Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FIKIH IBADAH

IBADAH PUASA PADA BULAN RAMADHAN


Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur
Dosen Pengampu: Ibu Yoyoh Badriyah, S. Pd., M. Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 7
Muh. Jaihan Labiib (2108101135)
Linda Ainun Fatihah (2108101138)
Andini Putri Aprilia (2108101148)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Ibadah Puasa Pada
Bulan Ramadhan ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
sebagai seorang mahasiswa. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Ibadah Puasa Pada Bulan Ramadhan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yoyoh Badriyah, S. Pd, M.
Ag selaku dosen Mata Kuliah Fikih Ibadah dan beberapa sumber informasi mengenai
Ibadah Puasa Pada Bulan Ramadhan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Jum’at, 05 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa Dan Dasar Hukum Puasa...................................................2
B. Rukun Dan Syarat Puasa................................................................................2
C. Amalan-Amalan Yang Berhubungan Dengan Puasa.....................................5
D. Hikmah Dan Manfaat Puasa..........................................................................8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................................10
B. Saran..............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui agama Islam mempunyai lima Rukun Islam yang
salah satunya ilaha puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat.
Karena puasa itu termasuk rukun islam. Jadi, semua umat Islam wajib
melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat Islam yang tidak
melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat
dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui
pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak orang-orang yang melaksanakan puasa hanya sekedar melaksanakan,
tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa.
Hasilnya, pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja.
Sangatlah rugi bagi kit ajika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala. Oleh
karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu puasa dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan puasa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu puasa?
2. Apa saja rukun dan syarat puasa?
3. Amalan-amalan apa yang berhubungan dengan bulan puasa?
4. Apa hikmah dan manfaat dari puasa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu puasa
2. Untuk mengetahui rukun dan syarat puasa
3. Untuk mengetahui amalan-amalan yang berhubungan dengan bulan puasa
4. Untuk mengetahui hikmah dan manfaaat puasa

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Puasa


As-shaum (puasa) menurut bahasa adalah menahan diri dari sesuatu.
Sedangkan menurut istilah agama (syar’i) adalah menahan diri dari segala sesuatu
yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari
dengan niat dan syarat-syarat tertentu.
Allah SWT berfirman dalam Q.S al-Baqarah ayat 183 yang artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang
bertaqwa”.
Kemudian, ulama telah bersepakat bahwa puasa Ramadhan itu hukumnya
wajib yang merupakan salah satu rukun Islam dan bagi orang-orang yang
mengingkarinya berarti kafir dan murtad dari Islam.
B. Rukun Dan Syarat Puasa
1. Rukun Puasa
Mayoritas ahli fiqih menetapkan dua macam yang menjadi rukun puasa,
meliputi:
a. Niat, Yang dimaksud dengan niat adalah berkehendak atau berkeinginan
untuk menengerjakan puasa pada esok harinya, dengan sadar dan sengaja
yang dilakukan di malam hari sebelum terbit fajar. Dalam ajaran Islam,
kedudukan niat dalam setiap perbuatan amatlah penting, karena dengan
niatlah suatu pekerjaan dapat dibedakan apakah dia ibadah atau adat
kebiasaan saja.
Hadis Nabi saw yang ditulis oleh al-Syaukani dalam Nailu al-Autar-1, yang
diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dan Ibnu Umar yang artinya sebagai
berikut: “Dari Umar bin Khattab bahwa Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya
perbuatan itu hanya dengan niat, dan sesungguhnya (yang diperoleh) bagi
setiap orang hanya sekedar apa yang diniatkannya”.
Niat menurut jumhur fuqaha harus dikerjakan pada malam hari; Puasa yang
tidak memakai niat dimalam harinya dipandang tidak sah, berdasarkan hadis
nabi yang artinya: Dari Hafsah Ummil Mukminin r.a, sesungguhnya Nabi
bersabda: “Siapa yang tidak melakukan niat puasa dimalam harinya sebelum
terbit fajar, maka puasanya tidak sah” (HR. al-Khamsah)
Puasa yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah puasa Ramadhan (wajib),
karena menurut mereka pada puasa sunah dibolehkan melaksanakan niat di
siang harinya sebelum makan dan minum.

2
b. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar sampai
terbenam matahari.
Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 187 yang artinya: “Dihalalkan bagi
kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu;
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena
itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu; Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu,
dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam,
yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam
masjid; Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya;
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, supaya
mereka bertakwa”.
2. Syarat Puasa
Ada dua syarat yang harus dipenuhi seseorang dalam melaksanakan puasa.
Kedua syarat ini terdiri dari syarat wajib puasa dan syarat sah puasa.
a. Syarat wajib puasa
Syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan seseorang agar dia wajib
melaksanakan puasa. Para ulama telah menetapkan syarat wajib puasa di
bulan Ramadhan sebagai berikut:
1. Beragama Islam
Persyaratan Islam ini dapat dipahami dari ayat al-qur’an yang
mememrintahkan berpuasa kepada orang-orang yang beriman kepada
Allah SWT (QS. Al-Baqarah:183). Berdasarkan ayat itu, orang kafir
tidaklah dituntut melaksanakan puasa di bulan Ramadhan.
Ahli fiqh mazhab Hanafi berpendapat, bahwa orang kafir tidak
dituntut melaksanakan syari’at Islam seperti halnya ibadah puasa;
Demikian juga terhadap orang murtad; jika mereka melaksanakan puasa,
maka puasanya dipandang tidak sah; Jika orang kafir yang masuk Islam
dipertengahan bulan Ramadhan, diwajibkan melaksanakan puasa pada
hari yang tersisa dari bulan itu, dan tidak diwajibkan mengqada puasa
yang tertinggal sebelumnya; karena pada saat kekafirannya belum ada
kewajiban puasa baginya.
2. Baligh (sampai umur); dan berakal
Puasa tidak diwajibkan bagi anak kecil, orang gila, orang yang
pingsan, dan orang yang mabuk; hal ini berdasarkan hadis nabi yang
diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan Turmuzi dari Ali r.a sebagai
berikut:

3
Dari Ali r.a, sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Diangkat pena (tidak
dituliskan dosa) dari tiga hal, yaitu: dari orang yang gila sampai ia
sembuh, orang yang tidur sampai ia bangun, dan anak-anak sampai ia
bermimpi (baligh)” HR. Ahmad, Abu Daud, dan Turmuzi.

3. Mampu (kuat berpuasa) dan menetap (bermukim)


Mengenai persyaratan kuat berpuasa, mengandung arti bahwa orang yang
sakit yang mengakibatkan tidak kuat berpuasa, baik karena tua atau karena
sakit yang tidak diharapkan sembuhnya, tidak diwajibkan atasnya puasa,
tetapi wajib bayar fidyah; Sedangkan persyaratan menetap di tempat
tinggalnya (mukim) menunjukkan bahwa bagi orang yang sedang dalam
perjalanan (musafir) tidak dituntut berpuasa, namun mereka wajib
menggantinya pada hari-hari lain diluar bulan Ramadhan sebanyak hari yang
ditinggalkannya. Firman Allah dalm QS. Al-Baqarah ayat 185 yang artinya:
“…Barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berkata), maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain…”
Orang sakit yang dimaksud adalah orang yang bila ia berpuasa, maka
penyakitnya akan bertambah parah atau semakin sulit penyembuhannya.
b. Syarat sah puasa
Terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama dalam menetapkan syarat
sahnya puasa.
Para ahli fiqih dari Mazhab Hanafi menetapkan tiga syarat bagi sahnya puasa:
1. Niat
2. Bersih dari haid dan nifas
3. Terhindar dari segala yang membatalkan puasa
Mazhab Hanbali juga menetapkan tiga syarat bagi sahnya puasa:
1. Islam
2. Niat
3. Bersih dari haid dan nifas
Mazhab Maliki menetapkan empat syarat bagi sahnya puasa:
1. Niat
2. Suci dari haid dan nifas
3. Islam
4. Dilakukan pada masa-masa yang dibolehkan berpuasa
Mazhab Syafi’I menetapkan empat syarat bagi sahnya puasa:
1. Islam
2. Berakal

4
3. Suci dari haid dan nifas
4. Niat (menurut sebagian Syafi’iyah)
Jika diperhatikan pendapat para ahli fiqih tersebut, dapat dipahami bahwa
syarat sah puasa yang disepakati oleh kebanyakan ahli fiqih adalah: Islam,
niat dan suci dari haid dan nifas. Adapun persyaratan Islam menurut fuqaha
Hanafiyah adalah syarat wajib puasa, bahkan syarat sah puasa; Sedangkan
menurut Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, Islam adalah syarat sah puasa
bukan syarat wajib puasa.
Menurut kebanyakan ulama, menentukan niat perlu dilakukan bagi setiap
puasa wajib; yang berpuasa harus meyakini puasa yang akan dilaksanakannya
pada keesokan ahri, puasa Ramadhan, puasa qada, puasa kafarat atau puasa
nazar, pada malam hari, puasa yang akan dilaksanakannya sudah harus
ditentukan dalam niatnya.
Para ulama juga sepakat bahwa niat puasa Ramadhan perlu dilakukan secara
terpisah. Ini berarti bahwa setiap malam disyaratkan melakukan niat untuk
berpuasa pada siang harinya; Akan tetapi kalangan Mazhab Maliki
mengatakan bahwa niat puasa sebulan penuh dapat dilakukan hanya sekali
pada awal Ramadhan, tidak perlu dilakukan setiap malam; Hal ini berlaku jika
puasanya tidak terputus oleh hal-hal seperti sakit atau bepergian.
Para ulama fiqih telah sepakat tidak mensyaratkan bersih dari junub. Puasa
yang dilakukan seseorang dalam keadaan junub tidak sah. Hal ini dipertegas
dalam hadis nabi yang diriwayatkan Aisyah dan Ummu Salamah menyatakan:
Nabi saw pernah bangun subuh dalam keadaan junub karena bercampur
dengan istrinya, kemudian beliau meneruskan puasanya.” Ummu Salamah
mengatakan: “Rasulullah saw bagun subuh dalam keadaan junub karena
jimak, bukan karena mimpi, lalu beliau tidak buka dan tidak mengqada
puasanya.”
C. Amalan-Amalan Yang Berhubungan Dengan Puasa
1. Niat
Jika telah masuk bulan Ramadhan, wajib atas setiap muslim untuk berniat
puasa pada malam harinya karena rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang tidak
berniat puasa sebelum fajar, maka tiada baginya puasa itu”. (Riwayat Abu
Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan al-Bhaihaqy dan Hafshah binti Umar).
2. Waktu Puasa
Adapun waktu puasa dimulai dari terbit fajar subuh sampai terbenam matahari
dengan dalil firman Allah, “Dan makan minumlah kalian sampai jelas bagi
kalian putihnya siang dan hitamnya malam dari fajar”. (QS. Al-Baqarah: 186).
Dan perlu diketahui bahwa rasulullah telah menjelaskan bahwa fajar ada dua:

5
a. Fajar kazib (fajar awal), dalam waktu ini belum boleh dilakukan sholat subuh
dan dibolehkan untuk makan dan minum bagi yang berpuasa.
b. Fajar shodiq (fajar yang kedua/subuh) sebagaimana hadis Ibnu Abbas,
rasulullah saw bersabda, “Untuk mengenal keduanya dapat dilihat dari
bentuknya, fajar yang pertama, bentuknya putih memanjang vertical seperti
ekor serigala. Sedangkan fajar yang kedua, berwarna merah menyebar
horizontal (melintang) di atas lembah-lembah dan gunung-gunung dan
merata di jalanan dan rumah-rumah, dan jenis ini yang ada hubungannya
dengan puasa”.
Dalam firmannya Allah telah menjelaskan bahwa waktu puasa bermula dari
terbitnya fajar subuh dan berakhir Ketika matahari terbenam yakni dalam
surat al-Baqarah ayat 187, yang artinya: “Dan makan dan minumlah kalian
hingga Nampak bagi kalian benang putih dan benang hitam yaitu fajar,
kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam”.
3. Sahur
a. Hikmahnya
Setelah mewajibkan berpuasa dengan waktu dan hukum yang sama dengan
yang berlaku bagi orang-orang sebelum mereka, maka Allah mensyariatkan
sahur atas kaum muslimin dalam rangka membedakan puasa mereka dengan
puasa orang-orang sebelum mereka, sebagaimana yang disabdakan rasulullah
dalam hadis Abu Sa’id al-Khudriy yang artinya: “Pembeda antara puasa
kami dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur”.
b. Keutamaannya
1) Sahur adalah berkah sebagaimana sabda rasulullah saw, “Sesungguhnya dia
adalah berkah yang diberikan Allah kepada kalian, maka jangan kalian
meninggalkannya”. (Riwayat an-Nasai dan Ahmad dengan sanad yang sahih).
2) Shalawat dari Allah dan malaikat bagi orang yang bersahur, sebagaimana
yang ada dalam hadis Abu Sa’id al-Khudriy bahwa rasulullah bersabda,
“Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan walaupun
salah seorang dari kalian hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan para
malaikat bersalawat atas orang-orang yang bersahur”. (Riwayat Ibnu Abu
Syaibah dan Ahmad).
3) Sunnah mengakhirkannya
Disunnahkan memperlambat sahur sampai mendekati subuh (fajar)
sebagaimana yang dilakukan rasulullah di dalam hadis Ibnu Abbas dari Zaid
bin Tsabit, beliau berkata, “Kami bersahur Bersama rasulullah, kemudian
beliau pergi untuk sholat. Aku (Ibnu Abbas) bertanya: “Berapa lama antara
azan dan sahur?” Beliau menjawab, “Sekitar 50 ayat”. (Riwayat al-Bukhori
dan Muslim).

6
c. Hukumnya
Sahur merupakan sunnah yang muakkad dengan dalil:
1) Perintah dari rasulullah untuk itu sebagaimana hadis yang terdahulu dan
juga sabda beliau yang artinya: “Bersahurlah karena dalam sahur
terdapat berkah”. (Riwayat al-Bukhori dan Muslim).
2) Larangan beliau dari meninggalkannya sebagaimana hadis Abu Sa’id yang
terdahulu. Oleh karena itu, al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bary (3/139)
menukilkan ijma katas kesunahannya.
4. Perkara-Perkara Yang Membatalkan Puasa
a. Makan dan minum dengan sengaja.
b. Muntah dengan sengaja.
c. Haid dan nifas.
d. Injeksi yang berisi makanan (infus).
e. Bersetubuh.
5. Perkara-Perkara Yang Dibolehkan
a. Bersiwak.
b. Berkumur dan memasukkan air ke hidung ketika bersuci.
c. Mencicipi makanan selama tidak masuk ke tenggorokan.
d. Memakai celak.
6. Orang-Orang Yang Dibolehkan Tidak Berpuasa
Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang mudah. Oleh karena itu, ia
memberikan kemudahan dalam puasa ini kepada orang-orang tertentu yang tidak
mampu atau sangat sulit untuk berpuasa. Mereka itu adalah sebagai berikut:
a. Musafir (orang yang sedang dalam perjalanan/bepergian ke luar kota).
b. Orang yang sakit.
c. Wanita yang sedang haid dan nifas.
d. Orang yang sudah tua dan Wanita yang sudah tua dan lemah.
e. Wanita yang hamil dan menyusui.
7. Berbuka Puasa
a. Waktu berbuka puasa
Berbuka puasa dilakukan pada waktu terbenam matahari dan telah lalu
penjelsannya pada pembahasan waktu puasa.
b. Mempercepat buka puasa.
Termasuk dalam sunnah puasa adalah mempercepat waktu berbuka dalam
rangka mengikuti contoh rasulullah dan para sahabatnya sebagaimana
dikatakan oleh Amr bin Maimun al-Audy bahwa, “Sahabat-sahabat
Muhammad saw adalah orang-orang yang paling cepat berbuka dan paling
lambat sahurnya”. (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dan al-Musannaf nomor
7591 dengan sanad yang disahihkan Ibnu Hajar dalam Fath al-Bary 4/199).

7
D. Hikmah Dan Manfaat Puasa
1. Hikmah Puasa
Islam mensyariatkan puasa, karena di dalamnya penuh hikmah dan
keutamaan, yaitu: untuk menunjukkan rasa taat kepada Allah dan mengikuti
perintahNya. Ketaatan ini telah mengingatkan pada manusia agar Allah selalu
dikenang bahwa Dia-lah yang berkuasa yang hambaNya harus menghadapkan diri
kepadaNya. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan Wahbah Zuhaili yang
menyatakan bahwa puasa dapat menenangkan nafsu amarah dan meruntuhkan
kekuatan yang tersalurkan dengan anggota tubuh, seperti mata, lidah, telinga, dan
kemaluan. Artinya puasa membuat aktivitas nafsu menjadi lemah.
Puasa adalah serupa dengan pergolakan jiwa, untuk merombak cara dengan
kebiasaan yang diinginkan oleh manusia itu, sehingga mereka berbakti kepada
keinginannya dan nafsu itu berkuasa padanya. Puasa menanamkan sifat lurus dan
jujur dalam segala urusan dan mempertanggungjawabkan, sekalipun manusia tidak
ada yang mengawasinya. Selanjutnya puasa meninggikan budi pekerti manusia,
sehingga seseorang yang dapat menguasai hawa nafsunya adalah mempunyai
keluhuran budi.
Keutamaan puasa ditinjau dari segi kesehatan maka sebenarnya Islam
menyatakan bahwa perut adalah rumah penyakit, dan bahwa berlebih-lebihan dalam
segi makan dan minum akan menimbulkan akibat yang jelek, karena manusia yang
baik yaitu jika makan dan minumnya dengan cara yang sederhana (cukup). Puasa
secara praktis dapat memperbarui kehidupan manusia, yaitu dengan membuang
makanan yang telah lama mengendap dan menggantikannya dengan yang baru,
mengistirahatkan perut dan alat pencernaan yang lain, memelihara tubuh,
membersihkan sisa-sisa makanan dan minuman.
Yusuf Qardhawi menguraikan hikmah puasa, yaitu:
a. Tazkiyat al-nafs, yaitu dengan jalan mematuhi perintah-perintahNya, menjauhi
segala larangan-Nya dan melatih diri untuk menyempurnakan peribadatan kepada
Allah SWT.
b. Puasa dapat menenangkan kejiwaan disamping kesehatan fisik.
c. Mendidik iradah (kemauan), mengendalikan nafsu, membiasakan sabar, dan
membangkitkan semangat.
d. Menurunkan daya seksualitas.
e. Menumbuhkan syukur kepada Allah.
f. Mengingatkan orang-orang yang kaya akan penderitaan dan kelaparan yang
dialami oleh orang-orang miskin.
g. Menghantarkan manusia menjadi insan bertakwa.

8
2. Manfaat Puasa
Adapun manfaat puasa, yaitu:
a. Puasa merupakan suatu bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Seorang mukmin,
dengan puasanya, akan diberi pahala yang luas dan tidak terbatas. Sebab,
puasa itu hanya diperuntukkan bagi Allah SWT. Yang kedermawanan-Nya
sangat luas. Dengan puasa, dia akan memperoleh ridha Allah SWT, dan
berhak memasuki surga dari pintu khusus yang hanya disediakan untuk orang-
orang yang berpuasa namanya ar-Rayyan. Puasa juga akan menjauhkan
dirinya dari siksaan yang disebabkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya.
Puasa merupakan tebusan (kafarat) bagi dosa dari satu tahun ke tahun
berikutnya. Dengan ketaatan, urusan seorang mukmin akan berdiri tegak di
atas kebenaran yang disyariatkan oleh Allah SWT. Dan menjauhkan diri dari
segala sesuatu yang dilarang-Nya.
b. Puasa merupakan madrasah moralitas yang besar dan dapat dijadikan sarana
latihan untuk menempa berbagai macam sifat terpuji. Puasa adalah jihad
melawan nafsu, menangkal godaan-godaan dan rayuan-rayuan setan yang
terkadang terlintas dalam pikiran. Puasa bisa membiasakan seseorang bersikap
sabar terhadap hal-hal yang diharamkan, penderitaan, dan kesulitan yang
kadang muncul di hadapannya.
c. Puasa mendidik seseorang untuk bersikap jujur dan merasa diawasi oleh Allah
SWT. Baik dalam kesendirian maupun dalam keramaian.
d. Puasa dapat menguatkan kemauan, mempertajam kehendak, mendidik
kesabaran, membantu kejernihan akal, menyelamatkan pikiran.
e. Puasa mengajarkan sikap disiplin dan ketetapan, karena puasa menuntut orang
yang berpuasa untuk makan dan minum pada waktu yang telah ditentukan.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa puasa mempunyai manfaa-
manfaat yang tidak bisa kita ukur. Karenanya bersyukurlah orang-orang yang dapat
mengerjakan puasa. Sebagaimana Kamal bin Hamman berkata, “Puasa adalah rukun
Islam yang ketiga setelah syahadat dan shalat, disyariatkan Allah SWT karena
keistimewaan dan manfaatnya seperti: ketenangan jiwa dan menahan hawa nafsu,
menolong dan menimbulkan sifat menyayangi orang miskin, persamaan derajat baik
itu fakir atau kaya”.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini tentu terdapat berbagai kekeliruan dan
kekurangan sebagaimana fitrah kami sebagai manusia, tempat salah dan lupa. Oleh
karena itu, dengan setulus hati kami mengharapkan apresiasi pembaca sekalian untuk
menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.

10
DAFTAR PUSTAKA

abror, H. (2019). Fiqh Ibadah.pdf. Retrieved from repository.radenintan.ac.id:


http://repository.radenintan.ac.id/12664/1/Fiqh%20Ibadah.pdf
Hidayatullah, H. (2019). BUKU FIQH_ HIDAYATULLAH.pdf. Retrieved from
uniska-bjm.ac.id: http://eprints.uniska-bjm.ac.id/96/1/BUKU%20FIQH_
%20HIDAYATULLAH.pdf
http://www.docs-finder.com/makalah-masalah-Puasa.Ramadhan-Piqih-doc~3.html

11

Anda mungkin juga menyukai