Anda di halaman 1dari 7

Akmal Mustafa Ayyubi 041911333069

Phirsa Wulang Adi M. 041911333196


M. Daffa Satryo Nugroho 041911333105
M. Aqsal Indra Syukur 041911333158
Ananda Dika Mahendra 041911333164

Konsep biaya dan pengurang penghasilan fiskal

1. Definisi biaya/beban pengeluaran

Koreksi biaya yang dapat dilakukan ditahun yang sama langsung ke laba/rugi

2. Pengakuan biaya/beban yang dapat atau tidak dapat dikurangkan

Dalam Pasal 6 UU PPh biaya-biaya yang dapat dikurangkan yaitu:

● Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha
● Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
● Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan
● Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
● Biaya penelitian dan pengembangan
● Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
● Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
● Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
● Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembanga
● Biaya pembangunan infrastruktur sosial
● Sumbangan fasilitas pendidikan
● Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
● Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan.

Dalam Pasal 9 UU PPh biaya yang tidak dapat dikurangkan yaitu:

● Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun


● Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham
● Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
● Premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi
● Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
● Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisa
● Pajak Penghasilan
● Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
● Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham
● Sanksi administratif

BIAYA YANG TIMBUL DARI PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL

Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan yang berbunyi
sebagai berikut :

“Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk :

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan
Objek Pajak;
b. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final;
c. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
Undang-undang Pajak Penghasilan;
d. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak Penghasilan tersebut
ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak; dan
e. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha
atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak.”

Berdasarkan hal tersebut, semua biaya yang timbul dari penghasilan yang bersifat final
harus dikoreksi positif pada saat penghitungan pajak.

KOMPENSASI KERUGIAN DAN FASILITAS PAJAK

UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 2 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

“Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat
kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 tahun.”

Kerugian Fiskal
● Yang dimaksud dengan kerugian fiskal adalah kerugian fiskal berdasarkan ketetapan
pajak yang telah diterbitkan Direktur Jenderal Pajak serta kerugian fiskal berdasarkan
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak ( self assesment) dalam hal tidak ada atau belum
diterbitkan ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak
● Kerugian fiskal dari penghasilan yang dikenai PPh Final atau penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak tidak dapat dikompensasi dengan hasil lainnya yang dikenai
pajak berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-undang Pajak Penghasilan
● Kerugian fiskal dari hasil yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dikompensasi
dengan penghasilan dari sumber yang sama di luar negeri.

Kompensasi Kerugian

Kerugian yang didapatkan dalam satu tahun pajak yang dapat digunakan untuk menutupi
keuntungan pada tahun-tahun berikutnya sehingga pada tahun-tahun tersebut PPh nya menjadi
lebih kecil atau tidak terutang sama sekali

Istilah kerugian merujuk kepada kerugian fiskal bukan kerugian komersial.

Kompensasi kerugian hanya diperkenankan selama 5 tahun ke depan secara berturut-turut.

Kompensasi kerugian hanya untuk Wajib Pajak, baik badan maupun OP yang melakukan
kegiatan usaha yang penghasilannya tidak dikenakan PPh Final dan perhitungan PPh nya tidak
menggunakan norma penghitungan.

Kerugian usaha di luar negeri tidak bisa dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam negeri

PENGUKURAN , PENILAIAN, PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN BIAYA/BEBAN

PENGUKURAN  BIAYA/BEBAN

Saat pengukuran biaya dalam ketentuan perpajakan pada umumnya disesuaikan dengan cara
pencatatan yang dipakai dalam pembukuan perusahaan (metode kas atau metode akrual).

→ Metode kas : Biaya diakui pada saat pembayaran 

→ Metode akrual : Biaya diakui pada saat terutangnya tanpa memperhatikan pembayarannya

Dalam hal pembebanan biaya dilakukan matching dengan penghasilan menggunakan 3


pendekatan :
● Sebab akibat (Kausalitas)
● Alokasi sistematis dan rasional
● Pengakuan segera

Sebab akibat (Kausalitas)

Mengaitkan biaya secara langsung dengan penghasilan. Pengakuan biaya sebagai beban dalam
periode diakuinya penghasilan.

Contoh konkret :  persediaan sebagai penyebab dari hasil penjualan (penghasilan pada masa
mendatang, diakuinya sebagai biaya alokasi harga pokok pada saat persediaan tersebut dijual).

Alokasi sistematis dan rasional

Tidak mengaitkan secara langsung biaya dengan penghasilan tetapi biaya dialokasikan secara
sistematis dan rasional dengan penghasilan atas dasar masa manfaat. 

Contoh konkret : pada aset tetap, alokasi biayanya segera pada tahun tersebut sebagai pengurang
terhadap penghasilan atau dilakukan penundaan atau dikurangkan dengan penghasilan di masa
mendatang melalui alokasi penyusutan dan amortisasi.

Pengakuan segera

Biaya yang dapat dikaitkan dengan penghasilan melalui pendekatan kesatu atau pendekatan
kedua akan dibebankan segera terhadap penghasilan pada tahun pengeluaran. 

Contoh konkret : biaya pendirian, biaya emisi, dan lain sebagainya.

Untuk tujuan perpajakan, atas dasar pertimbangan penerimaan dan pengaruh sosial ekonomi,
tidak seluruh biaya dapat dikurangkan terhadap penghasilan sehingga apabila dibandingkan,
komponen biaya menurut akuntansi komersial dapat dikoreksi yang mempengaruhi penghasilan.

Biaya dilaporkan sebesar nilai pertukarannya. Biaya yang ditangguhkan pembebanannya akan
dikapitalisasikan dan dilaporkan di neraca sebagai aset. Biaya yang dibebankan pada periode
berjalan dilaporkan di laporan laba rugi sebagai pengurang penghasilan.

TRANSAKSI ANTAR WAJIB PAJAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2011 Pasal 2 Ayat 1 dan


2:

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing)
atas transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia.
Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia,
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini hanya berlaku untuk transaksi yang dilakukan oleh Wajib
Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk memanfaatkan perbedaan
tarif pajak yang disebabkan antara lain:

● perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan final atau tidak final pada sektor usaha tertentu;
● perlakuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; atau
● transaksi yang dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas

Transfer Pricing

Transfer pricing bisa didefinisikan sebagai suatu skema perusahaan dalam menghindari
kewajiban pajak/upaya pengemplengan pajak. Artinya negara telah dirugikan karena hilangnya
pendapatan negara. 

Pasal 1 angka 17 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) adalah:

Penentuan Harga Transfer atau Transfer Pricing yang selanjutnya disebut Penentuan Harga
Transfer adalah penentuan harga dalam Transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa.

Hubungan istimewa dalam transfer pricing adalah hubungan yang terjadi antara dua wajib pajak
atau lebih yang menyebabkan Pajak Penghasilan terutang di antara wajib pajak tersebut menjadi
lebih kecil daripada yang seharusnya terutang.

PAJAK YANG DAPAT DIBIAYAKAN (PBB, BPHTB, BM, ZAKAT)

BPHTB

Dalam UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 ,
menjelaskan mengenai BPHTB yaitu Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.

Yang dimaksud sebagai Hak atas tanah adalah:


● hak milik;
● hak guna usaha;
● hak guna bangunan;
● hak pakai;
● hak milik atas satuan rumah susun;
● hak pengelolaan

ZAKAT

Jenis-Jenis Zakat:

Zakat Fitrah

Zakat yang wajib ditunaikan umat Muslim menjelang hari raya ldul Fitri pada bulan Ramadan.

Zakat Mal

Penghitungan pengeluaran zakat mal berbeda sesuai dengan jenis penghasilan pribadi atau badan
Usaha

Diatur dalam :

Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada pasal 22 dan Pasal 23 ayat
1-2.

● Pasal 22: Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan
dari penghasilan kena pajak.
● Pasal 23: Baznas atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki
(pemberi zakat), dan bukti tersebut digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/Pl/2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan
Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat (Pasal 2)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7


tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pasal 4 ayat (3) huruf a 1 dan 9 ayat (1) huruf G

PBB (PAJAK BUMI & BANGUNAN)

Merupakan sebuah biaya yang harus disetorkan atas keberadaan tanah dan bangunan yang
memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang ataupun badan , untuk
wajib pajak nya sendiri adalah orang pribadi atau badan yang memiliki hak dan/atau memperoleh
manfaat atas tanah atau bangunan

Objek PBB terdapat 2 macam yaitu :

● Objek bumi dalam PBB meliputi:Sawah, Ladang, Kebun, Perkarangan, Kandang.


● Objek Bangunan dalam PBB : Rumah Tinggal, Bangunan Usaha, Gedung Bertingkat,
Pusat Perbelanjaan, Jalan Tol, Pagar Mewah, dan Kolam Renang

Anda mungkin juga menyukai