Oleh :
1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun
(Wedjo, 2019).
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30
tahun dan merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer
& Bare, 2013).
B. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
histolytica (Jong, 2010).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010).
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan appendisitis
kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendisitis akut talah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara
12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)
dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah
leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.
2. Pemeriksaan Urinalisis
Membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal.
Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi
appendiks terjadi di dekat ureter.
3. Ultrasonografi Abdomen (USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari
90%
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah
appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu
appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul
dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau
inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak
appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendiks.
4. CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-
kira 95-98%. Pasienpasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga
adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik.
Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih
dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan
mengeci.
.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif.
1. Penanggulangan konservatif terutama di berikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operatif. Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks, penundaan dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi, pada abses apendiks
dilakukan drainage.
F. Komplikasi
Komplikasi appendicitis akut adalah keadaan yang terjadi akibat perforasi, seperti
peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula, dan konsekuensi penyebaran
melalui pembuluh darah, pieloflebitis supuratif (radang dan trombosis vena porta),
abses hepar dan septikemia. Radang dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher
apendiks yang menyebabkan retensi mucus dan kemudian menimbulkan mukokel. Ini
sering tidak menimbulkan masalah klinis tetapi walaupun jarang, dapat terjadi ruptura
dan sel epitel yang mensekresi mukus dapat menyebar ke kavum peritoneum.
G. Patofisiologi terjadinya masalah keperawatan …. pada penyakit …. (pohon
masalah)
B. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
1. Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
2. Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pecendera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimiawi iritan)
3) Agen pencendera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik, berlebihan)
Kondisi Klinis :
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
Penyebab :
1) Penyakit kronis (mis, kanker, penyakit autoimun)
2) Penyakit akut
3) Hospitalisasi
4) Rencana operasi
5) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
6) Penyakit neurologis
7) Tahap tumbuh kembang
4. Intervensi Keperawatan :
Reduksi ansietas
Observasi
1) Identivikasi saat tingkat ansietas berubah.
2) Monitor tanda tanda ansietas verbal non verbal.
3) Temani klien untuk mengurangi kecemasan jika perlu.
4) Dengarkan dengan penuh perhatian.
5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
6) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami.
7) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama klien, jika perlu.
8) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
9) Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi
1) pemberian obat antiansietas jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner &
Suddarath (8th ed.). Jakarta: EGC.
Jong, S. & de. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat & de jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta
Wedjo, Musa Aditio. (2019). ‘Asuhan Keperawatan Pada An. R.L Dengan Apendisitis
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman Di Wilayah RSUD Prof. Dr. W Z
Johannes Kupang’. Karya Tulis Ilmiah, Prodi D-III Keperawatan. Kupang : Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kupang.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.