Anda di halaman 1dari 6

PERTEMUAN KEDUA: PENGANTAR HUKUM GEREJA

POKOK-POKOK PERSOALAN SEPUTAR NAMA, TUJUAN-FUNGSI


DAN SUMBER DARI PERATURAN GEREJA

1.1 Peraturan-Peraturan Dalam Suatu Komunitas Gereja

1.1.1 Penamaan

Nama umum peraturan-peraturan Gereja Katolik Romawi dalam bahasa Latin adalah
IURIS CANONICI/HUKUM KANONIK. Iuris (hukum) adalah sebuah undang-undang atau
norma tingkah laku. Undang-undang adalah hasil dari pertimbangan sehat yang bertujuan
untuk kebaikan semua anggota gereja.

Kanon memang bukan merupakan kata yang lazim tetapi sudah dipakai untuk
mendeskripsikan peraturan-peraturan gereja Katolik. Kata Kanon berasal dari bahasa Yunani,
yang berarti sejenis buluh (buluh = tanaman berumpun berakar serabut yang batangnya
beruas-ruas, berongga dan keras, bambu, aur seperti betung), mistar / penggaris. Kanon
menggambarkan ukuran/- mistar penggaris yang dipakai oleh seorang tukang kayu atau oleh
seorang pelukis/perancang model. Kanon adalah suatu standar, suatu norma atau patokan
yang dengannya semua benda atau segala hal dapat diukur. Kanon kemudian diartikan
sebagai suatu peraturan tingkah laku, suatu patokan bagi tindakan manusia. Istilah ini
digunakan dalam pengertian biblis sebagaimana kita temukan dalam Perjanjian Baru,Gal.
6:16, “Dan semua orang yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya
damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah”. Filp. 3:16”...Tetapi
baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang kita
tempuh.”

Kata Latin “Regula” juga berarti: mistar, kayu pengukur, ukuran, penentuan undang-
undang, model, contoh, pola dan darinya kita mengenal term “Regulation”-“Peraturan”.

Bahasa Yunani dan Latin memiliki kata lain untuk “Law”, Hukum/Undang-Undang,
yaitu Nomos dan Lex. (Lex, Legis-f = undang-undang, rumusan undang-undang; Taurat
Musa; Lex Romana=undang-undang Romawi; suasana, situasi-lex peccati; Kaidah-lex
rhetorica. Legalis (ks) = yang menurut hukum, sah; ikhlas, jujur, menurut undangg-undang
Allah; sah, Kanonik, yang diakui gereja/documenta). Tetapi gereja menetapkan untuk
menamakan peraturan-peraturanya ”Kanon-kanon/canonici” sebab gereja mengakui bahwa
peraturan-peraturannya berbeda dari undang-undang kerajaan Romawi.

Dalam kenyataannya, kanon-kanon tersebut disamakan/diperbandingkan dengan


pendapat-pendapat yang mengandung petunjuk-petunjuk dari senat/dewan Romawi, dewan
konsultor/SenatusConsulta. Kanon-kanon tersebut mengandung pengertian “dari dewan/senat
tersebut” dan itu sulit sekali untuk tidak diindahkan, tetapi Kanon-kanon itu tidak sama
dengan undang-undang kerajaan Romawi.

“Hukum Kanonik” adalah terjemahan dari bahasa Latin “Ius Canonicum”. Ius berarti
sebuah sistim yang sah menurut hukum/undang-undang. Misalnya Ius Romanum-Hukum
Romawi atau berarti suatu hak subyektif seperti ius ad rem-hak atas sesuatu benda atau
keadilan obyektif yakni hak, kewajiban, atau adil/pantas. Bahasa-bahasa modern
menterjemahkan kata Ius dengan “Right, Droit, Diritto, Derecho, Recht = Hak yang memberi
referensi kepada sistim peraturan-peraturan gereja. Kita menterjemahkan dengan arti
”Hukum/Undang-undang.” (Untuk menterjemahkan “Ius Canonicum”secara hurufiah berarti:
Hak menurut undang-undang gereja - hak resmi”, suatu terjemahan yang tidak tepat). Bahasa-
bahasa lain membedakan Hukum kanonik dari hukum sipil atau hukum duniawi. Tetapi
dalam bahasa Inggris ada suatu kecenderungan untuk menyamakan dua sistim norma atau
peraturan yang berbeda karena penggunaan kata yang sama “Law” untuk kedua sistim
tersebut.

Maka “Canon Law”, Hukum Kanonik adalah sebuah judul yang agak berlebihan dan
tidak pantas untuk mendeskripsikan kaidah-kaidah yang mengatur tatatertib umum Gereja
Katolik Romawi.

Peraturan-peraturan inilah yang memberikan gambaran tentang struktur dasar gereja,


misalnya jabatan-jabatan paus dan uskup, susunan sakramen. Peraturan-peraturan ini
kemudian diangkat menjadi “tatatertib gereja” Katolik Romawi. Hal-hal yang seharusnya
merupakan peraturan-peraturan perseorangan, seperti usia untuk menerima sakramen
penguatan, tuntutan-tuntutan untuk menerima tahbisan, dianggap sebagai “disiplin gereja”.
Hukum Kanonik dalam pembahasannnya merangkul keduanya, “Tatatertib dan Disiplin”.

Kanon-kanon gereja menjadi kaidah-kaidah atau norma-norma yang digunakan untuk


mengatur kehidupan eksternal gereja.

1.1.2 Ruang Lingkup Hukum Gereja


Hukum Kanonik gereja Katolik lebih banyak berurusan dengan Tata Tertib dan
Disiplin daripada doktrin dan dogma. Ia berisikan pedoman-pendoman untuk tingkah laku,
bukannya iman kepercayaan tiap anggota gereja katolik. Hukum Kanonik menghadirkan
norma-norma tingkah laku bukannya isi iman.Karena itu, untuk ajaran resmi gereja orang
mesti berkonsultasi pada dokumen-dokumen gereja seperti dokumen Konsili Vatikan II,
bukannya bersumberkan Kitab Hukum Kanonik.

Teologi lebih memusatkan perhatiannya pada wahyu ilahi dan ajaran gereja. Hukum
Kanonik memberi perhatiannya yang intens pada pedoman-pedoman praktis dalam
komunitas kaum beriman kristiani.Teologi dan Hukum Kanonik adalah dua disiplin ilmu
yang berbeda namun sangat erat kaitannya satu sama lain. Teologi Sistematis dan Moral
mengajarkan tentang ke-Allahan Kristus dan moralitas perjuangan kaum beriman. Seseorang
perlu berkonsultasi dengan seorang ahli hukum tentang batas-batas ajaran resmi atau dalam
membela seseorang yang didakwa mengajarkan Ajaran palsu.

Hukum Kanonik mengatur tata tertib eksternal gereja dan kehidupan publik
komunitaskaumberiman. Secara eksklusif ia selalu berbicara tentang”Forum External” (arena
kegiatan publik gereja) dan seolah bertentangan dengan “Forum Internal”(arena suara hati
manusia).

1.1.3 Tujuan dan Fungsi-Fungsi

Gereja adalah suatu Komunitas yang sangat berbeda dari negara atau komunitas
masyarakat sekular lainnya. Sebagai akibat logisnya, sistim peraturannya memiliki tujuan
yang berbeda dari sistim undang-undang lainnya.

Gereja adalah sui generis/mandiri dalam suatu statusnya, yang ditentukan oleh dirinya
sendiri. Ia berbeda dari masyarakat manusia lainnya dalam asal-usulnya, sejarahnya, hakekat
terdalamya yang dinamis dan juga dalam nasibnya. Maka dari itu susunan peraturan-
peraturan gereja harus berfungsi secara berbeda dari peraturan-peraturan masyarakat lainnya.

Paus Yohanes Paulus II, ketika mengumumkan secara resmi Kitab Hukum Kanonik 1983,
menegaskan tujuan dari Kitab Hukum Kanonik sebagai berikut:

“Kitab Hukum sama sekali tidak bertujuan untuk mengganti iman, rahmat,
karisma-karisma dan terlebih-lebih cinta kasih dalam kehidupan gereja atau kaum
beriman kristiani. Sebaliknya Kitab Hukum bertujuan terutama untuk menumbuhkan
ketertiban yang sedemikian rupa dalam masyarakat gerejawi, yang memberikan
tempat utama kepada cinta kasih, rahmat dan karisma-karisma, namun sekaligus
memudahkan perkembangan yang teratur dari semuanya itu baik dalam kehidupan
masyarakat gerejawi maupun dalam kehidupan tiap-tiap orang yang termasuk di
dalamnya”.(Konstitusi Apostolik Sacrae disciplinae Leges).

Ini adalah sesuatu yang benar, yang bukan hanya dalam Kitab itu tetapi juga dalam
keseluruhan peraturan dalam Hukum Kanonik.

Hukum sekurang-kurangnya memiliki empat fungsi dalam setiap masyarakat, dan


analog dengan itu peraturan-peraturan resmi gereja memenuhi fungsi-fungsi tersebut sebagai
berikut:

1. Hukum ada untuk membantu masyarakat agar mencapai tujuan-tujuannya.


Hukum ada untuk mempermudah pencapaian tujuan atau kebaikan umum
masyarakat. Hukum Kanonik membantu Komunitas kaum beriman Kristiani
untuk menjadi dirinya sendiri sebagai orang Kristen sejati dan untuk
mengemban tugas perutusannya di dunia.Gereja harus mewartakan hidup dan
karya Kristus, menjadi saksi yang tangguh tentang kehadiran Allah yang
mencintai dan menjadi pelayan kepada dunia zaman ini. Gereja memiliki
sebuah tujuan yang sangat spiritual yaitu Keselamatan para anggotanya,
rekonsiliasi dan persekutuannya dengan Allah. Karena itu, pepatah hukum
gereja klasik mengatakan:“Salus animarum suprema lex“ (keselamatan jiwa
adalah hukum yang tertinggi), baca Kanon 1752.

2. Hukum ada untuk memberikan stabilitas kepada masyarakat, yaitu


menyediakan tata tertib yang baik dan dapat diandalkan. Ia menyediakan
hukum acara/proses perkara yang dapat dipercayai dan juga hasil atau akibat
stabilnya disiplin dapat diramalkan. Gereja membutuhkan Tata Tertib yang
damai dalam kehidupannya sebagaimana layaknya dilakukan oleh masyarakat
umumnya. Para pemimpin Gereja harus dipilih, sakramen-sakramen perlu
dirayakan, sabda Tuhan harus diwartakan, keputusan-keputusan harus dibuat,
harta benda harus diatur menurut hukum yang berlaku. Komunitas iman
mempunyai sebuah hak untuk mengharapkan cara-cara yang masuk akal,
cocok dan dapat diramalkan hasilnya yang baik dalam melakukan tugas
perutusannya setiap hari. Aturan-aturan resmi gereja memiliki dan menguasai
fungsi-fungsi tersebut yang sesungguhnya sangat vital dalam menentukan
kestabilan masyarakat gerejawi.

3. Hukum ada untuk melindungi hak-hak pribadi dan juga sebagai sarana
penyelesaian konflik. Gereja memiliki tata tertib yuridis untuk menciptakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban demi terciptanya kehidupan yang adil
dan jujur bagi anggotanya. Jadi hak-hak dan kewajiban serta sarana
perlindungannya dibicarakan dalam kanon-kanon.

4. Hukum ada untuk membantu dalam hal pendidikan masyarakat-komunitas


dengan mengingatkan setiap orang akan nilai-nilainya dan norma-normanya.
Gereja menuntut adanya suatu pendidikan yang terus-menerus. Walaupun
pengajarannya dilakukan dengan berbagai cara, kanon-kanon menolong
pendidikan tersebut. Hukum Kanonik menerangkan dengan terperinci
harapan-harapan para anggota, kualifikasi-kualifikasi bagi para pemegang
jabatan dalam gereja dan kehidupan religius yang ideal.Tata tertib gereja
dimaksudkan untuk menuntun orang kepada suatu kehidupan yang saleh, tidak
hanya suatu pemenuhan eksternal kehidupan manusia dengan peraturan-
peraturan. Di samping keadilan keadilan, hukum kanonik menantang gereja
bekerja keras demi cinta sejati sebagai tujuannya.

Hukum kanonik memandu dan membimbing kehidupan gereja dalam berbagai cara.
Bagi mereka yang peduli dalam usaha memelihara dan menjaga kelestarian gereja adalah
penting untuk memahami peraturan-peraturannya

1.2 Sumber-Sumber Perjanjian Baru dari Kaidah-kaidah Tersebut

Sumber-sumber klasik tradisi Kristen yang paling suci dan keramat adalah Kitab Suci
Perjanjian Baru yang berasal dari gereja-gereja yang hidup sejak abad pertama. Kita percaya
bahwa penulis-penulis Perjanjian Baru diilhami oleh Roh Kudus. Tetapi mereka juga menulis
dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri dan berdasarkan memori-memori sebagai
anggota-anggota atau pengunjung-pengunjung “Gereja Lokal“. Injil-injil dan surat-surat
dalam tradisi menyampaikan kepada kita tentang hidup, sabda-sabda dan karya-karya Yesus.
Juga di sana disampaikan banyak hal kepada kita tentang kumpulan orang-orang yang
percaya kepada Yesus. Sebagian dari warta suci adalah tentang peraturan-peraturan mereka di
kala itu.
Gereja-gereja perdana telah mengembangkan peraturan-peraturan untuk membantu
mereka hidup selaras dengan pola hidup Kristus sendiri. Perjanjian Baru dipenuhi dengan
indikasi-indikasi dari peraturan-peraturan yang paling awal, dan kitab hukum kanonik di
zaman kita ini didasarkan pada keaslian tulisan-tulisan tersebut.

Kanon-kanon merupakan suatu susunan contoh-contoh sederhana dari peraturan-


peraturan atau kebijaksana-kebijaksanaan gereja-gereja awal yang diambil dari Kitab Suci
Perjanjian Baru. Peraturan dan kebijaksanaan itu nyata dalam struktur-struktur Gereja dan
prosedur-prosedur hukum yang ada kini. Namun sebenarnya semua peraturan dan
kebijaksanaan awal tidaklah diatur dalam suatu tatanan yang khusus dan tidak dianalisis.
Tetapi itu ada dalam kelompok-kelompok berkarisma yang secara sepontan hidup teratur.
Contoh-contoh berikut menunjukkan hal itu.

Kumpulan-kumpulan umat setempat saling berhubungan satu dengan yang lainnya


dalam iman dan perhatian sebagai saudara, menyumbangkan sesuatu kepada sesamanya yang
miskin (Roma 15:26); adanya sebuah kuasa memimpin yang terstruktur dalam setiap gereja
lokal, sebagai misal, daftar-daftar para pelayan: rasul, nabi, dan pengajar, para gembala (cfr.1
Kor.12:28; Ef.4:11); keterangan atau rekomendasi tentang para penilik jemaat dan diaken,
para imam dan uskup (cfr.Kis.20 dan Filp.1:1); Gereja telah memiliki hakim perdamaian,
proses konsultatif untuk membuat keputusan-keputusan khususnya pengambilan kebijakan
atas masalah-masalah yang berat, seperti orang-orang bukan Yahudi, sidang di Yerusalem
(cfr.Kis.15 dan Gal.2.) Para peserta sidang menyadari dengan jelas bahwa mereka dibimbing
oleh Roh Kudus (cfr.Kis.15:28), dan lain-lain.

Banyak hal yang kita temukan dalam kehidupan Gereja perdana. Ada keunikan-
keunikan di antara gereja-gereja. Perbedaan yang ada adalah wajar tetapi bukannya untuk
saling mengucilkan. Jabatan-jabatan dan fungsi-fungsi yang ada sangat bervariasi. Di sana
tidak ada maksud untuk keseragaman peraturan-peraturan ataupun pemerintahan yang
terkoordinir untuk semua. Tetapi sekurang-kurangnya telah ada secara jelas dasar-dasar bagi
tata tertib atau disiplin Gereja kini yang ditemukan di sana.

Anda mungkin juga menyukai