Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah kehilangan darah dalam lumen saluran cerna dimana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum di daerah ligamentum Treitz (Djojoningrat D, 2006) Penyebab perdarahan SCBA terbagi atas pecah varises esofagus dan non-varises seperti tukak peptik, gastritis erosiva, tumor, dll. Penyebab perdarahan SCBA di Indonesia berbeda dengan penyebab di negara-negara barat. Penyebab perdarahan SCBA terbanyak di Indonesia yaitu pecahnya varises esofagus, sedangkan di negara barat penyebab perdarahan SCBA terbanyak (95%) ialah non-varises dengan sebanyak 50-70% kasus karena perdarahan ulkus peptikum (Abdurrachman H, 2005) Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus, gaster dan duodenum. Penampilan klinis pasien dapat berupa: Hematemesis: Muntah darah berwarna hitam sepertibubuk kopi Melena: Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal Hematemesis dan melena Hematoskezia: Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada pasien pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang pendek Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb. Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal bleeding). Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan menentukan besarnya varises(F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di esofagus (Lm, Li, Lg) dan warna (biru, cherry red, hematocystic) (Djojoningrat D, 2006) Mekanisme 1. Varises esofagus Varises esofagus adalah terjadinya pembesaran vena pada lapisan mukosa yang terbentuk di dalam lumen esofagus pada pasien dengan sirosis hati. Varises esofagus terjadi karena munculnya porto-systemic collaterals veins secara spontan akibat hipertensi portal. (Ardiana & Mariadi, 2019) Salah satu penyebab hipertensi portal adalah peningkatan hambatan pada pembuluh darah intrahepatik yang diakibatkan oleh sirosis dan nodul regeneratif. Hipertensi portal merupakan komplikasi signifikan yang bertanggung jawab atas terjadinya pembentukan asites dan perdarahan dari varises esofagus. Sekitar 50% pasien sirosis hati akan terbentuk varises esofagus. (Amin MA dkk, 2015) Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises) (Robins, 2007) Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan penigkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam sub mukosa esofagus, lambung, dan rectum serta pada dinding abdomen anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal massif (Price & Wilson, 2006). 2. Ulkus peptikum Ulkus dapat terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan faktor defensif dengan fakter ofensif. Faktor defensif mukosa terdiri dari tiga lapis pertahanan, yaitu: 1. Praepitel Pertahanan praepitel terdiri atas mukus dan bikarbonat. Mukus membentuk lapisan hidrofobik sehingga tidak dapat ditembus oleh ion-ion hidrogen dan pepsin. Bikarbonat berfungsi untuk menetralisasi asam lambung dan mempertahankan pH sel-sel epitel antara 6- 7, walaupun pH lumen lambung berkisar antara 1-2. (Arif, M. 2008) 2. Epitel Sel-sel epitel mukosa lambung memproduksi mukus. mentranspor ion dan bikarbonat ke ekstraseluler dan menjaga pH intraseluler. Selain itu, terdapat tautan erat antar sel (intercellular tight junction) yang mencegah difusi ion H+ dan enzim. Sel-sel epitel juga menghasilkan heat shock protein, trefoil factor family peptides dan cathelicidins yang berfungsi memproteksi sel dari stres oksidatif, agen sitotoksik dan kenaikan temperatur, serta menstimulasi regenerasi bila terjadi kerusakan. (Arif, M. 2008) 3. Pasca/subepitel Di bawah lapisan epitel mukosa, terdapat jaringan pembuluh darah yang ekstensif dan berperan penting mensuplai nutrisi, oksigen dan bikarbonat sekaligus mengangkut hasil metabolik sampah yang bersifat toksik. (Arif, M. 2008) Faktor ofensif adalah sebagai berikut: Eksogen: obat-obatan, alkohol. infeksi bakteri (terutama H.pylori), rokok Endogen: asam lambung. pepsin, enzim pankreas, empedu H. pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk S-shaped yang ditularkan secara fekal oral dan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam suasana asam lambung, lalu melakukan penetrasi dan berkoloni. H. pylori menghasilkan urease yang memecah urea menjadi ammonia membuat lingkungan sekitarnya menjadi basa. Amonia bersama dengan protein pro-inflamasi. sitotoksin serta enzim protease dan lipase yang dihasilkan oleh bakteri bersifat destruktif terhadap mukosa. H.pylori juga memiliki kemampuan menyebabkan disfungsi sel-sel imun, meningkatkan produksi gastrin serta menurunkan produksi mukus dan bikarbonat, yang berkontribusi terhadap terjadinya ulkus di lam bung. Juga diperkirakan terdapat pengaruh genetik terhadap kerentanan terinfeksi H.pylori. (Arif, M. 2008) Mekanisme OAINS menyebabkan penyakit ulkus peptikum terdiri dari efek langsung terhadap mukosa dan efek sistemik. OAINS bersifat asam sehingga pada kontak langsung dengan mukosa dapat menyebabkan kerusakan epitel. Efek sistemik OAINS adalah melalui inhibisi sintesis prostaglandin. Prostaglandin memegang peranan penting dalam pertahanan dan regenerasi sel epitel mukosa karena berfungsi menstimulasi produksi mukus dan bikarbonat, menghambat produksi asam lambung oleh sel parietal dan mempertahankan sirkulasi dan regenerasi. (Arif, M. 2008) B. Perdarahan saluran cerna bagian bawah Perdarahan saluran cerna bagian bawah umumnya didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari usus di sebelah bawah ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah biasanya datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. (Abdullah, 2007) Hematokezia diartikan darah segar yang keluar melalui anus dan merupakan mznifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematokezia lazimnya menunjukkan perdarahan kolon sebelah kiri, namun demikian perdarahan seperti ini juga dapat berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit darah yang cepat. (Abdullah, 2007) Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas. Melena timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokhrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth, sarcol, lycorice, obat-obatan yang mengandung besi (obat tambah darah) dapat menyebabkan faeces menjadi hitam. Oleh karena itu dibutuhkan test guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin. (Abdullah, 2007) Mekanisme Perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik merupakan penyebab tersering dari saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang kronik dan berulang biasanya berasal dari hemoroid dan neoplasia kolon. Tidak seperti halnya perdarahan saluran cerna bagian atas, kebanyakan perdarahan saluran cerna bagian bawah bersifat lambat, intermiten, dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit. (Abdullah, 2007) Sumber: Djojoningrat D. Patogenesis dan diagnosis perdarahan cerna saluran bagian atas. In: Simadibrata M, Abdullah M, Syam AF, editors. Proceeding Symposium Emergency in Gastroenterology. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006. Abdurachman H. Pengelolaan dan pilihan terapi empiric pada perdarahan saluran cerna bagian atas non-varises. In: Simadibrata M, Syam A, editor. Update in Gastroenterology. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005. Amin MA, El-badry AE, Fawzi MAYM, Youssef A, Sc M. Rapid Prediction of Esophageal Varices in Patients with Liver Cirrhosis. 2015;83(1):1123–8. Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta: EGC. Robins.2007. Buku Ajar Patologi Volume 2. Jakarta :EGC. Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan Media Aesculapius FKUI. Abdullah. Murdani, Sudoyo. Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Dep. IPD. FKUI.