Disusun Oleh:
Rakina Ristiadi
(1901095022) 4A Pendidikan Geografi
2021
PETA PERSEBARAN PENDUDUK
TRANSMIGRASI
Transmigrasi merupakan bentuk migrasi yang direncanaka, diseleksi dari penduduk di pulau yang padat ke pulau yang penduduknya
jarang, Transmigrasi adalah satu bentuk migrasi internal di Indonesia, yaitu perpindahan penduduk dari tempat tinggal permanen di Jawa ke
luar pulau Jawa. Program ini dimulai pada masa Hindia Belanda dengan nama kolonisasi yang tujuan awalnya untuk mengurangi kepadatan
penduduk di pulau Jawa. Pada tahun 1905 dengan daerah tujuan Lampung terjadi pertama kali pemindahan penduduk dari Jawa Tengah.
Dan setelah Indonesia merdeka (1946), nama program ini berubah menjaditransmigrasi. Istilah transmigrasi tidak hanya dikenakan pada
migrasi yang disponsori pemerintah, tetapi juga migrasi atas inisiatif sendiri. Keberhasilan program ini sangat dipengaruhi oleh informasi
keberhasilan migran terdahulu. Kekuatan sentripetal migran dapat menarik penduduk dari daerah asal untuk bermigrasi. Dalam hal ini
transmigran pionir memegang peranan penting dalam meningkatnya jumlah transmigran swakarsa (transmigrasi atas swadaya sendiri).
Karena selain mendapat informasi keberhasilan, migran baru juga ditampung dan dicukupi kebutuhan makannya oleh migran lama, dan di
bantu untuk memperoleh sebidang tanah pertanian(jual beli).
URBANISASI
Proses meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di daerah perkotaan lazim disebut urbanisasi. Penyebab terjadinya proses
urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa kekota, pertumbuhan alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah, maupun perubahan
status wilayah dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan.Urbanisasi sangat terkait dengan mobilitas maupun migrasi penduduk. Ada
sedikit perbedaan antara mobilitas dan migrasi penduduk. Mobilitas penduduk didefinisikan sebagai perpindahan penduduk yang melewati
batas administratif tingkat II, namun tidak berniat menetap di daerah yang baru. Sedangkan migrasi didefinisikan sebagai perpindahan
penduduk yang melewati batas administratif tingkat II dan sekaligus berniat menetap didaerah yang baru tersebut. Diperkirakan bahwa proses
urbanisasi di Indonesia akan lebih banyak disebabkan migrasi desa-kota. Perkiraan ini didasarkan pada makin rendahnya pertumbuhan
alamiah penduduk di daerah perkotaan, relatif lambannya perubahan status dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, serta relatif
kuatnya kebijaksanaan ekonomi dan pembangunan yang memperbesar daya tarik daerah perkotaan bagi penduduk yang tinggal di daerah
pedesaan. Dengan rendahnya tingkat kelahiran dan kematian, ukuran keluarga menjadi kecil, kesejahteraan keluarga dan masyarakat
meningkat, akan mendorong keinginan penduduk untuk melakukan mobilitas menuju daerah perkotaan. Arus gerak penduduk dari desa ke
kota di Indonesia meningkat dikarenakan:
1. Perbaikan sarana transportasi desa ke kota.
2. Meningkatnya jasa angkutan umum yang menembus kedesa-desa terpencil.
3. Meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga mampu membayar biaya perjalanan.
4. Mampu membeli kendaraan pribadi.
Urbanisasi di negara sedang berkembang merupakan sebuah permasalahan karena keterbatasan kemampuan penyediaan lapangan
pekerjaan dan berbagai fasilitas umum di kota. Seperti masalah pemukiman dan slum area, kesehatan masyarakat, sanitasi dan pengelolaan
sampah domestik, masalah pencemaran udara dan kriminalitas. Untuk mengurangi arus migrasi desa ke kota, pemerintah Indonesia
melakukan desentralisasi pembangunan. Dengan harapan dapat menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah-daerah
sehingga arus migrasi tidak terpusat ke Jakarta dan Jawa Barat. Selain itu dilakukan peningkatan produktivitas ector pertanian, sehingga
penduduk desa kembali tertarik untuk berusaha dibidang pertaniandantinggaldipedesaan.
PERSEBARANPENDUDUK
Penduduk merupakan sumber daya manusia yang sangat bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan. Hanya saja jumlah penduduk
seringkali tidak diimbangi dengan kualitasnya, sehingga tidak membawa kemaslahatan dan bahkan membawa persoalan. Persoalan
kependudukan antar masing-masing negara berbeda. Di Jerman, Luxemburg, Austria pertumbuhan penduduk minus. Sementara di negara
lain berlebihan, dan banyak contoh persoalan lainnya. Di Indonesia masalah-masalah kependudukan yang mendasar diantaranya adalah
Menggambarkan jumlah penduduk yang tetap, jumlah kelahiran dan kematian seimbang (L=M). Pertumbuhan penduduk nol (zero
population growth), misal: Inggris, Jepang.
Jumlah angkatan kerja yang menganggur diperkirakan tiap tahun meningkat 2 persen. Makin besarnya angka pengangguran
menimbulkan kerawanan sosial, tingkat kriminalitas tinggi dan membebani negara. Banyaknya jumlah pengangguran ini terjadi karena
pertumbuhan tenaga kerja tidak seimbang dan pertumbuhan lapangan kerja. Jumlah pengangguran tinggi juga berarti menambah angka
ketergantungan.
Sistem demografik sebagi sebuah sistem bersifat terbuka, sehingga ketiaga subsistemnya secara bersama-sama atau sendiri-sendiri
berinteraksi dan saling bergantung dengan sistem-sistem di luar sistem demografik, yakni sistem-sistem ideology, politik, ekonomi, sosial
budaya, dan sistem lingkungan hidup dan sumber daya alam. Dengan menggunakan model sistem inilah dapat dipahami mengapa jumlah
penduduk yang tinggi dengan laju pertumbuhan yang tinggi menimbulkan masalahperkembangan ekonomi, sebaliknya dapat dipahami pula
mengapa kondisi ekonomi yang rendah berdampak pada mortalitas yang tinggi (Soerjani dkk, 1987).
Untuk memecahkan permasalahan kependudukan di Indonesia dapat dilakukan beberapa pendekatan, yakni :
1. Pendekatan sistematis, merupakan pendekatan untuk mengurangi atau menghilangkan masalah-masalah atau fenomena kependudukan
yang dianggap sebagai gangguan (ideologis, politis, ekonomis, sosial budaya, hankam maupun seg-segi kehidupan lainnya) dalam
kaitannya dengan penggunaan sumber-sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hanya saja pendekatan ini lebih bersifat simtomis dan
tidak tertuju kepada sebab-sebab yang pokok. Contoh pelksanaan pendekatan ini adalah program transmigrasi untuk mengurangi kepadatan
penduduk di Pulau Jawa, program gerkaan kembali ke desa (GKD) untuk mengurangi gelandangan dan pengangguran di kota, dan lain-
lain.
2. Pendekatan kausal, pendekatan untuk mempengaruhi subsistemsubsistem pokok dari sistem demografik, yaitu subsistem fertilitas,
mortalitas, dan migrasi/mobilitas. Pendekatan ini langsung tertuju pada sebab-sebab pokok yang memberikan corak dan sifat penduduk.
Misalnya untuk mengurangi subsistem fertilitas (tingkat pertumbuhan yang tinggi) dilakukan program keluarga berencana, untuk
mempengaruhi subsistem mortalitas maka dilakukan peningkatan pelayanan kesehatan dan pemberian gizi kepada ibu hamil dan bayi.
3. Pendekatan integral, merupakan gabungan dari pendekatan sistematis dan kausal yang dilaksanakan secara bersama-sama. Pendekatan
ini akan lebih efektif dalam menangani masalah kependudukan dengan tetap berjalan secara serasi dengan usaha meningkatkan
kesejahteraan penduduk. Pendekatan ketiga ini pulalah yang perlu banyak diterapkan bila perkembangan penduduk telah mencapai tarap
mengganggu keberlangsungan hidup dan menghambat perbaikan kesejahteran hidup penduduk. Pendekatan ini perlu digunakan ketika para
penentu kebijakan dihadapkan pada kesukatan membedakan apakah suatu intervensi akan tertuju kepada sebab (kausal) ataukah kepada
gejala (sistem).
KEP. RIAU 1 111,0 1 144,7 1 179,0 1 063,8 1 096,9 1 130,5 2 174,8 2 241,6 2 309,5
LAMPUNG 4 289,9 4 327,8 4 364,3 4 087,8 4 129,8 4 170,6 8 377,7 8 457,6 8 534,8
MALUKU 882,2 891,4 900,4 867,3 877,1 886,7 1 749,5 1 768,5 1 787,1
MALUKU 621,2 629,3 637,3 597,5 606,3 615,0 1 218,8 1 235,7 1 252,3
UTARA
NUSA 2 480,8 2 522,6 2 563,9 2 596,9 2 629,8 2 662,0 5 077,7 5 152,4 5 225,9
TENGGARA
BARAT
NUSA 2 655,5 2 693,7 2 731,6 2 704,7 2 743,5 2 781,8 5 360,3 5 437,2 5 513,4
TENGGARA
TIMUR
PAPUA 1 734,0 1 756,1 1 777,7 1 566,2 1 591,0 1 615,4 3 300,2 3 347,1 3 393,1
PAPUA 494,9 506,4 518,1 446,5 457,2 468,0 941,4 963,6 986,0
BARAT
RIAU 3 440,0 3 497,0 3 553,2 3 277,6 3 338,1 3 398,0 6 717,6 6 835,1 6 951,2
SULAWESI 673,3 682,8 692,2 666,8 676,4 686,0 1 340,1 1 359,2 1 378,1
BARAT
SULAWESI 4 277,1 4 313,4 4 348,5 4 471,0 4 506,2 4 540,3 8 748,1 8 819,5 8 888,8
SELATAN
SULAWESI 1 528,2 1 546,8 1 565,1 1 473,8 1 495,3 1 516,6 3 001,9 3 042,1 3 081,7
TENGAH
SULAWESI 1 314,6 1 333,8 1 352,9 1 309,0 1 329,8 1 350,6 2 623,6 2 663,7 2 703,5
TENGGARA
SULAWESI 1 261,4 1 270,7 1 279,6 1 213,0 1 223,4 1 233,4 2 474,4 2 494,1 2 512,9
UTARA
SUMATERA 2 692,6 2 727,0 2 760,6 2 719,3 2 752,5 2 785,1 5 411,8 5 479,5 5 545,7
BARAT
SUMATERA 4 257,1 4 308,1 4 358,0 4 134,4 4 189,1 4 242,8 8 391,5 8 497,2 8 600,8
SELATAN
SUMATERA 7 229,4 7 312,2 7 392,7 7 246,5 7 327,2 7 405,7 14 476,0 14 639,4 14 798,4
UTARA
Daftar Pustaka