Koreksi biaya yang dapat dilakukan ditahun yang sama langsung ke laba/rugi
● Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha
● Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
● Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan
● Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
● Biaya penelitian dan pengembangan
● Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
● Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
● Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
● Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembanga
● Biaya pembangunan infrastruktur sosial
● Sumbangan fasilitas pendidikan
● Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
● Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan.
Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan yang berbunyi
sebagai berikut :
“Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk :
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan
Objek Pajak;
b. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final;
c. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
Undang-undang Pajak Penghasilan;
d. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak Penghasilan tersebut
ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak; dan
e. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha
atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak.”
Berdasarkan hal tersebut, semua biaya yang timbul dari penghasilan yang bersifat final
harus dikoreksi positif pada saat penghitungan pajak.
“Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat
kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 tahun.”
Kerugian Fiskal
● Yang dimaksud dengan kerugian fiskal adalah kerugian fiskal berdasarkan ketetapan
pajak yang telah diterbitkan Direktur Jenderal Pajak serta kerugian fiskal berdasarkan
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak ( self assesment) dalam hal tidak ada atau belum
diterbitkan ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak
● Kerugian fiskal dari penghasilan yang dikenai PPh Final atau penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak tidak dapat dikompensasi dengan hasil lainnya yang dikenai
pajak berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-undang Pajak Penghasilan
● Kerugian fiskal dari hasil yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dikompensasi
dengan penghasilan dari sumber yang sama di luar negeri.
Kompensasi Kerugian
Kerugian yang didapatkan dalam satu tahun pajak yang dapat digunakan untuk menutupi
keuntungan pada tahun-tahun berikutnya sehingga pada tahun-tahun tersebut PPh nya menjadi
lebih kecil atau tidak terutang sama sekali
Kompensasi kerugian hanya untuk Wajib Pajak, baik badan maupun OP yang melakukan
kegiatan usaha yang penghasilannya tidak dikenakan PPh Final dan perhitungan PPh nya tidak
menggunakan norma penghitungan.
Kerugian usaha di luar negeri tidak bisa dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam negeri
PENGUKURAN BIAYA/BEBAN
Saat pengukuran biaya dalam ketentuan perpajakan pada umumnya disesuaikan dengan cara
pencatatan yang dipakai dalam pembukuan perusahaan (metode kas atau metode akrual).
→ Metode akrual : Biaya diakui pada saat terutangnya tanpa memperhatikan pembayarannya
Mengaitkan biaya secara langsung dengan penghasilan. Pengakuan biaya sebagai beban dalam
periode diakuinya penghasilan.
Contoh konkret : persediaan sebagai penyebab dari hasil penjualan (penghasilan pada masa
mendatang, diakuinya sebagai biaya alokasi harga pokok pada saat persediaan tersebut dijual).
Tidak mengaitkan secara langsung biaya dengan penghasilan tetapi biaya dialokasikan secara
sistematis dan rasional dengan penghasilan atas dasar masa manfaat.
Contoh konkret : pada aset tetap, alokasi biayanya segera pada tahun tersebut sebagai pengurang
terhadap penghasilan atau dilakukan penundaan atau dikurangkan dengan penghasilan di masa
mendatang melalui alokasi penyusutan dan amortisasi.
Pengakuan segera
Biaya yang dapat dikaitkan dengan penghasilan melalui pendekatan kesatu atau pendekatan
kedua akan dibebankan segera terhadap penghasilan pada tahun pengeluaran.
Untuk tujuan perpajakan, atas dasar pertimbangan penerimaan dan pengaruh sosial ekonomi,
tidak seluruh biaya dapat dikurangkan terhadap penghasilan sehingga apabila dibandingkan,
komponen biaya menurut akuntansi komersial dapat dikoreksi yang mempengaruhi penghasilan.
Biaya dilaporkan sebesar nilai pertukarannya. Biaya yang ditangguhkan pembebanannya akan
dikapitalisasikan dan dilaporkan di neraca sebagai aset. Biaya yang dibebankan pada periode
berjalan dilaporkan di laporan laba rugi sebagai pengurang penghasilan.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing)
atas transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia.
Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia,
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini hanya berlaku untuk transaksi yang dilakukan oleh Wajib
Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk memanfaatkan perbedaan
tarif pajak yang disebabkan antara lain:
● perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan final atau tidak final pada sektor usaha tertentu;
● perlakuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; atau
● transaksi yang dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas
Transfer Pricing
Transfer pricing bisa didefinisikan sebagai suatu skema perusahaan dalam menghindari
kewajiban pajak/upaya pengemplengan pajak. Artinya negara telah dirugikan karena hilangnya
pendapatan negara.
Pasal 1 angka 17 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) adalah:
Penentuan Harga Transfer atau Transfer Pricing yang selanjutnya disebut Penentuan Harga
Transfer adalah penentuan harga dalam Transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa.
Hubungan istimewa dalam transfer pricing adalah hubungan yang terjadi antara dua wajib pajak
atau lebih yang menyebabkan Pajak Penghasilan terutang di antara wajib pajak tersebut menjadi
lebih kecil daripada yang seharusnya terutang.
BPHTB
Dalam UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 ,
menjelaskan mengenai BPHTB yaitu Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.
ZAKAT
Jenis-Jenis Zakat:
Zakat Fitrah
Zakat yang wajib ditunaikan umat Muslim menjelang hari raya ldul Fitri pada bulan Ramadan.
Zakat Mal
Penghitungan pengeluaran zakat mal berbeda sesuai dengan jenis penghasilan pribadi atau badan
Usaha
Diatur dalam :
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada pasal 22 dan Pasal 23 ayat
1-2.
● Pasal 22: Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan
dari penghasilan kena pajak.
● Pasal 23: Baznas atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki
(pemberi zakat), dan bukti tersebut digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/Pl/2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan
Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat (Pasal 2)
Merupakan sebuah biaya yang harus disetorkan atas keberadaan tanah dan bangunan yang
memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang ataupun badan , untuk
wajib pajak nya sendiri adalah orang pribadi atau badan yang memiliki hak dan/atau memperoleh
manfaat atas tanah atau bangunan