Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN NYERI AKUT AKIBAT APENDISITIS


DI RUANG SAPHIRE
RSUD PASIRIAN LUMAJANG

PERIODE TANGGAL 26 JULI – 01 AGUSTUS 2021

Oleh :

NAMA : NOVA NOVITARINI


NIM : 192303101034

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LAPORAN PENDAHULUAN
(Hari Pertama Praktik)

1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun
(Wedjo, 2019).
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30
tahun dan merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer
& Bare, 2013).

B. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
histolytica (Jong, 2010).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010).

C. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis, Klasifikasi


Tanda dan gejala Apendisitis yaitu :
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare

Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan appendisitis
kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendisitis akut talah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara
12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)
dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah
leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.
2. Pemeriksaan Urinalisis
Membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal.
Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi
appendiks terjadi di dekat ureter.
3. Ultrasonografi Abdomen (USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari
90%
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah
appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu
appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul
dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau
inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak
appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendiks.
4. CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-
kira 95-98%. Pasienpasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga
adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik.
Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih
dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan
mengeci.
.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif.
1. Penanggulangan konservatif terutama di berikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operatif. Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks, penundaan dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi, pada abses apendiks
dilakukan drainage.
F. Komplikasi
Komplikasi appendicitis akut adalah keadaan yang terjadi akibat perforasi, seperti
peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula, dan konsekuensi penyebaran
melalui pembuluh darah, pieloflebitis supuratif (radang dan trombosis vena porta),
abses hepar dan septikemia. Radang dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher
apendiks yang menyebabkan retensi mucus dan kemudian menimbulkan mukokel. Ini
sering tidak menimbulkan masalah klinis tetapi walaupun jarang, dapat terjadi ruptura
dan sel epitel yang mensekresi mukus dapat menyebar ke kavum peritoneum.
G. Patofisiologi terjadinya masalah keperawatan …. pada penyakit …. (pohon
masalah)

II. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Dasar


A. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang
menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam
tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.
2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris,
ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan
distensi abdomen.
d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat
pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali
normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung
kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan
mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami
gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga
terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,
aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya
setelah pembedahan.
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu dan tempat.
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
7) Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan
dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami
emosi yang tidak stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.
a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan
non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk
mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
d) Pemeriksaan Laboratorium.
(1) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
(2) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit

B. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
1. Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
2. Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pecendera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimiawi iritan)
3) Agen pencendera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik, berlebihan)
Kondisi Klinis :
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma

C. Planning/Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri
dapat menurun dengan
Kriteria Hasil :
- Keluhan nyeri menurun.
- Meringis menurun
- Sikap protektif menurun.
- Gelisah menurun.
2. Intervensi Keperawatan
Manajemen nyeri
Observasi
1) Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas nyeri, skala
nyeri, intensitas nyeri
2) Identifikasi respon nyeri non verbal.
3) Identivikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri.
Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
2) Fasilitasi istirahat dan tidur.
3) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
Edukasi
1) Jelaskan strategi meredakan nyeri
2) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri .
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

D. Masalah Keperawatan Lain Yang Bisa Terjadi (Disertai Rencana Tindakan


Keperawatan minimal intervensi lengkap untuk 1 diagnosa keperawatan
tambahan)
Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
1. Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
2. Penyebab :
1) Krisis situsional
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Ancaman terhadap kematian
6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
7) Disfungsi sistem keluarga
8) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
9) Faktor keturunan (temperamen mudah teritegrasi sejak lahir)
10) Penyalagunaan zat
11) Terpapar bahaya lingkungan (mis, toksin, polutan, dan lain-lain)
12) Kurang terpapar informasi

Penyebab :
1) Penyakit kronis (mis, kanker, penyakit autoimun)
2) Penyakit akut
3) Hospitalisasi
4) Rencana operasi
5) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
6) Penyakit neurologis
7) Tahap tumbuh kembang

3. Tujuan dan Kriteria Hasil :


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat ansietas menurun
dengan
Kriteria Hasil :
1. Verbalisasi kebingungan menurun.
2. Verbalisasi khawatir akibat menurun.
3. Prilaku gelisah menurun.
4. Prilaku tegang menurun.

4. Intervensi Keperawatan :
Reduksi ansietas
Observasi
1) Identivikasi saat tingkat ansietas berubah.
2) Monitor tanda tanda ansietas verbal non verbal.
3) Temani klien untuk mengurangi kecemasan jika perlu.
4) Dengarkan dengan penuh perhatian.
5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
6) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami.
7) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama klien, jika perlu.
8) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
9) Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi
1) pemberian obat antiansietas jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

 Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner &
Suddarath (8th ed.). Jakarta: EGC.
 Jong, S. & de. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
 Sjamsuhidajat & de jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta
 Wedjo, Musa Aditio. (2019). ‘Asuhan Keperawatan Pada An. R.L Dengan Apendisitis
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman Di Wilayah RSUD Prof. Dr. W Z
Johannes Kupang’. Karya Tulis Ilmiah, Prodi D-III Keperawatan. Kupang : Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kupang.
 PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai