Anda di halaman 1dari 9

DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri)
dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll). Pneumonia yang dimaksud di sini
tidak termasuk dengan pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pneumonia
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. (IDI, 2014)

Pnemunonia dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia komuniti dan pneumonia nosokomial. Pneumonia komunitas
adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah
pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit (PDPI. 2003)

Pneumonia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, klasifikasi paling sering ialah menggunakan klasifikasi
berdasarkan tempat didapatkannya pneumonia (pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial), tetapi
pneumonia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan area paru yang terinfeksi (lobar pneumonia, multilobar
pneumonia, bronchial pneumonia, dan intertisial pneumonia) atau agen kausatif. Pneumonia juga sering
diklasifikasikan berdasarkan kondisi yang mendasari pasien, seperti pneumonia rekurens (pneumonia yang terjadi
berulang kali, berdasarkan penyakit paru kronik), pneumonia aspirasi (alkoholik, usia tua), dan pneumonia pada
gangguan imun (pneumonia pada pasien tranplantasi organ, onkologi, dan AIDS). (Dahlan Z. 2009)

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan penyakit infeksi traktus respiratorius bagian bawah yang masih menjadi
salah satu dari 10 penyebab kematian yang utama di seluruh dunia. Menurut World Health
Organization (WHO), penyakit infeksi traktus respiratorius bagian bawah membuat 3,1 juta orang
meninggal pada tahun 2012, menjadikannya urutan ke-4 dari 10 penyebab kematian utama di
seluruh dunia.1 Penyakit ini menempati urutan pertama dengan jumlah kematian 91 orang per
100.000 populasi di negara berkembang (WHO, 2012).

Berdasarkan hasil utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018, di Indonesia prevalensi
pneumonia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan terdapat sebanyak 2%. Dibandingkan dengan
hasil RISKESDAS 2013 yang sebesar 1.6%, period prevalence pneumonia pada tahun 2018 mengalami
peningkatan sebanyak 0.4% (RISKESDAS, 2018)

ETIOLOGI

Menurut Hariadi (2010) dan Bradley dkk (2011) pneumonia dibagi berdasarkan kuman penyebab
yaitu:

a. Pneumonia bacterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi pada semua usia. Bakteri
yang biasanya menyerang pada balita dan anak anak yaitu Streptococcus pneumonia,
Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa dan Pneumococcus.
b. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma. Organisme atipikal
yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Chlamidia trachomatis, Mycoplasma
pneumonia, C. pneumonia dan Pneumocytis.
c. Pneumonia virus. Virus yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Virus
parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan
Cytomegalovirus.
d. Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering, merupakan infeksi sekunder, terutama pada
penderita dengan daya tahan tubuh lemah (Immunocompromised).

FAKTOR RESIKO

Terdapat bukti bervariasi mengenai beberapa faktor risiko dan pola hidup yang dapat
mempermudah seseorang terkena pneumonia. Salah satunya adalah merokok. (Mandell LA,
Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, et al. Infectious diseases society of
America/American thoracic society consensus guidelines on the management of community-
acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis. 2007; 44. ) Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa
dibandingkan dengan bukan perokok, risiko terjadinya CAP meningkat hingga 2 kali pada orang yang
masih aktif merokok dan 1,04 kali pada orang yang dahulunya adalah perokok. (Kamangar N. 2014)

Telah banyak diteliti pula mengenai pengaruh usia pasien terhadap pneumonia. Dikatakan bahwa
pneumonia, meskipun dapat mengenai semua umur, tetapi risiko tertinggi adalah pada anak-anak
dan orang dewasa yang berusia ≥65 tahun. (Torres A. 2013)

Penelitian ini juga menemukan faktor risiko yang berbedabeda untuk setiap jenis kelamin, di mana
obesitas dan kurangnya aktivitas fisik adalah faktor risiko bagi wanita tapi tidak bagi pria, sementara
umur dan riwayat merokok adalah faktor risiko bagi pria tetapi bagi wanita hanya perokok aktif saja.
Hal ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut. (Torres A. 2013)

PATOMEKANISME

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. (Dahlan Z.
2009)

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. (Mandell LA, et al. 2007)

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1) Inokulasi langsung; 2) Penyebaran


melalui darah; 3) Inhalasi bahan aerosol, dan 4) Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat
cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria dengan ukuran 0,5-2,0
mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses
infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi
ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi
dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang
normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai
obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri
yang tinggi dan terjadi pneumonia. (Dahlan Z. 2009)
Gambar 1. Patogenesis pneumonia oleh bakteri pneumococcus (Mandell LA, et al. 2007)

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa
edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi
permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan
alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri
tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri
maka akan nampak empat zona (Gambar 1) pada daerah pasitik parasitik terset yaitu : 1) Zona luar
(edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema; 2) Zona permulaan konsolidasi (red
hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah; 3) Zona konsolidasi yang
luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang
banyak; 4) Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit
dan alveolar makrofag. (PDPI. 2003)

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan :

1. Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40°C


2. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada

(IDI, 2014)

Manifestasi klinik pneumonia berdasarkan World Health Organization (WHO) (2005) yaitu batuk
dan/atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini yaitu :

a. Kepala terangguk-angguk

b. Pernapasan cuping hidung

c. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

d. Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai :


a. Tidak dapat minum/makan atau memuntahkan semuanya

b. Kejang, letargis atau tidak sadar

c. Sianosis

d. Distress pernapasan berat

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau
produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada 5 yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. (Dahlan Z. 2009)

PEMERIKSAAN FISIS

Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru.

Inspeksi: dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas

Palpasi : fremitus dapat mengeras pada bagian yang sakit

Perkusi : redup di bagian yang sakit

Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki
basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

(IDI, 2014)

Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas,
takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.
(Dahlan Z. 2009)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Radiologi

Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama


(gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta
gambaran kavitas. (Dahlan Z. 2009)

2. Laboratorium

Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit polimorfonuklear dengan
banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukan leukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the
left, dan LED meningkat. (Lutfiyya MN. 2010)

3. Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk mengetahui adanya S.
pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus. (Lutfiyya MN. 2010)

4. Analisa Gas Darah

Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial karbondioksida
(PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik. (Lutfiyya MN. 2010)
GAMBARAN KHAS RADIOLOGI

Community acquired pneumonia (Streptococcus pneumoniae) (a) and (b): PA and lateral chest films
show consolidation in the lateral segment of the middle lobe, abutting the major and minor fissures.

PA chest radiograph shows an alveolar consolidation involving the right and left lower lobes in a
patient infected by Streptococcus pneumoniae
Patient with pneumonia in the left upper lobe. An air–fluid level (arrows) within the bullae mimics
cavitation.

TATALAKSANA

Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu terhadap
kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi
kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan
antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien. (Dahlan Z. 2009)

Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor
modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen
yang spesifik.

1. Pengobatan suportif / simptomatik

a. Istirahat di tempat tidur

b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) dan
resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi
non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat
diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi
dahak. (Dahlan Z. 2009)

2. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik yang harus diberikan kurang dari 8 jam.

3. Pasien Rawat Jalan

Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak ada risiko kebal obat ;

 Makrolid: azitromisin, klaritromisin atau eritromisin (rekomendasi kuat)

 Doksisiklin (rekomendasi lemah)

4. Terdapat komorbid seperti penyakit jantung kronik, paru, hati atau penyakit ginjal, diabetes
mellitus, alkoholisme, keganasan, kondisi imunosupresif atau penggunaan obat imunosupresif,
antibiotik lebih dari 3 bulan atau faktor risiko lain infeksi pneumonia :

 Florokuinolon respirasi : moksifloksasisn, atau levofloksasin (750 mg) (rekomendasi kuat)

 ß-lactam + makrolid : Amoksisilin dosis tinggi (1 gram, 3x1/hari) atau amoksisilin-klavulanat


(2 gram, 2x1/ hari) (rekomendasi kuat)

Alternatif obat lainnya termasuk ceftriakson, cefpodoxime dan cefuroxime (500 mg, 2x1/hari),
doksisiklin

5. Pasien perawatan, tanpa rawat ICU

 Florokuinolon respirasi (rekomendasi kuat)

 ß-laktam+makrolid (rekomendasi kuat)

Agen ß-laktam termasuk sefotaksim, seftriakson, dan ampisilin; ertapenem untuk pasien
tertentu; dengan doksisiklin sebagai alternatif untuk makrolid.

6. Rawat inap di ICU


β lactam (cefotaxim, ceftriaxon, atau ampicilin sulbaktam) + azitromisin atau floroquinolon
respirasi

Florokuinolon respirasi sebaikanya digunakan untuk pasien alergi penisilin. (IDI, 2014)

PENCEGAHAN

Di luar negeri di anjurkan pemberian vaksin influenza dan pneumokokus pada orang dengan resiko
tinggi. Vaksinasi sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian
vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik,
diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2
tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu
hipersensitivitas tipe 3. Di samping itu vaksin juga perlu di berikan untuk penghuni rumah jompo
atau rumah penampungan penyakit kronik, dan usia diatas 65 tahun. Selain vaksin, pola hidup sehat
juga termasuk tidak merokok juga sangat direkomendasikan. (WHO, 2009)

KOMPLIKASI

Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan tetapi,
beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi
seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. (Djojodibroto RD.
2013)

Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam aliran
darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada
10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner
berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. (Djojodibroto RD.
2013)

Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa disebut
dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar
5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan
sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme
dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empisema maka
cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan. (Djojodibroto RD.
2013)

PROGNOSIS

Kejadian PK di Amerika Serikat adalah 3,4-4 juta kasus per tahun, dan 20% diantaranya perlu dirawat
di RS. Secara umum, angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun
dapat meningkat pada lanjut usia dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di
Amerika Serikat merupakan penyebab kematian terbesar ke-6 dengan kejadian sebesar 59%.
Sebagian besar pada lanjut usia, yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien PK yang dirawat di ICU adalah
sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor modifikasi yang ada pada pasien.
(Dahlan Z. 2009)

DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2014.

PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia. Perhimpunan


Dokter Paru Indonesia.

Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Hariadi, S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR
RSUD dr Soetomo.

Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C. 2011. Executive summary: The
management of community-acquired pneumonia in infants and children older than 3 months of age:
Clinical practice guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. Clin Inf Dis. 53(7)

Kamangar N, Harrington A. Bacterial pneumonia. [Internet] c2014 [cited 2014 Nov] Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview

Torres A,Peetermans WE, Viegi G, Blasi F. Risk factors for community-acquired pneumonia in adults
in Europe: a literature review. Thorax. 2013;68:1057±65

Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases Society of America/American
Thoracic Society consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in
adults. Clin Infect Dis 2007; 44: Suppl. 2, S27–S72. Tersedia di :
www.thoracic.org/sections/publications/statements/ pages/mtpi/idsaats-cap.html

Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community acquired pneumonia.
American Family Physician. 2010;73(3):442-50.

World Health Organization. Global action plan for prevention and control of pneumonia. 2009.

Djojodibroto, R.D. Respirologi : Respiratory Medicine. 2013. Jakarta : ECG.

Laki-laki 25 tahun : Penyebab terbanyak pneumoni adalah anak kecil usia < 5 tahun

Batuk berdahak yang hebat mukoid, kadang kuning: Batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah

Disertai demam hilang timbul: Demam dan mengigil, suhu tubuh kadang meningkat melebihi > 40°C

Dialami sejak 2 minggu lalu: Untuk waktu gejala tidak ditentukan

Mengeluh sakit kepala, myalgia, anoreksia, diare: Gejala lain yaitu sakit tenggorokan yang dapat
menyebabkan anoreksia, nyeri otot (myalgia) dan sendi

TTV (Suhu: 38,5°C Denyut: 100x/min TD: 115/70 mmHG Napas: 20x/min): Frekuensi nadi dan
tekanan darah: takikardi, hipertensi. Frekuensi pernapsan: takipneu, dispneu progersif, pernapasan
dangkal. Suhu tubuh: hipertensi akibat penyebaran toksik yang direspon oleh hipotalamus.

Riwayat penyakit: Batuk dan beringus, agak baikan setelah minum obat antitusif dan antibiotik,
dialami 1 bulan lalu sebelum keluhan sekarang. : Riwayat keadaan yang lalu seperti riwayat
sebelumnya mislanya bronchitis kronik riwayat penggunaan obat obatan (antiripsin)

Anda mungkin juga menyukai