Makalah Fiqih
Makalah Fiqih
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS SYARIAH
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam proses penyusunan makalah ini dari awal
hingga akhir. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang
membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR ………………………………………………….1
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN ……………………………………………………….8
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..9
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan mencoba membahas
terkait pandangan mazhab mengenai menyentuh perempuan bisa membatalkan
wudhu dan diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu menambah
wawasan pembaca.
B. Rumusan Masalah
BAB II
3
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wudhu
Wudhu adalah suatu kewajiban bagi orang yang sudah akil baligh ketika
akan melaksanakan shalat, atau ketika akan melakukan sesuatu yang
keabsahannya diisyaratkan harus berwudu seperti shalat, dan tawaf di Ka’bah.
Menurut Imam Syafi’i wudu adalah salah satu syarat sah shalat yang paling
penting. Sedangkan dalam KBBI istilah wudu dikenal dengan nama wudu yang
artinya menyucikan diri (sebelum shalat) dengan membasuh muka, tangan,
kepala dan kaki sebelum shalat. Wudu juga merupakan sarana dalam
menentukan sah atau tidaknya ibadah sebagaimana diatur dalam Al-Quran
surah Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi:
Ayat diatas menjelaskan tentang wudu yang mana menjadi sarana sah
atau tidak nya shalat. Ayat diatas juga menjelaskan hal-hal yang membatalkan
wudu, yaitu : sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur, dan menyentuh
perempuan.
4
dan cara keluarnya. Sedangkan Imam Hambali mengecualikan orang yang
sentiasa berhadas, baik yang keluar itu sedikit atau banyak dan yang keluar itu
biasa atau luar biasa.
Pertama bahwa hukum ini berlaku hanya terkait dengan jenis, benda dan
zat yang disepakati, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Imam
Malik. Kedua hukum berkaitan dengan benda dan zat dari sisi bahwa benda itu
najis yang keluar dari tubuh. Sedangkan wudu identik dengan suci, yang mana
wudu dapat batal hanya karena terkena najis. Dan ketiga bahwa hukum juga
dikaitkan dengan benda dari segi bahwa benda itu keluar dari lubang kemaluan
atau lubang anus.
Para Imam Mazhab sepakat bahwa tidur sambil berbaring dan bersandar
dapat membatalkan wudu. Namun mereka berbeda pendapat tentang orang yang
tidur dalam shalat. Perbedaan pendapat Imam Mazhab dalam hal tidur yang
mengakibatkan batalnya wudhu tersebut berpedoman kepada hadis-hadis lain
dan dari Anas bin Malik, yaitu:
Artinya: Anas bin Malik ra berkata, “dulu pada masa Rasullullah saw.,
para sahabat menunggu shalat isya hingga kepala mereka terangguk-
angguk. Kemudian mereka shalat tanpa berwudu lagi.(HR. Muslim)
5
C. Pandangan Mazhab Terkait Menyentuh Perempuan Dapat
Membatalkan Wudhu
“Dari Hubaib bin Abi Tsabit dari Urwah dari Aisyah RA. Sesungguhnya
Nabi SAW pernah mencium istrinya kemudian keluar untuk shalat dan
tidak berwudhu lagi”. (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud & Al-
Baihaqi).
Selain dari pada hadist di atas, Imam Maliki juga berlandaskan pada
hadits yang artinya adalah sebagai berikut:
Dalam hal ini, Mazhab Imam Hanafi r.a berpendapat bahwa sentuhan
kulit antara laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu. Dalam masalah
ini, Mazhab Hanafi menggunakan dalil shahih yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim dengan sanad yang shahih:
6
sahwat maka membatalkan wudhu, namun jika tidak disertai sahwat maka tidak
membatalkan wudhu. Pendapat Madzhab Hanbali ini sama seperti pendapat
Mazhab Maliki.
“Dari Hubaib bin Abi Tsabit dari Urwah dari Aisyah RA. Sesungguhnya
Nabi SAW pernah mencium istrinya kemudian keluar untuk salat dan
tidak berwudhu lagi”. (HR.at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud dan
Al-Baihaqi).
BAB III
7
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
8
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, Jakarta: PT Ichtiar Baru
Van Hooeve, 1999.
http://pm.unida.gontor.ac.id/menyentuh-perempuan-membatalkan-wudhu/
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2021 pukul 20.15 WIT
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Ibadah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2011