaan UPTD, sehingga dapat menjaga kontinuitas
pengembangan kualitas pelayanan transportasi.
2) UPTD PPK-BLU merupakan unit teknis Dinas Perhubungan Provinsi
atau Kabupaten/Kota, sehingga memudahkan koordinasi teknis dalam
pengelolaan transportasi.

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 22
Bentuk kelembagaan UPTD PPK-BLUD memiliki kekurangan yang meliputi:
1) UPTD PPK-BLUD masih menjadi unit teknis dari Dinas Perhubungan;
2) UPTD PPK-BLUD memiliki kewenangan yang masih terbatas;

c. Badan Usaha Milik Daerah/Nasional

Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD merupakan badan usaha yang
didirikan khusus untuk menjalankan fungsi dalam penyelenggaraan
transportasi di wialayahnya. Pemerintah Daerah dapat mendirikan
Perusahaan Daerah. Karakteristik utama BUMD adalah kemandirian
lembaga ini dalam menjalankan pengurusan sehari-hari, sehingga Dinas
Perhubungan Provinsi atau Kabupaten/Kota tidak memiliki kendali secara
langsung terhadap pengurusan BUMD. Kelembagaan contracting body
dengan BUMD hanya sesuai jika dan hanya jika Pemerintah dan Operator
sudah memiliki kompetensi unggul dalam penyediaan layanan transportasi.
Bentuk kelembagaan Badan Usaha Milik Daerah/Nasional memiliki
kelebihan yang meliputi:
1) BUMD/N merupakan badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan
kegiatan usaha, sehingga memiliki kapasitas dalam peningkatan
kualitas layanan bersama-sama dengan operator.
2) BUMD/N memiliki karakteristik badan usaha, sehingga penyediaan
pelayanan umum dapat dijalankan secara komersial dengan
mempertahankan tarif yang terjangkau.

Bentuk kelembagaan Badan Usaha Milik Daerah/Nasional memiliki


kekurangan yang meliputi :
1) BUMD/N memiliki orientasi pada keuntungan;
2) Proses pembentukan BUMD/N lebih sulit dibandingkan model
kelembagaan di atas; dan
3) Hubungan antar lembaga melibatkan Dinas Perhubungan dalam
koordinasi yang bersifat teknis dan Bidang Keuangan/Pendapatan
Daerah atau Kementerian BUMN.

Implikasi, alternatif kelembagaan BUMD/Nasional dapat digunakan sebagai


model kelembagaan penyelenggaraan transportasi yang melibatkan
Pemerintah/ Pemerintah Daerah, multi operator penyelenggara, maupun
badan usaha lain yang mendukung penyelenggaraan transportasi wilayah.

d. Badan Pengelola Transportasi

Badan Pengelola merupakan lembaga non struktural yang berada di bawah


Presiden atau Gubernur atau Bupati/Walikota. Badan Pengelola

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 23
menjalankan sebagian kewenangan pengaturan menyangkut perencanaan
dan menjalankan penyelenggaraan transportasi wilayah. Dasar hukum
pembentukan Badan Pengelola adalah Pasal 209 Ayat (2) huruf d UU No.23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa salah
satu Perangkat Daerah adalah badan. Yang dimaksud dengan “badan”
adalah unsur penunjang yang melaksanakan fungsi-fungsi yang bersifat
strategis yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah antara lain perencanaan,
pengawasan, kepegawaian, keuangan, pendidikan dan latihan serta
penelitian dan pengembangan. Dalam kaitan ini, Pasal 358 UU No. 23
Tahun 2014 mengatur bahwa Daerah menyusun rencana, melaksanakan
dan mengendalikan penyelenggaraan pengelolaan perkotaan. Rencana
penyelenggaraan pengelolaan perkotaan merupakan bagian dari rencana
pembangunan Daerah dan terintegrasi dengan rencana tata ruang wilayah.
Perencanaan dan pengendalian penyelenggaraan pengelolaan perkotaan
dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan strategis nasional.

Alternatif kelembagaan Badan Pengelola ini memiliki kelebihan yang


meliputi :
1) Badan Pengelola Transportasi Perkotaan/Wilayah merupakan badan
non struktural, sehingga memiliki kemandirian dalam menentukan
kebijakan yang terkait pengembangan sistem transportasi perkotaan.
2) Badan Pengelola Transportasi Perkotaan/Wilayah memiliki
kewenangan besar untuk menentukan hal-hal stratejik untuk
mengintegrasikan perencanaan, implementasi dan pengembangan
system.

Bentuk kelembagaan Badan Pengelola Transportasi Perkotaan/wilayah


memiliki kekurangan yang meliputi :
1) Badan Pengelola Transportasi Perkotaan/wilayah memiliki
keterbatasan dalam koordinasi teknis dengan SKPD;
2) Pembentukan dan pengelolaan Badan Pengelola Transportasi
Perkotaan/wilayah membutuhkan biaya yang besar, sehingga hanya
sesuai jika mengelola system yang besar.

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 24
Tabel :
Analisis Kelembagaan pada Tingkatan Teknis

Badan
UPT/D BLU/D BUMD/N
Pengelola
ORIENTASI Non Profit Not For Profit Profit Oriented Non Profit
OPERASIONAL Melaksanakan Melaksanakan tugas Tidak ada Melaksanakan
tugas teknis teknis instansi Induk keterkaitan perencanaan dan
instansi Induk dengan fleksibilitas dengan pengendalian
keuangan instansi induk terhadap
& Perencanaan kawasan yang
Bisnis secara diampu
mandiri
KEMANDIRIAN Tidak Otonom Tidak Otonom Otonom Otonom
PENGELOLAAN Pengelolaan Kekayaan Daerah Kekayaan Pengelolaan
KEUANGAN sesuai yang Tidak Daerah yang sesuai
mekanisme Dipisahkan Dipisahkan mekanisme
APBD/N APBD/N
SUMBER APBD/N APBD/N PMD/N APBD/N
PEMBIAYAAN

PENGELOLAAN PAD Pendapatan untuk Pengembangan PNBP


PENDAPATAN pengembangan layanan dan
layanan dan sistem sistem, serta
keuntungan
dikembalikan
sebagai dividen
Sumber : Hasil Analisis, 2019

Implikasi, Model kelembagaan Badan Pengelola Transportasi


Perkotaan/wilayah memiliki keunggulan, apabila kelembagaan ini
mewadahi berbagai sistem yang dikembangkan pada suatu kawasan
perkotaan/wilayah, sehingga tidak hanya terbatas pada pengembangan
sistem transportasi perkotaan/wilayah saja. Oleh karena itu, Model
kelembagaan Badan Pengelola Kawasan Perkotaan/wilayah ini sesuai
untuk mengintegrasikan sistem transportasi perkotaan, telekomunikasi,
energi, sumber daya air, maupun sistem yang lain termasuk infrastruktur
dan layanan wisata.

Pengembangan kelembagaan transportasi wilayah Pulau Lembeh


mempertimbangkan sejauh mana kelembagaan ini mampu mengelola isu-
isu terkait yang mencakup: penyelenggaraan infrastruktur dan layanan
transportasi; tata ruang (tata guna lahan) serta infrastruktur dan layanan
pariwisata. Jangkauan kewenangan menyangkut Isu-isu pokok pada
penyelenggaraan transportasi wilayah (sebagai core bussiness) di atas
menjadi dimensi kewenangan. Sementara itu, dimensi ruang menyangkut
sejauh mana Pemerintah atau Pemerintah Daerah mampu mengendalikan
perkembangan wilayah menuju terbentuknya Pulau Lembeh sebagai
destinasi wiusata berkelas internasional. Formulasi skenario kelembagaan

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 25
ini dengan mempertimbangkan lingkup urusan dan ruang terkait
kewenangan lembaga ini disajikan pada gambar berikut ini.

JAMAK

STAND ALONE KESELARASAN

URUSAN

JAMAK
SATU

STAND ALONE KESEIMBANGAN

SATU
RUANG
Gambar :
Skenario Kelembagaan Transportasi Perkotaan

Bentuk kelembagaan transportasi wilayah Pulau Lembeh dapat berupa


kontinuum dengan mempertimbangkan kompleksitas permasalahan yang
diampu sebagai berikut:
1) Kelembagaan transportasi wilayah Pulau Lembe diarahkan hanya
untuk menyediakan layanan transportasi saja atau fokus pada suppy
side saja;
2) Kelembagaan transportasi wilayah Pulau Lembeh tidak hanya
menyediakan layanan transportasi saja, tetapi juga menciptakan
keseimbangan antara supply dan demand melalui penerapan transport
demand management;
3) Kelembagaan transportasi wilayah di Pulau Lembeh diarahkan sebagai
solusi bagi penyelarasan sistem transportasi wilayah dengan land use
guna mendukung Pulau Lembeh sebagai desitiasi wisata berkelas
internasional.

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 26
Tabel :
Formulasi Skenario Kelembagaan Transportasi Wilayah di Pulau Lembeh

BALANCE HARMONY
MODEL STAND ALONE
(KESEIMBANGAN) (KESELARASAN)
Strategi Fokus pada peningkatan Keseimbangan supply Integrasi Perencanaan
kualitas dan kuantitas dan demand (pull & Transportasi dan
penyediaan layanan push strategy) Perencanaan Perkotaan
transportasi (urban planning)
Kebijakan Realokasi risiko penyediaan Keseimbangan antara Mengintegrasikan
layanan transportasi. penyediaan layanan kebijakan transportasi
Pemerintah, transportasi dengan dengan kebijakan tata
PemerintahKabupaten/Provinsi manajemen lalu lintas ruang bagi tercapainya
menanggung risiko terbesar (prioritas) Pulau Lembeh sebagai
dalam penyediaan layanan destinasi wisata berkelas
transportasi di Pulau Lembeh Internasional
missal, seperti penerapan buy
the service dalam penyediaan
angkutan umum massal.
Risiko Kecil Sedang Besar
Stakeholder Single Multistakeholder Kompleks
Ancaman Kebangkrutan Kemacetan Kota Gagal
Kegagalan
Bentuk BLUD/N BLUD/N Badan Otoritas
Lembaga Transportasi Pulau
Lembeh
Sumber : Hasil Analisis, 2019

Jakarta, Desember 2019

ASISTEN AHLI SOSIAL

……………………………………………………..

Mengetahui :

AHLI SOSIAL

---------------------------------------

Kertas Kerja
ASISTEN AHLI SOSIAL KK - 27

Anda mungkin juga menyukai