PROPOSAL TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memeperoleh gelar Magister Pendidikan
Oleh :
Ely Sarantika Sukma
0103518134
Nim 0103518134
Semarang, November
2020
Panitia Ujian
Ketua Penguji I,
NIM 0103518134
Program Studi : Pendidikan Dasar
Telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke seminar proposal tesis.
Pembimbing I Pembimbing II
ii
DAFTAR ISI
PERTEMUAN 3..................................................................................................................................122
KISI-KISI SOAL PRETEST-POSTEST KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
.........................................................................................................................................................
121
KISI-KISI SOAL PRETEST-POSTEST KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF.................................................122
BAB I
PENDA
HULUA
N
11
Pendidikan IPA merupakan salah satu upaya untuk memahami hakikat IPA
sebagai produk, proses dan pengembangan sikap ilmiah (Sugiyono et al., 2017).
Menurut Kamala (2008) pembelajaran IPA berupaya untuk membangkitkan minat
manusia dan kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pemahaman tentang alam
11
12
semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap. Teknologi dan sains
juga sangat erat kaitanya untuk membuat terobosan-terobosan produk ilmiah oleh
para ilmuan (Adolphus; 2012). Ilmu atau keterampilan proses sains siswa mampu
mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya (Nasrullah et al., 2015). Pratama
(2014) berpendapat bahwa keterampilan proses juga mampu membuat siswaa
mengalami peningkatan untuk menggambil tanggung jawab atas pembelajaran
mereka sendiri. Tidak hanya itu saja, bahkan hidup dijaman yang sudah modern
masyarakat bergantung pada sains dan teknologi. Sistem pendidikan tentunya harus
menuntut pembelajaran yang selalu membudayakan kegiatan ilmiah. Berkat budaya
ilmiah yang dilakukan tentunya diperlukan suatu keterampilan ilmiah untuk
kebutuhan sehari-hari (aydin; 2013). Karena di lapangan pembelajaran lebih
banyak mengajarkan penghafalan konsep saja akhibatnya keterampilan berpikir
menjadi kurang terlatih (Siwa;2013). Ilmuan menggunakan kreativitas mereka di
setiap tahap penelitian ilmiah. Sehingga kreativitas memiliki peran pelengkap
dalam banyak proses ilmiah.
Keterampilan abad 21 menuntut kualitas dalam segala usaha dan hasil kerja
manusia. Keterampilan abad 21 juga meminta sumber daya manusia (SDM)
berkualitas yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola
secara profesional sehingga membuahkan hasil yang unggul. Pada abad 21 siswa
harus memiliki kompetensi yang menyeluruh atau holistik seperti dalam bidang
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan sikap (Asrizal, 2019). Melalui
pendidikan, siswa dilatih untuk memiliki keterampilan belajar dan berinovasi,
keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja
dan bertahan dengan menggunakan keterampilan hidup (life skills). Jadi, setiap
orang harus memiliki kemampuan menggunakan teknologi dan media informasi
agar dapat menghadapi tantangan di abad ke-21.
Pendidikan abad 21 membutuhkan persiapan untuk menciptakan lulusan
yang dapat bersaing di abad 21 (Asrizal, 2018). Salah satu upaya pemerintah dalam
menghadapi abad ke-
21 adalah dengan melakukan perubahan kurikulum. Menteri pendidikan Indonesia
telah melakukan perubahan kurikulum untuk menghasilkan lulusan yang relevan
dengan abad ke
21 (Asrizal, 2018). Keterampilan pada pendidikan abad ke-21 menjadi prioritas
13
dalam kurikulum 2013. Keterampilan abad 21 dapat dibangun pada diri siswa
melalui aktivitas kegiatan pembelajaran tatap muka dikelas maupun kegiatan
praktikum di laboratorium. Keterampilan belajar 4C merupakan satu bidang
keterampilan abad 21 yang dibekalkan kepada siswa meliputi, keterampilan
berpikir kritis, berpikir kreatif, bekerja sama, dan berkomunikasi (Setiawati, 2018).
Dengan demikian, kurikulum 2013 menuntut setiap siswa untuk mampu menguasai
perkembangan teknologi dan perubahan zaman.
14
pembelajaran. Akan tetapi pada saat pengambilan data nilai studi awal pada
pembelajaran IPA di SDN Gugus Subroto Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang, hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPA tema“Sehat Itu
Penting” subtema 1 belum memenuhi kriteria yang diharapkan oleh sekolah.
Berikut ini adalah hasil belajar peserta didik dari Penilaian Tengah Semeseter
(PTS) Pembelajaran IPA tema 4 “Sehat Itu Penting” subtema 1 kelas V semester 2,
diperoleh pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Hasil belajar PTS pembelajaran IPA Semester 2 Kelas V di Gugus Subroto.
No Nama Jumlah Rata- Ketuntasan/ ketercapaian
Sekolah Peserta rata nilai
Peserta presentase Peserta presentase
didik PTS
didik didik
tuntas Tidak
Tuntas
1. SDN 30 70 11 36.67 19 63.33
Pringapus 01
2. SDN 29 70 9 31.03 20 68.97
Pringapus 02
3. SDN 35 70 12 34.29 23 65.71
Pringapus 03
4. SDN 31 70 15 48.39 16 51.61
Pringapus 04
5. SDN 27 70 8 29.63 19 70.37
Jatirunggo
01
6. SDN 30 70 13 43.34 17 56.66
Jatirunggo
02
Berbagai fakta yang diperoleh dari hasil penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya juga didukung dengan hasil need analysis yang dilakukan di beberapa
SD Gugus Subroto di Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang antara lain SD
Negeri Pringapus 01, SD Negeri Pringapus 02, SD Negeri Pringapus 03, SD
17
SD Negeri jatirunggo 02. Dari hasil need analysis melalui observasi dan awancara
yang dilakukan di enam sekolah tersebut memperlihatkan pembelajaran IPA masih
rendah. Permasalahan saat ini yang menghambat siswa untuk pembelajaran IPA
yaitu masih banyak guru yang jarang menggunakan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan tujuan kurikulum dan lebih sering menggunakan pembelajaran yang
sederhana atau konvensional. Permasalahan yang dihadapi bukan saja masalah
pada gurunya sendiri tapi juga proses berpikir peserta didik, hal ini harus menjadi
tanggung jawab seorang guru bagaimana mengarahkan anak didik supaya bisa
berpikir kreatif dan kritis secara efektif.
Sebagian besar dari guru yang menginginkan siswa untuk selalu berpikir
kritis dan kreatif. Tetapi hal tersebut harus sesuai dengan bakat kreativitas dan
kemampuan berpikir siswa. Cicchino (2015: 5) menyatakan bahwa “This is
generally attributed to the social perspectives and cultural values that each group
member brings to the discussion, as well as the inherent nature of these
interactions for fostering critical thinking skills.” Ini umumnya dikaitkan dengan
perspektif sosial dan nilai-nilai budaya bahwa setiap anggota kelompok diskusi
memiliki sifat yang melekat dari interaksi untuk mendorong keterampilan berpikir
kritis.
Setiap anak memiliki kreativitas yang tinggi, sehingga orang tua harus
memberi stimulus dan arahan supaya anak mampu berpikir secara kritis dan kreatif
serta perkembangannya berjalan dengan optimal. Berpikir kritis (critical thinking)
merupakan kemampuan dan kemauan untuk menciptakan penilaian terhadap
beberapa pernyataan dan membuat keputusan objektif berdasarkan logika yang
sehat dan kenyataan yang mendukung bukan berdasarkan emosi dan anekdot
(Wode&Tavris, 2013: 7). Melalui kegiatan berpikir kritis peserta didik diharapkan
mampu membuat penilaian terhadap suatu pernyataan.
Berbagai standar dalam berpikir kritis seperti yang disampaikan oleh Fisher
(2008: 13) antara lain meliputi aktifitas terampil yang biasa dilakukan dengan lebih
baik atau sebaliknya, serta pemikiran kritis yang baik akan menciptakan beragam
standar intelektual seperti kejelasan, relevansi, kecukupan, koherensi, dan
sebagainya. Kegiatan berpikir kritis dapat dilatih sejak dini dengan berbagai
aktivitas yang melatih pengetahuan mereka. Berpikir kritis menuntut usaha keras
untuk meneliti setiap keyakinan ataupun pengetahuan asumtif berdasarkan bukti
19
evaluation of logical reasoning. They argue that the ability of critical thinking,
processing and evaluation of previous information with new information result
from inductive and deductive reasoning of solving problems.” Ghazivakili percaya
bahwa ada beberapa keterampilan berpikir kritis seperti persepsi, deduksi
pengakuan asumsi, interpretasi dan evaluasi penalaran logis. Menurut Ghazivakili
kemampuan berpikir kritis, memproses dan mengevaluasi informasi sebelumnya
dengan informasi baru dihasilkan dari penalaran induktif dan deduktif dalam
memecahkan masalah. Proponents of collaborative learning claim that the active
exchange of ideas within small groups not only increases interest among the
participants but also promotes critical thinking (Gokhale, 1995: 22). Para
pendukung pembelajaran kolaboratif mengklaim bahwa pertukaran aktif ide-ide
dalam kelompok- kelompok kecil tidak hanya meningkatkan minat di antara para
peserta didik tetapi juga menumbuhkan pemikiran kritis.
Keterampilan berpikir kritis merupakan perilaku belajar yang berhubungan
dengan pemecahan masalah. Berpikir kritis secara esensial adalah sebuah proses
aktif, dimana seseorang berpikir secara mendalam, mengajukan berbagai
pertanyaan, menemukan informasi yang relevan daripada menunggu informasi
secara pasif (Ariyana, 2018). Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan
secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis
(Ardiyanti, 2016: 904-905). Indikator berpikir kritis adalah bila seseorang dapat
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mencari alasan, mencari alternatif,
dan menghubungkan ide secara logis.
Keterampilan berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk menghasilkan
gagasan atau metode baru dalam menghasilkan suatu produk. Salah satu model
pengembangan berpikir kreatif adalah melakukan pola pikir kombinasi
(combination thinking) yang dapat merangsang pikiran-pikiran baru (Sudarma,
2013). Indikator keterampilan berkreasi dapat dinilai dari memiliki banyak ide,
memiliki banyak pertanyaan, jawaban, memberikan banyak contoh, dan
menjelaskan secara rinci (Mardhiyana, 2016). Hal ini sejalan dengan yang
diungkapkan dengan Mahyudi (2017), yaitu aspek berpikir kreatif itu dapat
memberikan banyak jawaban, memberikan beragam contoh terkait konsep atau
situasi, Kemampuan menyelesaikan masalah, dan mencetuskan banyak pendapat.
Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian dan fakta di lapangan diperoleh
21
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah dapat memberikan hasil yang
bermanfaat baik secara langsung bagi pengembang ilmu maupun bagi kepentingan
praktis pengajaran IPA di dalam kelas.
2. Manfaat Praktis
Bagi guru, memberikan bahan rujukan dalam menerapakan model pembelajaran
yang inovatif yang sesuai pembelajaran IPA dengan melalui model pembelajaran Inkuiri
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa. Peserta didik dapat
meningkatkan pemahaman keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa dengan proses
pembelajaran melalui model Inkuiri.
Bagi sekolah, dapat menambah wawasan dan pemikiran baru sebagai bahan acuan
dalam menggunakan model pembelajaran yang inovatif, aktif dan konstruktif yang
bagaimana bagi peserta dididk dapat meningkatkan keterampilan yaitu mampu berpikir
kritis dan kreatif dalam pembelajaran IPA di SD.
28
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, KERANGKA
BERPIKIR
dan taktik
36
2. Berpikir luwes
a. Menghasiilkan gagasaan-gagasan yang seragam.
b. Mampu mengubah cara atau pendekatan
c. Arah pemikiran yang berbeda-beda.
3. Berpikir original
a. Memberikan jawaban yang tidak lazim.
b. Memberikan jawaban yang lain dari yang lain
c. Memberikan jawab yang jarang diberikan kebanyakan orang.
4. Berpikir terperinci (elaborasi)
a. Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan.
b. Memperinci detail-detail
c. Memperluas suatu gagasan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti merumuskan perilaku kognitif
intelektual berpikir kreatif siswa yang terbagi menjadi empat indikator berpikir
kreatif, yaitu indikator kelancaran, keluwesan, keaslian, dan keterperincian.
Adapun penjelasan indikator berpikir kreatif dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 2.1 berikut ini.
lima tingkatan yaitu tingkat 4 (sangat kreatif), tingkat 3 (kreatif), tingkat 2 (cukup
kreatif), tingkat
42
siswa dituntut membuktikan fakta bukan hanya ingin yang menjadi sumber
pengetahuan siswa. Prinsip pembelajaran difouskan pada konsep berpikir
maka indikator ketercapaian untuk model inkuiri yang baik sudah tercapai.
46
5) Prinsip keterbukaan, apabila siswa sudah pada tahap keterbukaan maka segala
informasi yang akan diolah akan dibuktikan kebenarannya. Tahapan ini
menegaskan bahwa model inkuiri sudah dimaknai dengan baik oleh siswa.
5) Menguji hipotesis
Tahap menguji hipotesis merupakan proses menentukan jawaban yang
dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh.
6) Merumuskan kesimpulan
Mendeskripsikan temuan berdasarkan hasil pengujian hipotesis merupakan
gambaran dari kegiatan merumuskan kesimpulan. Tahap ini menunjukkan
bahwa media pembelajaran sudah tidak dipakai. Tahap ini mengikuti alur
kegiatan inkuiri.
alam sekitar dengan cara mencari tahu dan melakukan sesuatu secara mandiri
(Rahayu et al., 2012:64). IPA bukan
58
sekedar kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan sesuatu hal yang baru (Hermono,
2012:42).
Kesimpulan yang dapat diambil menurut peneliti pembelajaran IPA adalah
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dibantu dengan guru yang mempelajari
lingkungan sekitarnya. Cakupan materi IPA selain lingkungan sekitar yaitu
manusia dan segala proses kehidupan serta energi yang ada di sekelilingnya. Mata
Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (BSNP, 2006:162).
Dari keempat bahan ajar IPA tersebut, peneliti membatasi pada kajian
peredaran darah pada manusia kelas 5 SD. Rincian IPA yang akan diajarkan dapat
dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Muatan IPA Kelas IV
KOMPETENSI INTI 3 KOMPETENSI INTI 4
3.Memahami pengetahuan faktual, 4.Menunjukkan keterampilan berpikir dan
konseptual, prosedural, dan bertindak kreatif, produktif, kritis, mandiri,
metakognitif pada tingkat dasar kolaboratif, dan komunikatif. Dalam bahasa
dengan cara mengamati, menanya, yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam
dan mencoba berdasarkan rasa ingin karya yang estetis dalam gerakan yang
tahu tentang dirinya, makhluk mencerminkan anak sehat, dan tindakan yang
ciptaan tuhan dan kegiatannya, dan mencerminkan perilaku anak sesuai dengan
benda-benda yang dijumpainnya tahap perkembangannya.
dirumah, di sekolah, dan ditempat
bermain.
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
3.4 Menjelaskan organ peredaran 4.4 menyajikan karya tentang organ peredaran
darah dan fungsinya pada hewan darah pada manusia.
dan manusia serta cara
memelihara kesehatan organ
peredaran darah manusia.
kreatif merupakan bagian dari higher order thingking skills (HOTS) dan juga
merupakan komponen dalam kecerdasan abad ke-21.
62
keterampilan berpikir kritis siswa dan keterampilan perpikir kreatif siswa masih
rendah
Pembelajaran IPA
MAPEL
Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dari hasil pretest dan postest yang signifikan
Terdapat perbedaan kreativitas siswa pada proses dan produk ......
Terdapat kolerasi positif antara kemampuan berpikir kritis dan kreatif
66
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
R₁ O₁ X 0₂
R₂ 0₃ X O₄
Keterangan:
R₁ :Kelas
Eksperimen R₂
:Kelas
Kontrol
O₁.₃ :Pretest
O₂.₄ :Posttest
X : Perlakuan dengan Model Inkuiri
43
Studi Pendahuluan
Pengumpulan Data
Analisis Data
Kuantitatif Kesimpulan dan Saran
43
70
Tabel 3.2
Populasi peserta didik kelas V SDN Gugus
Gatot Subroto Pringapus Kab. Semarang
No Nama Sekolah Jumlah
Peserta didik
1 SDN Pringapus 01 30
2 SDN Pringapus 02 29
3 SDN Pringapus 03 35
4 SDN Pringapus 04 31
5 SDN Jatirunggo 1 27
6 SDN Jatirunggo 2 30
1) Observasi
Observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa. Observasi dilakukan
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu ketika proses pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti.
Observasi pelaksanaan pembelajaran ini bertujuan untuk mengukur apakah
pembelajaran yang dilaksanakan memenuhi persyaratan pembelajaran dengan
model Inkuiri.
2) Tes
Menurut Afandi (2015: 28) tes adalah seperangkat lembar soal atau
serangkaian tugas (alat pengukur) berisi tentang pernyataan atau pertanyaan yang
harus di kerjakan oleh peserta didik atau sekelompok yang harus dijawab dengan
baik, benar, jujur sehingga menghasilkan suatu nilai sesuai dengan tujuannya.
Model yang digunakan untuk menyusun perangkat tes adalah sebagai berikut:
a) Menentukan indikator yang akan digunakan.
b) Menentukn tipe soal yang akan digunakan untuk penelitian.
c) Menentukan jumlah soal.
d) Menentukan kisi-kisi soal sesuai dengan indikator, langkah-langkah
mengerjakan soal dan kunci jawaban yang akan di gunakan.
e) Membuat butir soal yang akan di uji cobakan.
f) Menguji coba instrumen soal.
g) Menganalisis data hasil uji coba instrumen.
h) Menentukan soal yang akan di ujikan sesuai dengan hasil analisis data
pada uji coba instrumen.
3) Angket
Angket/ kuesioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara
tidak langsung. Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket
72
kemampuan berfikir kritis, antara lain sebagai berikut (1) Bertanya dan menjawab
pertanyaan yang membutuhkan penjelasan, (2) Mengobservasi dan
mempertimbangkan laporan observasi, (3) menganalisis mengevaluasi dan
mengahislkan penjelasan-penjelasan, dan (4) menarik inferensi-inferensi.
Penggunaan soal yang di gunakan
untuk mengukur kemampuan berfikir kritis sebelumnya di cek dan di validasi oleh
ahli. Intrumen di validasi untuk dipakai setelah di ketahui valid dan reliable.
3.2.2.2 Validitas
Instrument dalam penelitian ini terdiri dari perangkat pembelajaran, soal
uraian kemampuan berfikir kritis dan kreative. Kemampuan berfikir kritis dan
kreative menggunakan uji validitas kontruk dengan menggunakan pendapat dari
ahli. Setelah intrumen dikontruksikan pada aspek-aspek yang diukur dengan teori
tertentu, selanjutnya dikonsultasikan kepada para ahli untuk mengetahui kevalidan
intrumen yang digunakan.
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑁 ∑ 𝑋2 − (∑ 𝑋)2}{𝑁 ∑ 𝑌2 − (∑ 𝑌)2}
Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi antara X dan Y
∑ X : skor item butir soal
∑ Y : jumlah skor total tiap
responden N :
banyaknya responden
(Hamzah, 2014: 220)
Kriteria pengujian soal validitas butir soal adalah untuk membandingkan
harga rxy dan harga rtabel. Harga rtabel dapat diperoleh dengan terlebih dahulu
74
3.2.2.4 Reliabilitas
Menurut Sukardi (2015: 43) semakin reliabel suatu tes, semakin yakin kita
dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama dan
bisa dipakai di
suatu tempat sekolah, ketika dilakukan tes kembali. Uji reliabilitas pada penelitian
ini menggunakan rumus Cronbach’s Alpha karena tipe soal dalam penelitian ini
adalah uraian.
)
r11 =( 𝑛 ) (1 − ∑ 𝑺𝒊
𝟐)
𝑛−1 𝑺𝒕𝟐
75
Keterangan :
r11 : reliabilitas instrumen
n : banyaknya butir pertanyaan
∑ 𝑆𝑖2 : jumlah varians item
𝑆𝑡2 :
varians total
(Sundayana,
2015: 69)
Nilai 𝑟11 diperoleh dengan 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 harga dengan taraf signifikansi 5%. Jika 𝑟11 >
𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka item yang diujicobakan reliable.
Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas (r) Interprestasi
0,00 ≤ r < 0,20 Sangat Rendah
0,20 ≤ r < 0,40 Rendah
c0,40 ≤ r < 0,60 Sedang/Cukup
0,60 ≤ r < 0,80 Tinggi
0,80 ≤ r < 1,00 Sangat Tinggi
digunakan rumus
Keterangan :
DP : daya pembeda
SA : jumlah skor
76
kelompok atas SB :
jumlah skor kelompok bawah
IA : jumlah skor ideal kelompok atas
Interval P Kriteria
P = 0.00 Sangat jelek
0.00 < P ≤ 0.20 Jelek
0.20 < P ≤ 0.40 Cukup
0.40 < P ≤ 0.70 Baik
0.70 < P ≤ 1.00 Sangat Baik
(Sundayana, 2015:77)
TK = 𝑆𝐴+𝑆𝐵
𝐼𝐴+𝐼𝐵
digunakan rumus:
Keterangan :
TK : taraf kesukaran
SA : jumlah skor
kelompok atas SB : jumlah
skor kelompok bawah
IA : jumlah skor ideal
kelompok atas IB : jumlah skor
ideal kelompok bawah (Sundayana,
2015: 76)
Tabel 3.4 Klasifikasi Taraf Kesukaran
Interval P Kriteria
77
yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varians yang sama maka
kelompok tersebut homogen, dan selanjutnya digunakan untuk menentukan
statistik pada pengujian hipotesis.
Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut.
H0 : 𝜎2 = 𝜎2
1 2
Ha : 𝜎2 ≠ 𝜎2
1 2
Spost - Spre
g=
Keterangan
Spost : nilai
hasil post test
80
Spre : nilai
hasil pre test
Kriteria perolehan skor pemahaman
konsep yaitu: g ≥ 0,70: peningkatan
tinggi
0,30 ≤ g < 0,70 : peningkatan sedang
Keterangan:
x1 : nilai rata-rata kelas
eksperimen x2 : rata-rata
S 2kelas kontrol
1 : varians kelas eksperimen
S 2 2 : varians
kelas kontrol s
: simpangan
gabungan
n1 : banyaknya subyek pada kelas
eksperimen n2 : banyaknya subyek
pada kelas kontrol
Kriteria:
Kriteria pengujian : Jika t hitung> t tabel maka Ha diterima pada taraf signifikansi α
= 0.05dengan derajat kebebasan dk = (n1 + n2–2).
81
(Aqib, 2011)
3. Melakukan wawancara kepada siswa, hasil dari wawancara ini tidak dihitung
nilai persentasenya hanya dideskripsikan saja. Lembar wawancara pada
penelitian ini hanya digunakan untuk memperkuat kembali jawaban siswa dari
tes yang telah diberikan, selain itu jawaban dari wawancara ini juga dapat
digunakan untuk mempertegas jawaban dari lembar tes siswa.
4. Mendeskripsikan secara sederhana data yang diperoleh dari hasil lembar tes dan
wawancara, langkah ini digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang
keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA.
(Aqib, 2011)
3. Melakukan wawancara kepada siswa, hasil dari wawancara ini tidak dihitung
nilai persentasenya hanya dideskripsikan saja. Lembar wawancara pada
penelitian ini hanya digunakan untuk memperkuat kembali jawaban siswa dari
tes yang telah diberikan, selain itu jawaban dari wawancara ini juga dapat
digunakan untuk mempertegas jawaban dari lembar tes siswa.
Mendeskripsikan secara sederhana data yang diperoleh dari hasil lembar tes dan
wawancara, langkah ini digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang
keterampilan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran IPA.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi. 2016. Implementasi Digital Age Literacy Dalam Pendidikan Abad 21.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Science. Universitas Sebelas
Maret.
Afandi, M. Chamalah, E. Wardani, O.P. 2013.Model dan model pembelajaran.
Semarang: UNISSULA PRESS.
43
by Integrating Digital Age Literacy on Grade VIII Students. Jurnal
Proceding of the 1st UR International Conference on Educational
Sciences. ISBN : 978-979-792-774-5, 85-92.
44
Brown, S. D. (2010). A process-oriented guided inquiry approach to teaching
medicinal chemistry.American Journal of Pharmaceutical
Education,74(7), 121
BSNP. 2006. Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untukSatuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Kuhlthau, C. C., & Maniotes, L. K. (2010). Building Guided Inquiry Teams for21st-
Century Lazonder, A. W., & Harmsen, R. (2016). Meta-analysis of inquiry-based
learning: Effects of
guidance.Review of Educational
Research,86(3), 681-718 Learners. School Library
Monthly, XXVI, 18.
45
Lestari, E.K dan Yudhanegara. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Mahyudi. 2017. Desain Bahan Ajar Mata Kuliah Aljabar Linear Untuk
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Jurnal Pendidikan
Matematika Vol 2, No 1, 6.
46
Mardhiyana, dewi. 2016. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Rasa
Ingin Tahu Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal
Pendidikan Pascasarjana UNY
Mauritha, S. 2017. The Influence of Guided Inkuiri Learning Model Towards
Student’s learning achivement, unnes scine educational journal, 6(1) :1486-
1489
Ningsih, S. M., & Subali, B. 2012. Implementasi Model Pembelajaran
ProcessOriented Guided Inkuiri Learning (POGIL) untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Unnes Physics Education Journal, 1(2): 45-
52.
Pramono, S. 2014. Panduan Evaluasi Kegiatan Belajar-Mengajar. Jogjakarta: DIVA
Press.
47
ALFABETA CV.
48
Wijiyanti, T.Y. 2016. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penerapan
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Konsep sel dan Jaringan,
jurnal pendidikan biologi, 1(1) : 115-123
Subkhan, K., & Susilowati, S. M. E. 2015. Unnes journal of biology education
sesuai kurikulum 2013 : studi kasus sekolah pilot SMP N 1. Journal of
biology education, 4(1)
: 60-69.
Trianto. (2010). Model pembelajaran terpadu. Jakarta: Bumi Aksara
Tiruneh, D. T., Verburgh, A., & Elen, J. 2014. Effectiveness of critical thingking
instruction in higer education: A Systematic Review of Intervention Studies.
Higher education studies, 4 (1). : 1-17
Zhou, Q., Huang, Q., & Tian, H. (2013). Developing Students’ Critical Thinking
Skills by Task-Based Learning in Chemistry Experiment Teaching.Creative
Education,4(12), 40
49