Anda di halaman 1dari 6

Patient safety adalah kunci penting bagi setiap fasilitas kesehatan.

Hal ini pula yang

menjadi indikator sangat penting dalam penilaian sebuah rumah sakit. Terutama dalam

kepentingan akreditasinya sebagai standar mutu atas pelayanan dan kinerjanya. Untuk

menjamin hal tersebut, maka sudah ditetapkan 6 sasaran keselamatan pasien. Secara

internasional ketentuan tersebut dikenal dengan istilah IPSG (International Patient Safety

Goals). Dalam peraturan tersebut ada enam sasaran untuk menjamin keselamatan pasien.

Ketentuan itu dirilis oleh Joint Commission Internasional atau JCI. Lembaga ini memberikan

dedikasinya untuk peningkatan kualitas layanan fasilitas kesehatan dan juga keselamatan bagi

pasien. Misi dari JCI adalah senantiasa meningkatkan kualitas kesehatan secara berkelanjutan

untuk setiap masyarakat. Dengan cara menjalin kerjasama bersama seluruh stakeholder

terkait, melakukan evaluasi terhadap organisasi pelayanan kesehatan, dan menjadi inspirasi

untuk peningkatan pelayanan pria, efektif dan berkualitas tinggi. Saat ini baru tercatat

beberapa saja rumah sakit di tanah air yang sudah berhasil mendapatkan akreditasi dari

lembaga tersebut.

Mengidentifikasi pasien dengan benar berarti rumah sakit menetapkan regulasi untuk

menjamin ketepatan (akurasi) identifikasi pasien. Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi

di semua aspek diagnosis dan tindakan. Keadaan yang dapat membuat identifikasi tidak benar

adalah jika pasien dalam keadaan terbius, mengalami disorientasi, tidak sepenuhnya sadar,

dalam keadaan koma, saat pasien berpindah tempat tidur, berpindah kamar tidur, berpindah

lokasi di dalam lingkungan rumah sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri, atau

mengalami situasi lainnya.

Meningkatkan komunikasi yang efektif berarti rumah sakit menetapkan regulasi untuk

proses pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis. Rumah sakit menetapkan dan

melakanakan proses komunikasi “Serah Terima” (hand over). Komunikasi dianggap efektif

bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima
informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan

pasien.

Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai berarti rumah sakit

menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan keamanan terhadap obat-obat

yang perlu diwaspadai. Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien,

bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat-obat

yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko

yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada

pasien.

Memastikan lokasi pembedahan yang benar berarti rumah sakit memastikan Tepat-

Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sebelum menjalani tindakan dan atau prosedur.

Rumah sakit memastikan dilaksanakannya proses Time-out di kamar operasi atau ruang

tindakan sebelum operasi dimulai. Salah-Lokasi, Salah -Prosedur, dan Salah-Pasien yang

menjalani tindakan serta prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat

terjadi. Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah

dengan menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand

hygiene) tersedia dari World Health Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi

pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh

rumah sakit. Staf diberi pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan

prosedur menggunakan sabun, disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di

lokasi sesuai dengan pedoman.

Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh berarti berarti rumah sakit

melaksanakan upaya mengurangi risiko cedera akibat pasien jatuh. Rumah sakit melakukan

evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangi risiko pasien jatuh. Rumah

sakit membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi manajemen risiko dan
asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan tempat pelayanan dan

asuhan itu diberikan. Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti

unit terapi fisik), situasi (pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau

cart), tipe pasien, serta gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh

(SNARS Edisi 1, 2018).

Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di rumah sakit.


Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian
atas permasalahan ini. Enam sasaran keselamatan pasien berdasarkan Permenkes RI Nomor
11 Tahun 2017 terdiri dari

penulisan identitas pada gelang identitas pasien menggunakan tinta hitam dan dapat
dibaca dengan jelas, nama lengkap tertulis dengan benar dan menggunakan huruf kapital.

hampir mencapai 100% dikarenakan sudah ada format SBAR, akan tetapi perintah lisan atau
via telepon hanya didokumtasikan pada catatan instruksi dokter oleh penerima perintah

dan juga melakukan tindakan perbaikan dengan memberikan arahan kepada perawat

dan melakukan perbaikan terhadap pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di ruang rawat

inap agar sesuai dengan standar.

nurse manager harus berupaya sepenuhnya dalam meningkatkan mutu patient safety
tersebut dengan melakukan upaya-upaya terbaik melalui pengendalian mutu patient safety.

RSUD R.M Djoelham Binjai merupakan rumah sakit tipe B di Kota Binjai yang

memiliki 14 ruang rawat inap dan merupakan pusat rujukan kesehatan di wilayah Kota

Binjai. RSUD R.M Djoelham Binjai telah mendapatkan sertifikat lulus akreditasi tingkat

paripurna pada tahun 2018.

Peneliti menemukan pelaksanaan identifikasi pasien dilakukan oleh perawat, dokter,

dan petugas pemberi layanan lainnya seperti petugas farmasi, gizi dan laboratorium.
Dari beberapa penelitian, belum ada penelitian yang spesifik mengarah kepada

pengalaman nurse manager dalam pengendalian mutu patient safey dari sudut pandang nurse

manager,

nurse manager mengatakan masih menemukan perawat yang belum melaksanakan

identikasi pasien dengan benr dan dalam pelaksanaan komunikasi efektif belum semua

perawat melakukan konfirmasi ulang pada saat melakukan komunikasi dengan dokter.

Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien tidak terlepas dari kemungkinan

terjadinya risiko. Tidak ada yang menginginkan risiko tersebut terjadi selama pasien dirawat

termasuk nurse manager di ruang rawat inap.

Pengendalian mutu yang dilakukan oleh nurse manager dapat mencegah terjadinya

insiden keselamatan pasien dan meningkatkan mutu rumah sakit. oleh karena itu dibutuhkan

upaya nurse manager dalam melakukan pengendalian mutu patient safety.. Oleh sebab itu,

nurse manager perlu melakukan pengendalian/ pengawasan terhadap pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien di ruang rawat inap secara berkala dan mendukung pelaksanaan

keselamatan pasien agar dapat berjalan dengan optimal dan sesuai standar yang telah di

tetapkan.

Handover merupakan proses penyampaikan laporan yang berkaitan dengan keadaan

pasien (termasuk tanggung jawab). Laporan shift dijelaskan secara lengkap mengenai

tindakan mandiri perawat serta semua perkembangan pasien (Nursalam, 2014). Operan

adalah komunikasi dan serah terima tanggung jawab antara shift pagi, sore dan malam.

Operan dipandu oleh kepala ruangan maupun ketua tim pelaksana demi menjaga

kesinambungan keperawatan selama 24 jam. Tujuan handover secara umum adalah

mengidentifikasi dan meningkatkan efisiensi operan melalui transfer informasi yang

berkesinambungan. Nursalam (2014) menyebutkan beberapa tujuan timbang terima pasien


yaitu menyampaikan kondisi pasien, menyampaikan informasi yang telah dan belum

dilaksanakan pada asuhan keperawatan, menyampaikan informasi tindakan yang harus

ditindaklanjuti oleh tim pelaksana selanjutnya dan menyusun rencana kerja untuk tim

pelasana selanjutnya.

Timbang terima memiliki 3 tahapan prosedur sebagai berikut (Simamora, 2018) yaitu

a. Pra-Pelaksanaan

Pra-pelaksanaan dilaksanakan di nurse station, dimulai dengan kepala ruangan

menyampaikan salam dan memberikan aba-aba untuk persiapan pelaksanaan handover

(masing-masing penanggung jawab shift memastikan anggota tim agar siap dalam mengikuti

handover). Kepala ruangan memastikan kesiapan keseluruhan tim. Kepala ruangan membuka

kegiatan handover.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan dilaksanakan di nurse station dan dilanjut ke bedside pasien. Kepala ruangan

meminta penanggung jawab shift yang akan mengkhiri shift-nya untuk membacakan laporan

shift-nya per-pasien mengikuti format SBAR yaitu situation, background, assesment,

recommendation. Jika laporan telah selesai disampaikan, tim perawat yang akan memulai

shift-nya dapat melakukan klarifikasi terhadap laporan yang ada terhadap sesuatu yang kurang

dimengerti. Perawat penanggung jawab shift yang akan mengakhiri shift-nya, mengajak tim

perawat yang akan memulai shift-nya melakukan klarifikasi langsung ke ruangan pasien atau

bedsite pasien (nurse visite). Penanggung jawab tim perawat yang akan mengakhiri shift-nya

kembali menjelaskan satu per satu pasien yang dikunjungi berdasarkan format komunikasi

metode SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation), dan perawat yang

menerima shift jaga melakukan klarifikasi.

c. Pasca-pelaksanaan
Pasca-pelaksanaan, yaitu kembali dilaksanakan di nurse station. Penanggung jawab tim

perawat yang akan mengakhiri shift-nya kembali menanyakan apakah ada hal-hal yang perlu

diklarifikasi kembali (diskusi dilanjutkan). Apabila kedua shift telah menyepakati kegiatan

handover, kepala ruangan mempersilahkan kedua penanggung jawab shift untuk melakukan

penandatanganan, serah terima shift (handover) , yang selanjutnya kepala ruangan

menandatanganinya sebagai saksi yang mengetahui.

a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara

terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah menuju keselamatan pasien

b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko

keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian Tidak Diharapkan.

c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan

individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.

d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan

meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.

e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektivitas kontribusinya dalam meningkatkan

kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai