Tiada untaian kata yang lebih indah selain ucapan syukur ke hadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan karunia, taufik, hidayah, serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan. Tidak lupa pula senantiasa kita panjatkan selawat serta salam
penyusunan makalah ini, disadari bahwa dalam tahap penyusunannya, tidak terlepas
dari berbagai kendala yang menghambat penyusunan. Namun berkat bantuan dan
motivasi dari berbagai pihak, sehingga kendala dan halangan tersebut dapat teratasi.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dosen mata kuliah, teman-teman, serta
pihak – pihak lainnya yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini yang tidak
sempat disebutkan.
Dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat saya harapkan. Walau demikian, saya tetap berharap
Amin.
PENYUSUN
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan………………………………………………………….....................2
3.1 Kesimpulan………………………………………………………...………13
PUSTAKA……………………………………………….....………iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 Km
serta terdiri dari 70% perairan dan 30% daratan merupakan kawasan pesisir lautan yang
memiliki berbagai sumber daya hayati yang sangat besar dan beragam. Berbagai sumber
daya hayati tersebut merupakan potensi pembangunan yang sangat penting sebagai
rumput laut dunia yaitu sekitar 60-70 % kebutuhan pasar dunia (Fatmawati, dkk., 2013).
laut memiliki kandungan metabolit primer dan sekunder. Kandungan metabolit primer
seperti vitamin, mineral, serat, alginat, keragenan dan agar banyak dimanfaatkan sebagai
bahan kosmetik untuk pemeliharaan kulit. Selain kandungan primernya yang bernilai
ekonomis, kandungan metabolit sekunder dari rumput laut berpotensi sebagai produser
metabolit bioaktif yang beragam dengan aktivitas yang sangat luas sebagai antibakteri,
permintaan pasar yang terus meningkat. Eucheuma spinosum merupakan salah satu
jenis algae merah menghasilkan karagenan yang banyak dimanfaatkan dalam bidang
Eucheuma dan biasanya metode budidaya yang digunakan adalah metode dasar dan
lepas dasar atau metode terapung (Aslan, 2005). Usaha budidaya dilakukan secara
intensif akan memberikan hasil yang baik, yaitu meningkatnya produksi dan ekspor
rumput laut.
antibiotik. Seiring dengan meningkatnya resistensi bakteri di dunia kesehatan, maka perlu
adanya penemuan obat baru. Sumber antibakteri baru dapat diperoleh dari senyawa
bioaktif yang terkandung dalam suatu tumbuhan, salah satunya dari rumput laut.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dengan pelarut yang melibatkan perpindahan zat
terlarut ke dalam pelarut. Maka disusunlah makalah ini untuk mengetahui aktivitas
antibakteri ekstrak kasar rumput laut terhadap bakteri uji M. Tuberculosis serta
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Eucheuma spinosum mampu bersifat sebagai anti bakteri?
2. Senyawa metabolit sekunder apa yang terkandung dalam Eucheuma spinosum dan
Tuberculosis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sifat Eucheuma Spinosum sebagai anti mikroba.
Tuberculosis. .
BAB II PEMBAHASAN
A. Rumput Laut
Rumput laut (seaweed) adalah ganggang berukuran besar (macroalgae) yang
merupakan tanaman tingkat rendah dan termasuk kedalam divisi thallophyta. Dari segi
morfologinya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang
dan daun, Secara keseluruhan, tanaman ini mempunyai morfologi yang mirip, walaupun
Bentuk thallus rumput laut ada bermacammacam, antara lain bulat, seperti tabung,
pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong dan rambut dan sebagainya (Alam, 2011).
tanaman ini tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Fungsi ketiga bagian
tersebut digantikan oleh thallus. Tiga kelas utama rumput laut dari thallophyta adalah
(ganggang hijau) yang ketiganya dibedakan oleh kandungan pigmen dan klorofil.
Rhodophyceae yang umumnya berwarna merah, coklat, nila dan bahkan hijau
hijau karena sel-selnya mengandung klorofil a dan b dengan sedikit karoten (Alam,
2011).
Rumput laut bukanlah suatu hal yang asing. Bagi masyarakat yang bermukim di
sehari-hari, baik sebagai bahan obat tradisonal maupun bahan makanan. Adanya
2012).
asam lemak esensial, vitamin dan mineral. Rumput laut saat ini banyak digunakan
sebagai suplemen makanan diet dalam kehidupan sehari-hari dan mengatur kesehatan
jika terdapat jumlah radikal bebas yang berlebih akan berbahaya bagi manusia dan akan
Rumput laut mempunyai fungsi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung atau dikenal secara ekologi rumput laut menyediakan makanan bagi
ikan dan invertebrta terutama thallus muda. Sedangkan secara tidak langsung rumput
tekstil, kulit dan industri lainnya (Indriani dan Sumiarsih,1991). Rumput laut hijau, merah
ataupun coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat
bagi pengembangan (1) industry farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti
kanker atau sebagai reversal agent dan (2) industri agrokimia terutama untuk
Saat ini, sekitar 50% dari obat yang digunakan dalam uji klinis
untuk aktivitas anti kanker diisolasi dari sumber alami seperti rumput laut dan rempah-
rempah. Sejumlah senyawa aktif seperti flavonoid, terpenoid, dan alkaloid telah terbukti
memiliki aktifitas anti kanker. Menurut laporan dari National Cancer Institute (NCI),
kriteria aktivitas anti kanker untuk ekstrak kasar tumbuhan adalah IC50<30 μg/ml
Menurut Kordi (2010) bahwa rumput laut banyak dimanfaatka oleh masyarakat
pesisir sebagai obat luar, salah satunya sebagai bahan antiseptik alami. Hasil penelitian
menunjukkan potensi rumput laut sebagai antibakteri patogen yang dapat menyebabkan
penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi adalah infeksi pada kulit.
patogen yang sering menyebabkan infeksi kulit pada manusia, sedangkan Micrococcus
luteus
merupakan bakteri yang sering ditemukan menginfeksi kulit ikan (Refdanita, dkk., 2004).
Rumput laut merah merupakan jenis yang paling banyak di manfaatkan dan bernilai
ekonomis. Tumbuh di dasar perairan laut sebagai fitobentos dengan menancapkan atau
meletakkan pada substrat lumpur, pasir, karang hidup dan mati. Jenis rumput laut merah
yang banyak dimanfaatkan seperti Eucheuma sp., Gelidium sp., Gracilaria sp., dan
Hypnea sp. Di Indonesia sudah banyak produksi bahan baku rumput laut karena
fikobilin. Ciri khas rumput laut merah yaitu mengandung pigmen fikobilin yang terdiri
dari fikoeritrin dan fikosianin. Alga merah (Rhodophyceae) merupakan salah satu
organisme laut yang dapat menyediakan sumber bahan alam dalam jumlah yang
melimpah dan mudah untuk dibudidayakan. Berbagai bahan aktif dari alga telah
Rumput laut dianggap sebagai sumber biomassa generasi ketiga untuk produksi
bioetanol. Rumput laut memiliki produktivitas yang tinggi per satuan luas per tahun, dan
(Sabah), Tanzania, dan Kiribati. Polisakarida di spesies Eucheuma sebagian besar dalam
bentuk karagenan, sebagai komponen dinding sel. Karagenan adalah utama polisakarida
hadir dalam banyak makroalga merah (rumput laut) (Ra, dkk., 2015).
Eucheuma adalah alga merah yang biasa ditemukan di bawah air surut ratarata
pada pasut bulan-setengah. Alga ini mempunyai thallus yang silindris berdaging dan kuat
dengan bintil-bintil atau duri-duri yang mencuat ke samping pada beberapa jenis,
thallusnya licin. Warna alganya ada yang tidak merah, tetapi hanya coklat kehijau-
Di Indonesia tercatat empat jenis, yakni Eucheuma spinosum, Eucheuma edule, Eucheuma
Eucheuma cupressoideum dan masih banyak lagi yang lain. Kelompok Eucheuma yang
spinosum. Eucheuma cottoni dapat menghasilka kappa karaginan dan telah banyak
batua, benda keras, dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum memerlukan sinar
matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada lapisan fotik. Habitat khas
dari Eucheuma adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, lebih
menyukai variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Alam, 2011).
Eucheuma spinosum termasuk dalam kelas Rhodophyceae atau alga merah dengan
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
opuntia mengandung senyawa polifenolik atau flavonoid yang terdiri dari quercitrin,
laut Euceuma spinosum juga merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan
keterbatasan karena perubahan pola resistensi di patogen dan efek samping yang
dihasilkan. Dengan kekurangan ini, maka perlu meningkatkan propeto farma kinetik
yang memerlukan penelitian lebih jauh untuk pencarian senyawa antimikroba baru
sebagai pengembangan obat. Rumput laut telah banyak digunakan sebagai obat
tradisional yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sejak tahun 1971. Sejak itu,
nama komersial dan perdagangan yaitu Eucheuma spinosum (Al-hajj, dkk., 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular kronis dan salah satu musuh utama
manusia dari dahulu. Hari ini masih tetap sebagai salah satu yang paling serius dari
masalah medis dan sosial. Menurut estimasi oleh Dunia Organisasi Kesehatan (WHO),
delapan juta orang mengembangkan penyakit TBC setiap tahunnya, sementara dua juta
orang meninggal dan tiga lain juta kasus baru yang ditambahkan setiap satu tahun
(WHO, 2008).
MDR-TB. Untuk mengatasi situasi ini, perlu dan penting untuk mengembangkan tidak
hanya pengobatan baru, seperti terapi kombinasi antara obat klinis dengan produk
senyawa alami, tetapi juga obat anti mikobakteri untuk kontrol klinis berkhasiat
terhadap pasien Tuberkolosis (TBC). Di sisi lain, lingkungan laut mengandung lebih dari
80% tanaman dan species hewan dengan lebih dari 150.000 rumput laut ditemukan di
zona intertidal dan perairan tropis lautan, sebagai sumber produk alami. Penelitian hasil
produk alam telah memberikan sejumlah obat dan senyawa baru, yang diisolasi dari alga
laut ditemukan menjadi aktif terhadap MDR TB.Mengingat potensi dan keanekaragaman
hayati flora alami di Indonesia terutama ganggang laut, penting untuk menjelajahinya
untuk prototipe obat baru untuk penyakit TBC (Ahmad dan Massi, 2013).
dan pelarut menguap untuk mendapatkan ekstrak coklat gelap sebesar 312 g. Ekstrak
dengan VLC dan menghasilkan fraksi utama. Tes kemurnian dilakukan dengan analisis
KLT.
2. Instrumen
Titik leleh ditentukan dengan menggunakan mikro pengukuran titik leleh.
spektrum 1H, 13C dan HMBC diperoleh menggunakan Bruker, Jerman DPX-500
spektrometer pada 300 MHz (1H) dan 125 MHz (13C) dengan TMS sebagai standar
eksternal. Pemisahan dan identifikasi senyawa dilakukan dengan VLC oleh Merck Si gel
60 (230-400 mesh), dan TLC pada aluminium atau kaca piring dilapisi dengan
aktif terhadap ekstrak Methanol, fraksi kloroform, dan senyawa 1 dengan konsentrasi
pelarut DMSO sebagai kontrol negatif ditambah INH sebagai kontrol positif . Untuk
Hasil yang di peroleh dari tahap-tahap tersebut bahwa ekstrak metanol dari
mendapatkan senyawa 1. Senyawa 1 yang di peroleh adalah kristal bubuk putih dengan
titik leleh 176-177 °C, memberikan indikasi adanya triterpenoid. Menggunakan spektrum
(1097), kelompok alifatik (2962, 2918 dan 2850), C = C (1635), CH2 (1459), CH3 (1378),
C= O (1705, 1072) dan pita serapan kuat di 1026 yang ditandai sebagai senyawa asam
Spektrum 1H NMR memperlihatkan kehadiran tujuh kelompok metil tersier pada karbon
jenuh yang merupakan proton aksial yang melekat pada C-4 mengandung gugus metil,
satu olefin proton dan dua karbon olefin yang menunjukkan bahwa senyawa 1 milik
triterpenoid, dan ikatan rangkap C=C adalah pada C-12 dan C-13 (Ahmad dan Massi,
2013).
Pada uji antimikroba dari semua fraksi, dan senyawa 1 pada konsentrasi 10 µg /
mL diukur dengan menginkubasi sel mikobakteri pada media. Fraksi MeOH pada
fraksi kloroform dan senyawa 1 di konsentrasi yang sama tidak ada pertumbuhan koloni
M. tuberculosis pada medium. Namun, kontrol negatif (DMSO) melakukan aktivitas anti-
konsentrasi yang berbeda 0, 0,5, 2, dan 4 mg/ mL. Senyawa 1 pada konsentrasi 0,5 dan 2
Selain sebagai anti bakteri Eucheuma spinosum juga bisa sebagai anti oksidan.
Elektron sel manusia biasanya tidak dalam kesetimbangan akibat serangan radikal bebas
yang membawa berbagai penyakit sebagai akibat dari perubahan dalam rantai elektron
dalam tubuh. Mengkonsumsi tanaman yang mengandung anti oksidan adalah sebagai
salah satu solusi untuk menetralkan radikal bebas tersebut. Rumput laut merah
merupakan salah satu tanaman yang mengandung anti oksidan yang dapat diperoleh
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Jenis rumput laut merah (Eucheuma spinosum) mempunyai banyak manfaat salah
3. Senyawa Triterpenoid Asam Karboksilat yang diisolasi dari rumput laut merah
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui lebih
banyak lagi tentang alga merah khususnya Eucheuma spinosum serta manfaat-manfaatnya
guna menambah wawasan untuk pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A., dan Massi, M. N., 2013, Inhibitive Enhancement of Isoniasid Treatment On
Mycobacterium Tubercolosis Through Triterpenoid Carbocylic Acid From Red
Algae Euchema Spinosum, International Journal of Pharma and Bio Sciences, 4
(2): 231-237.
Al-hajj, N., Mashan, N.I., Shamsudin, M.N., Mohamad, H., Virappan, C.S., Sekawi,
Alam, A.A., 2011, Kualitas Karaginan Rumput Laut Jenis Eucheuma spinosum Di
Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar, Skripsi pada FIKP Universitas
Hasanuddin: Diterbitkan.
Bachtiarp, A. 2007. Penelusuran Sumber Daya Hayati Laut (Alga) Sebagai Biotarget
Industri. [Makalah], Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran, Jatinagor.
Dotulong, V., Widjanarko, S.B., Yunianta, Mamahit, L.P, 2013, Antioxidant Activity of
Three-Marine Algae Methanol Extract Collected from North
Fathmawati, D., Abidin, R.P., Roesyadi, A., 2013, Studi Kinetika Pembentukan Karaginan
Dari Rumput Laut, Jurnal Teknik Pomits, 1, 2301-9271.
Fattah, A., Muslimin, L., Omar, S.B.A., Efektifitas Alga Merah Eucheuma spinosum
Sebagai Anti Bakteri Patogen Pada Organisme Budidaya Pesisir dan Manusia,
Makassar, Sulawesi Selatan.
Foon, T.S., Ai, L.A., Kuppusamy, P., Yusoff, M., Govindan, N., 2013, Studies on in-vitro
antioxidant activity of marine edible seaweeds from the east coastal region of
Peninsular Malaysia using different extraction methods, Journal of Coastal
Life Medicine, 1 (3): 193-198.
Indriani, H dan Sumiarsih, E., 1997, Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut.
Kordi, K. 2010. A to Z Budi Daya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik dan Obat-obatan.
Penerbit Andi, Yogyakarta: 226 hlm.
Prajitno, A. 2006. Pengendalian Penyakit Vibrio harveyii dengan Ekstrak Rumput laut
(Halimeda opuntia) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fab) PL13.
Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.
Ra, C.H., Jung, J.H., Sunwoo, I.Y., Kang, C.H., Jeong, G.T., Kim, S.K., 2015, Detoxification
of Eucheuma spinosum Hydrolysates with Activated Carbon for Ethanol
Production by the Salt-Tolerant Yeast Candida tropicalis, J. Microbiol.
Biotechnol, 25 (6): 856–862
Refdanita, Maksum, R., Nurgani, A., dan Endang, P. 2004. Faktor yang
Mempengaruhi Ketidaksesuaian Penggunaan Antibiotika dengan Uji
Kepekaan di Ruang Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 20012002.
Makara, Kesehatan, 8 (1): 21-26.
Sujatha, S., Rajasree, S.R., Sowmya, J.D., Donatus, M., 2015, Imminent Intriguing
Acquired Potential Biological Effect Of Marine Sea Weeds, World Jurnal Of
Pharmaceutical Research, 4 (5): 524-541.
Sulistyowati, H. 2003, Struktur Komunitas Seaweed (rumput laut) di Pantai Pasir Putih
Kabupaten Situbondo, Jurnal Ilmu Dasar. 4 (1): 58-61.
Zainuddin, E. N dan Malina, A, C. 2009. Skrining Rumput Laut Asal Sulawesi Selatan sebagai
Antibiotik Melawan Bakteri Patogen pada Ikan. [Laporan Penelitian] Research
Grant, Biaya IMHERE-DIKTI.