Anda di halaman 1dari 27

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


SIG pada saat ini telah mendorong untuk perubahan proses kartografi yang awalnya
manual menjadi kartografi digital. Kartografi digital selain lebih efisien juga lebih mudah
dilakukan. Indonesia dikatakan sebagai suatu negara dengan garis pantai wilayah Indonesia
yang mencapai 81.000 km. Luasnya wilayah pesisir terdiri dari berbagai ekosistem
pendukung seperti ekosistem hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun.
Kegiatan kartografi digital meliputi proses pemberian keterangan peta yang
mencakupi nama peta, legenda peta, skala peta, arah mata angin, dll. Maksudnya agar peta
yang dibuat mudah digunakan atau dibaca karena memuat informasi lengkap. Peta hasil
kartografi bisa berupa peta resmi ataupun peta tematik tergantung tujuan penggunaannya
nanti. Sehingga peta tersebut dapat digunakan sesuai kebutuhan penggunaan memuat
informasi yang dibutuhkan.
Perairan pantai dikatakan memiliki garis pantai, yang dimana garis pantai adalah batas
pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi. Perubahan
garis pantai yang terjadi di kawasan pantai berupa pengikisan badan pantai (abrasi) dan
penambahan badan pantai (akresi). Semakin berkembangnya teknologi, perubahan garis
pantai dapat dilihat dengan mudah. Melalui aplikasi Google Earth Pro dan QGIS dapat
melihat perubahan bentuk garis pantai dari tahun ke tahun. Perubahan pantai ini dapat terjadi
akibat aktifitas alam dan aktifitas manusia. Maka dari itu praktikum kali ini dilakukan dengan
tujuan mengetahui perubahan garis pantai dari lokasi yang terdapat pada suatu wilayah serta
dapat mengoperasikan perangkat lunak QGIS.

1.2. Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dapat menganalisa perubahan garis pantai.
2. Mahasiswa dapat membuat peta digital.

1.3. Manfaat Praktikum


1. Mahasiswa dapat mengetahui perubahan garis pantai dan penyebabnya.
2. Mahasiswa dapat membuat peta digital menggunakan software QGIS.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pantai
Pantai dikatakan sebagai daerah pertemuan antara darat, laut dan udara dimana
terjadi interaksi dinamis antara air, angin, dan material penyusun didalamnya. Berdasarkan
hal tersebut menyebabkan pantai rentan terhadap perubahan, dimana perubahan tersebut
dapat menjadi penyebab kerusakan pada daerah pesisir pantai. Banyak terjadi fenomena
pada kawasan pantai ini, meliputi kerusakan pantai dapat diakibatkan oleh gerakan angin,
arus sehingga terjadi bangkitan gelombang. Terjadinya bangkitan gelombang menyebabkan
berpindahnya material dari suatu tempat ke tempat lain, dan hal ini berlangsung secara terus
menerus (pergerakan sedimen) sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan garis
pantai (Raihansyah et al., 2016).
Pantai merupakan suatu kondisi bentuk geografis yang terdiri dari pasir, dan terdapat
di daerah pesisir. Daerah pantai menjadi batas antara daratan dan perairan laut. Panjang garis
pantai ini diukur mengelilingi seluruh pantai yang merupakan daerah teritorial suatu negara.
Kawasan pantai merupakan satu kawasan yang sangat dinamik terhadap perubahan, begitu
pula dengan perubahan garis pantainya. Garis pantai terletak di kawasan pantai yang
merupakan kawasan yang mempunyai beberapa ekosistem tersendiri dimana setiap
kehidupan pantai saling berkaitan antara satu sama lain, antara satu ekosistem dengan
ekosistem lainnya saling mempunyai keterkaitan serta berbagai fungsi yang kadang–kadang
saling menguntungkan maupun merugikan (Arief et al., 2011).

2.2. Perubahan Garis Pantai


Pada dasarnya terdapat suatu teknologi yang digunakan sebagai pengolahan garis
pantai suatu lokasi. Teknologi yang sering digunakan dalam pemantauan perubahan garis
pantai adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh melalui perekaman citra
satelit. Beberapa pantai yang ada di wilayah Indonesia telah banyak mengalami perubahan
garis pantai akibat terjadinya abrasi dan akresi. Maka dari itu pengamatan banyak dilakukan
guna mengetahui perubahan garis pantai untuk upaya pencegahan maupun perehabilitasian
lokasi yang terjadi perubahan garis pantai tersebut (Raihansyah et al., 2016).
Perubahan garis pantai dikatakan sebagai satu proses terus menerus melalui berbagai
proses alam di pantai yang meliputi pergerakan sedimen, arus susur pantai (longshore
current), tindakan ombak dan penggunaan lahan. Perubahan pada garis pantai ini dapat
dilihat dari faktor-faktor tersebut yang menunjukkan kecenderungan perubahan apakah
menjorok ke laut dan atau terkikis. Akibat dari proses abrasi, banyak tambak milik petani
mengalami kerusakan. Jika di suatu tempat terjadi abrasi maka ditempat lain akan terjadi
akresi. Hal ini pun dilakukan guna mendata daerah-daerah tertentu yang terkena abrasi
maupun akresi agar lebih jelas dalam penanggulangan masalah tersebut (Arief et al., 2011).

Perubahan terhadap garis


pantai adalah satu proses tanpa henti
(terus menerus) melalui pelbagai proses
baik pengikisan (abrasi) maupun pe-
nambahan (akresi) pantai yang diakibat-
kan oleh pergerakan sedimen, arus susur
pantai (longshore current), tindakan ombak
dan penggunaan tanah (Vreugdenhil-
1999). Perubahan pada garis pantai
yang diakibatkan oleh faktor-faktor
tersebut di atas dapat menunjukkan
kecenderungan perubahan garis pantai
tersebut terkikis (mengarah ke daratan)
atau bertambah (menjorok ke laut).
2.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perubahan Garis Pantai
Perubahan lingkungan pantai dapat dikatakan bahwa terjadi secara lambat hingga
cepat, hal ini tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perubahan garis pantai
ditunjukkan oleh perubahan kedudukannya, tidak hanya ditentukan oleh suatu faktor tunggal
tapi oleh sejumlah faktor beserta interaksinya yang merupakan hasil gabungan dari proses
alam dan manusia. Faktor alami berasal dari pengaruh proses-proses hidro-oseanografi yang
terjadi di laut seperti hempasan gelombang, perubahan pola arus, variasi pasang surut, serta
perubahan iklim (Halim et al., 2016).
Perubahan garis pantai dikatakan sebagai satu proses terus menerus melalui berbagai
proses alam di pantai yang meliputi pergerakan sedimen, arus susur pantai (longshore
current), tindakan ombak dan penggunaan lahan. Perubahan pada garis pantai ini dapat
dilihat dari faktor-faktor tersebut yang menunjukkan kecenderungan perubahan apakah
menjorok ke laut dan atau terkikis. Akibat dari proses abrasi, banyak tambak milik petani
mengalami kerusakan. Jika di suatu tempat terjadi abrasi maka ditempat lain akan terjadi
akresi. Hal ini pun dilakukan guna mendata daerah-daerah tertentu yang terkena abrasi
maupun akresi agar lebih jelas dalam penanggulangan masalah tersebut (Arief et al., 2011).

2.4. Kartografi
Yuwono (2004) mengatakan bahwa Kartografi didefinisikan sebagai gabungan dari
ilmu, seni dan teknik dalam pembuatan (penggambaran) peta. Pengertian ilmu, seni dan
teknik dapat diuraikan lebih terperinci lagi sebagai berikut :
 Ilmu : penentuan ukuran kertas (A0, A1, A3, dan sebagainya), simbol yang digunakan,
ukuran pena / pensil / rapido yang digunakan dan jenis kertas yang digunakan (kertas,
kalkir, drafting film) dan lain-lain.
 Seni : penghalusan gambar, pewarnaan gambar, penggunaan symbol, penggunaan
huruf dan lain-lain.
 Teknik : pengeplotan objek (titik, pohon, bangunan dan lain-lain), interpolasi kontur
(bila menggunakan cara manual), pembuatan grid, sistem koordinat, legenda dan lain-
lain.
Ditinjau dari sejarahnya bahwasannya kartografi mulai berkembang pesat pada zaman
Yunani kuno dan memuncak ketika dipemerintahan Claudius Ptolemaeus (Ptolemy, sekitar
tahun 85-165 Masehi) yang mempublikasikan peta dunia. Peta ini merupakan peta petama
dengan perhitungan matematis menggunakan proyeksi conic pada daerah lintang 60°LU-
30°LS, walaupun begitu masih banyak terdapat kesalahan, seperti daratan Eurasia yang
tergambar begitu luas (Zulkarnain dan Cahyono, 2017).

2.4.1. Sejarah Kartografi


Peta yang paling tua masih diperdebatkan karena definisi peta sendiri tidaklah jelas
dan karena beberapa artifak kuno yang dianggap sebagai peta bisa jadi merupakan sesuatu
yang lain. Sebuah lukisan tembok yang mungkin menggambarkan kota kuno bangsa
Anatolia yang bernama Çatalhöyük (dulu dikenal sebagai Catal Huyuk atau Çatal Hüyük)
diperkirakan ada sejak 7000 SM (7th millennium BCE). Selain itu ada sebuah lukisan
tembok yang dibuat oleh bangsa Minoa yang bernama "Rumah Sang Laksamana" (House Of
The Admiral) yang diperkirakan dibuat pada 1600 SM yang menggambarkan sebuah
komunitas pinggir pantai dalam perspektif oblique. Lalu ada juga sebuah ukiran peta kota
suci bangsa Babylonia yaitu Nippur yang dibuat pada periode Kassite (abad 14-12 SM). Peta
dunia tertua yang masih ada hingga sekarang adalah peta dunia buatan bangsa Babylonia
yang dibuat pada abad ke 9 SM. Salah satunya menggambarkan Babylonia di sungai
Euphrats yang dikelilingi oleh daratan Assyria, Urartu, dan beberapa kota lainnya yang juga
dikelilingi oleh "sungai pahit" (bitter river, Oceanus) yang memiliki tujuh pulau
disekitarnya. Pihak lain menggambarkan Babylon terletak lebih jauh lagi ke arah utara dari
pusat dunia (Lestiawan, 2012).
Seorang geografer Arab, Muhammad Al-Idrisi, membuat atlas jaman pertengahan
yang bernama Tabula Rogeriana pada tahun 1154. Beliau menggabungkan pengetahuan
tentang Afrika, lautan India, dan daerah timur jauh (Asia) yang dikumpulkan oleh pedagang
dan penjelajah Arab yang informasinya merupakan warisan dari geografer terdahulu untuk
membuat peta dunia paling akurat pada masanya. Peta buatannya merupakan yang paling
akurat hingga 3 abad ke depan (Lestiawan, 2012).
Johannes Werner memperbaiki dan mempromosikan proyeksi peta Werner (Werner
map projection). Pada tahun 1507, Martin Waldseemüller memproduksi peta dunia globular
dan 12 panel besar peta dunia yang bernama Universalis Cosmographia dan menggunakan
nama Amerika untuk pertama kalinya. Seorang kartografer Portugal bernama Diego Ribero
adalah penulis planisphere pertama dengan garis equator yang bergradasi (gradated).
Kartografer Italia Battista Agnese membuat setidaknya 71 manuskrip atlas dari chart laut
(sea charts) (Lestiawan, 2012).

2.4.2. Kartografi Digital


Peta adalah sarana informasi (spasial) mengenai lingkungan. Pekerjaan teknik sipil
dan perencanaan, pada dasarnya membutuhkan peta-peta dengan berbagai macam jenis tema
dan berbagai macam jenis skala. Pemetaan adalah proses penyajian informasi muka bumi
yang fakta (dunia nyata), baik bentuk permukaan buminya maupun sumbu alamnya,
berdasarkan skalapeta, system proyeksi peta, serta symbol-symbol dari unsur muka bumi
yang disajikan. Kemajuan dibidang teknologi khususnya di bidang computer mengakibatkan
suatu peta bukan hanya dalambentuk nyata (pada selembar kertas, real maps, atau
hardcopy), tetapi juga dapat disimpan dalam bentuk digital, sehingga dapat disajikan pada
layar monitor yang dikenal peta maya (Virtualmaps atau softcopy) (Lail dan Arief, 2015).
Kertanegara et al. (2013), pemetaan digital adalah suatu proses pekerjaan pembuatan
peta dalam format digital yang dapat disimpan dan dicetak sesuai keinginan pembuatnya
baik dalam jumlah atau skala peta yang dihasilkan. Format digital terdiri dari 2 macam yaitu
:
1. Raster
Merupakan format data dengan satuan pixel (resolusi/ kerapatan) ditentukan dalam
satuan ppi (pixel per inch). Tipe format ini tidak bagus digunakan untuk pembuatan
peta digital, karena akanterjadi korupsi data ketika dilakukan pembesaran atau
pengecilan. Contoh format data raster seperti bitmap (seperti tiff, targa, bmp), jpeg,
gif, dan terbaru PNG.
2. Vektor
Merupakan format data yang dinyatakan oleh satuan koordinat (titik dan garis
termasuk polygon) format ini yang dipakai untuk pembuatan peta digital atau sketsa.
Contoh format ini seperti dxf (autocad),fix (xfig), tgif (tgif), dan ps/eps (postscrift).
2.5. Peta Rupa Bumi Indonesia
Peta Rupabumi Indonesia (RBI) adalah peta dasar yang memberikan informasi
secara khusus untuk wilayah darat. Sesuai dengan pasal 17 Undang-Undang No. 4 Tahun
2011 tentang Informasi Geospasial, pemetaan rupabumi di Indonesia diselenggarakan secara
bertahap dan sistematis untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
wilayah yuridiksinya. Dalam pasal 18 ayat 1 dijelaskan bahwa peta rupabumi skala
1:1.000.000, 1:500.000, 1:250.000, 1:100.000, 1:50.000, 1:25.000, 1:10.000, 1:5.000,
1:2.500, dan 1:1.000 menjadi salah satu informasi geospasial dasar yang diselenggarakan
oleh Badan Informasi Geospasial (Hisanah et al., 2015).
Hisanah et al. (2015), mengatakan bahwa peta rupa bumi atau peta dasar merupakan
peta yang menampilkan sebagian unsur- unsur buatan manusia (kota, jalan, struktur
bangunan lain) serta unsur alam (sungai, danau, gunung) pada bidang datar dengan skala dan
proyeksi tertentu. Instansi yang berwenang dan bertanggung jawab dalam pembuatan peta
ini adalah BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membaca peta rupa bumi antara lain:
1. Skala Peta, hal ini berhubungan kuat dengan jarak di lapangan dan peta.
2. Simbol, merupakan penggambaran dari objek yang ada di permukaan bumi.
3. Sistem Koordinat, hal ini berhubungan dengan posisi objek di lapangan.
4. Arah utara, sebagai penunjuk dimana arah utara saat berada di lapangan.
III. MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Hari, tanggal : Rabu, 16 Oktober 2019
Waktu : 12.30 – 14.20 WIB
Tempat : Laboratorium Komputasi, Gedung E, Lantai 2, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,
Semarang

3.2. Materi
1. Digitasi garis pantai
2. Menghitung panjang garis pantai
3. Digitasi abrasi dan akresi
4. Menghitung luas abrasi dan akresi
5. Layouting

3.3. Metode
3.3.1. Digitasi Peta
1. Buka file pantai tahun 2008 pada software qgis lalu klik dua kali
2. Klik ikon New Shapefile layer

3. Akan muncul jendela baru, kemudian file name diisi Garis Pantai 2008, geometry type
diubah mnejadi line, file encoding : UTF 8 dan Name diisi Nama lalu klik add to field list
dan OK

4. klik ikon toogle editing lalu klik add line feature


5. Sebelumnya uncheck layer Perubahan garis pantai 2018, lalu mulai digitasi garis pantai
dengan mengambar garis sepanjang pantai tersebut

6. Setelah selesai, klik kanan lalu akan muncul jendela baru dan Nama diubah menjadi Garis
Pantai 2005

7. Pada layer garis pantai 2008 diklik kanan lalu pilih properties > symbology lalu ubah
warna dan ketebalan garis sesuai keinginan lalu OK
8. Tampilan akan menjadi seperti ini

9. Checklist layer Perubahan Garis Pantai 2018 dan Unchecklist layer Perubahan Garis Pantai
2008

10. Klik ikon new shape layer dan ubah file name menjadi Garis pantai 2018, lakukan hal
yang sama seperti sebelumnya pada layer Garis pantai 2008
11. Digitasi dilakukan dengan membuat garis sepanjang pantai

12. Setelah selesai, klik kanan lalu akan muncul jendela baru dan Nama diubah menjadi Garis
Pantai 2018

13. Pada layer garis pantai 2015 diklik kanan lalu pilih properties > symbology lalu ubah
warna dan ketebalan garis sesuai keinginan lalu OK
14. Tampilan akan menjadi seperti ini

3.3.2. Menghitung Panjang Garis Pantai


1. Klik kanan pada layer garis pantai 2008 lalu pilih open attribute table

2. Akan muncul jendela baru, lalu klik ikon open field calculator
3. Muncul jendela baru, kemudian Ouput file name diubah menjadi panjang, Output file type
diubah menjadi decimal, kemudian pada kolom search diketik “length” lalu pilih $length dan
klik dua kali dan OK

4. Akan terlihat informasi panjang garis pantai pada tabel

5. Klik kanan pada layer Garis Pantai 2015, lalu pilih Open attribute table
6. Klik ikon open field calculator

7. Muncul jendela baru, kemudian Ouput file name diubah menjadi panjang, Output file type
diubah menjadi decimal, kemudian pada kolom search diketik “length” lalu pilih $length dan
klik dua kali dan OK

8. Akan terlihat informasi panjang garis pantai pada tabel


3.3.3. Digitasi Abrasi
1. Klik ikon new shape file layer lalu file name diubah menjadi Abrasi, geometry type diubah
menjadi polygon dan name diubah menjadi nama, add to field list lalu OK

2. Klik ikon toggle editing, lalu klik add polygon feature

3. Sebelum memulai digitasi, klik ikon enable snapping


4. Kemudian mulai digitasi dengan mengambar polygon pada selisih garis antara garis pantai
2005 dan garis pantai 2015

5. Setelah selesai klik kanan lalu name diubah menjadi Abrasi

6. Daerah yang mengalami perubahan akan muncul seperti dibawah ini


3.3.4. Menghitung Luas Abrasi dan Akresi
1. Klik kanan pada layer Abrasi lalu pilih open attribute table

2. Klik ikon open fields calculator

3. Muncul jendela baru, kemudian Ouput file name diubah menjadi luas, Output file type
diubah menjadi decimal, kemudian pada kolom search diketik “area” lalu pilih $area dan klik
dua kali dan OK
4. Informasi luas daerah yang berubah akan ditampilkan pada tabel

3.3.5. Layouting
1. Klik Project lalu pilih New Print Layout

2. Klik Add item lalu pilih Add map


3. Sesuaikan letak peta

4. Klik ikon add new label lalu ubah judul menjadi Peta Perubahan Garis Pantai Lampuuk

5. Judul diubah di dalam kotak Item properties lalu sesuaikan


6. Klik add item lalu pilih add scale bar

7. Sesuaikan posisi skala

8. Klik add item lalu pilih add picture untuk memasukan logo Undip dan Arah Mata Angin
lalu sesuaikan posisi gambar
9. Klik ikon add new label lalu ubah menjadi Nama, Nim dan Kelas

10. Klik add item lalu add legend lalu sesuaikan posisinya

10. Simpan layout peta dengan klik layout lalu pilih export as image dan rename menjadi
Nama Nim
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Digitasi Garis Pantai

Gambar 1. Digitasi Garis Pantai Wisata Ngebum Kendal Tahun 2008

Gambar 2. Digitasi Garis Pantai Wisata Ngebum Kendal Tahun 2018

4.1.2. Panjang Garis Pantai

Gambar 3. Panjang Garis Pantai Wisata Ngebum Kendal Tahun 2008


Gambar 4. Panjang Garis Pantai Wisata Ngebum Kendal Tahun 2018

4.1.3. Digitasi Abrasi

Gambar 5. Digitasi Abrasi Pantai Wisata Ngebum Kendal Tahun 2008-2018

4.1.4. Luas Abrasi dan Akresi

Gambar 6. Luas Abrasi dan Akresi Pantai Wisata Ngebum Kendal Tahun 2008-2018
4.1.5. Layouting

Gambar 7. Peta Perubahan Garis Pantai Wisata Ngebum Kendal Tahun 2008-2018

4.2. Pembahasan
4.2.1. Perubahan Garis Pantai
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perubahan garis pantai dapat dikatakan
terjadi secara terus menerus dalam berbagai proses. Proses perubahan garis pantai ini melalui
proses abrasi atau pengikisan, penambahan atau akresi yang diakibatkan oleh pergerakan
sedimen. Perubahan garis pantai pada dasarnya disebabkan oleh adanya pergerakan angin dan
air yang bergerak dari satu tempat menuju tempat lain, mengikis permukaan tanah selanjutnya
mengendap di tempat tertentu secara terus menerus. Selain faktor alam, faktor aktifitas
manusia juga mempengaruhi perubahan dari garis pantai. Praktikum kali ini menggunakan
aplikasi Google Earth Pro dan QGIS untuk melihat perubahan garis pantai Ngebum, Kendal
pada tahun 2008 dan 2018. Peta pantai Ngebum diambil menggunkan aplikasi Google Earth
Pro yang dapat mengambil data pada tahun 2008 dan 2018. Berdasarkan dari hasil yang sudah
di dapatkan dari perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Ngebum pada tahun 2008
hingga tahun 2018 terlihat cukup signifikan perubahannya. Untuk mengetahui perubahan
yang terjadi adalah dengan cara melakukan digitasi serta diberikan warna yang berbeda pada
setiap tahunnya. Terlihat bahwa didapatkan lebih banyak wilayah yang mengalami abrasi
dibandingkan mengalami akresi pada Pantai Ngebum dari jangka tahun 2008 hingga 2018.
Hal ini didasarkan pada hasil pengolahan data yang dilakukan oleh pengamat.

4.2.2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Garis Pantai


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terkait perubahan garis pantai pada lokasi
Ngebum, Kendal tahun 2008 dan 2018, penyebab terjadinya perubahan garis pantai
dipengaruh oleh faktor alami dan manusia. Faktor alami terdiri dapat dikatakan terdiri dari
sedimentasi, abrasi, pemadatan sedimen pantai, kenaikan muka laut dan kondisi geologi.
Sedangkan faktor manusia ini meliputi penanggulan pantai, penggalian sedimen pantai,
penimbunan pantai, pembabatan tumbuhan pelindung pantai, pembuatan kanal banjir dan
pengaturan pola Daerah Aliran Sungai (DAS). Perubahan garis pantai yang terjadi Pantai
Ngebum sebagian besar mungkin disebabkan oleh kencangnya arus, gelombang dan angin
saat pengambilan citra itu dilakukan. Pengaruh pembangunan dalam terjadinya perubahan
garis pantai hanya sedikit tidak sebanyak faktor alami yang terjadi di Pantai Ngebum, Kendal.
Maka dari itu terlihat bahwa beberapa faktor cukup berdampak pada perubahan garis pantai
pada lokasi pantai Ngebum, Kendal.

4.2.2. Kartografi Digital


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat terkait perubahan garis
pantai, kartografi digital pada hasil yang didapatkan menampilkan informasi mengenai
perubahan garis pantai di Pantai Wisata Ngebum, Kendal pada tahun 2008 – 2018. Adapun isi
dari peta kartografi ini disertai dengan legenda yang berisi keterangan dan warna. Variasi
warna memberikan informasi perbedaan tahun pada digitasi garis pantai. Selain itu, juga
dilengkapi dengan scale bar yang berisi garis skala dalam satuan kilometer, serta dilengkapi
dengan penunjuk mata arah angin, untuk mempermudah dalam memberikan informasi terkait
arah berdasarkan arah mata angin. Sumber peta merupakan hasil unduhan dari Google Earth
Pro sebagai rujukan sumber citra yang telah di download. Pembuatan kartografi digital ini
sangat penting kegunaannya dalam memberikan informasi. Akan tetapi, masih perlu
melakukan ground check untuk memastikan kebenaran atau validasi dari peta tersebut. Hasil
dari kartografi ini memiliki keterangan pelengkap yang berfungsi untuk membantu dalam
menginterpretasi peta dan juga sumber peta yang menunjukan dari mana data peta tersebut
didapatkan. Maka dari itu pengamatan ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan dan
mengetahui hasil dari perubahan garis pantai pada lokasi pantai wisata Ngebum, Kendal.
V. PENUTUP

V.1. Kesimpulan
1. Perubahan garis pantai yang terjadi pada lokasi pantai Ngebum, Kendal pada tahun
2008 – 2018 dikatakan terjadi abrasi dan akresi. Maka dari itu terdapat perubahan
garis pantai pada lokasi tersebut.
2. Peta digital dibuat dengan menggunakan tool new print layout pada QGIS.
Kemudian pengamat peta dapat berkreasi dengan menambahkan scale bar, north
arrow, dan tools lain-lainnya.

V.2. Saran
1. Praktikum selanjutnya diharapkan waktu yang digunakan lebih efektif dan tepat
waktu agar acara berlangsung sesuai dengan seharusnya.
2. Praktikum selanjutnya diharapkan praktikan lebih memperhatikan ketika
penjelasan maupun materi oleh asisten.
3. Praktikum selanjutnya diharapkan penjelasan tidak terlalu cepat agar praktikan
mudah untuk memahaminya.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, M., G. Winarso, dan T. Prayogo. 2011. Kajian Perubahan Garis Pantai Menggunakan
Data Satelit Landsat Di Kabupaten Kendal. Jurnal Penginderaan Jauh, 8: 71-80.
Halim, H., H. Halili dan L. O. A. Afu. 2016. Studi Perubahan Garis Pantai dengan Pendekatan
Penginderaan Jauh di Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia. Sapa Laut. Vol 1 (1) : 24-
31.
Hisanah, N. N., S. Subiyanto, dan A. L. Nugraha. 2015. Kajian Teknis Penerapan Generalisasi
Peta Rupabumi Indonesia (RBI) dari Skala 1 : 50.000 menjadi Skala 1 : 250.000.
Jurnal Geodesi, 4 (4).
Juhadi. 2008. Fungsi dan Aplikasi Peta Rupabumi untuk Pembelajaran di Sekolah.
Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Kertanegara, U., A. Laila N., dan B. Sudarsono. 2013. Peninjauan Secara Kartografis dalam
Pembuatan Peta Kampus Universitas Diponegoro. Jurnal Geodesi, 2 (4).
Lail, J. dan A. R. Kusuma. 2015. Peta Digital Dusun Sentono. Jurnal Inovasi dan
Kewirausahaan, 4 (1).
Lestiawan, Agus. 2012. Sejarah Kartografi. aguslestiawan17.com. Diakses pada tanggal 19
April 2019 pukul 11.13 WIB.
Raihansyah, T., I. Setiawan, dan T. Rizwan. 2016. Studi Perubahan Garis Pantai Di Wilayah
Pesisir Perairan Ujung Blang Kecamatan Banda Sakti Lhokseumawe. Jurnal ilmiah
mahasiswa kelautan dan perikanan unsyiah, 1(1): 46-54.
Yuwono. 2004. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Teknis Pengukuran dan Pemetaan Kota.
Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS.
Zulkarnain, N. dan A.B. Cahyono. 2017. Analisa Kesesuaian Kartografi Peta Desa Skala
1:5000 Berdasarkan Peraturan Kepala BIG Nomor 3 Tahun 2016 (Studi Kasus: Desa
Beran Kabupaten Ngawi). Jurnal Teknik ITS, 6(2): 2337-3520.

Anda mungkin juga menyukai